Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN PADA “NY.

S” DENGAN GANGGUAN
SISTEM PENCERNAAN “ULKUS PEPTIKUM”
DIRUANG PERAWATAN ASOKA A
RUMAH SAKIT X

OLEH :

FIYANTI HAIDI (NIM 2001021)


FIRDA RAHAYU (NIM 2001022)
GALIH AYUNINGRUM (NIM 2001023)
JUAN ALGRES (NIM 2001042)
NURFITRIAH (NIM 2001046)
SUHARNI (NIM 2001048)

PRODI S1 KEPERAWATAN AHLI JENJANG


STIKES PANAKKUKANG MAKASSAR
TAHUN 2020
A. Konsep Medis

1. Pengertian

Ulkus peptikum merupakan putusnya kontinuitas mukosa lambung

yang meluas sampai di bawah epitel. Kerusakan mukosa yang tidak

meluas sampai ke bawah epitel disebut sebagai erosi, walaupun sering

dianggap sebagai ”ulkus” (misalnya ulkus karena stres). Menurut definisi,

ulkus peptikum dapat terletak pada setiap bagian saluran cerna yang

terkena getah asam lambung, yaitu esofagus, lambung, duodenum, dan

setelah gastroenterostomi, juga jejenum.(Sylvia A. Price, 2006).

2. Etiologi

Penyebab umum dari ulserasi peptikum adalah ketidakseimbangan

antara selresi cairan lambung dan derajat perlindungan yang diberikan

sawar mukosa gastroduodenal dan netralisasi asam lambung oleh cairan

deudenum. (Arif Mutaqqin,2011)

Penyebab khususnya diantaranya :

a. Infeksi bakteri H. pylori

Dalam lima tahun terakhir, ditemukan paling sedikit 75% pasien

ulkus peptikim menderita infeksi kronis pada bagian akhir mukosa

lambung, dan bagian mukosa duodenum oleh bakteri H. pylori. Sekali

pasien terinfeksi, maka infeksi dapat berlangsung seumur hidup

kecuali bila kuman diberantas dengan pengobatan antibacterial. Lebih

lanjut lagi, bakteri mampu melakukan penetrasi sawar mukosa, baik

dengan kemampuan fisiknya sendiri untuk menembus sawar maupun


dengan melepaskan enzim – enzim pencernaan yang mencairkan

sawar. Akibatnya, cairan asam kuat pencernaan yang disekresi oleh

lambung dapat berpenetrasi ke dalam jaringan epithelium dan

mencernakan epitel, bahkan juga jaringan – jaringan di sekitarnya.

Keadaai ini menuju kepada kondisi ulkus peptikum (Sibernagl, 2007).

b. Peningkatan sekresi asam

Pada kebanyakan pasien yang menderita ulkus peptikum di bagian

awal duodenum, jumlah sekresi asam lambungnya lebih besar dari

normal, bahkan sering dua kali lipat dari normal. Walaupun setengah

dari peningkatan asam ini mungkin disebabkan oleh infeksi bakteri,

percobaan pada hewan ditambah bukti adanya perangsangan

berlebihan sekresi asam lambung oleh saraf pada manusia yang

menderita ulkus peptikum mengarah kepada sekresi cairan lambung

yang berlebihan (Guyton, 1996). Predisposisi peningkatan sekresi

asam diantaranya adalah factor psikogenik seperti pada saat mengalami

depresi atau kecemasan dan merokok.

c. Konsumsi obat-obatan

Obat – obat seperti OAINS/obat anti-inflamasi nonsteroid seperti

indometasin, ibuprofen, asam salisilat mempunyai efek penghambatan

siklo-oksigenase sehingga menghambat sintesis prostaglandin dari

asam arakhidonat secara sistemik termasuk pada epitel lambung dan

duodenum. Pada sisi lain, hal ini juga menurunkan sekresi HCO 3-

sehingga memperlemah perlindungan mukosa (Sibernagl, 2007). Efek


lain dari obat ini adalah merusak mukosa local melalui difusi non-ionik

ke dalam sel mukosa. Obat ini juga berdampak terhadap agregasi

trombosit sehingga akan meningkatkan bahaya perdarahan ulkus (Kee,

1995)

d. Stres fisik

Stres fisik yang disebabkan oleh syok, luka bakar, sepsis, trauma,

pembedahan, gagal napas, gagal ginjal, dan kerusakan susunan saraf

pusat (Lewis, 2000). Bila kondisi stress fisik ini berlanjut, maka

kerusakan epitel akan meluas dan kondisi ulkus peptikum menjadi

lebih parah.

e. Refluks usus lambung

Refluks usus lambung dengan materi garam empedu dan enzim

pancreas yang berlimpah dan memenuhi permukaan mukosa dapat

menjadi predisposisi kerusakan epitel mukosa.

3. Patofisiologi

Ulkus peptikum terjadi pada mukosa gastroduodenal karena jaringan

ini tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan(asam

hidrochlorida dan pepsin). Erosi yang terjadi berkaitan dengan

peningkatan konsentrasi dan kerja asam peptin, atau berkenaan dengan

penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat

mensekresi mukus yang cukup bertindak sebagai barier terhadap asam

klorida.
Sekresi lambung terjadi pada 3 fase yang serupa :

a. Sefalik

Fase pertama ini dimulai dengan rangsangan seperti pandangan,

bau atau rasa makanan yang bekerja pada reseptor kortikal serebral

yang pada gilirannya merangsang saraf vagal. Intinya, makanan yang

tidak menimbulkan nafsu makan menimbulkan sedikit efek pada

sekresi lambung. Inilah yang menyebabkan makanan sering secara

konvensional diberikan pada pasien dengan ulkus peptikum. Saat ini

banyak ahli gastroenterology menyetujui bahwa diet saring

mempunyai efek signifikan pada keasaman lambung atau

penyembuhan ulkus. Namun, aktivitas vagal berlebihan selama malam

hari saat lambung kosong adalah iritan yang signifikan.

b. Fase lambung

Pada fase ini asam lambung dilepaskan sebagai akibat dari

rangsangan kimiawi dan mekanis terhadap reseptor didinding lambung.

Refleks vagal menyebabkan sekresi asam sebagai respon terhadap

distensi lambung oleh makanan.

c. Fase usus

Makanan dalam usus halus menyebabkan pelepasan hormon

(dianggap menjadi gastrin) yang pada waktunya akan merangsang

sekresi asam lambung. Pada manusia, sekresi lambung adalah

campuran mukokolisakarida dan mukoprotein yang disekresikan secara


kontinyu melalui kelenjar mukosa. Mucus ini mengabsorpsi pepsin dan

melindungi mukosa terhadap asam. Asam hidroklorida disekresikan

secara kontinyu, tetapi sekresi meningkat karena mekanisme

neurogenik dan hormonal yang dimulai dari rangsangan lambung dan

usus.

Bila asam hidroklorida tidak dibuffer dan tidak dinetralisasi dan

bila lapisan luar mukosa tidak memberikan perlindungan asam

hidroklorida bersama dengan pepsin akan merusak lambung. Asam

hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan lambung.

Kemudian menyebar ke dalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak

dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah

pertahanan untama lambung terhadap pencernaan yang dilakukan oleh

sekresi lambung itu sendiri. Factor lain yang mempengaruhi

pertahanan adalah suplai darah, keseimbangan asam basa, integritas sel

mukosa, dan regenerasi epitel. Oleh karena itu, seseorang mungkin

mengalami ulkus peptikum karena satu dari dua factor ini :

1) Hipersekresi asam pepsin

2) Kelemahan barier mukosa lambung

Apapun yang menurunkan yang mukosa lambung atau yang

merusak mukosa lambung adalah ulserogenik, salisilat dan obat

antiinflamasi non steroid lain, alcohol, dan obat antiinflamasi masuk

dalam kategori ini.


Sindrom Zollinger-Ellison (gastrinoma) dicurigai bila pasien

datang dengan ulkus peptikum berat atau ulkus yang tidak sembuh

dengan terapi medis standar. Sindrom ini diidentifikasi melalui

temuan berikut : hipersekresi getah lambung, ulkus duodenal, dan

gastrinoma(tumor sel istel) dalam pancreas. 90% tumor ditemukan

dalam gastric triangle yang mengenai kista dan duktus koledokus,

bagian kedua dan tiga dari duodenum, dan leher korpus pancreas.

Kira-kira ⅓ dari gastrinoma adalah ganas(maligna).

Diare dan stiatore(lemak yang tidak diserap dalam feces)dapat

ditemui. Pasien ini dapat mengalami adenoma paratiroid koeksisten

atau hyperplasia, dan karenanya dapat menunjukkan tanda

hiperkalsemia. Keluhan pasien paling utama adalah nyeri epigastrik.

Ulkus stress adalah istilah yang diberikan pada ulserasi mukosa akut

dari duodenal atau area lambung yang terjadi setelah kejadian penuh

stress secara fisiologis. Kondisi stress seperti luka bakar, syok, sepsis

berat, dan trauma dengan organ multiple dapat menimbulkan ulkus

stress. Endoskopi fiberoptik dalam 24 jam setelah cedera

menunjukkan erosi dangkal pada lambung, setelah 72 jam, erosi

lambung multiple terlihat. Bila kondisi stress berlanjut ulkus meluas.

Bila pasien sembuh, lesi sebaliknya. Pola ini khas pada ulserasi stress.

Pendapat lain yang berbeda adalah penyebab lain dari ulserasi

mukosa. Biasanya ulserasi mukosa dengan syok ini menimbulkan

penurunan aliran darah mukosa lambung. Selain itu jumlah besar


pepsin dilepaskan. Kombinasi iskemia, asam dan pepsin menciptakan

suasana ideal untuk menghasilkan ulserasi. Ulkus stress harus

dibedakan dari ulkus cushing dan ulkus curling, yaitu dua tipe lain

dari ulkus lambung. Ulkus cushing umum terjadi pada pasien dengan

trauma otak. Ulkus ini dapat terjadi pada esophagus, lambung, atau

duodenum, dan biasanya lebih dalam dan lebih penetrasi daripada

ulkus stress. Ulkus curling sering terlihat kira-kira 72 jam setelah luka

bakar luas.

4. Manifestasi Klinis

Gejala-gejala ulkus dapat hilang selama beberapa hari, minggu, atau

beberapa bulan dan bahkan dapat hilang hanya sampai terlihat kembali,

sering tanpa penyebab yang dapat diidentifikasi. Banyak individu

mengalami gejala ulkus, dan 20-30% mengalami perforasi atau hemoragi

yang tanpa adanya manifestasi yang mendahului.

a. Nyeri : biasanya pasien dengan ulkus mengeluh nyeri tumpul, seperti

tertusuk atau sensasi terbakar di epigastrium tengah atau di punggung.

Hal ini diyakini bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung

dan duodenum meningkat menimbulkan erosi dan merangsang ujung

saraf yang terpajan. Teori lain menunjukkan bahwa kontak lesi dengan

asam merangsang mekanisme refleks local yang mamulai kontraksi

otot halus sekitarnya. Nyeri biasanya hilang dengan makan, karena

makan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali, namun

bila lambung telah kosong atau alkali tidak digunakan nyeri kembali
timbul. Nyeri tekan lokal yang tajam dapat dihilangkan dengan

memberikan tekanan lembut pada epigastrium atau sedikit di sebelah

kanan garis tengah. Beberapa gejala menurun dengan memberikan

tekanan local pada epigastrium.

b. Pirosis (nyeri uluhati) : beberapa pasien mengalami sensasi luka bakar

pada esophagus dan lambung, yang naik ke mulut, kadang-kadang

disertai eruktasi asam. Eruktasi atau sendawa umum terjadi bila

lambung pasien kosong.

c. Muntah : meskipun jarang pada ulkus duodenal tak terkomplikasi,

muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Hal ini dihubungkan

dengan pembentukan jaringan parut atau pembengkakan akut dari

membran mukosa yang mengalami inflamasi di sekitarnya pada ulkus

akut. Muntah dapat terjadi atau tanpa didahului oleh mual, biasanya

setelah nyeri berat yang dihilangkan dengan ejeksi kandungan asam

lambung.

d. Konstipasi dan perdarahan : konstipasi dapat terjadi pada pasien ulkus,

kemungkinan sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pasien dapat

juga datang dengan perdarahan gastrointestinal sebagian kecil pasien

yang mengalami akibat ulkus akut sebelumnya tidak mengalami

keluhan, tetapi mereka menunjukkan gejala setelahnya.

5. Pemeriksaan Penunjang
Nyeri lambung yang khas merupakan petunjuk adanya ulkus.

Diperlukan beberapa pemeriksaan untuk memperkuat diagnosis karena

kanker lambung juga bisa menyebabkan gejala yang sama.

a. Endoskopi adalah suatu prosedur dimana sebuah selang lentur

dimasukkan melalui mulut dan bisa melihat langsung ke dalam

lambung. Pada pemeriksaan endoskopi, bisa diambil contoh

jaringan untuk keperluan biopsi. Keuntungan dari endoskopi:

1) lebih dapat dipercaya untuk menemukan adanya ulkus dalam

duodenum dan dinding belakang lambung dibandingkan dengan

pemeriksaan rontgen

2) lebih bisa diandalkan pada penderita yang telah menjalani

pembedahan lambung

3) bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan karena ulkus.

b. Rontgen dengan kontras barium dari lambung dan duodenum (juga

disebut barium swallow atau seri saluran pencernaan atas)

dilakukan jika ulkus tidak dapat ditemukan dengan endoskopi.

c. Analisa lambung merupakan suatu prosedur dimana cairan

lambung dihisap secara langsung dari lambung dan duodenum

sehingga jumlah asam bisa diukur. Prosedur ini dilakukan hanya

jika ulkusnya berat atau berulang atau sebelum dilakukannya

pembedahan.

d. Pemeriksaan darah tidak dapat menentukan adanya ulkus, tetapi

hitung jenis darah bisa menentukan adanya anemia akibat


perdarahan ulkus. Pemerisaan darah lainnya bisa menemukan

adanya Helicobacter pylori.

6. Komplikasi

Sebagian besar ulkus bisa disembuhkan tanpa disertai komplikasi

lanjut. Tetapi pada beberapa kasus, ulkus peptikum bisa menyebabkan

komplikasi yang bisa berakibat fatal, seperti penetrasi, perforasi,

perdarahan dan penyumbatan. (Medicastore News)

a. Penetrasi

Sebuah ulkus dapat menembus dinding otot dari lambung atau

duodenum dan sampai ke organ lain yang berdekatan, seperti hati

atau pankreas. Hal ini akan menyebabkan nyeri tajam yang hebat

dan menetap, yang bisa dirasakan diluar daerah yang terkena

(misalnya di punggung, karena ulkus duodenalis telah menembus

pankreas). Nyeri akan bertambah jika penderita merubah posisinya.

Jika pemberian obat tidak berhasil mengatasi keadaan ini, mungkin

perlu dilakukan pembedahan.

b. Perforasi

Ulkus di permukaan depan duodenum atau (lebih jarang) di

lambung bisa menembus dindingnya dan membentuk lubang

terbuka ke rongga perut. Nyeri dirasakan secara tiba-tiba, sangat

hebat dan terus menerus, dan dengan segera menyebar ke seluruh

perut. Penderita juga bisa merasakan nyeri pada salah satu atau

kedua bahu, yang akan bertambah berat jika penderita menghela


nafas dalam. Perubahan posisi akan memperburuk nyeri sehingga

penderita seringkali mencoba untuk berbaring mematung. Bila

ditekan, perut terasa nyeri. Demam menunjukkan adanya infeksi di

dalam perut. Jika tidak segera diatasi bisa terjadi syok. Keadaan ini

memerlukan tindakan pembedahan segera dan pemberian antibiotik

intravena.

c. Perdarahan

Perdarahan adalah komplikasi yang paling sering terjadi.

Gejala dari perdarahan karena ulkus adalah:

1) muntah darah segar atau gumpalan coklat kemerahan yang

berasal dari makanan yang sebagian telah dicerna, yang

menyerupai endapan kopi

2) tinja berwarna kehitaman atau tinja berdarah.

Dengan endoskopi dilakukan kauterisasi ulkus. Bila sumber

perdarahan tidak dapat ditemukan dan perdarahan tidak hebat,

diberikan pengobatan dengan antagonis-H2 dan antasid. Penderita

juga dipuasakan dan diinfus, agar saluran pencernaan dapat

beristirahat.

Bila perdarahan hebat atau menetap, dengan endoskopi dapat

disuntikkan bahan yang bisa menyebabkan pembekuan. Jika hal ini

gagal, diperlukan pembedahan.

d. Penyumbatan
Pembengkakan atau jaringan yang meradang di sekitar ulkus

atau jaringan parut karena ulkus sebelumnya, bisa mempersempit

lubang di ujung lambung atau mempersempit duodenum. Penderita

akan mengalami muntah berulang, dan seringkali memuntahkan

sejumlah besar makanan yang dimakan beberapa jam sebelumnya.

Gejala lainnya adalah rasa penuh di perut, perut kembung dan

berkurangnya nafsu makan. Lama-lama muntah bisa menyebabkan

penurunan berat badan, dehidrasi dan ketidakseimbangan mineral

tubuh. Mengatasi ulkus bisa mengurangi penyumbatan, tetapi

penyumbatan yang berat memerlukan tindakan endoskopik atu

pembedahan.

7. Penatalaksanaan

Salah satu segi pengobatan ulkus duodenalis atau ulkus gastrikum

adalah menetralkan atau mengurangi keasaman lambung. Proses ini

dimulai dengan menghilangkan iritan lambung (misalnya obat anti

peradangan non-steroid, alkohol dan nikotin).

Makanan cair tidak mempercepat penyembuhan maupun

mencegah kambuhnya ulkus. Tetapi penderita hendaknya menghindari

makanan yang tampaknya menyebabkan semakin memburuknya nyeri

dan perut kembung.


B. Konsep Dasar Keperawatan

1. Pengkajian

Riwayat pasien bertindak sebagai dasar yang penting untuk diagnosis.

a. Pasien diminta untuk menggambarkan nyeri dan metode yang

digunakan untuk menghilangkannya (makanan, antasid). Nyeri ulkus

peptikum biasanya digambarkan sebagai “rasa terbakar” atau

“menggorogoti” dan terjadi kira-kira 2 jam setelah makan. Nyeri ini

sering membangunkan pasien antaratengah malam dan jam 3 pagi.

Pasien biasanya menyatakan bahwa nyeri dihilangkan dengan

menggunakan antasida,  makan makanan, atau dengan muntah.

b. Pasien ditanya kapan muntah terjadi. Bila terjadi, seberapa banyak?

Apakah muntahan merah terang atau seperti warna kopi? Apakah

pasien mengalami defekasi disertai feses berdarah

c. Selama pengambilan riwayat perawat meminta pasien untuk

menuliskan masukan makanan, biasanya selama periode 72 jam dan

memasukkan semua kebiasaan makan (kecepatan makan, makanan

reguler, kesukaan terhadap makanan pedas, penggunaan bumbu,

penggunaan minuman mengandung kafein).


d. Tingkat ketegangan pasien atau kegugupan dikaji.

e. Apakah pasien merokok? Seberapa banyak?

f. Adakah riwayat keluarga dengan penyakit ulkus?  

g. Tanda vital dikaji untuk indikator anemia dan feses diperiksa terhadap

darah samar.

h. Pemeriksaan fisik dilakukan dan abdomen dipalpasi untuk melokalisasi

nyeri tekan.
2. Penyimpangan KDM

Asam lambung lumen, empedu, alkohol, NSAID, H.Pillory, stress,


herediter, makanan / minuman yang dapat mengiritasi lambung

Peningkatan permeabilitas sawar lambung

Asam lambung kembali berdifusi ke mukosa

Pengeluaran histamin

Merangsang sekresi asam sehingga asam meningkat

Merusak mukosa lambung

Ulkus peptikum

Perubahan status Kerusakan barier Fungsi sawar mukosa Kerusakan mukosa


kesehatan lambung lambung menurun lambung

Kurang informasi tentang Peningkatan asam Destruksi kapiler Reaksi inflamasi


penyakit lambung dan vena
Muntah Pelepasan hormon
DEFISIT PENGETAHUAN NAUSEA bradikinin, serotonim
Perdarahan terus
RESIKO HIPOVOLEMI menerus
Merangsang hipotalamus
pada pusat nyeri
Penurunan volume
darah
NYERI AKUT
Peningkatan TIK Otak kekurangan Gangguan aliran Penurunan Penurunan volume
O2 dalam darah darah sistemik HB darah
Penurunan kesadaran
KELEMAHAN
+
3. Diagnosa Keperawatan

a. Nausea

b. Resiko hipovolemi

c. Nyeri akut

d. Kurang pengetahuan

e. Kelemahan

4. Intervensi Keperawatan

NO Diangnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


. keperawatan
1. Nausea Setelah dilakukan tindakan 1.1. Identifikasi karakteristik
berhubungan keperawatan selama 3x 24 muntah
dengan jam diharapkan nausea dapat 1.2. Identifikasi pola makan
kehamilan diatasi dengan kriteria hasil: 1.3. Identifikasi kebersihan mulut
- Mual muntah .4 Ajarkan oral hygine sebelum
berkurang makan
- Klien mampu .5 Anjurkan memperbanyak
mengontrol mual istirahat
muntah .6 Kolaborasi pemberian
2. - Mempertahankan antiemetic, jika perlu
Risiko kebersihan mulut
hypovolemia

Setelah dilakukan tindakan 2.1 Periksa tanda dan gejala


keperawatan selama 3x 24 hypovolemia
3. jam diharapkan risiko 2.2 Berikan asupan cairan oral
Nyeri akut hypovolemia dapat diatasi 2.3 Anjurkan memperbanyak
berhubungan dengan kriteria hasil : asupan cairan oral
dengan agen - Peningkatan cairan 2.4 Kolaborasi pemberian cairan IV
pencedera oral isotonis ( mis. RL dan NaCl)
fisiologis - Akral teraba hangat 2.5 Kolaborasi pemberikan cairan
- Lemas berkurang IV hipotonis (mis. Glukosa)
- Nadi dalam batasan
normal
Setelah dilakukan tindakan 3.1 Identifikasi lokasi, durasi,
4. keperawatan selama 3x 24 karakteristik, frekuensi, dan
jam diharapkan tingkat nyeri intensitas nyeri (mencakup
menurun dengan kriteria hasil P,Q,R,S,T nyeri)
Kelemahan : 3.2 Identifikasi respon non-verbal
b.d - Kemampuan mengenali 3.3 Monitor Tanda-tanda vital
nyeri 3.4 Ajarkan teknik non-
- Kemampuan farmakologis untuk mengurangi
menggunakan teknik non- nyeri
farmakologis 3.5 Kolaborasi pemberian
- Mampu melaporkan nyeri analgetik, jika perlu
terkontrol
- Tanda-tanda vital dalam
batasan normal

Setelah dilakuakan tindakan 4.1 Identifikasi status nutrisi


4.2 Identifikasi alergi dan
keperawatan diharapkan
intoleransi makanan
keletihan dapat teratasi 4.3 Identifikasi makanan yang
disukai
dengan kriteria hasil:
4.4 Identifikasi kebutuhan kalori
dan jenis nutrien
4.5 Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
4.6 Monitor asupan makanan
4.7 Monitor berat badan
4.8 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
5. 4.9 Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
4.10 Fasilitasi menentukan pedoman
Defisit diet (mis.piramida makanan)
pengetahuan 4.11 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
4.12 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah kontipasi
4.13 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
4.14 Berikan suplemen makanan,
jika perlu
4.15 Hentikan pemberian makanan
melalui selangnasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
4.16 Anjurkan posisi duduk, jika
peru
4.17 Anjurkan diet yang
diprongramkan
4.18 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis,
pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
4.19 Kolaborasi dengen ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

5.1 Identifikasi kesiapan dan


kemampuan menerina informasi
5.2 Identifikasi faktor-faftor
yang dapat meningkatkan dan
menurunkan motivasi perilaku
hidup bersih dan sehat.
Terapeutik
Setelah dilakuakan tindakan
5.3 Sediakan materi dan media
keperawatan diharapkan
pendidikan kesehatan
deficit pengetahuan dapat
5.4 Jatwalkan pendidikan
teratasi dengan kriteria hasil:
kesehatan sesuai kesepakatan
5.5 Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
5.6 Jelaskan faktor risiko yang
dapat mempengaruhi kesehatan
5.7 Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
5.8 Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan sehat
Daftar Pustaka

Doenges, Marilynn E., 1999, Rencana Asuhan Kepeawatan: Pedoman


untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien,
(Edisi 3), Jakarta, EGC.

Mitchell, Richard N., 2008, Buku Saku Dasar Patologis Penyakit, Jakarta ,
EGC.

Smeltzer, Suzanne C., 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai