PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
c. Teknik Komunikasi
1
C. Sitematika Penulisan
KATA
PENGANTAR DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Sitematika Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
C. Teknik Komunikasi
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB II
PEMBAHASAN
2. Unsur Komunikasi
Tiga unsur komunikasi yaitu:
a. Pengirim pesan atau sering juga dise but se bagai komunikator ( sender)
Pengirim pesan harus dapat menuliskan atau menyandikan pesan
dengan baik dan jelas.
b. Penerima pesan atau sering dise but se bagai reciever atau komunikan
Penerima pesan harus mendengarkan atau berkonsentrasi agar
pesan dapat diterima dengan benar, dan mem berikan umpan balik.
c. Media atau saluran yang digunakan se bagai alat untuk mengirimkan
pesan
Media ini dapat berupa telepon, televisi, fax, sandi
telecopier, mor s e, semapore, SMS, E-mail , dan lain lain
3. Perspektif Aliran-Aliran
a. Aliran Psikoanalis : se ba b retar dasi mental adalah salah satunya
dikarenakan oleh prenatal yaitu i bu yang mengkonsumsi akohol, hal ini
dise ba bkan karena i bu terlalu mementingkan id nya dan tidak dapat
menyeim bangan superegonya sehingga janin yang ada di dalam dinding
rahim tum buh dan berkem bang secara tidak sehat. Hal ini dikarenakan
karena i bu yang mementingkan id dengan cara menerapkan lifestyle
yaitu mengkonsumsi alkohol dan tidak mengkonsumsi nutrisi
(malnutrisi).
b. Aliran Behavorisme : karena pola asuh yang salah yaitu memodeling
dengan cara yang keliru. Orang tua yang memiliki anak retaradasi
mental terkadang tidak mengakui bahwa anaknya termasuk ke dalam
8
anak yang mengalami keter belakangan mental, sehingga tindakan orang
tua yang pertama kali dalam menanggapi keadaan ini adalah denial
( penolakan akan realitas) yang terjadi pada anak mereka. Orang tua
9
tidak menyekolahkan anak terse but ke dalam sekolah berke butuhan
khusus tetapi tetap memasukkan anaknya ke sekolah formal, sedangkan
di sekolah formal sangat minim sekali dalam pemenuhan ke butuhan
untuk anak retar dasi mental. Hal ini yang menye ba bkan anak retar dasi
menjadi semakin terpuruk dalam mengem bangkan proses
intelektualnya. Se bagian orang tua meniru perilaku orang tua lain
bahwa setiap anak dapat dimasukkan dan di didik ke dalam sekolah
formal. Karena proses memodeling yang salah ini lah dapat merugikan
masa depan anak retar dasi mental.
c. Aliran Kognitif (Bandura, R otter ) : berfokus pada peran dari proses
kognitif atau kognisi dan dari belajar melalui pengamatan (modeling)
dalam perilaku manusia, contoh : konsep atau cara pandang orang tua
yang salah akan kehadiran anak retar dasi mental yang terkadang
tidak diakui atau tidak adanya rasa penerimaan diri sehingga dari sini tim bul
proses belajar dan kerangka berpikir yang salah, tentang ke beradaan
anak retar dasi mental yang ber dampak pada sisi psikologis sehingga si
anak akan merasa tertekan, harga diri rendah di dalam lingkungan
keluarganya.
d. Aliran Humanistik (Maslow) : menekankan bahwa seseorang itu
memiliki keunikan, disini ditekankan bahwa anak-anak retar dasi mental
memiliki keunikan tersendiri. Mereka memiliki tu buh yang unik, yaitu
dari bentuk wajah (muka oval, mata ber bentuk kacang almond, muka
mirip antara satu anak dengan anak lain). Bentuk tu buh mereka juga
unik yaitu jari-jari tangan dan kaki cenderung memadat dan tu buh
memendek. Bentuk tu buh inilah yang mencerminkan keunikan
tersendiri pada anak retar dasi mental.
e. Aliran Psikologi Transpersonal : menekankan pada konsep
transendental yaitu hu bungan antara seorang individu dengan Tuhan-
NYA, disini di jelaskan bahwa seseorang individu harus menghargai
setiap ciptaan Allah SWT, sesama manusia harus saling menjaga,
memanusiakan manusia pada umumnya walaupun ter dapat per bedaan
baik dari segi fisik, kesehatan mental dan proses kognitif.
4. Gejala Retardasi Mental
Menurut kriteria DSM-IV-TR untuk gejala anak retard asi mental ter b
agi
dalam tiga kelompok yaitu :
Kriteria pertama, seseorang harus memiliki intelektual yang secara
signifikan berada di tingkatan su b average (di bawah rata-rata), yang
ditetapkan
ber dasarkan satu tes IQ atau le bih. Dengan cutoff score yang oleh DSM-IV-
TR ditetapkan se besar 70 atau kurang.
Kriteria Kedua, adanya defisit atau hendaya dalam fungsi adaptif yang
muncul beragam setidaknya dua bidang yakni, komunikasi, merawat diri
sendiri, mengurus rumah, keterampilan social, interpersonal, pemanfaatan
sum ber daya di masyarakat, keterampilan akademis, pekerjaan, kesehatan,
dan keselamatan.
Kriteria Ketiga, anak dengan retar dasi mental ciri intelektual dan
kemampuan adaptif itu harus muncul se belum mencapai 18 tahun.
Gejala anak retar dasi mental menurut (Brown, dkk 1991 dalam Sekar,
2007) menyatakan:
a. Lam ban dalam mempelajari hal-hal yang baru, mempunyai kesulitan
dalam mempelajari pengetahuan a bstrak atau yang berkaitan, dan
selalu cepat lupa apa yang dia pelajari tanpa latihan yang terus menerus.
b. Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari hal-hal yang baru.
c. Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak retard asi mental berat.
d. Cacat fisik dan perkem bangan gerak. Ke banyakan anak dengan
retar dasi mental berat mempunyai kete batasan dalam gerak fisik, ada
yang tidak dapat berjalan, tidak dapat ber diri atau bangun tanpa
bantuan. Mereka lam bat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat
sederhana, sulit menjangkau sesuatu, dan mendongakkan kepala.
e. Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Se bagian dari
anak retar dasi mental berat sangat sulit untuk mengurus diri sendiri,
seperti :
berpakaian, makan, dan mengurus ke bersihan diri. Mereka selalu
memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
f. Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak tunagrahita ringan
dapat bermain bersama dengan anak reguler, tetapi anak yang
mempunyai retar dasi mental berat tidak melakukan hal terse but. Hal itu
mungkin dise ba bkan kesulitan bagi anak retar dasi mental dalam
mem berikan perhatian terhadap lawan main.
g. Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak anak retar dasi
mental berat bertingkah laku tanpa tujuan yang jelas. Kegiatan mereka
seperti ritual, misalnya : memutar-mutar jari di depan wajahnya dan
melakukan hal-hal yang mem bahayakan diri sendiri, misalnya:
menggigit diri sendiri, mem bentur- beturkan kepala, dan lain-lain.
5. Terapi Pengobatan
Terapi yang digunakan adalah mengunakan be berapa cara, yaitu
diantaranya se bagai berikut :
a. Terapi baca (dengan pendekatan montesoori)
Guru atau orang tua tidak secara langsung mengu bah anak tetapi
se baliknya guru menco ba mem beri peluang pada anak menyelesaikan
tugas dengan usaha sendiri, tanpa bantuan orang dewasa. Tujuan ini
bertujuan untuk mem berikan edukasi secara dini kepada pasien.
b. Pilihan be bas (anak di beri ke be basan untu memilih ke butuhan yang
sesuai dengan minatnya)
Dengan cara ini, aktivitas kehidupan sehari-hari pasien menjadi
bagian dari kurikulum yang di berikan.
c. Terapi perilaku
Konselor mem berikan pengetahuan tentang cara pandang si
anak terse but, misalnya tidak mau bermain game s, cara pandang terhadap
sesuatu dan lain-lain. Terapi ini bertujuan untuk mengu bah perilaku
yang cenderung agresif dan menciptakan self injur y.
d. Terapi bicara
Konselor mem berikan contoh perilaku bicara yang baik, karena
pada dasarnya, anak retar dasi mental akan terlihat dalam mengucapkan
se buah kata-kata.
11
e. Terapi sosialisasi
Pasien diajak untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain,
yaitu tetap menjalin komunikasi dengan orang lain atau individu di
sekitarnya dengan cara bersosialisasi, melakukan interaksi secara
ver bal sehingga disini akan menum buhkan rasa percaya diri, perasaan
diterima oleh lingkungan, dan motivasi pada diri pasien agar tetap
sur vive dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
f. Terapi bermain
Pasien di bim bing untuk dapat mengerjakan sesutu hal berupa
hasil karya, atau se buah permainan. Terapi ini bertujuan untuk dapat
mengasah kemampuan pasien di bidang kognitif yaitu dengan cara
merangsang proses berpikir pasien tentang pola se buah
bentuk sehingga disini pasien diajak untuk dapat merangkai se buah
konstruksi bangunan, kemudian dapat meningkatkan imanjinasi dengan
cara merangsang kemampuan imajinasi tentang sesuatu hal yang
berada di pikirannya, selain itu dalam segi kreatifitas, yaitu dengan cara
meningkatkan dan mengolah kreatifitas pasien dengan paduan warna,
pola, bentuk yang
ber beda- beda sehingga pasien mempunyai pengetahuan,
pemahaman dan keanekaragaman tentang macam-macam jenis
permainan atau hasil karya yang dia temui.
g. Terapi menulis
Cara ini digunakan untuk dapat mempermudah proses
berjalannya terapi yaitu dengan cara pasien diajak untuk menulis di
selem bar kertas berupa serangkaian kata-kata. Tujuan daripada terapi
ini adalah untuk melemaskan otot atau syarat tangan dalam
beraktivitas sehingga tu buh pasien tidak kaku dan le bih fleksi bel
dalam menanggapi respon atau stimulus yang berada di sampingnya.
h. Terapi okupasi
Terapi ini dilakukan dengan cara memijat-mijat bagian syaraf anak
terse but seperti pada bagian pergelangan tangan, kaki dan daerah
tu buh lainnya. Terapi ini dilakukan pada saat pasien berusia muda,
12
karena pada masa muda sendi-sendi dalam tu buh pasien masih
bersifat
13
elastis dan dapat menyesuaikan dengan bentuk perlakuan yang
di berikan.
i. Terapi music
Terapi ini dilakukan dengan cara pasien diarahkan untuk dapat
mendengarkan dan memaknai se buah alunan musik. Terapi ini
bertujuan untuk dapat mengasah fungsi auditory pasien akan stimulus
suara yang di dengarkannya.
6. Prevensi
Salah satu usaha inter vensi dini dapat mem bidik dan mem bantu anak-
anak yang karena lingkunganya yang tidak dapat adekuat, beresiko
mengem bangkan retar dasi cultural familial (Fewell dkk, dalam Gunarsa 2002).
Program head start nasional adalah salah satu bentuk upaya inter vensi dini.
Program ini mengkom binasikan dukungan pendidikan, medis, dan sosial
untuk anak-anak dan keluarganya. Salah satu proyeknya mengidentifikasi
sekelompok anak tidak lama setelah mereka lahir dan mem berikan program pra
sekolah intensive serta dukungan nutrisi mereka. Inter vensi ini berlanjut sampai
mereka mulai memasuki pendidikan formal di taman kanak-kanak.
Pelayanan yang di butuhkan oleh anak-anak dengan retar dasi mental
untuk memenuhi tuntunan perkem bangan se bagian tergantung pada derajat
keparahan dengan tipe retar dasi (Dykens dkk, 1997 dalam Gunarsa 2002 ).
Dengan pelatihan yang tepat, anak-anak dengan retar dasi mental dapat
mencapai kemampuan setara dengan anak kelas 6 SD. Mereka dapat
menguasai keterampilan-keterampilan vokasional yang
memungkinkan mereka untuk mem biayai dirinya sendiri
melalui pekerjaan yang bermakna. Banyak anak- anak seperti ini
dapat bersekolah di sekolah regular. Se baliknya anak-anak dengan retar dasi
mental berat atau parah mem butuhkan penanganan institusi atau
ditempatkan pada pusat pelayanan residensial. Penempatan di institusi
sering kali didasarkan pada ke butuhan untuk mengontrol perilaku
destruktif atau agresif, bukan karena parahnya gangguan intelektual.
Saat ini sudah banyak be berapa pendekatan yang digunakan
untuk mendeteksi gangguan perkem bangan ini sejak awal, sejak dalam
kandungan.
Tujuannya agar dapat diketahui apakah si calon bayi memiliki a bnormalitas
genetik seperti retar dasi mental, yang dapat menye ba bkan kondisi yang
mengham bat perkem bangan bayi. Adapun pendekatan yang sering dilakukan
adalah :
a. Scanning dengan menggunakan ultra sound . Biasanya cara ini dapat
mendeteksi kondisi-kondisi yang berhu bungan dengan cacat fisik melalui
gelom bang suara.
b. Amniocente si s yaitu mengam bil sampel cairan amnion melalui dinding
perut i bu yang sedang hamil. Biasanya dilakukan pada usia kandungan
16 hingga 18 minggu. Hal ini dapat mendeteksi kemungkinan adanya
a bnormalitas kromosom dan penyakit-penyakit genetik.
c. C h orionic Villu s Sampling yaitu mengam bil sampel jaringan
chorion melalui vagina i bu yang sedang hamil.
d. Genetic Screening merupakan pendekatan yang paling mutakhir saat ini
dikarenakan memiliki tingkat ketepatan yang tinggi (Gunarsa, 2002).
7. Kualitas Hidup
Anak yang mengalami keter belakangan mental ringan biasanya
terlihat tidak ber beda dalam perkem bangannya d ibandingkan dengan anak
normal. Biasanya hal ini baru disadari ketika anak mulai masuk sekolah
dasar dan menemui kesulitan dalam belajar di bandingkan dengan teman-
temannya. Anak- anak yang mengalami down syndrome biasanya diketahui
sejak lahir karena memiliki ciri fisik tertentu yang khas (Gunarsa, 2006).
Meskipun anak dengan keter belakangan mental mengalami ham batan
dalam segala macam bentuk perkem bangan yang berhu bungan dengan
kemampuan kognitifnya, namun secara umum mereka berkem bang seperti
anak normal (Gunarsa,2006).
C. Teknik Komunikasi
A. Kesimpulan
Komunikasi adalah se buah faktor yang paling penting, yang digunakan
untuk menetapkan hu bungan terapeutik antara perawat dan klien. Seringkali
komunikasi antara dua orang atau le bih tidak berjalan dengan baik karena mereka
dapat saja menggunakan satu istilah atau kata yang sama, akan tetapi mempunyai
arti yang ber beda atau menggunakan kata yang ber b eda dengan arti yang sama.
R etar dasi mental adalah gangguan yang telah tampak sejak masa anak-
anak dalam bentuk fungsi intelektual dan adaptif yang secara signifikan berada
di bawah rata-rata. R etar dasi mental dise ba bkan oleh karena be berapa faktor
sehingga tidak semua orang dapat memenuhi atau memiliki faktor terse but.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa dan para pem baca,
jika ada kekurangan hendaknya ditam bahkan dipenelitian selanjutnya