Anda di halaman 1dari 4

PANDANGAN PELAJAR DAN SANTRI TERHADAP PLURALISME DI INDONESIA

Indonesia merupakan negara besar dan luas, dapat kita kiaskan sebagai suatu tempat
yang ibarat pasar, Indonesia merupakan pasar yang luas dari segi budaya, adat istiadat,
agama, etnis, dan ras semua terdapat lengkap di Indonesia. Maka dari itu persatuan
memang senjata utama kita sejak dulu. Kita sudah berpedoman pada pancasila sejak tujuh
ratus tahun yang lalu yang bernama “Bineka Tunggal Ika” (berbeda-beda tetap satu jua)
dengan adanya faham tersebut sejak berabad-abad yang lalu maka terlihat bahwa indonesia
memang berdiri diatas semua perbedaan sejak tujuh puluh tahun yang lalu.

Tentunya persoalan tentang masalah toleransi dan saling menghargai antara


keberbedaan sudah bukan suatu yang baru di kalangan masyarakat Indonesia. Setidaknya
masyarakat Indonesia tahu bagaimana beraneka ragamnya suku, ras dan agama di
Indonesia. Meskipun begitu, masyarakat Indonesia masih sangat rentan akan perpecahan
karena berbagai masalah-masalah yang sensitif dimata masyarakat. Ikhwal tersebut
menguatkan bahwa pendidikan toleransi sangatlah penting dikenalkan sejak dini, saling
menghormati antar umat beragama, antar suku, ras dan antar keyakinan. Tentunya yang
penguatan dari pendidikan di negara kita sendiri.

Pada era modern saat ini banyak sekali kita menjumpai para pemuda yang kurang
memperhatikan sikap nasionalisme, patriotisme dan bahkan pluralisme sesama masyarakat
maupun bangsanya sendiri. Seharusnya rasa nasionalisme, patriotisme, dan pluralisme itu
ada didalam diri pemuda itu sendiri. Karena tanpa ketiga sikap itu para pemuda tidak akan
bisa mengenal yang namanya rasa solidoritas antar sesama bangsa. Saat ini saya akan
membahas pengaruh pluralisme terhadap hubungan santri dan pelajar dengan adanya
idealisme antar pemuda. Dengan demikian, pluralisme ini menuntut kita untuk sadar dalam
pemahaman mendasar bahwa santri dan pelajar memiliki sikap yang selalu mementingkan
solidoritas antar sesama. Kesadaran ini tidak serta merta dilahirkan, melainkan diciptakan
melalui pergaulan dan sudut pandangan seorang santri dan pelajar itu sendiri.

Santri dan pelajar tidak hanya mengemban misinya dalam masalah agama tetapi
juga mampu untuk merespon perkembangan modernitas dan misi sebagai para generasi
penerus bangsa yang mempunyai sikap nasionalisme dan pluralisme terhadap bangsa dan
negara. Ini menunjukkan suatu sikap maju dan akomodatif yang tentunya sesuai dengan
pedoman para santri yakni Al-qur’an surah Al-Hujurat ayat 13 yang artinya “ Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal.”
Begitu pula kita sebagai seorang pelajar umum yang berbeda agama-agamanya juga harus
berpegang teguh terhadap kebhinekaan indonesia dan pancasila untuk persatuan dan
kesatuan NKRI.

Santri dan pelajar merupakan pelanjut masa depan. Di tangan merekalah bangsa ini
akan ditentukan nasibnya, apakah akan bercerai berai atau makin erat bersatu. Pandangan
dan pemahaman seputar persatuan dan kesatuan bangsa dapat diukur dari seberapa jauh
mereka memahami dan menyikapi perbedaan. Hal ini mengingat Indonesia bukanlah
negara homogen yang hanya dihuni satu kelompok saja. Artinya pemahaman dan sikap
kaum pelajar menjadi panduan kerekatan. Pada hakekatnya santri dan pelajar tidaklah jauh
berbeda. Yang membuatnya tidak sama adalah sekolah dimana mereka menimba ilmu. Jika
belajar di pesantren atau sekolah agama maka disebut santri dan jika belajar di sekolah
umum maka akan disebut pelajar atau siswa. Penyebutan pelajar, siswa, atau santri tidak
terlalu menuai perbedaan yang berjarak. Justru, apa yang diajarkan di sekolah itulah yang
menjadi titik penentu perbedaan keduanya. Sekolah pada biasanya lebih menitikberatkan
pada materi pelajaran yang non agama sementara madrasah lebih pada penguatan nilai-nilai
keagamaan. Perbedaan kurikulum di dua lembaga yang berbeda ini dimungkinkan
menghasilkan pandangan yang berbeda dengan diantara murid-muridnya. Santri yang selalu
disuguhi dalil-dalil qur’anik tentu lebih kuat pemahaman keagamaannya ketimbang pelajar
yang lebih konsen pada aspek materi pelajaran umum seperti matematika, IPA, atau yang
lain. Namun demikian, realitas keragaman di dunia riil serta doktrin agama yang ikut serta
merespon masalah perbedaan tentu saja memberi dampak pada pemahaman dan sikap

Salah satu perbedaan santri dan pelajar yakni bisa kita lihat dari tindakannya sehari-
hari. Pelajar dan santri sekalipun mata pelajaran yang mereka tempuh tidaklah sama.
Kehidupannya pun tentu berbeda. Pergaulan santri yang homogen dan pelajar yang bebas di
luar pada biasanya ikut serta memberikan sumbangsih pemikiran dan sikap.

Contoh kasus tawuran di kalangan pelajar di sejumlah wilayah masih marak. Entah
bagaimana awalnya, namun aktivitas pelajar dengan saling menyerang menggunakan batu,
senjata tajam maupun benda tumpul seolah menjadi potret umum sehari-hari. Tak jarang
sejumlah pelajar terluka atau bahkan tewas karena serangan senjata tajam dan pukulan
benda tumpul. Atau mungkin mengalami kecelakaan karena terdesak saat diserang oleh
kelompok pelajar lain yang menjadi lawannya. Seperti di kota Bekasi yang baru-baru ini
terjadi pada tanggal 16 agustus 2018 kemarin yang mana akibat tawuran tersebut telah
menewaskan seorang pelajar SMK Karya Bahana Mandiri. Tawuran terjadi karena kedua
pihak bersepakat bertemu di Jalan Raya Sumur Batu. "Saling menantang, mungkin
mengeluarkan kata-kata yang menyinggung, akhirnya antara pelaku dan korban bertemu,"
dan pada saat itulah kelima orang pelaku membunuh korban ditempat. Inilah dampak dari
kurangnya pluralisme yang seharusnya tetap terjaga dalam diri seorang pelajar.

Sesungguhnya, pelajar maupun santri bisa menjadi sebuah aset bangsa indonesia
yang luar biasa karena kemampuannya dalam menjaga karakter pluralisme terhadap bangsa
sekaligus melakukan transformasi untuk memainkan peran historis dan strategis dalam
pembangunan dan kemajuan pada masa depan. Jikalau mereka benar-benar ingin menjaga
pluralisme antar pemuda di era modern saat ini. Sejak zaman sebelum kemerdekaan
indonesia banyak mencetak para pahlawan kita yang dulunya adalah seorang pelajar dan
santri seperti Ir. Soekarno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, Bung Tomo, Jenderal
Sudirman dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa tidak menutup kemungkinan seorang
pelajar dan santri itu juga bisa memimpin orang banyak tanpa harus ada rasa takut karena
kurangnya akses dari kalangan luar.

Karekteristik santri dan pelajar yang mencerminkan sikap pluralitas antar sesama,
semangat berkorban, mandiri, bersahaja, egaliter, tawaduk, dan moderat akan menjadi
kekuatan tersendiri bagi bangsa Indonesia dalam mengahdapi pengaruh tantangan
globalisasi baik dalam teknologi maupun idealisme antar pemuda bangsa itu snediri. Oleh
karena itu, peran santri perlu diwadahi dan ditingkatkan disebabkan kemampuannya dalam
menopang karakter bangsa dan juga kemampuannya dalam menyesuaikan diri dengan
masyarakat luar dan menghadapi tantangan-tantangan globalisasi. Kemampuan mereka
dalam mengedalikan dan menyesuaikan dengan perkembangan global akan berdampak
positif dalam mencegah dampak negatif dari globalisasi. Santri saat ini tidak hanya
dipahami sebagai orang yang secara formal belajar agama di pondok pesantren.

Anda mungkin juga menyukai