Anda di halaman 1dari 5

Universitas Terbuka: Nilai Dan Sikap, Keterampilan

Intelektual/Kemampuan Analisis Personal Dan Sosial


Dalam Kurikulum IPS SD 2006 Kelas 5 Dan 6

Esensi Kurikulum IPS SD 2006 Kelas 5 dan 6

NILAI DAN SIKAP DALAM KURIKULUM IPS SD 2006 DI KELAS 5 DAN 6


Pada modul terdahulu telah dikemukakan betapa erat hubungannya antara nilai dan sikap,
bahkan ditegaskan bahwa “nilai itu mnyebabkan sikap”.
1.        Nilai
Gross (1978:25) menje;askan, bahwa satu hal yang sangat oenting yang ahru
dipertimbangkan dalam pendidikan IPS adalah segala tingkatan dan jenjang pendidikan adalaha
pendidikan nilai atau pendidikan moral.
Pandangan – pandangan tentang nilai dan pendidikan nilai diatas perlu kita
pertimbangkan dalam aktivitas belajar siswa dalam kaitannya dengan pendidikan IPS. Para siswa
diharapkan mampu memilih mana nilai positif mana nilai negatif, bahkan di kemudian hari
mereka dapat berkontribusi untuk perbaikan kehidupan masyarakat itu sendiri sesuai dengan
tatanan sistem nilai budaya bangsanya.
Bagaimanakah langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam mengembangkan
kemampuan siswa untuk mengklasifikasi nilai-nilai itu? Tentu banyak alternatif yang dapat
dilakukan. Salah satu diantaranya adalah apa yang dikemukakan oleh Ocha dan Jhonson (dalam
gross 1978:215). Menurut pendapatnya, belajar nilai itu dapat dilakukan baik di dalam maupun
di luar kelas. Cara yang efektif adalah melalui “action learning model”, dengan menekankan
pengajaran skill agar dapat berpartisipasi di dalam masyarakat. Yang penting bahwa siswa yang
masih sangat remaja didorong untuk dapat berperilaku sesuai dengan nilai yang dihayatinya.
Proses belajar model ini berjalan sirkuler, tidak linear, artinya seseorag dapat saja menempati
tahapan tertentu, tetapi di dalam lingkaran penahapan yang berulang.
Bagaimana tumbuhnya kesadaran nilai itu?
Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita ikuti penjelasan dari Kohlberg secara
singkat sebagai berikut (Joice dan Weil, 1972:125-127):
1)   Tingkat prekonvensional
a.       Tahap 1 : tahap kepatuhan bukan atas dasar hormat kepada peratuarn normal yang mendasarinya
melainkan karena takut hukuman
b.      Tahap 2 : pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah
tindakan yang memenuhi kebutuhan sendiri, yaitu “jika anda baik kepadaku, maka aku juga baik
kepadamu”. 
2)   Tingkat konvensional
a.       Tahap 3 : pada tahap ini penalaran anak beranggapan bahwa tingkah laku yang baik adalah yang
menyenangkan atau membantu orang-orang lain dan mendapat persetujuan dari mereka agar
menjadi “anak yang manis”
b.      Tahap 4: tahap orientasi hukum dan ketertiban. Bertindak moral berdasarkan  rasa hormat
kepada pemegang otoritas (pemerintah, atasan, penguasa) serta peraturan-peraturan yang sudah
pasti, dan berusaha memelihara ketertiban masyarakat.
3)   Tingkat pasca konvensional, otonomi berprinsip.
a.       Tahap 5 : tahap orientasi kontak sosial yang berdasarkan hukum. Telah tumbuh pandangan
rasional, legalistik serta menghargai kemaslahatan untuk kepentingan umum.
b.      Tahap 6 : tahap orientasi etika universal. Berbuat baik karena mengikuti suara hati nurani sesuai
dengan prinsip – prinsip etika yang dilihatnya. Berdasarkan pertimbangan logis, universaltas dan
konsistensi.

Guru tentu harus mengambil posisi, tapi bukan posisi dibelakang layar. Guru yang bersikap
seperti itu berdiri dibelakang layar adalah tidak “fair”. Tidak terbuka. Ia mengambil strategi
menghindar dari persoalan jika masalah nilai muncul ke permukaan, (Banks:409) menyebutkan
dengan Evasion Strategy.
Disamping sikap menghindar tersebut tadi ada juga sikap guru yang cenderung senang
melakukan indotrinasi nilai kepada siswanya. Guru seperti ini, mengajarkan nilai kepada
siswanya dengan anggapan bahwa yang dianggap benar adalah apa yang disepakati orang
dewasa.
Kedua sikap diatas kiranya perlu mendapat perbaikan siswa memiliki kepedulian dengan
pengembangan nilai. Untuk itu tidak boleh menghindar atau bertindak otoriter.
Menurut Notonagoro (Darmodiharjo, 1979 : 55:56) nilai terbagi atas 3 bagian sebagai
berikut:
a.       Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur jasmani manusia
b.      Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan
c.       Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia
Nilai kerohanian ini dapat dibedakan atas 4 macam sebagai berikut
a)      Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur akal manusia (rasio, budi, cipta)
b)      Nilai keindahan yang bersumber pada unsur-unsur rasa manusia, estetis.
c)      Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan manusia (karsa,
etik)
d)     Nilai religius, yang merupakan nilai Ketuhanan, kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai
religius ini bersumber pada keyakinan manusia.

Ada beberapa teori tentang pembentukan sikap yang perlu diketahui guru.
Pertama, dikenal dengan nama  Theoretic of learning,  teori ini berkenaan dengan
proses conditioning, dimana terdapat pertalian antara Stimulus (S) dengan respon (R). Teori ini
dirintis oleh Thorndike, Skinner dan Crowder. Menurut teori ini proses belajar sangat penting
artinya dalam pembentukan sikap. Dikatakannya, sikap positif terhadap objek akan tumbuh jika
dalam interaksi belajar itu diikuti oleh suatu “event” yang menyenangkan (reward). Sebaliknya
jika event  itu tidak menyenangkan diperkirakan akan timbul sikap negatif terhadap objek yang
dihadapinya. Response yang penting dalam menghadapi objek ialah responses evaluative. Secara
sederhana proses terbentuknya sikap adalah sebagai berikut:
a.       Mula-mula diperoleh belief (kepercayaan) tentang objek, artinya diperoleh hubungan antara
objek dengan atribut-atributnya lainnya.
b.      Berkenaan dengan atribut tumbuhlah response evaluatif mengenai objek
c.       Melalui conditioning, response evaluative ini dikaitkan dengan objek
d.      Response evaluative ini berakumulasi maka jika kemudian objek itu muncul lagi tumbuhlah
sikap terhadap objek secara menyeluruh. Untuk itu memperkokoh sikap yang positif besar sekali
peranan reinforcement.

Kedua, disebut Modeling Theoretic teori ini dikembangkan oleh Bandura. Sikap tumbuh


dengan cara dipelajari langsung dengan mengamati kegiatan perilaku orang yang dijadikan
model atau contoh.
Ketiga, disebut Balance Of Theoretic (teori keseimbangan), dikembangkan oleh Heider.
Menurut teori ini perolehan informasi yang mampu memperluas wawasan dan mendukung
persoalan pada proporsi yang tepat sangat penting dalam rangka mencapai keseimbangan.
Dari ketiga teori diatas dapat disimpulkan bahwa sikap dapat dibentuk dengan 2 cara utama
sebagai berikut:
a.       Melalui proses belajar (mendapatkan informasi yang benar)
b.      Melalui keteladanan dari orang-orang yang dijadikan contoh
Mari kita ungkapkan nilai dan sikap yang terdapat pada metri pelajaran IPS berdasarkan
kurikulum 2006. Berikut ini kita ambil beberapa contohnya.

Kelas 5
Topik 1. Keragaman penampakan alam dan buatan serta pembagian wilayah waktu indonesia
Nilai yang dapat kita petik dari bahan pengajaran ini, antara lain berikut ini:
1.        Nilai Material
2.        Nilai Vital
3.        Nilai Kerohanian

Topik 2. Perjuangan Para Tooh Pejuang Pada Masa Penjajahan Belanda Dan Jepang
Dengan mengambil contoh kepada topik sebelumnya, kita tidak dapat mengungkapkan nilai yang
terkandung dalam bahan pengajaran topic 2 ini, antara lain berikut ini:
1.      Nilai material
2.      Nilai vital
3.      Nilai kerohanian

Kelas 6
Topik 1. Perkembangan Sistem Administrasi Wilayah Indonesia/Pemerintahan
Nilai yang dapat kita-kita ungkapkan dalam proses belajar mengajar antara lain berikut ini:
1.       Nilai Material
2.       Nilai Vital
3.       Nilai Kerohanian
Topik 2. Penampakan Alam Dan Keadaan Sosial Negara-Negara Tetangga
Nilai-nilai yang dapat kita kemukakan, antara lain berikut ini:
1.       Nilai Material
2.       Nilai Vial
3.       Nilai Kerohanian
Sikap yang dapat kita kembangkan, misalnya berikut ini:
a.       Sikap keagamaan sesuai dengan nilai diatas
b.      Tanggap terhadap berbagai perkembangan yang terjadi disekitarnya
c.       Rasional dalam menerima informasi dari berbagai pihak
d.      Sikap “ingin mengetahui” persoalan – persoalan yang terjadi disekitarnya, hal ini penting untuk
membiasakans emangat belajar mandiri
e.       Dan seterusnya 

Itulah sekedar contoh bagaimana kaitannya nilai dan sikap dalam kurikulum IPS SD 2006.
Tentu saja proses pendidikan nilai, terintegrasi di dalam penyajian materi secara kognitif.
Selanjutnya marilah kita beranjak kepada materi berikut.

2.        Keterampilan intelektual/kemampuan analisis, personal, dan sosial dalam kurikulumIPS


SD 2006 kelas 5 dan 6
Pada modul 2 telah dikemukakan bahwa aspek keterampilan/kemampuan analisis dalam
pengajaran IPS itu hanya dicapai jika guru mengintegrasikan aktivitas siswa dalam kegiatan
belajar mengajar. Artinya guru harus memprogram kegiatan belajarnya dengan pendekatan
CBSA penuh (menggunakan berbagai metode mengajar).
Pengalaman berharga yang diperoleh siswa itu akan memberikan manfaat, misalnya berikut
ini.
a.       Siswa dapat memperdalam pemahaman dan pengertian materi pelajaran juga mampu
mengembangkan sikap dan keterampilannya.
b.      Mendorong siswa berpikir kritis dan realistis
c.       Pengalaman menghadapkan siswa kepada keadaan yang sebenarnya.
d.      Pengalaman itu akan berakumulasi agar diperoleh pengalaman yang lebih mendalam lagi.
Dalam hal ini guru harus mengupayakan agar
a.       Pengalaman itu sesuai dengan tingkat kemampuan siswa
b.      Pengalaman itu beragam, tidak menjemukan

Seperti telah kita bahas dalam modul terdahulu bahwa keterampilan itu terdiri atas 3 bagian
berikut ini
a.       Keterampilan intelektual/kemampuan analisis, keterampilan berpikir
b.      Keterampilan personal
c.       Keterampilan sosial
1.      Kebutuhan akan pengembangan keterampilan berkelompok
Masyarakat manusia pada dasarnya adalah masyarakat demokratis. Mereka harus dapat
berperan dengan sebaik-baiknya dalam masyarakat, tahu bagaimana acara menggunakan
pengaruhnya dalam masyarakat.
Warga negara yang efektif adalah warga negara yang dapat menggunakan pengaruhnya
dalam masalah umum, dengan meyakinkan kelompok tentang pentingnyamencapai tujuan.
2.      Peningkatan keterampilan kelompok (sosial)
Siswa memerlukan pengembangan keterampilan kelompokuntuk menjadi warga negara yang
efektif di masyarakat, belajar bagaimana menjadi pemimpin yang sukses, pengikut yang efektif,
bagaimana melakukan kontribusi secara produktif dalam kelompok, mampu menjadi pendengar
yang baik, menyatakan pikirannya sehingga dipahami masyarkat.
Kelompok efektif mampu melihat suatu perkara dari kerangka dan acuan yang berbeda.
Mampu berkomunikasi dan berkompromi.ada diantara siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
ada yang rendah atau sedang.

Anda mungkin juga menyukai