I. PENDAHULUAN
Ilmu Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari tentang pergerakan air yang berbasis siklus hidrologi
dalam suatu Daerah Pengaliran Sungai atau Catchment Area dimana curah hujan atau presipitasi
tahunan (Precipitation:P) yang jatuh ke permukaan bumi akan mengalami banyak “kehilangan” atau
(Losses:L) jumlah/volume yang diakibatkan penguapan evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi dan
lainnya sehingga (Run off:R) atau air larian akan mengalir sebagai debit/banjir (discharge) sungai.
Debit banjir sungai adalah merupakan sumber air yang dikenal sebagai Air Hidrologis (Hydro
Hydrology). Pergerakkan siklus air dalam siklus Hidrologi ini bisa dinyatakan sebagai: (P = L + R)
atau (R = P – L).mm
Sebagaimana diketahui bahwa presipitasi yang jatuh sebagai hujan begitu mengalir diatas permukaan
bumi akan mengakibatkan erosi atas butir~butir tanah sehingga akan nampak bahwa aliran debit
banjir sungai akan berwarna keruh hal ini menunjukan adanya kandungan sedimen yang terbawa
dalam aliran debit banjir tersebut.
Dengan demikian dalam Siklus Hidrologi dimana kita akan memperhitungkan hubungan antara Debit
Banjir Sungai dari Runoff yang terjadi, total jumlah Presipitasi yang berasal dalam bentuk hujan serta
besar Pengangkutan Sedimen yang terjadi akan menjadi materi bahasan dalam Mata Kuliah
Rekayasa Hirologi ini.
Analisis dari ketiga materi pokok tersebut diatas yaitu besaran Total Jumlah Presipitasi yang mengalir
sebagai Volume Runoff ataupun mengalir sebagai Debit Banjir Sungai serta Besaran Sedimen yang
terangkut pada aliran Debit Banjir Sungai akan menjadi bahan kajian dalam rangka Rekayasa
Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA) sebagai domain keahlian Teknik Sipil.
b. Hubungan administrasi, yaitu menyangkut hubungan yang terjadi kerena wewenang yang
timbul dari hak pengusaan negara atas wilayah sungai.
c. Hubungan perencanaan, yakni hubungan yang terjadi akibat kebututhan koordinasi dan
integrasi perencanaan dalam wilayah sungai yang bersangkutan.
Untuk pengelolaan SDA perlu dilakukan dengan berbagai upaya antara lain dengan:
Pemanfaatan SDA secara keseluruhan di Indonesia baru sekitar 1% dari jumlah air terbarui sacara
keseluruhan, dengan beberapa wilayah sungai tertentu sudah melampui tingkat kekritisan
keseimbangan antara penyediaan dan perminataan air, lebih-lebih pada musim kemarau. Kekritisan
yang terjadi bukan hanya menyangkut jumlah air yang tersedia akan tetapi juga menyangkut kualitas
SDA sebagai akibat pencemaran yang tak terkendali. Salah satu upaya untuk menanggulangi masalah
ini adalah dengan meningkatkan efisiensi melalui pertimbangan cermat antara kebutuhan (demand)
dan ketersediaan (supply) air melalui pendekatan hemat air dalam semua proses pengembangan SDA,
baik ditinjau dari Strategi, Policy Statement, Teknologi, Kelembagaan, Pengelolaan maupun segi
Partisipasi seluruh lapisan masyarakat.
Hasil pendataan: Jumlah SDA di Indonesia diperkirakan sekitar 2.530 km3. yang terpakai sekitar 1%
atau 96 m3/kapita/tahun, terdiri dari a.76 (73 m3/kapita/tahun) untuk pertanian, b. 13 % (12,50
m3/kapita/thun) untuk keperluan domestik c. 11% ( 10,50 m3/kapita/tahun) untuk air baku industri.
Dari pemakaian untuk irigasi ada 25% air terbuang lewat saluran drainase. Sedang dari hasil
penelitian menyatakan bahwa efisiensi irigasi masih berkisar 25% - 35%, disini menunjukan bahwa
ada lebih dari 65% merupakan pemborosan,yang perlu ada langkah-langkah penghematan.
3. Mencantumkan potensi pemanfaatan sumber daya air yang bisa dilakukan dengan rincian
jenis-jenis potensi pemanfaatannya berikut pertimbangan ekonomisnya, untuk proyeksi
kedepan.
Proses pemetaan tersebut diatas perlu keterlibatan semua pihak ( stake holders) yang terkait dengan
pemanfataan SDA dalam satu wilayah atau antar wilayah yang berdekatan. Harus diingat pula bahwa
potensi SDA juga dimungkinkan untuk dikembangkan sebagai usaha bisnis pengelolaan air apabila
hal ini memungkinkan.
Penjabaran:
Untuk merealisir Pembangunan SDA perlu dilakukan koordinasi dengan penekanan analisis terhadap
apa yang dimaksudkan dengan hal-hal tersebut diatas, a.l.:
1. KEBUTUHAN AIR (quantitas) : diambil contoh yang paling dominan adalah kebutuhan-
kebutuhan air: domestik oleh PDAM, irigasi oleh DINAS PU, industri oleh DINAS
PERINDUSTRIAN, sanitasi oleh DINAS PU KOTA,dan kebutuhan lain dengan acuan yang
telah ada akan BISA DIHITUNG untuk proyeksi kebutuhan dimasa sekarang dan yang akan
datang (berkelanjutan). Disini KETERPADUAN (terintegrasi) antar INSTANSI akan
dilakukan.
1. Hidrologis: Air yang bersumber dari proses siklus curah hujan dalam jumlah yang “terbatas”,
perlu penampungan/waduk.
2. Hidrogeografis: Air yang bersumber dari air yang ada diatas permukaan tanah, air danau-
rawa lebih terjamin keberadaannya, perlu pengolahan, perlu jaringan distribusi
3 .Hidrogeologis: Air yang bersumebr dari cekungan air didalam tanah perlu ahli hidrogeologi,
tidak gampang investigasinya, perlu eksplorasi.
Ketiga sumber air tersebut menjadi acuan dalam Pengembangan dan Pengelolaan SDA secara
Terpadu dan Berkelanjutan.
Dari ketiga sumber air tersebut diatas,sebagai materi ajar PSDA utamanya akan dibahas sumber
air yang berasal dari Hidrologis. Sedang untuk sumber air Hidrogeografis dan Hidrogeologis tidak
akan dibahas secara teknis.Namun tidak tertutup kemungkinan dari kedua sumber air dimaksud
akan dimanfaatkan sebagai bagian dari sumber air PSDA.
Untuk keperluan pemanfaatan air guna kepentingan kehidupan yang dalam ini antara lain adalah
untuk kebutuhan Irigasi, PLTA, Air Baku, Perikanan, Wisata, Penggelontoran Kota, dll. Serta
keperluan untuk penanggulangan banjir dengan segala aspeknya, maka akan diperlukan
bangunan-bangunan fasilitas sesuai dengan kebutuhannya. Untuk pemanfaatan PSDA terutama
adalah perlu dibangunnya Bendungan dan Waduk sebagai penampung air hujan agar bisa
berpotensi untuk diberdaya-gunakan, serta bangunan prasarana dan sarana Program Pengendalian
Banjir yang antara lain adalah Bangunan Persungaian (Tanggul, Parapet, Retaining Wall, Check-
Dam, dll), Retension Basin, Retarding Basin, Floodway, Short-Cut, Side Spillway, dll, semuanya
akan dibuat berdasarkan kebutuhan lapangan.
Untuk proses Perancangan Bangunan sebagaimana yang disebut diatas dieprlukan data Debit
Banjir Sungai dengan kala ulang tertentu yang akan dipakai untuk Analisis Design
komponen`komponen bangunan dimaksud.
Sebagai contoh, dalam perancangan:
Untuk Pernacangan Bangunan Diversion Tunnel suatu Bendungan: akan diperlukan Debit
Banjir dengan kala ulang 5 tahunan (Q5)
Untuk Perancangan Bangunan Spillway suatu Bendungan, akan diperlukan Debit Banjir
dengan kala ulang: (100, 200 atau lebih) tahunan. (Q100, Q200, Qpm).
Untuk Perancangan Dimensi Sungai atau Tanggul Banjir Sungai dll, akan diperlukan
Debit Banjir sesuai dengan kapasitas dimensi sungai yang dibutuhkan. Dll.
Oleh sebab itu Analisis Debit Banjir yang akan dilakukan dengan menggunakan kaidah Hidrologi
sangat diperlukan bagi seorang ahli Teknik Sipil Hidro.
1.8. Sumber Daya Air dan Sumber Dana yang semakin terbatas
Harus diakui bahwa untuk Program Pembangunan PSDA butuh dana yang tidak sedikit.
Sedangkan untuk saat ini sumber dana untuk PSDA dirasakan sangat terbatas. Namun hal ini
tidak boleh menjadikan usaha PSDA akan surut atau tidak ada sama sekali, karena harus disadari
kehidupan manusia tidak akan bisa lepas dari kebutuhan air, dan tidak akan bisa lepas dari
ancaman bahaya banjir. Salah satu penyebab terkendalanya Pembangunan PSDA adalah belum
banyaknya tenaga yang benar-benar kompenten atas PSDA, terutama pada level pengambil
kebijakan pembangunan PSDA.
II. “RIVERINE DESIGN DISCHARGE ANALYSIS”
BERBASIS SIKLUS HIDROLOGI
2.1.Pengertian
Analisis Debit banjir yang mengalir pada suatu sungai dengan sumber air yang
berasal dari curah hujan dari Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang bersangkutan
disebut sebagai “Riverrine Discharge Analysis” atau sering dikenal sebagai debit
banjir kiriman.
Hal ini untuk membedakan dengan debit banjir yang masuk ke suatu sungai dengan
sumber air yang berasal dari Areal atau Daerah yang relative datar dan terbatas,
sebagaimana dilingkungan perkotaan atau lainnya, atau yang sering dikenal sebagai
debit banjir lokal.
2..2.Pokok Bahasan Hidrologi :
2.2.1.Pengertian DPS
Keterangan:
A = Collecting Sub-system
B = Transporting Sub-system
C = Dispersal Sub-system
1 = Parit/selokan
2 = Sungai-sungai kecil
3 = Sungai utama
hujan
Penampang A-A
Data curah hujan akan diambil oleh Dinas terkait (Dinas PSDA), dengan lokasi pengambilan data
adalah pada titik-titik pengambilan yang strategis dan merepresentasikan Daerah Pengaliran
Sungai. Strategis dimaksudkan adalah mempunyai akses yang mudah untuk dipetik datanya setiap
waktu oleh petugas, serta diperhitungkan sebagai representasi titik-titik dari DPS suatu sistim
sungai. Data akan diambil setiap hari (pada musim hujan), dan tercatat dengan benar sepanjang
tahun pengamatan. Pengabilan data akan dilaksanakan terus-menerus sepanjang tahun oleh
petugas Dinas PSDA sebagain kewajiban dinasnya.
(Sangat disayangkan bahwa pada kenyataan yang ada untuk saat-saat ini pengambilan data curah
hujan ini tidak lagi menjadi aktivitas rutin Dinas PSDA - inilah salah satu contoh tidak adanya
kompentensi dari Pejabat Pengelola PSDA )
P = Presipitasi
Qi, Qo = Debit aliran masuk dan keluar
Gi, Go = Aliran air tanah masuk dan keluar
E = Evaporasi
T = Evapotranspirasi
ΔS = Perubahan volume tampungan untuk selang waktu Δt
2.2.3.2.Presipitasi
Presipitasi merupakan segala bentuk air (hujan, salju, es maupun embun) yang turun dari
atmosfer menuju ke bumi. Untuk Indonesia sebagai negara beriklim tropis, yang paling dominan
adalah hujan. Selain hujan sangat kecil bahkan hampir tidak ada sama sekali, oleh sebab itu
presipitasi sering diidentikkan dengan hujan (Fachruddin, 1997). Hujan berasal dari uap di
atmosfer, sehingga bentuk dan jumlahnya dipengaruhi oleh faktor klimatologi (angin, temperatur
dan tekanan atmosfer). Uap air naik ke atmosfer dan mendingin, kemudian terjadi kondensasi
menjadi butir-butir air dan kristal es yang jatuh menjadi hujan (Triatmodjo, 2010).
Hujan adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih dari 0,50 mm atau lebih
kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan. Hujan merupakan salah satu faktor yang
menentukan laju sedimen sebuah sungai. Biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam
suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan (Sentani, dkk., 2009).
Besaran dari presipitasi atau hujan biasanya dinyatakan dalam beberapa istilah seperti intensitas
hujan (rainfall intensity) dan jumlah hujan atau tinggi hujan (rainfall depth). Intensitas hujan
merupakan jumlah curah hujan per satuan waktu (mm/jam atau mm/hari) yang menunjukkan
derajat derasnya hujan dan diberi notasi i. Sedangkan rainfall depth adalah jumlah curah hujan
dalam suatu periode tertentu, dengan notasi P, misal hujan tahunan dinyatakan dalam mm/tahun
(Fachruddin, 1997). Sosrodarsono dan Takeda (1985) mengemukakan penggolongan hujan dan
intensitasnya serta ukuran butir hujan, massa dan kecepatan jatuh butir hujan.
Tabel 2.1 Keadaan dan Intensitas Curah Hujan
Intensitas Curah Hujan (mm)
Keadaan Curah Hujan
1 Jam 24 Jam
Hujan Sangat Ringan <1 <5
Hujan Ringan 1-5 5-20
Hujan Normal 5-20 20-50
Hujan Lebat 10-20 50-100
Hujan Sangat Lebat > 20 > 100
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1985
Tabel 2.2 Ukuran, Massa dan Kecepatan Jatuh Butir Hujan
Diameter Bola Massa Kecepatan Jatuh
Jenis
(mm) (mg) (m/sec)
Hujan Gerimis 0,15 0,002 0,5
4
Hujan Halus 0,5 0,065 2,1
Hujan Normal (Lemah) 1 0,52 4,0
Hujan Normal (Deras) 2 4,2 6,5
Hujan Sangat Deras 3 14 8,1
Sumber : Sosrodarsono dan Takeda, 1985
2.3.2.Curah Hujan
Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu
yang diukur dengan satuan tinggi (mm) di atas permukaan horisontal sebelum terjadi evaporasi,
runoff dan infiltrasi (Andrie, 2012). Pengukuran curah hujan dapat dilakukan pada stasiun
pengukur curah hujan.
Dimana,
2.4.1.Menghitung Probabilitas Curah Hujan Harian Maximum dengan Kala Ulang Tertentu
Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam periode ulang tertentu
sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa disebut analisis frekuensi .Analisis
frekuensi merupakan prakiraan (forecasting) dalam arti probabilitas untuk terjadinya suatu peristiwa
hidrologi dalam bentuk hujan rencana yang berfungsi sebagai dasar perhitungan perencanaan
hidrologi untuk antisipasi setiap kemungkinan yang akan terjadi. Analisis frekuensi ini dilakukan
dengan menggunakan sebaran kemungkinan teori probability distribution. Menurut Triatmodjo
(2010), ada beberapa bentuk fungsi distribusi kontinyu (teoritis) yang sering digunakan dalam analisis
frekuensi untuk hidrologi, seperti distribusi normal, log normal, Gumbel, Pearson, Log Pearson dan
sebagainya.
Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan hujan rencana ini dilakukan secara
berurutan sebagai berikut:
1. Parameter statistik
2. Pemilihan jenis sebaran
3. Uji kecocokan sebaran
4. Perhitungan hujan rencana
Berikut ini merupakan penjelasan urutan tahapan untuk menganilsa frekuensi perhitungan hujan
rencana:
1. Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi parameter nilai rata-
rata ( X ), standar deviasi (Sd), koefisien variasi (Cv), koefisien kemiringan (Cs) dan koefisien
kurtosis (Ck). Perhitungan parameter tersebut didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-
rata maksimum 15 tahun terakhir.
Untuk memudahkan perhitungan, maka proses analisisnya dilakukan secara matriks dengan
menggunakan tabel. Sementara untuk memperoleh harga parameter statistik dilakukan perhitungan
dengan rumus dasar sebagai berikut:
Nilai Rata-rata
X=
∑ Xi
n ..................................................................................(2.3)
Dimana:
X = Nilai rata-rata curah hujan
∑ Xi
= Jumlah nilai pengukuran dari dari suatu curah hujan ke-i
n = Jumlah banyaknya data curah hujan
Standar Deviasi
Apabila penyebaran data sangat besar terhadap nilai rata-rata, maka nilai standar deviasi
(Sd) akan besar, akan tetapi apabila penyebaran data sangat kecil terhadap nilai rata-rata, maka
Sd akan kecil. Standar deviasi dapat dihitung dengan rumus:
n
Dimana:
S d=
√ ∑ {X i− X }2
i−1
n−1 ................................................................. (2.4)
Dimana:
Cs = Koefisien kemencengan curah hujan
σ = Standar deviasidari populasi curah hujan
Sd = Standar deviasi dari sampel curah hujan
μ = Nilai rata-rata dari data populasi curah hujan
X = Nilai rata-rata curah hujan
Xi = Curah hujan ke-i
n = Jumlah banyaknya data curah hujan
a ,α = Parameter kemencengan
Dari hasil perhitungan curah hujan harian representative yang telah dianalisis dengan metode
Polygoon Thiessen selanjutnya dari data dimaksud dan dengan menggunakan Metode Gumbel-
dimana akan digunakan koefisien-koefisien Gumbel dan Rumus-Rumus Gumbel akan bisa dianalis
besaran CURAH HUJAN HARIAN DENGAN KALA ULANG TERTENTU.
Penentuan jenis sebaran yang akan digunakan untuk analisis frekuensi dapat dipakai beberapa cara.
Cara penentuan jenis sebaran yang sering dipakai antara lain adalah distribusi Gumbel, Distribsi Log
Pearson III, Distribusi Normal, dan Distibusi Log Normal.
Dengan methode Gumbel, akan bisa diperoleh “probability daily rainfall with return period” ,
Rumus Gumbel, adalah:
XT = b + 1/a YT
Umumnya digunakan untuk analisis data maksimum, misal untuk analisis frekuensi banjir.
Analisis frekuensi dengan metode Gumbel biasanya dilakukan dengan persamaan berikut ini:
y – yn
x=x+ σn S ..........................................(2.11)
n
S= √ 1
n∑i=1
2
( x i – x ) .......................................................................(2.12)
Dimana,
x = Nilai variant dengan periode ulang tertentu
x́ = Nilai rata-rata hitung variant
S = Deviasi Standar
y = Nilai reduksi Gumbel
yn = Nilai rata-rata reduksi variant
σ n = Standar deviasi dari reduksi variant
Tabel 2.5 Hubungan Periode Ulang (T) dan Reduksi Gumbel (y)
T (tahun) y
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1985
50 3,9019
100 4,6001
200 5,2960
500 6,2140
1000 6,9190
5000 8,5390
10000 9,9210
Sumber: Nisa, dkk., 2008
a. Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai dengan puncak hidrograf (time to peak
magnitute);
b. Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai dengan titik berat hidrograf (time log);
c. Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograf);
d. Luas daerah pengaliran;
e. Panjang alur sungai utama (length of the longest channel)
1 A Re
Rumus Nakayasu : (
Qp = 3,6 0,3Tp+T
0,3
)
atau : Q max = 1/3,6 .(A .Ro) / (0,3 Tp + T0,3 )
Tp = 0,8 Tr + Tg (jam)
dimana : Tg = tergantung L :
L = Panjang Aliran
Ro = Curah Hujan Spesifik
T0,3 = Waktu dari puncak banjir sampai 0,3 kali debit puncak (jam)
R = t . Rt - ( t – 1) R(1-0)
Analisis: RATA~RATA CURAH HUJAN sampai pada jam ke t (RT) sampai pada jam ke t dan
CURAH HUJAN pada jam ke t ( R ) dapat dijelaskan dengan memperhatikan Tabel berikut ini
Jam ke t Curah hujan “perhitungan”
Rata2 hujan sampai
pd jam ke t ( R )
jam ke t (RT)
R = t.Rt.- (t – 1) R(1– 0) R = t.Rt.- (t – 1) R(1– 0)
RT = R24.(5/T)2/3
1 0.59 R24 0.59 R24 = {1.( 0.59 R24) – 0.(R (1-0)}
2 0.37 R24 0.15 R24 = {2.( 0.37 R24) – 1.( 0.59 R24)}
3 0.28 R24 0.10 R24 = {3.( 0.28 R24) – 2. 0.37 R24 ()}
4 0.23 R24 0.08 R24 = {4.( 0.23 R24) – 3.( 0.28 R24)}
5 0.20 R24 0.08 R24 = {5.( 0.20 R24) – 4.( 0.23 R24)}
R24
Koef.Ru Off: C % 36 42 47 56 59 63 66
n
Hujan dengan 83 103 122 164 183 206 225
CATATAN:
HUJAN EFFEKTIF R24 = C x R24 akan DIBAGI atau DI DISTRIBUSIKAN (dengan Pola
Pembagian sebagaimana hasil Tabel: A. dan dalam kurun WAKTU LAMANYA HUJAN (1 s/d 5)
jam) ~ SEBAGAI CURAH HUJAN EFFEKTIF DENGAN KALA ULANG TERTENTU yang
selanjutnya akan DIPAKAI untuk PERHITUNGAN HIDROGRAF BANJIR DENGAN
MENGGUNAKAN HIDROGRAF SATUAN NAKAYASU sebagai ACUAN
PERHITUNGANNYA.
KOEFISIEN RUNOFF: ( C )
Koefisien Runoff C akan ditentukan terlebih dulu dengan cara DITENTUKAN MELALUI
HUBUNGAN Koefisien Runoff (C ) dengan Curah Hujan yang terjadi.
Hal tersebut diatas dilakukan dengan cara Observasi Lapangan:
(Koefisien Runoff = Volume Curah Hujan dibagi dengan Volume Runoff) sehingga
akan didapatkan Grafik sebagaimana dibawah ini:
2.5.1.3.Analisis Hidrograf Banjir:
Dengan Hidrograf Satuan & Hujan harian rata-rata dengan kala ulang tertentu, maka akan dapat
dibuat perhitungan Hidrograf Banjir.
Contoh Analisis Hidrograf Banjir bisa disajikan dalam TABEL~TABEL PERHITUNGAN
TERLAMPIR.
2.5.1.4.Selanjut dapat dibuat Gambar Hidrograf.
Dengan hasil perhitungan yang didapat dari point 5, akan bisa digambar suatu Grafik Hidrograf
untuk berbagai debit banjir dengan kala ulang, ( Q200, Q100, Q50, Q25, Q10, Q5, dll)
III. “LOCAL DESIGN DISCHARGE ANALYSIS”
( Analisis Debit Banjir Lokal)
Untuk memperhitungkan Debit Banjir Sungai pada areal atau kawasan tertentu dimana
Areal dimaksud merupakan kawasan relative datar, seperti daerah perkotaan, areal
irigasi, lahan tertentu lainnya dengan Luas kurang dari 100 km2 maka pada kawasan
tersebut untuk perhitungan debit banjir yang diakibatkan oleh Presipitasinya bisa
diperhitungkan Analysis Debit Banjir Lokal dengan menggunakan Metode de
Weduwen
3.1.Metode de Weduwen
Analisis Design Discharge untuk Areal Datar / Perkotaan ( CA: 1 s/d 100 km2)
- Lebih dikenal sebagai Analisis Debit Banjir untuk “Banjir Lokal”, digunakan rumus “de
Weduwen”. Dengan menggunakan:
- Nomogram
- Grafik
- Tabel
(terlampir)
Kedua jenis pengangkutan sedimen diatas akan berpengaruh terhadap terjadinya proses erosi dan
pengendapan sedimen yang bersangkutan.
F = τo.π/4. D2.α1
Pada keadaan: {F=τo.π/4. D2.α} ≥ {G=π/6.D3.α2 (ρs – ρw) g.} mulai gerak
DISINI “GAYA HENTAK” (DRAG) MULAI TERJADI dengan “DRAG FACTOR” (ΨCR):
ΨCR = τo ≥ { τocr / (Δ . ρw. g.D)}
Jadi Drag Factor Ψ, adalah menjadi factor utama terjadinya proses Sediment Transport.
Drag Factor Ψ akan dipengaruhi oleh berbagai kondisi lain, antara lain adalah karena GRADASI
BUTIRAN SEDIMEN (D), KEADAAN PENGALIRAN mengacu pada nilai koefisien pengaliran( C)
serta τo, sehingga dengan berbagai keadaan ataupun nilai2: D, C, τo maka dimungkinkan akan terjadinya
perubahan atau pengurangan nilainya, PENGURANGAN NILAI Ψ atas nilai D, C, τo disebut dengan
FAKTOR REDUKSI atau “RIPPLE FACTOR”: (μ) akan dipakai untuk memperhitungkan besqaran Sediment
Transport.:
μ = τ’/ τo ; μ= Ψ’ / Ψ0 ; μ = C’ / Co
Hubungan antara “sediment transport” (transport sedimen) dengan “flow conditions” (keadaan
pengaliran) sepenuhnya dipengaruhi oleh “bed shear stress” (tegangan gesek dasar saluran),
sedangkan “bed shear stress”dalam bentuk “grain roughness” sendiri akan sangat dipengaruhi oleh
kedalaman (h) dan slope (I) pengaliran,
JADI dalam setiap analisis Sediment Transport pada Debit Pengaliran (sungai), sebagai akibat dari
berbagai kondisi yang ada, terutama yang terkait oleh : D, C, τo maka selalu memperhitungkan
Ripple Factor μ.
4.3.Sediment Transport
Φ= S / {D3/2(g.Δ)1/2}
S = Φ. {D3/2(g.Δ)1/2}
Suspended Load akan bisa ditentukan dengan mengukur atau menentukan besaran Uz (kecepatan
aliran pada jarak z dari dasar saluran) dan Cz (konsentrasi sedimen pada jarak z dari dasar saluran)
Banyak ahli menyampaikan pendapatnya tentang rumus pengangkutan sedimen dengan “parameter
HUBUNGAN Φ dan Ψ’ dari rumusan ahli2 diatas :bisa dilihat dari Grafik dibawah ini:
qb = Sb = Φ U*3.{F(ζ/ζc)} /{(ρs/ρw).g}
dimana: Φs : untuk n (Manning) ≥ 0.025, maka: Φs = 0.623
Φs : untuk n (Manning) < 0.025 maka : Φs = 0.623 (40 n)-3.5
U* = kecepatan kritis = (g.R.I)0.5
F(ζ/ζc) = fungsi (ζ/ζc) tersaji pd (Sato, Yoshikawa & Ashi Formula)
ζc = tegangan geser kritis pengaliran sedimen
ζ = tegangan geser yang terjadi di dasar saluran
D50 = “Mean diameter” (“rata~rata” diameter dari 50% total berat sedimen)