FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
TAHUN PELAJARAN 2019/2020
TUGAS 1
Pada BAB 1 ini akan dijelaskan pembagian atas pasal-pasal yang ada pada peraturan
Menteri PUPR Nomor 22/PRT/M/2018. Adapun pada pasal 1 mendefisikan tentang istilah-istilah
yang ada pada suatu bangunan.
Perencanaan Teknis
Pelaksanaan Konstruksi
dan Pengawasannya
3. Rumah Negara
Merupakan bangunan milik negara yang digunakan untuk tempat tinggal yang juga
merupakan sarana pembinaan keluarga serta penunjang tugas pejabat atau pegawai
negeri.
19. Menteri
Merupakan menteri atau orang yang menangani urusan pembangunan gedung.
20. Kementerian
Merupakan kementerian yang menyelenggarakan urusan pembangunan gedung.
BAB II
PERSYARATAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
Bagian Kesatu
UMUM
Persyaratan bangunan gedung negara juga dibagi atas pasal-pasal yang terkait dalam
peraturan menteri ini. Adapun pasal pada BAB II ini adalah pasal 3 yang berisikan tentang
persyaratan apa saja yang harus dipenuhi dalam setiap bangunan gedung negara, yaitu :
1. Administratif, dan
2. Teknis
Bagian Kedua
PERSYARATAN ADMINISTRATIF
Persyaratan Administratif pada peraturan menteri ini terdapat pada pasal 4 yang berisikan
tentang ;
1. Persyaratan Administratif yang tercantum pada pasal 3 huruf a, mengenai ;
Status hak atas tanah / izin pemanfaatan
Kepemilikan tanah
Izin mendirikan bangunan (IMB) gedung.
2. Persyaratan Administratif yang tercantum pada ayat 1, bangunan gedung harus
dilengkapi dengan ;
Dokumen pendanaan
Dokumen perencanaan
Dokumen pembangunan
Dokumen pendaftaran
Izin mendirikan bangunan juga memiliki beberapa persyaratan yang ada dalam pasal 7
peraturan menteri ini, diantaranya ;
1. Izin mendirikan bangunan gedung (IMB) pada pasal 4 ayat 1 huruf c diterbitkan
pemerintah Kabupaten atau Kota atau pemerintah pusat DKI Jakarta dan menteri
untuk pembangunan dengan fungsi khusus.
2. Izin mendirikan bangunan gedung (IMB) pada ayat 1 tidak dikenai retribusi sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan tentang pajak daerah dan Retribusi Daerah.
3. Izin mendirikan bangunan sesuai pasal 1 harus sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pada pasal 9 menjelaskan tentang dokumen perencanaan yang harus disiapkan, meliputi ;
1. Penyedia jasa, dan
2. Tim swakelola.
Bagian Ketiga
PERSYARATAN TEKNIS
Dalam pembangunan bangunan gedung negara dibutuhkan persyartan teknis meliputi;
1. Tata bangunan, dan
2. Keadaan bangunan.
Selain itu dalam hal pembangunan bangunan negara dibutuhkan data persyarakat teknis
yang sesuai ketentuan, sebagai berikut ;
1. Klasifikasi
2. Standar Luas
3. Standar jumlah lantai.
Persyaratan teknis juga harus memenuhi suatu spesifikasi komponen banguan gedung
serta ketentuan pertauan perundag-undangan yang berlaku.
Spesifikasi komponen bangunan gedung sendiri meliputi;
Persyaratan arsitektur bangunan
Persyartan struktur bangunan, dan
Persyaratan utilitas bangunan.
BAB III
KLASIFIKASI, STANDAR LUAS DAN STANDAR JUMLAH LANTAI
Bagian Kesatu
UMUM
Sebagaimana yang dimaksud pada pasal 12 ayat 2 bangunan gedung negara dalam
memenuhi kalsifikasi, standar luas dan standar jumalah lantai dikelompokkan menjadi ;
1. Bangunan gedung kantor,
2. Rumah negara, dan
3. Bangunan gedung negara lainnya.
Bagian Kedua
KLASIFIKASI
Klasifikasi banguan gedung negara sesuai pasal 13 dan disahkan oleh menteri meliputi ;
1. Bangunan sederhana
Bangunan sederhana sendiri diklarifikasi menjadi ;
Bangunan gedung kantor atau gedung lainnya yang memiliki jumlah 2 lantai.
Bangunan gedung kantor atau gedung lainnya yang memiliki luas 500 m2.
Rumah negara dengan tipe C, D dan E.
2. Bangunan Tidak Sederhana
Banguan tidak sederhana diklarifikasikan meliputi ;
Bangunan gedung kantor atau gedung lainnya yang memiliki jumlah lantai
lebih dari 2 lantai.
Bangunan gedung atau kantor yang memiliki luas lebih dari 500 m2.
Rumah negara dengan tipe A dan B.
3. Bangunan khusus
Bangunan khusus merupakan bangunan dengan perencanaan dan pelaksanaan yang
khusus, yang memiliki tingkat kerahasian yang tinggi, penyelenggaraannya
mengakibatkan bahaya disekitarnya serta memiliki resiko yang tinggi.
Contoh bangunan khusus yaitu;
Istana negara,
Rumah mantan Presiden dan Wakil Presiden,
Rumah jabatan menteri,
Wisma negara,
Instalasi nuklir,
Instalasi radio aktif,
Instalasi pertahanan, seperti bangunan Kepolisian NKRI.
Pusat data,
Gedung terminal laut, darat dan udara,
Pusat cagar budaya,
Dan lain-lain.
Bagian Ketiga
STANDAR LUAS
Standar luas bangunan gedung kantor rata – rata adalah 10 m 2 per personal.jumlah
personal dihitung berdasarkan struktur organisasi yang telah mendapatkan persetujuan menteri
yang melaksanakan pemerintahan dalam bidang birokrasi. Standar ruang kantor pada meliputi ;
1. Ruang utama
2. Ruang penunjang
3. Ruang tambaan, untuk yang memiliki staff dengan jumlah lebih banyak.
Adapun standar luas rumah negara ada beberapa tipe, yaitu tipe khusu, tipe A, B, C, D, E
denga luas yang berbeda-beda.
Selain dari bangunan gedung kantor dan rumah negara, bangunan gedung negara dapat
berupa gedung pendidika, gedung pelayanan kesehatan, gedung pasar, gedung parkir, dan lain-
lainnya.
Bagian Keempat
STANDAR JUMLAH LANTAI
Jumlah bangunan gedung negara ditetapkan paling tinggi 8 lantai yang telah
mendapatkan izin dari menteri. Persetujuan ini diperhitungakan karena adanya kebutuhan,
peraturan daerah setempat, perbandingan harga tanah dengan harga gedung. Sedangkan untuk
basemen maksimal 3 lantai.
BAB IV
PEMBIAYAAN BANGUNANAN GEDUNG NEGARA
Bagian Kesatu
UMUM
Dalam ketentuan peraturan menteri pada pasal 19 di bab IV berisi tentang pembiayaan
bangunan gedung negara yang meliputi tentang ;
1. Komponen biaya pembiayaan bangunan gedung negara
2. Biaya standar dan biaya non standar
3. Standar harga satuan tertinggi
4. Biaya pekerjaan lain yang menyertai dan melengkapi pembangunan
5. Biaya pembanguan dalam rangka perawatan
Pembiayaan bangunan gedung negara haruss dituangkan pada Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA) atau Daftar Pelaksanaan Anggaran (DPA). Adapun isi dari DIPA atau DPA
meliputi :
1. Perencanaan teknis
2. Pelaksanaan konstruksi fisik
3. Manajemen konstruksi atau pengawasan konstruksi
4. Pengelolaan kegiatan
Bagian Kedua
Biaya pelaksanaan konstruksi merupakan biaya paling banyak digunakan untuk biaya
konstruksi fisik Bangunan Gedung Negara yang disesuaikan dengan perundang-undangan.
1. Biaya standar (dapat dihitung dari total perkalian luas dan harga standar satuan
permeter)
2. Biaya nonstandar (dihitung dari jenis pekerjaan, kebutuhan nyata dan harga pasar
yang wajar serta biaya keseluruhan sebesar 150 % dari keseluruhan biaya standar )
PENGGUNA ANGGARAN
BAB VI
TAHAPAN PEMBANGUNAN
BANGUNAN GEDUNG NEGARA
a. Bangunan Gedung sesuai dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedungnya harus
memenuhi persyaratan.
c .Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana hubungan vertikal antarlantai sebagaimana
disebut pada huruf b. harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.
3. Sarana Evakuasi
a. Bangunan gedung kecuali rumah tinggal tunggal dan rumah deret sederhana harus
menyediakan sarana evakuasi.
b. Sarana evakuasi merupakan suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat
dari titik manapun dalam bangunan gedung menuju ke jalan, halaman, lapangan,
atau ruang terbuka lainnya yang memberikan akses aman ke jalan umum.
c. Sarana evakuasi dapat mencakup jalur perjalanan vertikal atau horizontal, ruang,
pintu, lorong, koridor, balkon, ram, tangga, lobi, eskalator, lapangan dan halaman.
d. Sarana evakuasi terdiri atas 3 (tiga) bagian utama meliputi:
• Akses eksit (exit access),
• Eksit (exit),
• Eksit pelepasan (exit discharge).
e. Sarana evakuasi perlu dilengkapi dengan sarana pendukung lainnya seperti:
• Rencana evakuasi.
• Sistem peringatan bahaya.
• Pencahayaan eksit dan tanda arah.
• Area tempat berlindung (refugee area).
• Titik berkumpul.
• Lift kebakaran.
f. Persyaratan teknis, gambar, dan ukuran sarana evakuasi harus memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan dan standar.
4. Bahan bangunan untuk bangunan gedung negara harus memenuhi Standar Nasional
Indonesia (SNI) yang dipersyaratkan, diupayakan menggunakan bahan bangunan
produksi dalam negeri, termasuk bahan bangunan sebagai bagian dari komponen
bangunan sistem fabrikasi. Spesifikasi teknis bahan bangunan meliputi ketentuan-
ketentuan:
b. Bahan dinding
Bahan dinding terdiri atas bahan untuk dinding pengisi atau partisi, dengan
ketentuan sebagai berikut:
• Bahan dinding pengisi : batu bata, beton ringan, bata tela,
batako, papan kayu, kaca dengan rangka kayu atau aluminium, panel GRC
dan/atau aluminium.
• Bahan dinding partisi : papan kayu, kayu lapis, kaca, calsiumboard, particle
board, dan/atau gypsum board dengan rangkakayu kelas kuat II atau rangka
lainnya, yang dicat tembok atau bahan finishing lainnya, sesuai dengan fungsi
ruang dan klasifikasi bangunannya.
• Adukan/perekat yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan
sesuai jenis bahan dinding yang digunakan.
• Untuk bangunan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat lanjutan atau
menengah, rumah negara, dan bangunan gedung lainnya yang telah ada
komponen pracetaknya, bahan dindingnya dapat menggunakan bahan
pracetak yang telah ada.
c. Bahan langit-langit
Bahan langit-langit terdiri atas rangka langit-langit dan penutup langit-langit:
• Bahan kerangka langit-langit digunakan bahan yang memenuhi standar teknis
untuk penutup langit-langit kayu lapis atau yang setara dengan kelas kuat II
ukuran minimum:
4/6 cm untuk balok pembagi dan balok penggantung.
6/12 cm untuk balok rangka utama.
5/10 cm untuk balok tepi.
Besi hollow atau metal furring (40 mm x 40 mm)
(40 mm x 20 mm) lengkap dengan besi penggantung diameter 8 mm dan
pengikatnya.
Untuk bahan penutup akustik atau gypsum digunakan kerangka aluminium
yang bentuk dan ukurannya disesuaikan dengan kebutuhan.
• Bahan penutup langit-langit: kayu lapis, aluminium, akustik, gypsum, atau
sejenis yang disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunannya.
• Lapisan finishing yang digunakan harus memenuhi persyaratan teknis dan sesuai
dengan jenis bahan penutup yang digunakan.
• Bahan kerangka penutup atap digunakan bahan yang memenuhi SNI. Untuk
penutup atap genteng digunakan rangka kayu kelas kuat II dengan ukuran:
2/3 cm untuk reng atau 3/4 cm untuk reng genteng beton.
4/6 cm atau 5/7 cm untuk kaso, dengan jarak antar kaso disesuaikan
ukuran penampang kaso.
Bahan struktur bangunan baik untuk struktur beton bertulang, struktur kayu
maupun struktur baja harus mengikuti standar teknis bahan bangunan yang berlaku dan
dihitung kekuatan strukturnya berdasarkan standar teknis yang sesuai dengan bahan
atau struktur konstruksi yang bersangkutan.
2. Struktur fondasi
Untuk daerah yang jenis tanahnya berpasir atau lereng dengan kemiringan diatas
15° , jenis fondasinya disesuaikan dengan bentuk massa bangunan gedung untuk
menghindari terjadinya likuifaksi (liquifaction) pada saat terjadi gempa.
b. Fondasi bangunan gedung negara disesuaikan dengan kondisi tanah atau lahan,
beban yang dipikul, dan klasifikasi bangunannya.
c. Untuk fondasi bangunan bertingkat lebih dari 3 (tiga) lantai atau pada lokasi dengan
kondisi khusus maka perhitungan fondasi harus didukung dengan penyelidikan
kondisi tanah atau lahan secara teliti.
3. Struktur lantai
Bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Struktur lantai kayu
Dalam hal digunakan lantai papan setebal 2 cm, maka jarak antara balok-balok
anak tidak boleh lebih dari 60 cm, ukuran balok minimum 6/12 cm .
Balok-balok lantai yang masuk ke dalam pasangan dinding harus dilapis bahan
pengawet terlebih dahulu.
Bahan dan tegangan bahan serta lendutan maksimum yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI konstruksi kayu.
b. Struktur lantai beton
Lantai beton yang diletakkan langsung di atas tanah, harus diberi lapisan pasir di
bawahnya dengan tebal sekurang-kurangnya 5 cm , dan lantai kerja dari beton
tumbuk setebal 5 cm .
Bagi pelat-pelat lantai beton bertulang yang mempunyai ketebalan lebih dari 10
cm dan pada daerah balok (satu per empat bentang pelat) harus digunakan
tulangan rangkap, kecuali ditentukan lain berdasarkan hasil perhitungan struktur.
Bahan -bahan dan tegangan serta lendutan maksimum yang digunakan harus
sesuai dengan ketentuan SNI konstruksi beton.
c. Struktur lantai baja
Tebal pelat baja harus diperhitungkan, sehingga bila ada lendutan masih dalam
batas kenyamanan.
Sambungan-sambungannya harus rapat dan bagian yang tertutup harus dilapis
dengan bahan pelapis untuk mencegah timbulnya korosi.
Bahan-bahan dan tegangan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan SNI
konstruksi baja.
4. Struktur Kolom
a. Struktur kolom kayu
Dimensi kolom bebas diambil minimum 20 cm x 20 cm.
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
SNI konstruksi kayu.
b. Struktur kolom praktis dan balok pasangan bata:
Besi tulangan kolom praktis pasangan minimum 4 buah diameter 8 mm dengan
jarak sengkang maksimum 20 cm .
Adukan pasangan bata yang digunakan sekurang-kurangnya harus mempunyai
kekuatan yang sama dengan perbandingan semen dan pasir 1 : 3.
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
standar teknis.
c. Struktur kolom beton bertulang:
Kolom beton bertulang yang dicor di tempat harus mempunyai tebal minimum
15 cm diberi tulangan minimum 4 buah diameter 12 mm dengan jarak sengkang
maksimum 15 cm.
Selimut beton bertulang minimum setebal 2,5 cm.
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
SNI beton bertulang.
d. Struktur kolom baja:
Dinding geser mempunyai ketebalan yang sesuai dengan ketentuan SNI struktur
bangunan gempa dan SNI beton bertulang.
5. Struktur Atap
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
SNI konstruksi kayu.
b. Struktur rangka atap beton bertulang
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan
ketentuan SNI beton bertulang.
c. Struktur rangka atap baja
Sambungan yang digunakan pada rangka atap baja baik berupa baut, paku
keling, atau las listrik harus memenuhi ketentuan pada SNI tata cara perencanaan
struktur baja untuk bangunan gedung.
Rangka atap baja harus dilapis dengan pelapis anti korosi.
Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
SNI rangka atap baja.
d. Struktur rangka atap baja ringan
mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
SNI rangka atap baja ringan.
a. Komponen beton pracetak untuk struktur bangunan gedung negara dapat berupa
komponen pelat, balok, kolom dan/atau panel dinding.
c. Sistem struktur beton pracetak boleh digunakan bila dapat ditunjukan dengan
pengujian dan analisis bahwa sistem yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan
ketahanan yang minimal sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton monolit
yang setara.
d. Komponen dan sistem lantai beton pracetak
Sistem lantai pracetak harus direncanakan agar mampu menghubungkan
komponen struktur hingga terbentuk sistem penahan beban lateral (kondisi
diafragma kaku). Sambungan antara diafragma dan komponen struktur yang
ditopang lateral harus mempunyai kekuatan tarik nominal minimal 45 KN/m .
Komponen pelat lantai yang direncanakan komposit dengan beton cor setempat
harus memiliki tebal minimum 50 mm (lima puluh milimeter).
Komponen pelat lantai yang direncanakan tidak komposit dengan beton cor
setempat harus memiliki tebal minimum 65 mm.
f. Komponen kolom pracetak harus memiliki kuat tarik nominal tidak kurang dari 1,5
luas penampang kotor (Ag dalam KN).
h. Mutu bahan dan kekuatan bahan yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan
standar teknis.
7. Basemen
a. Angka keamanan untuk stabilitas galian harus memenuhi syarat sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan standar. Faktor keamanan yang diperhitungkan
adalah dalam aspek sistem galian, sistem penahan beban lateral, heave dan blow in.
c. Bagian basemen yang ditempati oleh peralatan utilitas bangunan yang rentan
terhadap air harus diberi perlindungan khusus jika bangunan gedung negara terletak
di daerah banjir.
Utilitas yang berada di dalam dan di luar bangunan gedung negara harus
memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar. Spesifikasi teknis utilitas
bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan:
1. Air minum
i. Air limbah non kakus (grey water) merupakan semua air kotor yang
berasal dari dapur, kamar mandi, tempat wudhu dan tempat cuci.
ii. Bangunan Gedung Negara harus menyediakan sistem daur ulang air
(water recycling system) untuk air limbah non kakus (grey water) sebelum
dimanfaatkan kembali.
iii. Air limbah non kakus (grey water) yang telah di daur ulang dapat
dimanfaatkan kembali menjadi air sekunder seperti penggelontoran
(flushing), penyiraman tanaman, irigasi lahan, dan penambahan air dingin
(makeup water cooling tower).
iv. Sisa air limbah non kakus (grey water) yang tidak dimanfaatkan kembali
dan dibuang ke saluran pembuangan kota harus memenuhi standar baku
mutu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan terkait baku mutu
air limbah domestik.
v. Pembuangan sisa air limbah non kakus (grey water) ke saluran
pembuangan kota harus melalui pipa tertutup dan/atau terbuka sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan dan standar.
vi. Dalam hal Bangunan Gedung Negara tidak terletak di daerah pelayanan
sistem jaringan air limbah kota, maka sisa air limbah non kakus (grey
water) yang sudah diolah dan memenuhi baku mutu air limbah domestik
diresapkan di dalam persil Bangunan Gedung Negara tersebut.
b. Pengelolaan limbah kakus (black water)
i. air limbah kakus (black water) merupakan semua air kotor yang berasal
dari buangan biologis seperti kakus.
ii. Bangunan Gedung Negara harus menyediakan fasilitas pengelolaan air
limbah kakus (black water) sehingga memenuhi standar baku mutu sesuai
ketentuan peraturan perundangan terkait baku mutu air limbah domestik
sebelum dibuang ke saluran pembuangan kota.
iii. dalam hal Bangunan Gedung Negara tidak terletak di daerah pelayanan
sistem jaringan air limbah kota, maka air limbah kakus (black water) yang
sudah diolah dan memenuhi baku mutu air limbah domestik diresapkan di
dalam persil Bangunan Gedung Negara tersebut.
iv. Pengelolaan air limbah domestik mengacu pada ketentuan peraturan
perundang-undangan dan SNI pengelolaan air limbah domestik.
c. Pengelolaan sampah
i. Pada dasarnya air hujan harus ditahan lebih lama di dalam tanah sebelum
dialirkan ke saluran umum kota, untuk keperluan penyediaan dan
pelestarian air tanah.
ii. Air hujan dapat dialirkan ke sumur resapan melalui proses peresapan atau
cara lain dengan persetujuan instansi teknis yang terkait.
iii. Ketentuan lebih lanjut mengikuti Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
tentang Pengelolaan Air Hujan Pada Bangunan Gedung dan Persilnya.
e.Instalasi listrik
Pemasangan instalasi listrik harus aman dan atas dasar hasil perhitungan
yang sesuai dengan Persyaratan Umum Instalasi Listrik (PUIL 2011) dan standar
teknis terkait instalasi listrik.
h. Sistem proteksi petir (sistem proteksi petir pada bangunan gedung, PUIL 2011)
Penentuan jenis dan jumlah sarana sistem penangkal atau proteksi petir
untuk bangunan gedung negara harus berdasarkan perhitungan yang mengacu
pada lokasi bangunan, fungsi dan kewajaran kebutuhan.
i. Instalasi gas
C. Kelebihan Biaya
Kelebihan biaya berupa penghematan yang didapat dari biaya perencanaan teknis,
biaya manajemen konstruksi atau pengawasan konstruksi dapat digunakan langsung untuk
peningkatan mutu atau penambahan kegiatan konstruksi fisik, dengan melakukan revisi
dokumen pembiayaan.
LAMPIRAN IV
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR 22/PRT/M/2018
TENTANG
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
d. Persetujuan pra rancangan dari Pengguna Jasa untuk dijadikan dasar perencanaan
perancangan tahap selanjutnya.
e. Penyusunan pengembangan rancangan:
Membuat pengembangan arsitektur bangunan gedung.
Membuat denah.
Membuat pengembangan sistem mekanikal elektrikal.
Membuat gambar tersebut di atas dalam skala 1:500 (satu banding lima ratus),
1:200 (satu banding dua ratus), 1:100 (satu banding seratus), 1:50 (satu
banding lima puluh) dan/atau yang memadai beserta ukuran untuk kejelasan
informasi yang ingin dicapai.
Membuat garis besar spesifikasi teknis (Outline Specifications);
Menyusun perkiraan biaya konstruksi.
g. Penyusunan rencana detail berupa uraian lebih terinci seperti membuat gambar-
gambar detail pelaksanaan dan pemasangan serta penyelesaian bahan atau material
dan elemen.
d. Yang melibatkan lebih dari satu penyedia jasa perencanaan maupun pelaksana
konstruksi.
e. Yang dilaksanakan lebih dari satu tahun anggaran (multiyears project).
a. Tahap Persiapan:
i. membantu pengelola kegiatan melaksanakan pengadaan penyedia jasa
perencanaan konstruksi, termasuk menyusun Kerangka Acuan Kerja (KAK),
memberi saran waktu dan strategi pengadaan, serta bantuan evaluasi proses
pengadaan.
ii. membantu Pengelola Kegiatan dalam mempersiapkan dan menyusun program
pelaksanaan seleksi penyedia jasa perencanaan konstruksi.
iii. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan dalam
penyebarluasan pengumuman seleksi penyedia jasa perencanaan konstruksi,
baik melalui papan pengumuman, media cetak, maupun media elektronik.
iv. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan melakukan
prakualifikasi calon peserta seleksi penyedia jasa perencanaan konstruksi.
v. membantu memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu rapat penjelasan
pekerjaan.
vi. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan dalam menyusun
Harga Perhitungan Sendiri (HPS) atau Owner’s Estimate (OE) pekerjaan
perencanaan.
vii. membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap usulan teknis dan
biaya dari penawaran yang masuk.
viii. membantu menyiapkan draft surat perjanjian kerja perencanaan konstruksi.
ix. membantu pengelola kegiatan menyiapkan surat perjanjian kerja perencanaan
konstruksi.
b. Tahap Perencanaan:
i. mengevaluasi program pelaksanaan kegiatan perencanaan yang dibuat oleh
penyedia jasa perencanaan konstruksi, yang meliputi program penyediaan dan
penggunaan sumber daya, strategi dan pentahapan penyusunan dokumen
lelang.
ii. memberikan konsultansi kegiatan perencanaan, yang meliputi penelitian dan
pemeriksaan hasil perencanaan dari sudut efisiensi sumber daya dan biaya,
serta kemungkinan keterlaksanaan konstruksi.
iii. mengendalikan program perencanaan, melalui kegiatan evaluasi program
terhadap hasil perencanaan, perubahan-perubahan lingkungan, penyimpangan
teknis dan administrasi atas persoalan yang timbul, serta pengusulan koreksi
program.
iv. melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlibat pada tahap
perencanaan.
v. menyusun laporan bulanan kegiatan konsultansi manajemen konstruksi tahap
perencanaan, merumuskan evaluasi status dan koreksi teknis bila terjadi
penyimpangan.
vi. meneliti kelengkapan dokumen perencanaan.
vii. membuat laporan reviu desain pada setiap tahapan penyusunan rencana teknis
sebagai acuan persetujuan pengguna jasa.
viii. meneliti dokumen pelelangan, menyusun program pelaksanaan pelelangan
bersama penyedia jasa perencanaan konstruksi, dan ikut memberikan
penjelasan pekerjaan pada waktu pelelangan, serta membantu kegiatan unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit layanan
pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan.
ix. menyusun laporan dan berita acara dalam rangka kemajuan pekerjaan dan
pembayaran angsuran pekerjaan perencanaan.
x. mengadakan dan memimpin rapat-rapat koordinasi perencanaan, menyusun
laporan hasil rapat koordinasi, dan membuat laporan kemajuan pekerjaan
manajemen konstruksi.
c. Tahap Pelelangan
i. membantu pengelola kegiatan dalam mempersiapkan dan menyusun program
pelaksanaan pelelangan pekerjaan konstruksi fisik.
ii. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan dalam
penyebarluasan pengumuman pelelangan, baik melalui papan pengumuman,
media cetak, maupun media elektronik.
iii. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan melakukan
prakualifikasi calon peserta pelelangan (apabila pelelangan dilakukan melalui
prakualifikasi).
iv. membantu memberikan penjelasan pekerjaan pada waktu rapat penjelasan
pekerjaan.
v. membantu unit layanan pengadaan barang dan jasa atau kelompok kerja unit
layanan pengadaan barang dan jasa atau pejabat pengadaan dalam menyusun
harga perhitungan sendiri (HPS) atau owner’s estimate (OE) pekerjaan
konstruksi fisik.
vi. membantu melakukan pembukaan dan evaluasi terhadap penawaran yang
masuk.
vii. membantu menyiapkan draft surat perjanjian pekerjaan pelaksanaan
konstruksi fisik.
viii. menyusun laporan kegiatan pelelangan.
d. Tahap Pelaksanaan
i. mengevaluasi program kegiatan pelaksanaan fisik yang disusun oleh penyedia
jasa pelaksanaan konstruksi, yang meliputi program-program pencapaian
sasaran fisik, penyediaan dan penggunaan sumber daya berupa: tenaga kerja,
peralatan dan perlengkapan, bahan bangunan, informasi, dana, program
Quality Assurance atau Quality Control, dan program kesehatan dan
keselamatan kerja (K3).
ii. mengendalikan program pelaksanaan konstruksi fisik, yang meliputi program
pengendalian sumber daya, pengendalian biaya, pengendalian waktu,
pengendalian sasaran fisik (kualitas dan kuantitas) hasil konstruksi,
pengendalian perubahan pekerjaan, pengen-dalian tertib administrasi,
pengendalian kesehatan dan keselamatan kerja.
LAMPIRAN V
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT
NOMOR 22 /PRT/M/2018
TENTANG
PEDOMAN PEMBANGUNAN BANGUNAN GEDUNG NEGARA
A. PENGELOLA TEKNIS
C.SANKSI
1. Pengelola teknis dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan sanksi bilamana:
Tidak hadir dalam acara yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi Pengelola
Teknis.
Surat peringatan.
Pembekuan sementara sebagai Pengelola Teknis dengan tidak diberi penugasan.
Pemberhentian sebagai Pengelola Teknis bukan atas permintaan sendiri.
D. PENYELESAIAN PENGADUAN
E. PERMASALAHAN HUKUM
F. PELAPORAN
1. Proses pelaporan pengelola teknis:
a. Pengelola Teknis membuat laporan monitoring (F0) setiap bulannya dan
dilaporkan kepada Koordinator Pengelola Teknis.
b. Format laporan monitoring (F0) sebagaimana tercantum pada form 4.
c. Koordinator Pengelola Teknis membuat rekapitulasi laporan (F1 dan F2) dan
laporan tahunan.
d. Format rekapitulasi laporan (F1 dan F2) sebagaimana tercantum pada form 5
dan 6.