Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia
adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau merasakan derajat kesehatan
setinggi-tingginya. Untuk memenuhi hak asasi tersebut perlu adanya pembangunan
kesehatan yang diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Kesehatan merupakan tanggungjawab bersama setiap individu, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan swasta. Keberhasilan pembangunan kesehatan ditentukan oleh
kontribusi semua sektor berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing.
Untuk mendukung keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut dibutuhkan
adanya ketersedian data dan informasi yang akurat bagi proses pengambilan keputusan
dan perencanaan program. Dengan data yang akurat maka keputusan dan perencanaan
yang dibuat juga akan menghasilkan dampak yang baik. Salah satu produk informasi
yang dapat digunakan untuk memantau dan mengevaluasi pencapaian program adalah
Profil Kesehatan. Profil Kesehatan disusun secara berjenjang, dimulai dari tingkat
Puskesmas, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Profil Kesehatan merupakan suatu bentuk penyajian data dan informasi yang
menggambarkan kinerja sektor kesehatan di suatu wilayah, baik pemerintah maupun
swasta selama satu tahun yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan peta. Dalam
profil tersebut juga digambarkan trend pencapaian kinerja tahun-tahun sebelumnya dan
narasi permasalahan di lapangan terkait pencapaian program kesehatan. Dalam profil ini
data kesehatan yang disajikan sudah responsif gender atau terpilah menurut jenis
kelamin sehingga dapat dapat menggambarkan kondisi, kebutuhan, dan persoalan yang
dihadapi laki-laki dan perempuan yang terkait dengan akses, partisipasi, kontrol, dan
manfaat dalam pembangunan bidang kesehatan.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 1
Selain data kesehatan yang responsif gender, Profil Kesehatan juga berisi data/informasi
derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber daya kesehatan serta data/informasi lainnya
yang menggambarkan kinerja sektor kesehatan di suatu wilayah.
Dengan pembangunan yang intensif, berkeninambungan dan merata, serta
didukung dengan data/informasi yang tepat, maka diharapkan pembangunan di bidang
kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

1.2 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Profil Kesehatan Puskesmas terdiri dari beberapa bagian, yakni sebagai berikut :

Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini berisi penjelasan tentang maksud dan tujuan Profil Kesehatan dan sistematika
dari penyajiannya.

Bab 2 : Gambaran Umum


Bab ini menyajikan tentang gambaran umum wilayah kerja Puskesmas meliputi keadaan
geografis, data kependudukan dan informasi umum lainnya.

Bab 3 : Situasi Derajat Kesehatan


Bab ini berisi uraian tentang indikator mengenai angka kematian, angka kesakitan,
angka harapan hidup dan status gizi masyarakat.

Bab 4 : Situasi Upaya Kesehatan


Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan
dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan kesehatan lingkungan dan
sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan.

Bab 5 : Situasi Sumber Daya Kesehatan


Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, anggaran kesehatan
dan sumber daya kesehatan lainnya.

Bab 6 : Penutup

Lampiran Data Profil Kesehatan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 2
BAB 2
GAMBARAN UMUM WILAYAH
KERJA PUSKESMAS

2.1.KEADAAN GEOGRAFIS

Puskesmas Mangaran berada di Kecamatan Mangaran yang merupakan salah


satu dari 17 Kecamatan di Kabupaten Situbondo yang letaknya berada di bagian selatan
Kabupaten Situbondo dengan posisi Kantor Kecamatan berada pada 7o 40’ Lintang
Selatan dan 114o 02’ Bujur Timur, dengan batas wilayah sbb:

 Sebelah utara : Selat Madura


 Sebelah timur : Kecamatan Kapongan
 Sebelah selatan : Kecamatan Situbondo dan Panji
 Sebelah barat : Kecamatan Panarukan

Gambar 2.1. Peta Kecamatan Mangaran

Luas Kecamatan Mangaran adalah 35,70 Km2 atau 3 570 Ha. Kecamatan
Mangaran terbagi menjadi 6 desa, yakni Desa Trebungan, Mangaran, Tanjung Kamal,
Tanjung Glugur,Tanjung Pecinan dan Semiring. Luas wilayah menurut desa, terluas

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 3
adalah desa Tanjung Pecinan dengan luas 11,71 km2.
Sedangkan luas desa yang terkecil adalah desa Mangaran yaitu 3,40 Km2
Desa Mangaran merupakan ibukota kecamatan yang berjarak 7 km ke
kabupaten Situbondo. Sedangkan jarak desa terjauh dari ibukota kecamatan adalah desa
Tanjung Glugur yaitu 9,5 km. (Sumber : Kecamatan Mangaran Dalam Angka Tahun
2018).

2.2.WILAYAH ADMINISTRASI

Wilayah administrasi Kecamatan Mangaran terbagi menjadi :


 Desa/Kelurahan : 6 Desa
 Dusun/Lingkungan : 45 dusun
 Rukun Warga (RW) : 78 RW
 Rukun Tetangga (RT) : 170 RT
Jumlah dusun terbanyak berada di Desa Trebungan,Tanjung Kamal dan
Tanjung Pecinan, yaitu sebanyak 10 dusun dan yang paling sedikit di Desa Semiring,
yaitu hanya memiliki 3 dusun.

2.3.KEPENDUDUKAN

Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat diperlukan
dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk selain merupakan
obyek juga merupakan subyek pembangunan.
Jumlah penduduk Kecamatan Mangaran pada tahun 2018 mencapai 33.221 jiwa
yang terdiri dari 16.057 penduduk laki–laki dan 17.164 penduduk perempuan dengan
sex ratio sebesar 93,55. Dengan luas wilayah 35,70 Km² Angka Kepadatan penduduk
Kecamatan Mangaran pada tahun 2018 adalah 931 jiwa/km². Sedangkan jumlah rumah
tangga di Kecamatan Mangaran adalah 11.977 Ruta, sehingga rata-rata penduduk per
rumah tangga adalah 2,82.
Dari jumlah penduduk yang tersebar di 6 desa di Kecamatan Mangaran, jumlah
penduduk terbanyak adalah Desa Trebungan (7.143 jiwa), sedangkan desa dengan
jumlah penduduk terkecil adalah Desa Semiring (3.846 jiwa).
Komposisi Penduduk Menurut Golongan Umur Kecamatam Mangaran Tahun
2018 dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 4
Gambar 2.2 Piramida Penduduk Menurut Golongan Umur Kecamatan Mangaran
Tahun 2018

Sumber: BPS Situbondo

Data kependudukan yang lebih detail dapat dilihat di Lampiran Data Profil
Kesehatan Tabel 2.

2.4.PEREKONOMIAN

Sektor pertanian menyangga perekonomian masyarakat di Kecamatan


Mangaran. Hal ini terbukti dengan tingginya minat masyarakat yang bekerja di sector
ini sebanyak 8.475 penduduk. Kemudian di posisi kedua adalah sektor peternakan
sebanyak 4.470 penduduk. Namun demikian masih ada penduduk yang mencari
lapangan pekerjaan sebanyak 1.144 orang. Distribusi pekerjaan penduduk Kecamatan
Mangaran Tahun 2018 disajikan pada Gambar 2.3 berikut.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 5
Gambar 2.3 Distribusi pekerjaan penduduk Kecamatan Mangaran Tahun 2018

Distribusi pekerjaan penduduk Tahun 2018


7000
5890
6000

5000 4470
4000

3000 2585 Jumlah


1900
2000
1144
1000 820
300 345 518
255 93 225
7
0

Sumber: Kecamatan Mangaran dalam angka tahun 2018

2.5.PENDIDIKAN

Jumlah sekolah SD di Kecamatan Mangaran adalah 18 SD, 10 MI, 2 SMP, 8


MTS,3 SMK, 3 MA. Berdasarkan jenjang pendidikan yang ditamatkan, sebagian besar
penduduk Kecamatan Mangaran Situbondo Tahun 2018 adalah tamatan Sekolah
Dasar/Sederajat (30,97%), kemudian di peringkat kedua SLTA sederajat (12,52%),
SLTP sederajat (11,35%) dan Sarjana (2,76%). Berikut ini disajikan diagram Tingkat
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Kecamatan Mangaran Tahun 2018.

Gambar 2.4 Tingkat Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk


Kecamatan Mangaran Tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 6
Sumber: Dispenduk Capil

Sedangkan angka melek huruf Kecamatan Mangaran tahun 2018 sebesar


92,48%, atau 430.745 penduduk usia 15-59 tahun bisa membaca dan menulis dari
465.760 total penduduk usia 15-59 tahun (Dinas Pendidikan Kab. Situbondo Tahun
2017).

2.6.DATA UMUM ORGANISASI

2.6.1. Struktur Organisasi

Sesuai dengan PERMENKES nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan


Masyarakat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Situbondo Nomor : 440/148.1/431.201.1.1/2016 tentang Struktur Organisasi Pusat
Kesehatan Masyarakat se Kab. Situbondo terdiri dari :
a) Kepala Puskesmas
b) Jabatan Fungsional Tertentu
c) Tim Mutu
d) Tim PPI
e) Tim Keselamatan pasien

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 7
f) Sub Bagian Tata Usaha membawahi :
1. Sistem informasi Puskesmas
2. Rumah Tangga
3. Kepegawaian
4. Keuangan
5. Pengurus Barang
6. Loket
7. Pengemudi
8. Keamanan
9. Kebersihan
g) Upaya Kesehatan Masyarakat :
Membawahi :
1. Program Essensial :
 Promosi Kesehatan & Upaya Kesehatan Sekolah
 Kesehatan Lingkungan
 Kesehatan Ibu , Anak & Keluarga Berencana Yang bersifat UKM
 Gizi
 Pencegahan dan pengendalian Penyakit
 Keperawatan
2. Program Pengembangan :
 Kesehatan Jiwa
 Kesehatan Gigi Masyarakat
 Kesehatan Tradisional Komplementer
 Kesehatan Olahraga
 Kesehatan Indera
 Kesehatan Lansia
 Kesehatan Kerja
h) Jaringan dan Jejaring Fasilitaas Pelayanan Kesehatan:
1. Puskesmas Pembantu
 Pustu Tanjung Kamal
 Pustu Semiring
 Pustu Trebungan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 8
2. Poskesdes
 Poskesdes Tanjung Kamal
 Poskesdes Tanjung Glugur
 Poskesdes Tanjung Pecinan
 Poskedes Mangaran
 Poskesdes Semiring
 Poskesdes Trebungan
3. Puskesmas keliling
4. Bidan Desa
5. Jejaring Fasilitas Pelayanan Kesehatan
i) Upaya Kesehatan Perorangan
1. Pemeriksaan Umum
2. Kesehatan Gigi dan Mulut
3. Kesehatan Ibu, anak & Keluarga Berencana yang bersifat UKP
4. Gawat Darurat
5. Gizi yang bersifat UKP
6. Persalinan
7. Rawat Inap
8. Kefarmasian
9. Laboratorium

Dalam melaksanakan tugas dan kewenangan di bidang kesehatan, UPTD Puskesmas


Mangaran memiliki struktur organisasi sebagai berikut :

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 9
Gambar 2.5. STRUKTUR ORGANISASI UPTD PUSKESMAS MANGARAN

KEPALA PUSKESMAS
drg. Hj. DINA FITRYA,M.Kes

PJ AUDIT INTERNAL PJ MUTU PJ PPI PJ KESELAMATAN PASIEN KASUBBAG TATA USAHA


JABFUNG
Dian Widiyastuti,A.Md drg. SUCI EKA S Hermanto,S.Kep Nur Hasanah,AMK Tri Lestari Suciati

1. Sistem Informasi Puskesmas : David Dwi Candra,A.Md.Kom


2. Rumah Tangga : Sugeng Tri Utomo
3. Kepegawaian : Rian Eko Mardiansa
4. Keuangan : Sujatmiko
Siti Nurhayati
Endang Irsada Ningrum
Widya Andari,A.Md.KL

Penanggung Jawab Penanggung Jawab


Upaya Kesehatan Masyarakat Upaya Kesehatan Perorangan
Yuni Wahyu Triana,S.Gz dr. Emy Damayanti

Pelaksana :

Pelaksana Program Esensial Penanggung Jawab Program Pengembangan 1. Pemeriksaan Umum : Hermanto,S.Kep
2. Kesehatan Gigi dan Mulut : drg. Suci Eka Sulistyowati
1. Promkes : Sofi Danawiyah,S.KM 1. Kesehatan Jiwa : Nur Hasanah,AMK 3. Kesehatan Ibu Anak dan KB : Sismiati,A.Md.Keb
2. Upaya Kesehatan Sekolah : Yuli Indriani,S.ST 2. Kesehatan Gigi Masyarakat : drg. Suci Eka Sulistyowati yang bersifat UKP
3. Kesehatan Lingkungan : Widya Andari,A.Md.Kl 3. Kesehatan Tradisional Komplementer : Indartok,S.Kep 4. Gawat Darurat : Nur Hasanah,AMK
4. Kesehatan Ibu Anak dan KB : Sismiati,A.Md.Keb 4. Kesehatan Olahraga : David Henri,A.Md.Kep 5. Gizi bersifat UKP : Yuni Wahyu Triana,S.Gz
yang bersifat UKM 5. Kesehatan Indera : Hermanto,S.Kep 6. Persalinan : Yuli Indriani,S.ST
5. Gizi : Yuni Wahyu Triana,S.Gz 6. Kesehatan Lansia : Siti Syamsiyah,A.Md.Keb 7. Rawat Inap : Nur Hasanah,AMK
6. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit : Siti Syamsiyah,A.Md.Keb 7. Kesehatan Kerja : Ainol Fawair,A.Md.Kep 8. Kefarmasian : Dian Widiyastuti,A.Md
7. Keperawatan Kesehatan Masyarakat : Novi Dianasari,A.Md.Kep 9. Laborat : Yoga Firmansyah,A.Md.AK

Koordinator Jaringan dan Jejaring Fasilitas


Pelayanan Kesehatan
Sismiati,A.Md.Keb

Puskesmas Pembantu Pondok Kesehatan Desa

Pustu Trebungan Pustu Semiring Pustu Tanjung Kamal Tanjung Kamal Mangaran Tanjung Pecinan Tanjung Glugur Semiring Trebungan
Ira Irma Wanti,A.Md.Keb Fitryah,A.Md.Keb Jihan Fajriah,A.Md.Keb Erva Rosita,A.Md.Kep Muh. Idris,A.Md.Kep Ainol Fawair.A.Md.Kep David Henri,A.Md.Kep Deni Eko P,A.Md.Kep Novi Dianasari,A.Md.Kep

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 1
2.6.2. VISI, MISI, TUJUAN DAN MOTO UPTD PUSKESMAS
MANGARAN

a. VISI

Untuk mencapai target dari rencana yang sudah ditetapkan tahun sebelumnya
maka Visi dari Puskesmas Mangaran adalah sbb:

TERWUJUDNYA MASYARAKAT MANGARAN YANG BERIMAN,


SEJAHTERA DAN BERKEADILAN

b. MISI
Untuk mewujudkan visi tersebut ada empat (4) misi di puskesmas Mangaran
yaitu :

1. MENDORONG MASYARAKAT BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN


SEHAT
2. MEMBERDAYAKAN INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT
DALAM UPAYA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
3. MENINGKATKAN KUALITAS SDM DAN MANAJEMEN
KESEHATAN
4. MENINGKATKAN PELAYANAN KESEHATAN YANG BERMUTU,
TERJANGKAU DAN MERATA

c. TUJUAN
Ke empat (4 ) misi tersebut bertujuan

MEWUJUDKAN MASYARAKAT MANGARAN YANG SEHAT SECARA


MANDIRI

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 1
d. MOTTO

SENYUM, SAPA DAN SANTUN ADALAH MODAL UTAMA PENGABDIAN


KAMI

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 2
BAB 3
SITUASI DERAJAT KESEHATAN

3.1. ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)


Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir
(outcome) dari berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Kejadian
kematian di suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran
perkembangan derajat kesehatan masyarakat. Di samping itu, kematian seringkali juga
digunakan sebagai indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan dan
pelayanan kesehatan.
Data kematian di komunitas pada umumnya diperoleh melalui data survei
kerena sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di
fasilitas kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Mortalitas atau angka
kematian yang menjadi indikator dalam penilaian keberhasilan program pembangunan
dan pelayanan kesehatan adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi
(AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA). Perkembangan tingkat kematian dan
penyakit-penyakit penyebab utama kematian yang terjadi pada tahun 2018 akan
diuraikan di bawah ini.

3.1.1 Kematian Ibu

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dampak Kegiatan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), di samping Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan
AKB merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah dan juga digunakan
sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia
(IPM).
Kematian ibu yang dimaksud adalah kematian seorang ibu yang disebabkan
oleh kehamilan, melahirkan atau nifas, bukan karena kecelakaan. Angka Kematian Ibu
(AKI) dihitung per 100.000 kelahiran hidup (kh). Jumlah kematian ibu pada Tahun
2018 adalah 1 kasus dengan masa kematian pada masa hamil.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 3
Dari 6 desa di kecamatan Mangaran, kasus kematian ibu ada di Desa
Trebungan. Jumlah kematian ibu pada tahun 2016 terjadi 2 kasus sedangkan tahun 2017
tidak ada kasus kematian Ibu. Trend kematian ibu tahun 2016 s.d. 2018 dapat dilihat
pada Gambar 3.2 di bawah ini.

Gambar 3.2 Trend Kematian Ibu di Puskesmas Mangaran Tahun 2016-2018

TREND KEMATIAN IBU TAHUN 2016-2018


2.5

2 2

1.5

1 1

0.5

0 0
2016 2017 2018

Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Tahun 2016-2018

Angka kematian ibu ini dapat ditekan dengan pengawalan pada semua ibu
hamil yang Resiko Tinggi yang di kendalikan melalui aplikasi “SI RISTI MESSEM”
maupun komplikasi yang dirujuk ke Rumah Sakit melalui “GERDU PENAKIB”.
Aplikasi SI RISTI MESSEM dan GERDU PENAKIB melibatkan tenaga kesehatan dan
adanya dukungan lintas sektor yang sangat bagus seperti kader, PKK, Aparat Desa,
Camat dsb. Sehingga kematian ibu bukan hanya menjadi tanggungjawab mutlak dari
Dinas kesehatan tetapi juga tanggung jawab semua pihak
Dalam Penurunan Angka Kematian Ibu sangat ditentukan oleh kualitas
pelayanan Ibu Hamil (Bumil K4), Penanganan komplikasi kebidanan, pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang berkompeten, dan Kualitas pelayanan Ibu Nifas.
Upaya percepatan penurunan AKI di Kabupaten Situbondo yang terus dilakukan hingga
saat ini adalah sbb:
1. Peningkatan pelaksanaan ANC berkualitas
2. Optimalisasi aplikasi SI RISTI MESSEM dan tindaklanjutnya

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 4
3. Memaksimalkan GARDU PENAKIB di tingkat desa, kecamatan berikut
jejaringnya
4. Penguatan rantai rujukan ibu hamil
5. Pendampingan Bumil risti dan komplikasi baik oleh petugas maupun kader
6. Diadakan kelas Ibu hamil

Penyebab Kematian ibu di Kecamatan Mangaran Tahun 2018 adalah Pre-


eklampsia sebanyak 1 kasus. Sedangkan pada tahun 2016 adalah karena penyakit DBD
dan asma. Kematian ibu mayoritas terjadi di rumah sakit
Adanya kematian ibu masih menjadi permalahan kesehatan. Beberapa
hambatan yang dijumpai di lapangan terkait penurunan AKI di Puskesmas Mangaran
adalah sbb:
1. Pengetahuan ibu tentang tanda bahaya kehamilan yang masih rendah.
2. Kurangnya petugas dalam anamnesa/menggali keluhan dari pasien terutama tanda-
tanda bahaya.
3. Kurangnya kepatuhan petugas terhadap SOP
4. Kurangnya kerja sama antara BPM dan Puskesmas terutama keterlambatan
pemberian informasi.
5. Rujukan berantai.
Upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi permasalahan penyebab
kematian ibu adalah sbb:
1. Pengawalan rujukan ibu hamil Risti/ komplikasi sampai bayi lahir sehat dan ibu
selamat oleh tim dan Satgas GERDU PENAKIB Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
2. Pendampingan ibu hamil Risti oleh kader.
3. Pembahasan kasus kematian ibu dan bayi oleh tim AMP serta pembelajaran hasil
rekomendasi AMP
4. Sosialisasi ibu hamil Risiko tinggi dan perawatan BBLR dirumah kepada kader.
5. Pembinaan dan pemberian sanksi untuk memberikan efek jera bagi bidan penolong
persalinan yang mengalami kematian ibu/bayi, mulai dari teguran sampai
pencabutan ijin praktek.
6. Pelatihan APN kepada semua bidan.
7. Pendataan ibu hamil dan pemasangan stiker oleh bidan dan kader
8. Meningkatkan kerjasama lintas program dan lintas sektor.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 5
9. Pelatihan Kelas Ibu Hamil dan kelas ibu bersalin
10. Meningkatkan kualitas pelayanan pada ibu hamil dengan ANC terpadu di
Puskesmas dan jaringannya

3.1.2 Kematian Bayi


Kematian bayi adalah kematian yang terjadi antara saat bayi lahir sampai satu
hari sebelum ulang tahun pertama. Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality
Rate adalah banyaknya bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per
1.000 kelahiran hidup (KH). AKB dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi
masyarakat setempat, karena bayi adalah kelompok usia yang paling rentan terkena
dampak dari perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi. Indikator AKB terkait
langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial-
ekonomi, lingkungan tempat tinggal dan kesehatannya.
Berdasarkan kelompok usianya, kematian bayi di Puskesmas Mangaran tahun
2018 banyak terjadi pada usia 0-6 hari sebanyak 6 kematian dan usia 29-11 hari
sebanyak 3 kematian. Usia 0-6 hari merupakan usia yang sangat rentan terutama pada
bayi premature dan BBLR. Dengan demikian total kematian bayi Puskesmas Mangaran
Tahun 2018 sebanyak 9 kasus. Jumlah kematian bayi terjadi di Desa mangaran
sebanyak 3 kematian, Desa Tanjung Kamal sebanyak 3 kematian dan untuk desa
Semiring,Tanjung Glugur dan Trebungan masing-masing 1 kasus kematian (Angka
Kematian Bayi per desa dapat dilihat pada Lampiran Profil Tabel 5).
Berikut ini disajikan Trend Kematian Bayi di Puskesmas Mangaran Tahun
2016-2018.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 6
Gambar 3.5 Trend Kematian Bayi Puskesmas Mangaran Tahun 2016-2018

JUMLAH KEMATIAN BAYI TAHUN 2016-2018


10

9 9
8

6 6
5
4
4

0
2016 2017 2018

Sumber : Laporan Rutin LB3 KIA Tahun 2016-2017

Kematian bayi di Puskesmas Mangaran tahunn 2018 mengalami peningkatan


dibandingkan tahun sebelumnya. Dimana pada tahun 2016 terjadi 4 kasus, tahun 2017
sebanyak 6 kasus, pada tahun 2018 kembali naik sebanyak 9 kasus kematian. Hal ini
perlu mendapat perhatian khusus dari berbagai pihak untuk menekan angka kematian
bayi di masa yang akan datang.
Dari sisi penyebabnya, kematian bayi dibedakan faktor endogen dan eksogen.
Kematian bayi endogen (kematian neonatal) adalah kejadian kematian yang terjadi pada
bulan pertama setelah bayi dilahirkan, umumnya disebabkan oleh faktor bawaan.
Sedangkan kematian eksogen (kematian post neonatal) adalah kematian bayi yang
terjadi antara usia satu bulan sampai satu tahun, umumnya disebabkan oleh faktor yang
berkaitan dengan pengaruh lingkungan.
BBLR menjadi penyebab tertinggi kematian bayi tahun 2018 yakni sebanyak 4
kasus dari 9 kasus yang terjadi.
Dukungan dan partisipasi bidan dalam melakukan penapisan dan deteksi resiko
tinggi sangat diperlukan sehingga ibu hamil dengan resiko tinggi/komplikasi yang
berpotensi melahirkan bayi dengan komplikasi mendapat penanganan kesehatan di
fasilitas yang memadai sehingga kematian bayi dapat diminimalkan. Selain itu, adanya
program pelatihan-pelatihan yang menunjang upaya penurunan kematian bayi seperti

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 7
pelatihan manajemen Asfiksia, pelatihan standarisasi BBLR, Pelatihan Kelas ibu balita
dan peningkatan SDM ibu hamil juga turut mendukung penekanan AKB.
Masih adanya kematian bayi tetap menjadi masalah sehingga diperlukan solusi
dari hambatan-hambatan yang ditemui. Hambatan yang dijumpai di lapangan terkait
kematian bayi di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut.
1. BPM yang tidak patuh pada penapisan/SOP;

2. Perilaku dan budaya dari masyarakat setempat yang tidak mendukung upaya
penurunan AKB, misal pengambilan keputusan yg terlambat
3. Masih adanya kepercayaan masyarakat terhadap orang yang dituakan

4. Kasus BBLR yang masih tinggi yang sebagian besar adalah karena kehamilan
kembar/gemelli,
5. Pengetahuan masyarakat tentang tanda bahaya bayi baru lahir.
Angka kematian bayi yang terjadi dapat ditekan serendah mungkin dengan
melakukan berbagai upaya, diantaranya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan
masyarakat tentang gizi ibu hamil dan perawatan kehamilan, serta meningkatkan
cakupan kunjungan bayi melalui kegiatan MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit)
dan DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang), sehingga tercapai jaminan kualitas
pelayanan kesehatan yang optimal.

3.2. Angka Kesakitan (Morbiditas)


Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi
epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu sisi, kasus gizi kurang serta
penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih
tinggi. Namun di sisi lain, penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan
akibat kecelakaan juga meningkat. Masalah perilaku tidak sehat juga menjadi faktor
utama yang harus dirubah terlebih dahulu agar beban ganda masalah kesehatan teratasi.
Angka kesakitan (Morbiditas) pada penduduk berasal dari community based
data yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans), terutama yang diperoleh dari
fasilitas pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta
insidentil. Untuk kondisi penyakit menular, berikut ini akan diuraikan situasi beberapa
penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk penyakit menular yang

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 8
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk
menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
3.2.1 Penyakit Menular Langsung
Berikut ini akan diuraikan situasi beberapa penyakit menular langsung yang
perlu mendapat perhatian, yakni TB Paru, Kusta, HIV/AIDS, Pneumonia dan Diare.

a. Tuberculosis (TB)

Penemuan Kasus TB Paru all case atau semua kasus di Puskesmas Mangaran pada
tahun 2018 sebanyak 151 kasus dari target 250 kasus atau mencapai 60.4%. Hal ini
berarti bahwa penemuan kasus all case TB di Puskesmas Mangaran belum mencapai
target yang ditentukan . Capaian penemuan Kasus Baru (all case) TB Paru Di
Puskesmas Mangaran Tahun 2018 disajikan pada Gambar 3.7 berikut.

Gambar 3.7. Capaian Penemuan Kasus Baru TB Paru Tahun 2018

300

250

200

150

100

50

0
TARGET CAPAIAN

Sumber : Laporan Triwulan Penemuan Pasien TB (TB03 UPK)

Proporsi penemuan pasien TB BTA (+) di antara suspek merupakan prosentase


pasien BTA positif yang ditemukan di antara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya.
Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien serta
kepekaan menetapkan kriteria suspek.
Trend Angka Kesembuhan dan Angka Keberhasilan Pengobatan TB Paru
UPTD Puskesmas Mangaran Tahun 2018 disajikan pada Gambar 3.8 berikut.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 9
Gambar 3.8. Trend Angka Kesembuhan dan Angka Keberhasilan Pengobatan TB
Paru UPTD Puskesmas Mangaran Tahun 2017

120

100

80

60

40

20

0
target capaian %

Sumber : Laporan Triwulan Penemuan Pasien TB (TB08 UPK)

Angka kesembuhan penderita TB BTA Positif tahun 2017 merupakan data


penderita yang diobati pada tahun 2016 yang telah menyelesaikan seluruh pengobatan
di tahun 2017 dan dinyatakan sembuh oleh petugas. Dari sisi kesembuhan penderita
yang diobati, angka yang didapatkan tahun 2017 adalah 100%. Sedangkan untuk angka
keberhasilan (Success Rate) penderita TB BTA positif kasus baru di Kabupaten
Situbondo pada tahun 2017 sebesar 96%.
Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka untuk meningkatkan
angka kesembuhan Tuberculosis (TB), yaitu :
1. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dan pemberian suplemen vitamin bagi
penderita TB. Hal ini dikarenakan Sebagian besar penderita TB adalah golongan
ekonomi menengah ke bawah dan TB mengakibatkan nafsu makan menurun
sehingga diperlukan PMT berupa susu dan pemberian suplemen vitamin untuk
menaikkan berat badan sehingga penderita TB mempunyai status gizi yang baik.
2. Pelacakan kasus TB mangkir oleh petugas TB puskesmas apabila terdapat penderita
TB yang tidak datang mengambil obat. Pada saat pelacakan, penderita TB selalu
diberi motivasi ulang tentang pentingnya keteraturan minum obat sampai tuntas.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 10
3. Pembentukan Forum Paguyuban TB. Forum ini merupakan media untuk saling
berbagi informasi tentang TB sehingga terbentuk keterikatan sosial dan psikologis di
antara sesama penderita TB.
Kendala yang dihadapi dalam program penanggulangan penyakit TB yaitu:
Penemuan kasus di Poli umum sedikit yang mengarah ke terduga TB Paru yaitu batuk
lebih dari 2 minggu yang disertai demam, keluar keringat di malam hari tanpa
melakukan aktifitas dan BB turun
Rencana tindak lanjut dalam program penanggulangan TB yaitu :
1. Kolaborasi TB HIV sehingga terbentuk jejaring yang kuat antara program TB dan
HIV khususnya di rumah sakit dan Puskesmas.
2. Penyuluhan mengenai TB MDR dengan membentuk satgas anti TB MDR pada kader
kesehatan sehingga diharapkan satgas ini dapat memberikan informasi yang benar
tentang TB MDR kepada masyarakat dan dapat meminimalisir penolakan dari
masyarakat untuk berobat.
3. Kerjasama lintas program dan lintas sektor terkait dengan menghidupkan kembali
Gerdunas (Gerakan Terpadu Nasional) TB melalui MOU dengan Ormas keagamaan
(Aisyiah, Muslimat) dalam rangka ikut berpartisipasi pada program pengendalian
TB
4. Kerjasama dengan Dinas Sosial untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat TB
5. Pembentukan paguyuban TB setiap kecamatan dengan kegiatan Advokasi, Bina
Suasana dan Pemberdayaan masyarakat

6. Kusta
Sampai saat ini penyakit Kusta masih menjadi salah satu masalah kesehatan
masyarakat di Kabupaten Situbondo. Data Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur tahun
2016 menunjukkan bahwa Kabupaten Situbondo merupakan salah satu daerah endemis
kusta peringkat ke-5 dari 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur dengan prevalensi sebesar
2,51 per 10.000 penduduk setelah Kabupaten Probolinggo (2,56 per 10.000 penduduk),
Pamekasan (2,67 per 10.000 penduduk), Bangkalan (3,19 per 10.000 penduduk),
Kabupaten, Sampang (3,69 per 10.000 penduduk), dan Sumenep (4,38 per 10.000
penduduk).

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 11
Cakupan pemeriksaan kontak kusta baru pada tahun 2018 tercapai 100% dari
target 100%, Kasus kusta yang dilakuakan PFS secara rutin tercapai 100% dari target
100%, RFT penderita kusta tercapai 90% dari target 100%, Penderita baru pasca
pengobatan dengan score kecacatannya tidak bertambah atau tetap tercapai 100% dari
target 100%. Kasus DO kusta tercapai 100% dari target 100%, Proporsi tenaga
kesehatan kusta tersosialisasi tercapai 100% dari target 100%, Kader kesehatan kusta
tersosialisasi tercapai 100%
Gambar 3.9. Capaian Program Kusta
100
100 100
100 100 100
100 100
100 100
100 100
100
90 90
100
80
60
40
20 1
0

target
capaian

Sumber : Laporan Kohort Kusta

Permasalahan pokok yang ada dalam program pemberantasan penyakit Kusta


adalah masih tingginya tingkat penularan yang ada di masyarakat, hal ini dapat dilihat
dari tingginya proporsi pasien MB (Kusta Basah) yang sifat penularannya lebih cepat
dibandingkan dengan pasien Kusta Kering (PB). Selain itu, tingginya proporsi anak
yang menderita kusta MB juga mengindikasikan tingginya transmisi penularan penyakit
kusta. Masalah ini diperberat dengan masih tingginya stigma di kalangan masyarakat
dan sebagian petugas. Akibat dari kondisi ini sebagian penderita dan mantan penderita
dikucilkan sehingga sulit mengakses pelayanan kesehatan dan keadaan ini diperparah
dengan kondisi kesejahteraan dan hygene sanitasi pasien kusta yang masih
memprihatinkan.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 12
Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit kusta dilakukan melalui
peningkatan penemuan penderita secara aktif dan pasif serta pengobatan dengan MDT
(Multi Drug Therapy), sedangkan untuk mencegah kecacatan dan berrtambahnya
tingkat kecacatan pada penderita dilakukan pemeriksaan POD (Prevention of Disability)
setiap bulan selama masa pengobatan dan rehabilitasi medis. Strategi Program Jawa
Timur Eliminasi Kusta (JELITA) yang diterapkan Tahun 2017 adalah sbb:
1. SCORE (Sosialisasi, Cari penderita Kusta, Obati sesuai regimen sampai tuntas,
Rehabilitasi dan Evaluasi)
2. Koordinasi dengan Lintas OPD
3. Penguatan keterlibatan RSUD/UPT
4. Peningkatan Promotif Preventif SEMUA Stakeholder
5. Penguatan Layanan Komprehensif Berkesinambungan khusunya di PONKESDES

7. HIV/AIDS

AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala


penyakit akibat menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan virus HIV (Human
Immunodeficiency Virus). Akibat dari penurunan daya tahan tersebut penderita jadi
mudah terserang berbagai macam penyakit infeksi (Infeksi Oportunistik).
Kasus HIV dan AIDS diperoleh dari laporan klinik Voluntary Counseling and
Testing (VCT) di Rumah Sakit Abdoer Rahem serta klinik PITC (Provider Initiative
Testing and Conseling). Di kabupaten Situbondo pada tahun tahun 2017 tercatat 160
kasus baru HIV dan 59 kasus baru AIDS (Lampiran Profil Tabel 11).
Berdasarkan proporsi kelompok umur, kasus HIV/AIDS tahun 2017 di
Kabupaten Situbondo didominasi oleh kelompok umur seksual aktif dengan kasus
terbanyak pada kelompok usia 25-49 tahun, yakni sebesar 73% (159 kasus), kemudian
usia 20-24 tahun 12% (27 kasus), usia ≥50 tahun 9% (20 kasus), dan sisanya adalah usia
≤ 4 tahun 4% (8 kasus) (Lampiran Profil Tabel 11). Banyaknya kasus HIV AIDS pada
kategori usia produktif yaitu usia 20 - 56 tahun menunjukkan bahwa kategori usia ini
sangat rawan untuk menularkan penyakit HIV AIDS karena mereka sebagian besar
memiliki mobilitas/aktifitas yang tinggi. Gambar 3.11 di atas juga mengindikasikan
mulai ada pergeseran trend kelompok umur, terutama pada usia 20-24 tahun yang
kasusnya meningkat cukup signifikan di tahun 2017, yakni dari 18 kasus menjadi 27

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 13
kasus (meningkat 33,3%) dan juga 3 kasus kasus HIV pada anak usia 5-14 tahun yang
juga mulai muncul di tahun 2017. Artinya, kasus HIV AIDS sudah mulai merambah dan
terdeteksi di usia muda. Sedangkan dari proporsi jenis kelamin, kasus HIV/AIDS di
Kabupaten Situbondo tahun 2017 didominasi oleh perempuan, yakni sebesar 58% atau
127 kasus. Hal ini berbeda dengan tahun tahun sebelumnya yang biasanya didominasi
oleh laki-laki.
Permasalahan di lapangan terkait penemuan dan penanganan kasus HIV/AIDS
di Kabupaten Situbondo adalah sebagai berikut.
1. SDM belum terlatih untuk program PITC (Provider Initiatif HIV Testing dan
Conseling)
2. Pemenuhan Reagen HIV 1, 2 dan 3 belum memadai
3. Stigma masyarakat masih tinggi sehingga penderita HIV AIDS sering dikucilkan
4. Obat ARV masih terbatas sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan pasien yang
ada di Kabupaten situbondo
5. Kurangnya dukungan dari Stakeholder dan Partisipasi tokoh masyarakat terhadap
Program Pengendalian Penyakit HIV AIDS
6. Masih minimnya peran serta nyata dari lintas sektor (SKPD) terkait terutama dari
Kemenag, Disnaker dan Dinas Koperasi dan UKM.
Upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang sudah dilakukan di
Kabupaten Situbondo adalah sbb:
1. penyuluhan masyarakat,
2. pendampingan kelompok beresiko tinggi dan intervensi perubahan perilaku,
3. layanan konseling dan testing HIV,
4. pengobatan dan pemeriksaan berkala penyakit menular seksual (IMS),
5. pengamanan donor darah,
6. kerjasama dengan Dinsos dalam pemberdayaan ekonomi kreatif berbasis rumah
tangga dan kegiatan lain yang menunjang pemberantasan HIV/AIDS.
7. Melakukan pemeriksaan HIV kepada orang berisiko terinfeksi HIV, yakni ibu hamil,
pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan
lembaga pemasyarakatan
Terkait poin no. 7 merupakan kewajiban pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemeriksaan HIV sesuai standar kepada setiap orang berisiko
terinfeksi HIV, yakni ibu hamil, pasien TB, pasien IMS, waria/transgender, pengguna

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 14
napza, dan warga binaan lembaga pemasyarakatan. Hal ini berdasarkan amanat
Permenkes No. 43 Tahun 2016 tentang SPM (Standar Pelayanan Minimal). Hasil
pemeriksaan HIV orang-orang berisiko terinfeksi HIV di Kabupaten Situbondo tahun
2017 adalah sbb:
1. Pemeriksaan HIV AIDS pada ibu hamil sebesar 78,39% dari target 100% atau 7.760
ibu hamil diperiksa dari 9.899 sasaran ibu hamil.
2. Pemeriksaan HIV AIDS pada pasien TB sebesar 63,20% dari target 100% atau 785
pasien TB diperiksa dari 1.242 sasaran pasien TB.
3. Pemeriksaan HIV AIDS pada Waria/Transgender, Pengguna NAPZA dan warga
binaan Lembaga Pemasyarakatan sebesar 40,75% dari target 100% atau 295 dari
724 sasaran.
4. Total Pemeriksaan HIV AIDS pada orang-orang berisiko terinfeksi HIV adalah
74,50% dari target 100% atau 8.840 dari 11.865 sasaran.

8. Diare

Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare adalah penyebab nomor
satu kematian balita di seluruh dunia. Sedangkan di Indonesia, diare adalah pembunuh
balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara UNICEF
(Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak) memperkirakan bahwa, setiap
30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena Diare. Di Indonesia, setiap tahun
100.000 balita meninggal karena diare.
Berdasarkan hasil survei Sub Direktorat Diare dan Infeksi Saluran
Pencernaan (ISP) Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan (P2PL) Kementerian Kesehatan RI, Angka Kesakitan Diare pada Balita
tahun 2015 adalah 843 per 1.000 Balita.
Jumlah penderita diare pada Balita yang di tangani di sarana kesehatan
Kabupaten Situbondo tahun 2017 sebesar 5.867 kasus dari 7.568 perkiraan kasus diare
atau sebesar 77,53% (Lampiran Profil Tabel 13). Target Pelayanan Diare adalah 100%,
sehingga dapat disimpulkan bahwa pelayanan Diare Balita belum mencapai target.
Walaupun angka kabupaten belum mencapai target, namun sudah ada beberapa
kecamatan yang memenuhi target 100% penanganan Diare Balita, yakni Kecamatan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 15
Panarukan (123,06%), Jatibanteng (111,59%), Mangaran (106,64%), Besuki (103,52%),
dan Sumbermalang (100,12%) seperti disajikan pada Gambar berikut.

Gambar 3.14. Cakupan Penemuan dan Penanganan Diare Balita Kabupaten


Situbondo Tahun 2017

Cakupan pelayan diare pada balita dapat dilihat pada gambr 3.15 sebagai berikut:
Gambar 3.15. Cakupan Pelayanan Diare Balita Tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 16
CAKUPAN PELAYANAN
PUSKESMAS DIARE BALITA
200
LUAR KECAMATAN MANGARAN
128

100
127
100

103 131
TREBUNGAN 0 T.KAMAL

126 123
132

SEMIRING T.GLUGUR TARG


ET

T.PECINAN

Cakupan pelayanan diare balita di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018


adalah 128% dari target 100%. Capaian ini sudah melebihi target yang telah di
tetapkan.
Tata laksana program Diare pada Balita yang berkualitas melalui Lintas Diare
(Lima Langkah Tuntaskan Diare) sbb:
1. Pemberian Oralit untuk mencegah dan mengatasi
dehidrasi. Di Kabupaten Situbondo semua penderita
Diare Balita tahun 2017 mendapatkan oralit, yakni
dari 5.867 penderita dikali 6 sachet oralit = 35.202
sachet. Dari 5.867 penderita Diare Balita tahun 2017
yang diinfus sebanyak 209 balita atau sebesar 3,56%.
Angka ini sudah melebihi angka toleransi 1%,
padahal semua penderita Diare sudah mendapatkan
oralit yang harusnya bisa menekan kejadian dehidrasi
karena infus hanya diberikan pada penderita diare dengan dehidrasi berat. Hal ini

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 17
kemungkinan disebabkan oralit yang sudah diberikan oleh petugas hanya diterima
saja dan tidak dikonsumsi oleh pasien
2. Pemberian sirup Zinc sesuai umur selama 10 hari berturut-turut kepada balita
dengan target 80%. Zinc dapat mengurangi lama dan beratnya Diare, mencegah
berulangnya Diare selama 2-3 bulan dan mengembalikan nafsu makan anak.
Di Kabupaten Situbondo dari 5.867 penderita Diare Balita tahun 2017 yang
mendapat sirup Zinc sebanyak 3.523 balita atau sebesar 60,05%. Angka ini belum
mencapai target 80% yang sudah ditetapkan sehingga ke depannya perlu adanya
perbaikan.
3. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada
waktu anak sehat, untuk mencegah kehilangan berat badan serta pengganti nutrisi
yang hilang.
4. Antibiotik hanya diberikan pada diare berdarah, kolera dan diare dengan masalah
lain.
5. Segera kembali ke petugas kesehatan jika ada demam, tinja berdarah, muntah
berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus diare makin sering atau belum
membaik dalam 3 hari.

Tata laksana penderita Diare yang tepat diharapkan dapat mencegah terjadinya
dehidrasi berat yang bisa berujung pada kematian. Meningkatnya akses masyarakat
terhadap sarana sanitasi dan peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
untuk pencegahan Diare diharapkan dapat menurunkan angka kesakitan Diare dengan.
Upaya yang dilakukan adalah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga
semua sektor dan masyarakat luas. Salah satu kegiatan berkesinambungan yang
dilakukan adalah dengan memberikan pendidikan dan informasi atau penyuluhan dari
berbagai sumber media. Keterlibatan kader juga mendukung dalam pelayanan penderita
Diare, terutama untuk meningkatkan penggunaan rehidrasi oral, yakni Oralit maupun
cairan rumah tangga.

3.2.2 Penyakit Menular Bersumber Binatang

a. Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
merupakan salah satu penyakit menular yang sampai saat ini masih menjadi masalah
Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran
Page 18
kesehatan masyarakat. Sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) karena
penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian.Penyakit DHF
disebabkan oleh virus Dengue yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes
Aegypti dan Aedes Albopictus yang hidup digenangan air bersih di sekitar rumah.
Nyamuk ini mempunyai kebiasaan menggigit pada saat pagi dan sore hari, umumnya
kasus mulai meningkat pada musim penghujan.
Penemuan kasus DBD di Kecamatan Mangaran tahun 2018 sebanyak 6 kasus.
Desa dengan penemuan kasus DBD tertinggi tahun 2018 terjadi di Desa Tanjung
Pecinan yang mencapai 2 kasus, untuk Desa Semiring,Tanjung Kamal,Trebungan dan
Mangaran masing-masing 1 kasus. Untuk Desa Tanjung Glugur tidak terdapat kasus.

Gambar 3.16 Penderita Kasus Demam Berdarah Yang Ditangani Dipuskesmas


Mangaran Tahun 2018
TARGET CAPAIAN JUMLAH KASUS

100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0 100.0
100.0

6
1 0 1 1 1 2

MANGARAN T.GLUGUR TREBUNGAN T.KAMAL SEMIRING T.PECINAN PUSKESMAS

Sumber: Laporan Bulanan Penderita DB/DBD/DSS

Hambatan di lapangan terkait program penanganan DBD di Kabupaten


Situbondo adalah sebagai berikut:
a. Pemeliharaan mesin fogging yang kurang dipahami dan tidak diperhatikan sehingga
banyak yang rusak
b. SOP Tatalaksana P2 DBD belum maksimal dilaksanakan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 19
c. Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk melaksanakan Gerakan 3 M
(Menutup, Menguras dan Memanfaatkan kembali/daur ulang)
d. Masih kurangnya koordinasi dan peran lintas program dan lintas sektor
e. Adanya persepsi bahwa masalah DBD hanya menjadi masalah sektor kesehatan
Upaya pemberantasan DBD dititikberatkan pada penggerakan masyarakat
untuk dapat berperan serta dalam pemberantasan sarang nyamuk (gerakan 3 M plus),
pemantauan angka bebas jentik (ABJ) serta pengenalan gejala DBD dan penanganannya
di rumah tangga. Kegiatan yang telah dilakukan oleh Kabupaten Situbondo untuk
menurunkan angka kesakitan DBD di Kabupaten Situbondo adalah dengan
Pembentukan Kawasan Bebas Jentik melalui pembentukan kader terlatih DBD atau
Jumantik, Pelatihan kader PSN sekolah dan program satu rumah satu jumantik terutama
untuk daerah yang endemis DBD yang sudah direalisasikan di tahun 2017.

3.2.3 Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)

a. Difteri

Difteri merupakan kasus “Re Emerging Disease” di Jawa Timur karena kasus
Difteri sebenarnya sudah menurun pada tahun 1985, namun kembali meningkat pada
tahun 2005 saat terjadi KLB di Bangkalan. Dan sejak itu, penyebaran Difteri semakin
meluas dan mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebanyak 300 kasus dengan 21
kematian dan Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang kasus Difteri terbesar di
Indonesia (74%) bahkan di dunia. Gubernur Jawa Timur menyatakan Propinsi Jatim
saat ini berstatus KLB Difteri karena penyakit yang disebabkan bakteri itu menyebar di
14 kabupaten dan kota. Untuk penanganan kasus dan memutus rantai difteri, Pemprov
Jatim mengalokasikan anggaran Outbreak Response Immunization (ORI) dengan skema
pembiayaan sharing antara provinsi dan daerah masing-masing 50 persen. ORI Difteri
merupakan kegiatan vaksin imunisasi pada anak berusia 1-19 tahun di seluruh Jatim
sebanyak 10.717.765 orang. Imunisasi diberikan sebanyak tiga kali dengan interval 5
bulan.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 20
Penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo mulai muncul tahun 2010 dan
mencapai puncaknya pada tahun 2012. Bahkan, jumlah kasus Difteri di Kabupaten
Situbondo tahun 2012 adalah yang tertinggi di Jawa Timur, yakni sebanyak 129 kasus
dengan jumlah kematian sebanyak 7 orang (Case Fatality Rate 5,43%) dan ketujuh
penderita Difteri yang meninggal tersebut sebelumnya tidak pernah mendapatkan
imunisasi Difteri. Kemudian di tahun 2013 terjadi penurunan kasus Difteri yang cukup
signifikan, yakni dari 129 kasus menjadi 16 kasus dengan kematian sebanyak dua orang.
Pada tahun 2014 kasus Difteri kembali meningkat menjadi 19 kasus dan di tahun 2015
kembali mengalami penurunan menjadi 8 kasus dan satu diantaranya meninggal
(Kecamatan Kendit). Di tahun 2016 kasus Difteri menurun menjadi 7 kasus dan di tahun
2017 kembali menurun menjadi 6 kasus namun sayang ada satu orang yang meninggal
dunia, yakni pasien di Kecamatan Sumbermalang. Enam kasus difteri tahun 2017
tersebar di enam kecamatan, yakni Kecamatan Sumbermalang, Banyuglugur,
Situbondo, Mangaran, Arjasa, dan Mangaran (Lampiran Profil Tabel 19).
Gambar 3.19. di bawah ini menyajikan perkembangan penyakit Difteri di
Kabupaten Situbondo dari tahun 2008 s.d 2017.

Gambar 3.19. Perkembangan Penyakit Difteri di Kabupaten Situbondo Tahun


2008 s.d. 2017

Sumber : Laporan Program Surveilans Difteri Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo

Upaya yang dilakukan untuk menekan kasus Difteri adalah dengan melakukan
imunisasi dasar pada bayi dengan vaksin Difteri-Pertusis-Tetanus dan Hepatitis B HIB
(Pentavalen). Vaksin tersebut diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 21
dan 4 bulan serta booster satu kali pada usia 18 bulan s.d 3 tahun. Selain itu, karena
terjadi lonjakan kasus pada anak usia sekolah maka imunisasi tambahan Tetanus Difteri
(TD) juga diberikan pada anak Sekolah Dasar (SD) sederajat kelas 4-6 dan Sekolah
Menengah Pertama (SMP) serta ORI pada daerah yang terkena kasus Difteri.

3.2.4 Penyakit Tidak Menular

Indonesia mengalami transisi Epidemiologi, yakni mengalami pergeseran tren


penyakit, yakni  dari penyakit menular berbahaya (PMB) ke penyakit tak menular
(PTM).  Pada tahun 1990-an, penyakit terbanyak adalah PMB, kemudian di tahun 2000
ke atas, mulai bergeser ke PTM. Sejak tahun 2010 PTM menjadi penyebab terbesar
kematian dan kecacatan.

Sepuluh penyebab kematian utama (semua umur) hasil Sample Registration


System (SRS) Indonesia tahun 2014 menunjukkan bahwa 6 dari 10 penyakit tersebut
adalah PTM, yakni Stroke di peringkat pertama (21,1%), Jantung Koroner di peringkat
kedua (12,9%), Diabetes Mellitus dengan komplikasi di peringkat ketiga (6,7%),
Hipertensi dengan komplikasi di peringkat kelima (5,3%), Penyakit Paru Obstruksi
Klinis di peringkat keenam (4,9%) dan kecelakaan lalu lintas di peringkat kedelapan
(2,6%). Sedangkan beban PTM pada usia >15 tahun adalah Hipertensi (25,8% atau 42,1
juta jiwa), obesitas sentral (26,6% atau 44,3 juta jiwa) dan Diabetes Mellitus (6,9% atau
8,10 juta jiwa) stroke (1,21% atau 1,2 juta jiwa),
Selain transisi epidemiologi, Indonesia juga mengalami masa transisi gizi,
yakni permasalahan gizi tidak hanya gizi kurang/gizi buruk, Balita pendek/balita kurus
saja tetapi juga masalah gizi lebih, kegemukan dan obesitas baik pada anak-anak,
remaja maupun dewasa yang merupakan faktor risiko terjadinya PTM.
Hasil Riskesdas 2007 dan Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa faktor risiko
PTM di Indonesia cukup tinggi, yakni 26,1% penduduk Indonesia kurang aktivitas fisik,
93,5% penduduk usia >10 tahun di Indonesia kurang mengkonsumsi buah dan sayur,
36,3% penduduk Indonesia usia >15 tahun merokok dan 4,6% penduduk mengkonsumsi

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 22
alkohol. Semua faktor risiko tersebut terkait dengan perilaku atau gaya hidup yang akan
menjadi masalah jika tidak segera diperbaiki. Tanpa upaya yang kuat dengan Gaya
Hidup Sehat (GHS), tren peningkatan PTM ke depan masih akan terjadi. Sayangnya
sebagian besar masyarakat tidak mengerti dan tidak menyadari bahwa dirinya memiliki
faktor risiko PTM sehingga perlu upaya yang adekuat dari Pemerintah untuk menekan
penambahan kasus PTM, salah satunya melalui skrining PTM terutama pada usia ≥15
tahun dan pelayanan kesehatan kepada masyarakat penderita PTM seperti Hipertensi
dan Diabetes sesuai standar yang sudah diatur dalam Permenkes No.43 tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal.
Berikut ini akan dibahas beberapa penyakit tidak menular seperti, Obesitas,
Hipertensi, Diabetes dan Ca Cervix.

a. Hipertensi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu keadaaan dimana tekanan darah
sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih
besar atau sama dengan 90 mmHg (Joint National Committee on Prevention Detection,
Evaluation and Treatment of High Blood Pressure VII/JNC-VII, 2003). Setiap
Penduduk berusia >15 tahun wajib dilakukan pengukuran tekanan darah minimal satu
tahun sekali. Pengukuran dapat dilakukan di dalam unit pelayanan kesehatan primer,
pemerintah maupun swasta, di dalam maupun di luar gedung.
Hasil skrining pada usia 15-59 tahun di Kabupaten Situbondo tahun 2017
menunjukkan dari 158.503 penduduk yang diperiksa 37.544 diantaranya menderita
Hipertensi atau sebesar 23,69%. Proporsi kejadian Hipertensi berdasarkan gender pada
laki-laki sebesar 24,25% (dari 66.571 yang diperiksa 16.144 diantaranya menderita
Hipertensi) dan pada perempuan sebesar 23,28%, (dari 91.932 perempuan yang
diperiksa 21.400 diantaranya menderita Hipertensi). Proporsi penyakit Hipertensi per
Kecamatan dapat dilihat pada Lampiran Profil Tabel 25.

b. Diabetes

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 23
Setiap Penduduk berusia >15 tahun wajib dilakukan deteksi kemungkinan
Diabetes menggunakan tes cepat gula darah minimal satu tahun sekali. Pengukuran
dapat dilakukan di dalam unit pelayanan kesehatan primer, pemerintah maupun swasta,
di dalam maupun di luar gedung.
Setiap penderita Diabetes Melitus wajib mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar. Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban untuk memberikan
pelayanan kesehatan sesuai standar kepada seluruh penyandang Diabetes Melitus
sebagai upaya pencegahan sekunder di wilayah kerjanya (Permenkes No 43 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Minimal). Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
penyandang DM di FKTP sesuai standar meliputi 4 (empat) pilar penatalaksanaan
sebagai berikut: a) Edukasi b) Aktifitas fisik c) Terapi nutrisi medis dan d) Intervensi
farmakologis. Selain itu, setiap penyandang DM yang mendapatkan pelayanan sesuai
standar termasuk juga pemeriksaan HbA1C.

Hasil skrining pada usia 15-59 tahun di Kabupaten Situbondo tahun 2017
menunjukkan dari 158.503 penduduk yang berkunjung ke fasilitas kesehatan hanya
5.236 diantaranya menderita Diabetes atau sebesar 3,3%. Sedangkan hasil skrining pada
lansia menunjukkan dari 69.850 lansia yang diperiksa 2.328 diantaranya menderita
Diabetes atau sebesar 3,3%. Dengan demikian diketahui bahwa total penderita Diabetes
di Kabupaten situbondo tahun 2017 sebesar 7.564 dari 228.353 sasaran atau 3,31%.
Namun, angka ini sebenarnya kurang menggambarkan kondisi Kabupaten Situbondo
karena masih jauh dari angka perkiraan Diabetes hasil Riskesdas tahun 2007, yakni
sebesar 6,9% atau 37.120 penderita Diabetes. Rendahnya penemuan kasus Diabetes di
Kabupaten Situbondo dikarenakan data yang tercatat saat ini hanya bersumber dari
Puskesmas dan jaringannya, sedangkan data dari rumah sakit, klinik swasta,
Laboratorium swasta dan praktek dokter swasta belum terjaring.

3.2.5 Gambaran Penyakit Di Puskesmas

Penyakit yang paling banyak terjadi di Puskesmas Mangaran Kabupaten Situbondo


adalah ISPA, yakni sebanyak 90.501 kasus, kemudian di peringkat kedua Influenza sebanyak
88.417 kasus dan di peringkat ketiga Gastritis sebanyak 64.131 kasus. Gambar 3.22 di bawah

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 24
ini menyajikan gambaran Kasus Sepuluh Penyakit Terbanyak di Puskesmas Kabupaten
Situbondo Tahun 2018.

Gambar 3.22 Sepuluh Penyakit Terbanyak tahun 2018

10 PENYAKIT TERBANYAK
843
800
644
600 512 498 466
400 355
282
180 166 160
200
0

Sumber: Laporan LB1 Puskesmas


3.2.6 Balita Gizi Buruk (BB/TB)

Balita dikatakan mengalami gizi buruk jika status gizinya berdasarkan indeks
berat badan (BB) menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan (BB) menurut
tinggi badan (BB/TB) dengan Z-score <-3 SD (sangat kurus) dan/atau terdapat tanda-
tanda klinis gizi buruk lainnya (marasmus, kwashiorkor, dan marasmus-kwasiorkor).
Data Balita Gizi buruk dapat diperoleh dari laporan masyarakat, kader posyandu,
maupun kasus-kasus yang langsung dibawa ke tempat-tempat pelayanan kesehatan yang
ada, seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Balita gizi buruk (sangat kurus) dikatakan
mendapat pelayanan sesuai standar jika mendapat pelayanan rawat inap maupun rawat
jalan (sesuai tata laksana gizi buruk) di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.
Pada tahun 2018 jumlah kasus gizi yang ditemukan di Kecamatan Mangaran
tercatat sebanyak 5 kasus yang terbanyak di Desa Tanjung Kamal. Dari enam desa yang
ada hanya terdapat dua desa dimana tidak ditemukan kasus gizi buruk yaitu desa
Mangaran dan Trebungan. Gambar berikut menggambarkan capaian Balita Gizi Buruk
Mendapat Perawatan Sesuai Standar Tatalaksana Gizi Buruk

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 25
Gambar 4.26 Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Sesuai Standar Tatalaksana Gizi
Buruk

Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Sesuai


Standar Tatalaksana Gizi Buruk
6

5
5
4

2
2
1
1 1 1
0 0
0
PUSKESMAS MANGARAN T.KAMAL T.GLUGUR T.PECINAN SEMIRING TREBUNGAN

Sumber : Laporan LB3 Gizi

Dari 5 kasus gizi buruk di Kecamatan Mangaran seluruhnya (100%) telah


ditangani sesuai dengan TLAGB (Tata Laksana Anak Gizi Buruk), yaitu dengan
pemberian PMT, rujukan ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi, perawatan di TFC,
kontrol kesehatan dan terapi serta edukasi di RPG dan belajar pembuatan makanan yang
bergizi di TPG. Haal-hal yang sudah dilakukan oleh Kabupaten Situbondo untuk
menekan kejadian kasus gizi burk adalah optimalisasi TPG, TFC, RPG pemberian
makanan tambahan, suplementasi, peningkatan surveilans, pemantapan kinerja petugas
dalam penatalaksanaan gizi buruk (respon cepat).
a) TFC (Theurapeutic Feeding Center) sebagai tempat perawatan dan pengobatan anak
gizi buruk secara intensif di ruangan khusus dan ibu /keluarga ikut aktif terlibat.
b) TPG (Taman Pemulihan Gizi) yang bertujuan mendekatkan pelayanan gizi untuk
mencegah gizi buruk dan intervensi BGM, 2T dan Gizi kurang dengan pemecahan
masalah yang sudah ada di masyarakat dan pemberdayaan masyarakat
c) sarasehan kelompok pendukung ASI yang mendukung ibu untuk percaya diri
memberikan ASI dan menjaga kelangsungan menyusui dan menurunkan
prevalensi balita pendek
d) Pelayanan gizi terintegrasi di RPG (Rumah Pemulihan Gizi) dengan semboyan
Situbondo Anti Stunting, yakni pemberian Fe dan Asam Folat untuk mencegah

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 26
anemia, Penguatan ASI Ekslusif, pemberdayaan KADARZI (Keluarga Sadar Gizi)
dan penanggulangan KEP, GAKY dan KVA.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 27
BAB 4
SITUASI UPAYA KESEHATAN

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilakukan upaya


pelayanan kesehatan yang melibatkan masyarakat sebagai individu dan masyarakat
sebagai bagian dari kelompok atau komunitas. Upaya kesehatan mencakup upaya-upaya
pelayanan kesehatan, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan
penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan
penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan
alat kesehatan, penanggulangan bencana dan sebagainya. Upaya kesehatan di
Kabupaten Situbondo tergambar dalam uraian di bawah ini.
Upaya pelayanan kesehatan di Puskesmas merupakan Upaya pelayanan
kesehatan dasar dan merupakan langkah awal dalam memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar yang cepat, tepat dan efektif
diharapkan dapat mengatasi sebagian masalah kesehatan masyarakat. Pada uraian
berikut dijelaskan jenis pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan di sarana
pelayanan kesehatan.

6.1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan


bahwa upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta dapat mengurangi angka kematian
ibu sebagai salah satu indikator Renstra dan MDGs. Upaya kesehatan ibu sebagaimana
dimaksud pada Undang-Undang tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif.
Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan kegiatan prioritas
mengingat terdapat indikator dampak, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah,
khususnya pembangunan kesehatan. Indikator ini juga digunakan sebagai salah satu
pertimbangan dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 28
Untuk melihat kinerja kesehatan ibu dan anak, maka perlu untuk melihat secara
keseluruhan indikator kesehatan ibu dan anak, yaitu :

6.1.1. Pelayanan Ibu Hamil K4

K4 adalah gambaran besaran ibu hamil yang telah mendapatkan pelayanan ibu
hamil sesuai dengan standar serta paling sedikit empat kali kunjungan, dengan distribusi
sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester dua dan dua kali pada trimester ke
tiga. Angka ini dapat dimanfaatkan untuk melihat kualitas pelayanan kesehatan pada ibu
hamil dan merupakan salah satu jenis pelayanan dasar Standar Pelayanan Minimal
(SPM) bidang kesehatan berdasrakan Permenkes No 43 Tahun 2016 yang wajib
dipenuhi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, tareget
pencapaian pelayanan ibu hamil K4 adalah sebesar 100%. Cakupan K4 di UPTD
Puskesmas Mangaran dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut.

PELAYANAN KESEHATAN UNTUK IBU HAMIL (K4)


PUSKESMAS
200

TREBUNGAN MANGARAN
93.0
100 121.2
101.1

87.7 0 76.0

SEMIRING 80.9 T.KAMAL


100.0

TARG
ET
T.PECINAN T.GLUGUR
Gambar 4.2. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

Sumber: Laporan bulanan PWS KIA


Berdasarkan Gambar 4.2 di atas diketahui bahwa Cakupan Pelayanan
Kesehatan Bumil (K4) di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018 tercapai 93% dari

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 29
target 100%. Capaian ini belum memenuhi target karena adanya ibu hamil Abortus dan
ibu hamil pindah dan K1 akses,adapun capaian yang tertinggi adalah Desa Mangaran
(121,2%) dan capaian yang terendah Desa T.Kamal (76%)
Hal ini berarti bahwa masih perlu adanya peningkatan kinerja untuk
meningkatkan capaian target yang telah ditetapkan sbb:
1. Sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya pemeriksaan kehamilan sedini
mungkin
2. Peningkatan pengetahuan ibu hamil melalui kelas ibu hamil
3. Kunjungan rumah pada ibu hamil yang Drop Out dengan melibatkan peran kader
4. Pemanfaatan dana BOK untuk pendataan /mapping ibu hamil
5. Peningkatan kinerja bidan penanggung jawab wilayah untuk bekerja sama dengan
DPS dan BPS terkait pelaporan program
6. Meningkatkan status gizi ibu hamil, terutama yang mengalami KEK dan dengan
sosial ekonomi rendah dengan memberikan PMT pada bumil (Th 2017 ada 1302
KEK dr 9899 bumil atau sebesar 13,15% dan yg mendapat PMT sebanyak 1078 atau
82,8 %)

6.1.2. Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di


Fasilitas Kesehatan

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (bidan, dokter dan atau dokter
spesialis kebidanan) di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta merupakan salah
satu jenis pelayanan dasar Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan
berdasarkan Permenkes No 43 Tahun 2016 yang wajib dipenuhi oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota kepada setiap warganya tanpa terkecuali. Dengan demikian,
target pencapaian pelayanan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan adalah sebesar 100%.

Gambar 4.4. Cakupan Pertolongan Persalinan Tenaga Kesehatan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 30
PELAYANAN PERSALINAN OLEH
PUSKESMAS
TENAGA KESEHATAN
200

TREBUNGAN MANGARAN
100.0
108.2 100 115.6

85.2 0 88.0

SEMIRING 90.0 T.KAMAL


118.2

TARGE
T
T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber : Laporan bulanan PWS dan LB3 KIA

Cakupan Pelayanan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Puskesmas Mangaran pada


tahun 2018 100% dari target 100%. Capaian ini sudah memenuhi target yang sudah
ditetapkan ,adapun capaian yang tertinggi adalah Desa T.Glugur (118,2%) dan capaian yang
terendah Desa Semiring (85,2%)
Untuk cakupan Pelayanan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan di Fasilitas
Kesehatan Puskesmas Mangaran pada tahun 2018 100% dari target 100%. Capaian ini
sudah memenuhi target yang sudah ditetapkan,adapun capaian yang tertinggi adalah
Desa T.Glugur (118,2%) dan capaian yang terendah Desa Semiring (85,2%), untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Gambar 4.5 Cakupan Pelayanan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Di Fasilitas


Kesehatan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 31
PELAYANAN PERSALINAN OLEH
TENAGA KESEHATAN DI FASILITAS KESEHATAN
PUSKESMAS
200

TREBUNGAN MANGARAN
100.0
108.2 100 115.6

85.2 0 88.0

SEMIRING 90.0 T.KAMAL


118.2

TARGE
T
T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber : Laporan bulanan PWS dan LB3 KIA Puskesmas Se-Kabupaten Situbondo

6.1.3. Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir

Setiap bayi baru lahir wajib mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar.
Pemerintah Daerah Kabupaten wajib memberikan pelayanan kesehatan bayi baru lahir
kepada semua bayi di wilayah kerjanya. Hal ini sesuai amanah Permenkes No 43 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang menyebutkan bahwa Pelayanan
Kesehatan Bayi Baru Lahir merupakan salah satu jenis pelayanan dasar bidang
kesehatan. Dengan demikian, target Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir adalah
sebesar 100%.
Bayi usia kurang dari satu bulan (0-28 hari) merupakan golongan umur yang
rentan gangguan kesehatan. Upaya untuk mengurangi resiko tersebut adalah melalui
pelayanan kesehatan pada neonatus (bayi baru lahir) minimal tiga kali yaitu satu kali
pada 6-48 jam setelah lahir (disebut KN1), satu kali pada usia 3-7 hari dan satu kali
pada usia 8 – 28 hari atau disebut KN lengkap. Pelayanan yang diberikan meliputi
Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pencegahan infeksi berupa perawatan mata (salep mata),
perawatan tali pusat, pemberian vitamin K1 injeksi apabila tidak diberikan pada saat
lahir, pemberian imunisasi Hepatitis B (HB0) dan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi
Muda).
Cakupan kunjungan neonatus dapat dilihat pada Gambar 4.9 berikut.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 32
Gambar 4.9 Cakupan Kunjungan Neonatus Tahun 2018

PELAYANAN KESEHATAN NEONATUS PERTAMA


(KN1) PUSKESMAS
200

TREBUNGAN MANGARAN
107.9
114.7 100 121.0

94.1 0 94.3

SEMIRING T.KAMAL
101.2
127.5

TARGE
T
T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber: Laporan Bulanan PWS KIA

Berdasarkan Gambar 4.9 di atas diketahui bahwa Cakupan Pelayanan


Kesehatan Neonatus Pertama (KN1) di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018 tercapai
107,9% dari target 100%. Capaian ini sudah memenuhi target yang sudah ditetapkan
,adapun capaian yang tertinggi adalah Desa T.Glugur (127,5%) dan capaian yang
terendah Desa Semiring (94,1%)
6.1.4. Pelayanan Kesehatan Balita

Pelayanan kesehatan Balita termasuk salah satu jenis pelayanan dasar Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan berdasarkan Permenkes No. 43 tahun 2016.
Dengan demikian, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan pelayanan
kesehatan sesuai standar kepada semua Balita di wilayah kerjanya. Yang dimaksud
pelayanan kesehatan Balita seuai standar adalah pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada anak usia 0-59 bulan dan dilakukan oleh bidan dan atau perawat dan atau
dokter/DLP dan atau dokter spesialis anak yang memiliki Surat Tanda Register (STR)

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 33
dan diberikan di fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dan UKBM. Pelayanan
kesehatan Balita meliputi : Penimbangan Minimal 8 kali setahun, pengukuran
panjang/tinggi badan minimal 2 kali setahun, pemberian kapsul vitamin A dua kali
setahun dan pmberian imunisasi dasar lengkap.
Cakupan pelayanan kesehatan balita tahun 2018 disajikan pada Gambar berikut.

PELAYANAN KESEHATAN
PUSKESMAS ANAK BALITA
200

TREBUNGAN MANGARAN
112.1
100
100
105.0
100 105.8
100

113.9
100 0 100
116.0

SEMIRING T.KAMAL
100 100
110.4
120.4

TARGE
T.PECINAN T.GLUGUR T

Gambar 4.15. Cakupan Pelayanan Kesehatan Balita Tahun 2018

Sumber: Laporan bulanan PWS KIA

Cakupan Kesehatan Anak Balita di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018


tercapai 112,1% dari target 100%. Capaian ini sudah memenuhi target yang sudah
ditetapkan.
Adapun capaian tertinggi pada Desa T.Pecinan (120,4%) dan capaian terendah
pada Desa Trebunan (105%)

6.2. Penjaringan Kesehatan Pada Usia Pendidikan Dasar

Penjaringan Kesehatan Pada Usia Pendidikan Pendidikan Dasar merupakan


salah satu dari 12 pelayanan dasar yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 34
kabupaten/kota berdasarkan Permenkes No. 43 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Minimal (SPM). Setiap anak usia pendidikan dasar, yakni Siswa Kelas 1 dan Kelas 7
wajib mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar minimal satu kali dalam setahun
yang dilakukan oleh Puskesmas. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar
dilakukan oleh tenaga kesehatan atau tenaga terlatih atau guru Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) atau dokter kecil.
Standar pelayanan penjaringan kesehatan adalah pelayanan yang meliputi :
a) Penilaian status gizi (tinggi badan, berat badan, tanda klinis anemia);
b) Penilaian tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi dan napas);
c) Penilaian kesehatan gigi dan mulut;
d) Penilaian ketajaman indera penglihatan dengan poster snellen;
e) Penilaian ketajaman indera pendengaran dengan garpu tala.

Gambar 4.17 Cakupan Penjaringan Kesehatan Tahun 2018


CAPAIAN PENJARINGAN KESEHATAN TAHUN 2018
PUSKESMAS
100
100
TREBUNGAN 100 100 MANGARAN

50

100 100
SEMIRING 0 TJ. KAMAL 1

100 100

TJ. PECINAN TJ. KAMAL 2


100

Sumber : Laporan Program Kesehatan Anak, Remaja

Pencapaian Penjaringan Kesehatan untuk semua desa di Kecamatan Mangaran


tercapai 100% dari target 100 %.
Hal ini dikarenakana adanya kerjasama yang baik antara penanggungjawab program
dengan lintas program dan lintas sektor yaitu pihak sekolah baik Kepala Sekolah
maupun Guru UKS/ Guru Olah Raga yang di mana dalam pelaksanaan kegiatan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 35
penjaringan kesehatan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan berkala bagi murid yang
pada saat penjaringan kesehatan sedang sakit atau tidak masuk sekolah

6.3. Pelayanan Imunisasi

Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemutusan


mata rantai penularan pada penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I).
Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi adalah angka
UCI (Universal Child Immunization).
Pada awalnya UCI dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi lengkap
minimal 80% untuk tiga jenis antigen yaitu DPT3, Polio dan campak. Namun sejak
tahun 2003, indikator perhitungan UCI sudah mencakup semua jenis antigen. Bila
cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu wilayah tertentu, berarti dalam wilayah
tersebut juga tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat terhadap penularan
PD3I (Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi). Adapun sasaran program
imunisasi ádalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, WUS dan murid SD. Upaya peningkatan
kualitas imunisasi dilaksanakan melalui kampanye, peningkatan skill petugas imunisasi,
kualitas penyimpanan vaksin dan sweeping sasaran.

Gambar 4.18 Cakupan Desa/Kelurahan UCI Tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 36
UCI DESA
PUSKESMAS
200

TREBUNGAN MANGARAN
103.2
100 125.0
101.3

95.1 0 111.1
SEMIRING 84.7 T.KAMAL
109.9

TARGET
CAPAIAN
T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber : Laporan Bulanan Imunisasi Puskesmas

Cakupan UCI desa di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018 tercapai 66,7%
dari target 100%. Capaian ini belum memenuhi target, namun ada 4 desa yang sudah
memenuhi target antara lain Desa Mangaran (100%), T.glugur (100%), T.kamal
(100%), Trebungan (100%). Tetapi masih 2 desa yang belum mencapai UCI yaitu
desa Semiring (95%) dan Pecinan (85%) . Hal ini disebabkan oleh adanya adanya ibu
yang menolak (78%) d.an bayi yang resiko (10%) , lain-lain (12%).
Strategi yang dilakukan Kabupaten situbondo untuk meningkatkan cakupan
UCI adalah dengan Pelaksanaan Gerakan Akselerasi Imunisasi Nasional (GAIN) UCI
yang meliputi :
a. Penguatan PWS dengan memetakan wilayah berdasarkan cakupan dan analisa
masalah
b. Menyiapkan Sumber daya yang dibutuhkan termasuk tenaga,logistik,baiya dan
sarana prasarana.

c. Memberdayaan masyarakat melalui TOMA,TOGA,aparat desa dan kader


d. Pemerataan jangkauan semua desa/kelurahan yang sulit
e. Membangun kemitraan dengan lintas sector dan lintas program

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 37
f. Advokasi, soisalisasi dan pembinaan

6.4. Pelayanan Kesehatan Usila (Usia Lanjut)

Seiring dengan bertambahnya Umur Harapan Hidup (UHH) maka keberadaaan


para lanjut usia tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dengan meningkatnya kualitas
usia, maka beban ketergantungan dan biaya kesehatan yang ditimbulkannya akan
semakin berkurang. Di sisi lain, peningkatan penduduk usia lanjut mengakibatkan
penyakit pada lansia semakin kompleks serta spesifikasinya penyakit degeneratif. Selain
itu, pelayanan kesehatan Usila merupakan salah satu indikator SPM bidang kesehatan
sesuai amanat Permenkes No 43 Tahun 2016. Artinya, setiap Warga Negara Indonesia
usia 60 tahun ke atas (lansia) berhak mendapatkan skrining kesehatan sesuai standar.
Dalam Permenkes No 43 Tahun 2016 disebutkan bahwa Pelayanan skrining
kesehatan warga negara usia 60 tahun ke atas sesuai standar dilakukan sesuai
kewenangan oleh Dokter, Bidan, Perawat, Nutrisionis/Tenaga Gizi dan Kader Posyandu
lansia/Posbindu. Pelayanan skrining kesehatan diberikan di Puskesmas dan jaringannya,
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, maupun pada kelompok lansia, bekerja sama
dengan pemerintah daerah. Pelayanan skrining kesehatan minimal dilakukan sekali
setahun. Lingkup skrining lansia adalah sebagai berikut :
(1) Deteksi hipertensi dengan mengukur tekanan darah.
(2) Deteksi diabetes melitus dengan pemeriksaan kadar gula darah.
(3) Deteksi kadar kolesterol dalam darah
(4) Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku, termasuk kepikunan
menggunakan Mini Cog atau Mini Mental Status Examination (MMSE)/Test
Mental Mini atau Abreviated Mental Test (AMT) dan Geriatric Depression Scale
(GDS).

Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila Tahun 2018 disajikan pada Gambar 4.21
berikut.
Gambar 4.21 Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila Tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 38
CAKUPAN LANSIAPUSKESMAS
SKREENING SESUAI STANDAR
100
80.0
TREBUNGAN MANGARAN
79.9 79.9
50

0
78.9 81.0
SEMIRING T.KAMAL

82.6
94.0
TARGE
T
T.PECINAN T.GLUGUR

Sumber: Laporan Bulanan Usila Puskesmas

Berdasarkan Gambar 4.21 di atas diketahui bahwa Cakupan Lansia


mendapatkan skreening sesuai standar di Puskesmas Mangaran pada tahun 2018
tercapai 80% dari target 100%. Capaian ini belum memenuhi target karena kurangnya
ketersediaan stik GDA dan Cholesterol . Capaian tertinggi adalah desa T.glugur [94%),

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 39
T.pecinan (82%), T.kamal (81%), Trebungan (79,9%), Mangaran (79,9%), Semiring
(78,9%).
Dibutuhkan koordinasi dan peran serta masyarakat untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan pada pra usila dan usila dan kreativitas petugas kesehatan untuk
membuat terobosan menarik agar para lansia mau datang ke posyandu. Sedangkan
rendahnya pelayanan krsehatan usila sesuai standar dikarenakan keterbatasan stick
GDA dan Stick kolesterol di Puskesmas untuk deteksi Diabetes dan kadar kolesterol
dalam darah yang merupakan syarat bahawa lansia sudah dilayani sesuai standar.

6.5. Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa


(ODGJ) Berat

Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Berat merupakan


salah satu indikator SPM bidang kesehatan berdasarkan Permenkes No 43 Tahun 2016.
Dengan demikian berarti bahwa setiap ODGJ berat berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar. Pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat bertujuan
meningkatkan kesehatan jiwa ODGJ berat (psikotik) dan mencegah terjadinya
kekambuhan dan pemasungan. Pelayanan kesehatan jiwa pada ODGJ berat diberikan
oleh perawat dan dokter Puskesmas di wilayah kerjanya. Pelayanan kesehatan jiwa pada
ODGJ berat meliputi: a) Edukasi dan evaluasi tentang tanda dan gejala gangguan jiwa,
kepatuhan minum obat dan informasi lain terkait obat, mencegah tindakan pemasungan,
kebersihan diri, sosialisasi, kegiatan rumah tangga dan aktivitas bekerja sederhana,
dan/atau b) Tindakan kebersihan diri ODGJ berat. Dalam melakukan pelayanan
promotif preventif diperlukan penyediaan materi KIE dan Buku Kerja sederhana.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 40
100
100 100 100
100 100
100 100
100
100
80
60 45
40
20
0

TARGET
CAPAIAN

Berdasarkan Gambar 4.23 di atas diketahui bahwa Cakupan pemberdayaan


kelompok masyarakat terkait program kesehatan jiwa pada tahun 2018 tercapai 100%
dari target 100%, Penanganan kasus jiwa ( G prilaku, G jiwa, G psikosomatik, masalah
Napza dll) yg datang berobat ke puskesmas tercapai 45% dari target 100%, Penanganan
kasus kesehatan jiwa melalui rujukan ke RS / Spesialis pada bulan september 2018
tercapai 100% dari target 100%, Kunjungan rumah pasien jiwa tercapai 100% dari
target 100%. Penanganan gangguan jiwa berat sesuai standart pada bulan september
2018 tercapai 100% dari target 100%

6.6. KETERSEDIAAN OBAT

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat


adalah bahan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk mempengaruhi atau
menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
termasuk produk biologi. Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 41
dalam pelayanan kesehatan. Sesuai dengan yang tertuang dalam Kebijakan Obat
Nasional Tahun 2006, dalam rangka upaya pelayanan kesehatan, ketersediaan obat
dalam jenis yang lengkap, jumlah yang cukup, terjamin khasiatnya, aman, efektif dan
bermutu, dengan harga terjangkau serta mudah diakses adalah sasaran yang harus
dicapai. Maka dari itu, dalam hal ini, Pemerintah memiliki kewajiban untuk turut serta
menjamin ketersediaan obat yang ada di wilayah kerjanya masing-masing, salah satunya
adalah ketersediaan obat yang ada di pelayanan kesehatan tingkat dasar milik
pemerintah yaitu Puskesmas.
Dalam rangka mengevaluasi tingkat ketersediaan obat dan vaksin dalam satu
wilayah, maka disusunlah suatu alat / tools yang dapat digunakan untuk mengukur nilai
ketersediaan obat dan vaksin yang ada. Adapun alat ukur ketersediaan obat dan vaksin
ini mengalami perubahan dari alat ukur sebelumnya. Perubahan yang ada yaitu dalam
hal cara perhitungan nilai ketersediaan obat dan vaksin serta jumlah item obat dan
vaksin yang diukur.

Sebelumnya evaluasi dilakukan dengan cara menghitung persentase dari


perbandingan jumlah obat dan vaksin yang dibutuhkan di sarana IFK (Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota) dengan jumlah obat dan vaksin yang tersedia di sarana IFK (Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota) dalam satu tahun untuk 144 item obat, sedangkan saat ini
evaluasi dilakukan dengan cara menghitung persentase dari penilaian terhadap obat dan
vaksin yang tersedia di sarana FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, dalam hal
ini melalui Puskesmas) dibanding obat dan vaksin yang diharapkan tersedia di sarana
FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, dalam hal ini melalui Puskesmas) dalam
satu bulan untuk 20 item obat. Adapun ketentuan terkait sasaran perhitungan dan jenis
item obat yang diukur nilai ketersediaannya disesuaikan dengan ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, yaitu sebagai berikut :
a. Sasaran : Puskesmas yang melaporkan data ketersediaan obat dan vaksin adalah
seluruh Puskesmas di Indonesia, dalam hal ini adalah seluruh Puskesmas yang ada
di Kabupaten Situbondo;

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 42
b. Dasar pemilihan item obat dan vaksin : obat-obat yang dipilih sebagai obat
indikator merupakan obat pendukung program kesehatan ibu, kesehatan anak,
penanggulangan dan pencegahan penyakit, serta obat pelayanan kesehatan dasar
esensial dan terdapat di dalam Formularium Nasional, yang terdiri dari :

Tabel 4.3 Tabel Item Obat Dan Vaksin

NO. NAMA OBAT Bentuk Sediaan

1 Albendazol Tablet
2 Amoxicillin 500 mg Tablet
3 Amoxicillin Sirup
4 Deksametason Tablet
5 Diazepam 5 mg/Ml Injeksi
6 Epinefrin (Adrenalin) 0,1% (sebagai HCL) Injeksi
7 Fitomenadion (Vitamin K) Injeksi
8 Furosemid 40 mg / HCT Tablet
9 Garam Oralit Serbuk
10 Glibenklamid / Metformin Tablet
11 Kaptopril Tablet
12 Magnesium Sulfat 20% Injeksi
13 Magnesium Maleat 0,200 mg - 1 ml Injeksi
14 Obat Anti Tuberculosis Dewasa Tablet
15 Oksitosin Injeksi
16 Paracetamol 500 mg Tablet
17 Tablet Tambah Darah Tablet
18 Vaksin BCG Injeksi
19 Vaksin TT Injeksi
20 Vaksin DPT/DPT-HB/DPT-HB-Hib Injeksi

c. Mekanisme pengumpulan data : periode pencatatan data di Puskesmas dilakukan


pada tanggal 25 setiap bulannya; jika tanggal 25 jatuh pada hari libur, maka
pencatatan dilakukan pada hari kerja berikutnya; Puskesmas melaporkan data
ketersediaan obat ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 1
bulan berikutnya, kemudian Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke
Dinas Kesehatan Provinsi paling lambat tanggal 5 bulan berjalan.
d. Cara perhitungan : jumlah kumulatif item obat indikator yang tersedia di (n)
Puskesmas dibagi dengan hasil perkalian dari jumlah Puskesmas yang melapor
dikali jumlah total item obat indikator, yang kemudian dikali dengan 100 %.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 43
e. Target : standar nilai ketersediaan obat dan vaksin dengan 20 indikator obat dan
vaksin yang telah ditetapkan adalah sebesar 80% atau sama dengan minimal 16
item obat dan vaksin tersedia untuk pelayanan.
Dari hasil perhitungan nilai ketersediaan obat dan vaksin periode bulan Januari sampai
Desember tahun 2017 rata-rata tingkat ketersediaan obat di Puskesmas Kabupaten
Situbondo sebesar 83,41% dan sudah di atas target 80% yang ditetapkan. Dari 12 bulan
tahun 2017 ada 2 (dua) bulan yang tingkat ketersediannya di bawah standar 80%, yakni
pada bulan September (79,71%) dan Oktober (78,82%) terutama di Puskesmas
Mlandingan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran profil Tabel 66(8) dan
66(9).

6.7. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB) DAN


KERACUNAN MAKANAN

Kejadian Luar Biasa adalah timbulnya/meningkatnya kejadian kesakitan atau


kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu.

Kejadian KLB penyakit dan keracunan di Kabupaten Situbondo masih cukup


tinggi. Pada tahun 2017 terjadi 20 kasus KLB yang meliputi, 6 kasus Difteri, 1 kasus
keracunan makanan, 8 kasus campak dan 5 kasus AFP. Semua kasus KLB tersebut
sudah tertangani <24 jam.
Tabel 4.4. Trend Kasus KLB Kabupaten Situbondo Tahun 2013 – 2017
Jenis KLB 2013 2014 2015 2016 2017
Difteri 16 19 8 6 6
TN 2 2 1 1 0
AFP 6 3 5 6 5
Keracunan Makanan 1 2 2 4 1
Campak 6 1 1 0 8
Cikungunyah 0 0 3 0 0
Longsor 0 0 0 1 0
Jumlah 31 27 20 18 20
Sumber: Seksi Pengamatan dan Pencegahan Penyakit

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas diketahui bahwa Kejadian Lauar Biasa (KLB) di
Kabupaten Situbondo selama lima tahun terakhir mengalami trend penurunan,
khususnya kasus Difteri, namun sebaliknya kasus KLB Campak semakin meningkat.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 44
Kasus KLB yang perlu mendapatkan perhatian lebih adalah TN karena dari tahun ke
tahun selalu terjadi dan CFR-nya cukup tinggi.
Pada tahun 2018 di kecamatan Mangaran tidak ada kasus KLB.

6.8. PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


Masyarakat di Indonesia pada umumnya masih dihadapkan pada masalah gizi
”ganda”, yaitu masalah Gizi Kurang dalam bentuk Kurang Energi Protein (KEP),
Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Kurang
Vitamin A (KVA), serta masalah Gizi Lebih yang erat kaitannya dengan penyakit-
penyakit degeneratif. Berbagai upaya perbaikan gizi telah dilakukan dalam upaya
menanggulangi masalah gizi kurang tersebut, sedangkan untuk masalah gizi lebih,
masih dilakukan secara individu.

a. Balita Bawah Garis Merah (BGM)


Balita yang hasil penimbangan berat badannya berada di Bawah Garis Merah
(BGM) pada Kartu Menuju Sehat (KMS) merupakan balita yang berat badan sangat
kurang (pengukuran BB/U). Cakupan Balita BGM dapat dilihat pada Gambar 4.24 di
bawah ini.

Gambar 4.24 Balita BGM Tahun 2018

Balita Bawah Garis Merah (BGM/D)


PUSKESMAS
TARGET
400%

TREBUNGAN MANGARAN

200%
128.7%97.6%
100.7%
72.8%
36.8%
206.3% 0%
71.1%
SEMIRING T.KAMAL

T.PECINAN T.GLUGUR

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 45
Gambar 4.24 di atas juga menunjukkan bahwa Cakupan balita bawah garis
merah (BGM/D) di wilayah kerja Puskesmas Mangaran tahun 2018 tercapai 97,6% dari
target 100%. Capaian ini telah mencapai target yang ditetapkan yaitu <1,8% dari
seluruh balita yang ditimbang. Dari enam desa yang ada, tiga desa diantaranya melebihi
target yang ditetapkan dengan capaian tertinggi 206,3% yaitu desa Semiring. Artinya,
jumlah balita BGM di desa tersebut sangat tinggi. Sedangkan capaian terendah 36,8%
yakni desa Tanjung Pecinan.

b. Balita Ditimbang (Pencapaian D/S)


Partisipasi masyarakat dalam perbaikan gizi bagi balita dapat ditunjukkan dari
indikator D/S. Partisipasi masyarakat diperlukan dalam rangka ikut menekan angka gizi
buruk. Dengan pemantauan pertumbuhan setiap bulan maka bila ada penyimpangan
dapat secara dini mendapat intervensi. Cakupan Penimbangan Balita (D/S) tahun 2018
dapat dilihat pada Gambar 4.29 berikut.

Gambar 4.29 Cakupan Penimbangan Balita (D/S) tahun 2018

Cakupan Penimbangan Balita (D/S)


PUSKESMAS
TARGET CAPAIAN
120%

TREBUNGAN MANGARAN
103.3%
111.9%
100%
97.1%

102.7% 80% 106.4%

SEMIRING 95.8% T.KAMAL

112.1%

T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber : Laporan LB3 Gizi

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 46
Cakupan balita yang ditimbang berat badannya (D/S) di wilayah kerja Puskesmas
Mangaran tahun 2018 tercapai 103,3% dari target 100%. Artinya tingkat partisipasi
masyarakat dalam penimbangan balita di posyandu cukup baik. Hanya dua desa yang
belum mencapai target dengan capaian terendah 95,8% yaitu desa Tanjung Pecinan.
Sedangkanempat desa lainnya telah mencapai target dengan capaian tertinggi 111,9%
yakni desa Mangaran.

c. Bayi ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun hanya air
putih,sampai bayi berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan
makanan lain dan tetap diberi ASI sampai bayi berumur dua tahun. Pemberian ASI
Eklusif memberikan banyak manfaat bagi bayi dan ibu diantaranya dalam hal
pertumbuhan dan perkembangan bayi, dan kesehatan ibu

Cakupan ASI Ekslusif di UPTD Puskesmas Mangaran disajikan pada Gambar


4.31 berikut ini.

Gambar 4.31 Cakupan ASI Ekslusif tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 47
Bayi Usia 6 (enam) PUSKESMAS
Bulan Mendapat ASI Eksklusif
400% TARGET CAPAIAN

TREBUNGAN MANGARAN

200%
212.8%
87.0%

0.0%
60.8%
212.8% 0%
106.4%
SEMIRING T.KAMAL
212.8%

T.PECINAN T.GLUGUR
Sumber : Laporan LB3 Gizi
Cakupan bayi usia 6 (enam) bulan mendapat ASI Eksklusif di wilayah kerja
Puskesmas Mangaran tahun 2018 tercapai 87% dari target 100%. Capaian ini belum
mencapai target yang ditetapkan yaitu 47% dari jumlah bayi usia 6 bulan pada saat
pendataan di bulan Februari dan Agustus. Hal ini disebabkan kurangnya dukungan
keluarga dan masyarakat dalam pemberian ASI. Terdapat tiga desa dengan capaian
tertinggi 212,8% yaitu desa Tanjung Glugur, Semiring dan Trebungan. Capaian
terendah 0% yakni desa Mangaran.

d. IBU Hamil KEK (Kurang Energi Kronis)

Status gizi adalah aspek penting untuk menentukan apakah seorang ibu yang
sedang hamil dapat melewati masa kehamilannya dengan baik dan tanpa ada gangguan
apapun. Status gizi ibu hamil haruslah normal, karena ketika ibu hamil tersebut
mengalami gizi kurang atau gizi berlebih akan banyak komplikasi yang mungkin terjadi
selama kehamilan dan berdampak pada kesehatan janin yang dikandungnya. 

Salah satu permasalahan gizi ibu hamil adalah kekurangan energi kronik
(KEK). KEK adalah masalah gizi yang disebabkan karena kekurangan asupan makanan
dalam waktu yang cukup lama, hitungan tahun. Kondisi kurang energi kronik (KEK)
biasanya terjadi pada wanita usia subur yaitu wanita yang berusia 15-45 tahun.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 48
Kekurangan energi kronis dapat diukur dengan mengetahui lingkar lengan atas dan
indeks massa tubuh seseorang. Ibu yang mempunyai lingkar lengan atas yang kurang
dari 23,5 cm dapat dikatakan ia mengalami kekurangan gizi kronis.
Cakupan ibu hamil KEK tahun 2018 disajikan pada Gambar 4.33 berikut.

Gambar 4.33 Cakupan Ibu Hamil KEK Tahun 2018

Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (KEK)


PUSKESMAS
200% TARGET CAPAIAN
TREBUNGAN MANGARAN

81.0%
100%
87.7% 72.5%

108.8% 0% 95.9%
52.3%
SEMIRING 77.4% T.KAMAL

T.PECINAN T.GLUGUR

Cakupan ibu hamil kurang energi kronis (KEK) dengan LILA kurang dari 23,5
cm yang ditemukan dan ditangani di wilayah kerja Puskesmas Mangaran pada tahun
2018 tercapai 81,1% dari target 100%. Capaian ini telah mencapai target yang
ditetapkan, yakni <19,7% dari sasaran ibu hamil yang diukur LILA. Jika dilihat perdesa,
hanya ada satu desa yang mencapai target sekaligus dengan capaian tertinggi 108,8%
yaitu desa Semiring. Sedangkan capaian terendah 52,3% yakni desa Tanjung Pecinan.

6.9. PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam
menentukan derajat kesehatan adalah perilaku, karena ketiga faktor lain seperti
lingkungan, kualitas pelayanan kesehatan maupun genetika kesemuanya masih dapat

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 49
dipengaruhi oleh perilaku. Banyak penyakit yang muncul juga disebabkan karena
perilaku yang tidak sehat. Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan, namun
mutlak diperlukan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu, upaya
promosi kesehatan harus terus dilakukan agar masyarakat berperilaku hidup bersih dan
sehat. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil
masyarakat yaitu rumah tangga.

a. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)

Persentase rumah tangga yang ber-PHBS didapatkan dari jumlah rumah tangga
yang melaksanakan 10 indikator PHBS dibagi dengan rumah tangga yang dipantau.
Sepuluh indikator tersebut adalah :
1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
2. Bayi diberi ASI eksklusif
3. Balita ditimbang setiap bulan
4. Menggunakan air bersih
5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
6. Menggunakan jamban sehat
7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu
8. Makan sayur dan buah setiap hari
9. Melakukan aktivitas fisik setiap hari
10. Tidak merokok di dalam rumah.

Berikut ini Cakupan PHBS Puskesmas Mangaran Tahun 2018.

Gambar 4.42 Cakupan Rumah Tangga Sehat tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 50
100 100 100 100 100
100 91
90
Tatanan Sehat
80
70
60
50 44

40
30
20
10
0

Sumber: Hasil Survey PHBS Tahun 2018

Capaian indikator tatanan sehat untuk tahun 2018 di Puskesmas Mangaran adalah 91%
dari target 100% dengan rincian sebagai berikut :
1. Rumah tangga sehat yang memenuhi 10 indikator tercapai 718 KK dari target
1.634 KK
2. Institusi pendidikan dengan klasifikasi IV tercapai 15 sekolah dari target 15
sekolah.
3. Institusi kesehatan dengan klasifikasi 4 tercapai 7 faskes dari target 7 faskes.
4. TTU dengan klasifikasi 4 tercapai 5 TTU dari target 5 TTU.
5. TTK dengan klasifikasi 4 tercapai 3 TTK dari target 3 TTK.
6. Ponpes dengan klasifikasi 4 tercapai 1 ponpes dari target 1 ponpes.

Indikator tidak merokok dalam rumah merupakan permasalahan utama PHBS


di Kabupaten Situbondo. Merokok di dalam rumah menjadi masalah di hampir semua
wilayah di Indonesia, hal ini tidak lepas dari kebiasaan orang tua yang secara tidak

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 51
langsung mengajari anak-anaknya merokok. Kebiasaan masyarakat yang turun temurun
memang sulit untuk dihilangkan, namun yang paling penting untuk dicermati adalah
upaya sosialisasi tentang bahaya merokok bagi generasi muda harus terus dilakukan.
Yang lebih memprihatinkan lagi adalah sebagian perokok di Kabupaten Situbondo
masih usia belia dan belum punya kesanggupan untuk mencari nafkah, sehingga
dikhawatirkan terjadinya tindak kriminalitas remaja. Penyebab tingginya kebisaan
merokok di masyarakat diantaranya :
1. Lemahnya regulasi/peraturan tentang tata niaga periklanan rokok yang kurang
memihak terhadap terciptanya Kawasan Bebas Rokok.
2. Sosialisasi bahaya merokok yang masih kurang intens.
3. Dana bagi hasil cukai tembakau hanya untuk kegiatan yang bersifat kuratif dan
pembangunan sarana prasarana tetapi belum digunakan untuk kegiatan promotif dan
preventif.
Yang diharapkan dalam pencapaian indikator ini adalah perilaku tidak merokok
dalam rumah, maka demikian diperlukan proses perubahan perilaku yang panjang dan
memerlukan penanganan yang terus menerus dan berkesinambungan sehingga akan
tercipta perilaku yang berperilaku Hidup Bersih dan Sehat.Untuk jamban sehat Jamban
Sehat tercapai 100% ( 4.106 jamban dari target 1.894 jamban ).
Upaya yang mungkin bisa dilakukan untuk meningkatkan cakupan indikator
tidak merokok, Jamban sehat dan ASI Ekslusif adalah sbb:
a) Sosialisasi bahaya merokok kepada anak sekoah mulai dari tingkat dini samapi
dengan SMU dengan berbagai cara diantaranya melalui siaran radio, talkshow, dilog
interaktif, penyuluhan di sekolah-sekolah dll.
b) Sosialisasi bahaya merokok, pentingnya jamban sehat dan ASI Ekslusif kepada
masyarakat terutama tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh formal baik secara
formal maupun informal. Peran mereka dimaksimalkan agar kegiatan pembudayaan
hidup bersih dan sehat dapat ditingkatkan

c) Advokasi kepada pimpinan pemerintah daerah untuk menerapkan kawasan bebas


asap rokok seperti kantor pemerintahan, sarana kesehatan, sarana pendidikan,
tempat-tempat umum, dll.
d) Distribusi media promosi tentang bahaya merokok, pentingnya Jamban sehat dan
ASI Ekslusif bagi kesehatan.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 52
e) Petugas kesehatan sebagai penangungjawab PHBS di wilayah memegang peran
penting untuk mengkonsolidasi segenap potensi yang ada di desa untuk bersama-
sama membudayakan hidup bersih dan sehat
f) Adanya dukungan dari program terkait untuk meningkatkan capaian PHBS
diantaranya program Kesga, Penyehatan Lingkungan, Gizi Masyarakat,
Pemberantasan Penyakit dan lain-lainnya

6.10. PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI

DASAR

Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit/gangguan kesehatan sebagai


akibat dari lingkungan yang kurang sehat, telah dilakukan berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas lingkungan. Beberapa indikator yang menggambarkan kondisi
lingkungan antara lain rumah sehat, TUPM, air bersih dan sarana sanitasi dasar seperti
pembuangan air limbah, tempat sampah dan kepemilikan jamban serta sarana
pengolahan limbah di sarana pelayanan kesehatan.

a. Rumah Sehat

Rumah sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan
yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana
pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah
tidak dari tanah.

Gambar 4.47 berikut ini menggambarkan kondisi rumah sehat tahun 2018

Gambar 4.47 Cakupan Rumah Sehat tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 53
PENYEHATAN PERUMAHAN DAN SANITASI DASAR

Pembinaan Sanitasi Perumahan


dan Sandas
Rumah yang Memenuhi Syarat
Kesehatan

Target Realisasi

Pembinaan Sanitasi Perumahan dan Sanitasi Dasar tercapai 100% ( 9.850 Rumah dari
target 3.460 Rumah ). Rumah yang Memenuhi Syarat Kesehatan tercapai 42,82%
( 1.827 Rumah dari target 4.267 Rumah )
Hambatan dan kendala yang dihadapi di lapangan terkait rendahnya cakupan
rumah sehat adalah sbb:
a. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan
pemukiman.
b. Masih rendahnya kebiasaan berperilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat
c. Masih tingginya angka kemiskinan di Kabupaten situbondo, yakni 13,15% pada
tahun 2014 (BPS Kab. Situbondo)
Oleh karena itu, langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kendala tersebut adalah sbb:
a. Penyuluhan / sosialisasi pada masyarakat untuk memperhatikan masalah kesehatan
lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar di rumah
mereka.

b. Melakukan pemantauan dan pembinaan secara lebih intensif dalam upaya


pemberdayaan masyarakat untuk membiasakan budaya hidup bersih dan sehat, salah
satunya dengan dengan meningkatkan peran Puskesmas dalam kegiatan pengawasan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 54
rumah sehat melalui pemberian kartu rumah sehat dan pelatihan bagi petugas
sanitarian
c. Upaya-upaya pemberian barang stimulan berupa plesterisasi, pemberian genteng
kaca serta rehabilitasi sarana air bersih (sumur gali tanah) secara periodik bagi
keluarga miskin dan kaum rentan
d. Upaya-upaya peningkatan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk
membantu pembangunan rumah layak huni.

b. Akses Berkelanjutan Terhadapa Air Minum Berkualitas

Air bersih dan air layak minum atau air minum sehat adalah dua hal yang tidak
sama tetapi sering dipertukarkan. Tidak semua air bersih layak minum, tetapi air layak
minum biasanya berasal dari air bersih. Air bersih perlu diolah dahulu agar layak
minum dan menjadi air minum sehat. Air yang terkontaminasi dapat membawa penyakit
bahkan kematian. Salah satunya adalah penyakit Diare yang sepintas terlihat sederhana
dan tidak berbahaya. Diare adalah pembunuh balita nomor dua di Indonesia setelah
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) karena menyebabkan 100.000 balita meninggal
setiap tahun. Untuk menghindarkan diri dari penyakit seperti Diare, selain jamban sehat,
maka air bersih harus diolah terlebih dahulu agar layak dan sehat untuk diminum.

Berikut ini disajikan cakupan pengawasan sarana air bersih tahun 2018.

Gambar 4.48 Cakupan Pengawasan Sarana Air Bersih Tahun 2018

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 55
Pengawasan Sarana Air Bersih ( SAB ) yang tercapai 100% ( 5.925 SAB yang di IS dari
target 1.523 SAB ). Sarana Air Bersih yang Memenuhi Syarat tercapai 100 % ( 5.417
SAB yang MS dari target 3.410 % SAB ). Rumah Tangga yang Memiliki Akses
terhadap SAB tercapai 100% ( 18.931 KK dari target 9.971 KK )

Hambatan dan kendala yang dihadapi di lapangan terkait akses air minum
sehat adalah :
a. Kepedulian masyarakat terkait pemeliharaan SAB yang masih rendah
b. Masih rendahnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya penyehatan air dan
penyehatan lingkungan pemukiman.
c. Rendahnya stimulasi perbaikan SAB di masyarakat
d. Adanya program lintas sektor yang terkait dengan peningkatan akses air bersih
di masyarakat seperti PAMSIMAS (Penyediaan Air Minum Berbasis
Masyarakat), PAM STBM, PnPM (Pemberdayaan Masyarakat) khusunya di
Pedesaan.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut :

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 56
a. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kepedulian
pemeliharaan SAB
b. Penyuluhan/sosialisasi pada pemilik sarana air bersih untuk memperhatikan
masalah kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana
sanitasi dasar.
c. Upaya-upaya meningkatkan peran serta sektor swasta dalam program CSR untuk
perbaikan SAB yang tidak sehat

c. Akses Berkelanjutan Terhadap Jamban Berkualitas

Jamban sehat merupakan salah satu sanitasi dasar yang paling dianggap
penting karena tinja manusia merupakan sumber dari berbagai macam penyakit. Oleh
karena itu, pembuangan tinja harus dilakukan di tempat yang memenuhi persyaratan
kesehatan, artinya jamban yang tidak memungkinkan penularan penyakit dan tidak
mencemari lingkungan di sekitarnya. Yang termasuk jenis jamban yang memenuhi
syarat kesehatan adalah jamban leher angsa, komunal, plengsengan dan jamban
cemplung.

c. Sanitasi Total Berbasis Massyarakat (STBM)

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) merupakan pendekatan untuk


merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan
metode pemicuan, yakni mendorong perubahan perilaku masyarakat atas kesadaran
sendiri dengan menyentuh perasaan, pola pikir, perilaku, dan kebiasaan individu atau
masyarakat sehingga diharapkan dapat lebih efektif mempercepat akses terhadap
sanitasi yang layak.
Masyarakat menyelenggarakan STBM secara mandiri dengan berpedoman
pada 5 pilar STBM, yakni:
1. Stop Buang Air Besar Sembarangan
2. Cuci Tangan Pakai Sabun
3. Pengelolaan Air Minum dan Makanan Rumah Tangga
4. Pengamanan Sampah Rumah Tangga dan

5. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 57
Dalam Permenkes Nomor 3 Tahun 2014 tentang STBM disebutkan bahwa
strategi penyelenggaraan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) meliputi 3 (tiga)
komponen yang saling mendukung satu dengan yang lain yaitu:
1. Penciptaan lingkungan yang kondusif (enabling environment);
2. Peningkatan kebutuhan sanitasi (demand creation);
3. Peningkatan penyediaan akses sanitasi (supply improvement);
Apabila salah satu dari komponen STBM tersebut tidak ada maka proses pencapaian 5
(lima) Pilar STBM tidak maksimal. Tiga strategi ini disebut Komponen Sanitasi Total
seperti yang terlihat pada gambar berikut.
Program STBM memiliki indikator outcome dan indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit
berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan
indikator output STBM adalah sebagai berikut :
a. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (ODF).
b. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang
aman di rumah tangga.
c. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci
tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan
dengan benar.
d. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
e. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.

d. Tempat Pengelolaan Makanan

Tempat Pengolahan Makanan (TPM) merupakan sarana yang dikunjungi


banyak orang sehingga dikhawatirkan berpotensi menjadi tempat penyebaran penyakit.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 58
Yang termasuk TPM antara lain rumah makan, jasa boga, depot air minum (DAM) dan
makanan jananan. TPM dikategorikan sehat apabila TPM tersebut memiliki sarana air
bersih, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, ventilasi yang baik dan luas
sesuai dengan banyaknya pengunjung.
Gambar 4.52 berikut ini menggambarkan TPM di Puskesmas Mangaran tahun
2018.

Gambar 4.52 TPM Tahun 2018

Pembinaan Tempat Pengolahan Makanan ( TPM ) yang tercapai 100 % ( 14 TPM dari
target 13 TPM ). T P M yang Memenuhi Syarat Kesehatan tercapai 100% ( 14 TPM dari
target 7 TPM )
Hambatan dan kendala yang dihadapi terkait rendahnya capaian TPM sehat di
Kabupaten Situbondo adalah sbb:
a. Kurangnya sarana/alat pemeriksaan penyehatan makanan khususnya bagi makanan
siap saji dan makanan jajanan bagi petugas di Puskesmas.
b. Masih ditemukan pengelola TPM yang berada di pinggir jalan maupun pedagang-
pedagang yang berjualan di areal sekolah yang belum memenuhi persyaratan lokasi
maupun cara pengeloaan dan penyajian yang sehat.

c. Frekuensi pembinaan TPM oleh petugas masih terbatas


d. Kurangnya pengertian masyarakat khususnya pengelola TPM akan pentingnya
kesehatan lingkungan di wilayah yang menjadi tempat-tempat umum.
e. Kepedulian masyarakat untuk ikut memelihara TPM masih sangat kurang

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 59
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut adalah:
a. Upaya penambahan sarana/alat (food test kit) untuk pemeriksaan makanan dan
minuman yang dianggap berbahaya bagi kesehatan, sehingga para penjual bisa
langsung mengetahui apakah makanan dan minuman yang mereka jual berbahaya
atau tidak.
b. Penyuluhan/sosialisasi bagi pengelola TPM untuk memperhatikan masalah
kesehatan lingkungan dengan mengupayakan keberadaan sarana sanitasi dasar dan
cara-cara pengolahan makanan dan minuman dengan benar
c. Pemasangan poster-poster yang berkaitan dengan penyehatan lingkungan di areal
TPM, misalnya cara mencuci tangan yang baik dan benar dan di areal yang menjadi
tempat-tempat umum.
d. Upaya-upaya peningkatan pembinaan TPM oleh petugas

e. Tempat-Tempat Umum Yang Dibina Kesehatan


Lingkungannya

Tempat-tempat umum yang dibina kesehatan lingkungannya meliputi sarana


kesehatan, sarana pendidikan dan Hotel.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 60
Gambar 4.53 Tempat Tempat Umum Tahun 2018

Berdasarkan Gambar 4.55 di atas diketahui bahwa Pembinaan Sarana Tempat – tempat
Umum tercapai 100% ( 41 TTU dari target 38 TTU ). T T U yang Memenuhi Syarat
Kesehatan tercapai 100% ( 39 TTU dari target 23 TTU )

BAB 5
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 61
Sumber daya kesehatan merupakan salah satu pendukung di segala level
pelayanan kesehatan. Dan dengan terpenuhinya sumber daya kesehatan, diharapkan
juga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan
masyarakat akan terjaga. Pada bab ini, situasi sumber daya kesehatan akan menyajikan
gambaran sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan anggaran kesehatan.

3.1. Sarana Kesehatan

Penyediaan sarana kesehatan melalui diharapkan dapat menjangkau masyarakat


terutama masyarakat di pedesaan agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah
dan bermutu. Sarana pelayanan kesehatan atau fasilitas kesehatan baik pemerintah
maupun swasta yang ada di Kecamatan Mangaran tahun 2018 meliputi 3 Puskesmas
pembantu, 6 Ponkesdes, 2 Puskesmas Keliling, 1 ambulans, dan 1 (satu) klinik
(Lampiran Profil Tabel 67).

5.1 Puskesmas dan Jaringannya

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan sampai ditingkat


Kecamatan. Sedangkan di tingkat desa ada jejaring Puskesmas yang berupa Pustu,
Polindes dan Ponkesdes. Puskesmas Mangaran merupakan Puskesmas Perawatan
dengan jumlah tempat tidur sebanyak 6 TT.
Puskesmas merupakan garda depan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan
dasar. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu.
Puskesmas juga semakin memberikan pelayanan yang berkualitas dan untuk menjamin
perbaikan mutu tersebut dilakukan melalui mekanisme akreditasi. Akreditasi Puskesmas
menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas yaitu Administrasi Manajemen, Upaya
Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan. Jika standar-standar tersebut
terpenuhi, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berkunjung
ke Puskesmas. Puskesmas Mangaran sudah terakreditasi pada tahun 2015 dengan hasil
Madya.
Dalam meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas dan pendekatan akses
pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pemerintahan Provinsi Jawa Timur termasuk
Kab. Situbondo melakukan terobosan (program ICON) yaitu melalui Pengembangan
Fungsi Polindes menjadi Ponkesdes. Yang merupakan perluasan fungsi pelayanan

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 62
Pondok Bersalin Desa (Polindes) menjadi Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) yang
memberikan pelayanan kesehatan dasar dengan menempatkan tenaga perawat.

1.2. Jejaring Puskesmas

Klinik merupakan salah satu jejaring Puskesmas yang menyelenggarakannn


pelayanan kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Klinik telah mengalami banyak
kemajuan, di mana salah satunya dapat dilihat dari jumlahnya yang semakin bertambah.
Jumlah klinik di Kecamatan Mangaran sebanyak 2 unit, yakni Klinik. rumah sakit di
Kabupaten Situbondo saat ini adalah lima unit, yakni RSUD Abdoer Rahem, RS
Elizabeth, RSUD Besuki, RSUD Mangaran dan RS Mitra Sehat. Sedangkan jumlah
klinik di Kabupaten Stubondo tahun 2017 sebanyak 13 unit.

1.3. Sarana Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM)

Dalam upaya meningkatkan cakupan kesehatan kepada masyarakat berbagai


upaya telah dikembangkan termasuk dengan memanfaatkan potensi dan sumberdaya
yang ada di masyarakat. Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) adalah
suatu upaya kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan bersama
masyarakat, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar. Salah satu yang termasuk
dalam UKBM adalah Pusyandu.
Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang paling diketahui oleh
masyarakat. Posyandu menyelenggarakan minimal 5 (lima) program prioritas kesehatan
yaitu kesehatan ibu-anak, KB, perbaikan gizi, imunisasi, dan penaggulangan diare.
Untuk memantau perkembangannya, posyandu dikelompokkan dalam 4 (empat) strata,
yakni Pratama, Madya, Purnama, Mandiri.
Peningkatan kualitas Posyandu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara
lain meningkatnya kinerja Tim Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) Posyandu baik
dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota sampai dengan tingkat Kecamatan. Faktor lain
yang turut dalam meningkatan kualitas Posyandu adalah kinerja dari pengelola
Posyandu seperti kader Posyandu. Keberadaan petugas kesehatan di Posyandu tidaklah
berarti jika kader Posyandu tidak dapat berperan secara optimal, sehingga kader
Posyandu sebagai penanggungjawab Posyandu mempunyai peran yang penting

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 63
1.4. TENAGA KESEHATAN

Sumberdaya manusia khususnya tenaga kesehatan merupakan faktor penggerak


utama dalam mencapai tujuan dan keberhasilan program pembangunan kesehatan.
Peningkatan kualitas SDM kesehatan dilaksanakan melalui pendidikan dan pelatihan
tenaga kesehatan.

a. Tenaga Medis

Yang tergolong tenaga medis di sini adalah dokter spesialis, dokter umum,
dokter gigi spesialis dan dokter gigi baik PNS maupun Non PNS (Kontrak). Jumlah
SDM tenaga medis dicatat berdasarkan jumlah tempat prakteknya. Setiap tenaga medis
berhak memiliki maksimal 3 izin praktek, sehingga 1 orang dokter dapat tercatat tiga
kali. Di UPTD Puskesmas Mangaran terdapat 1 orang dokter umum dan 1 orang dokter
gigi.

b. Tenaga Keperawatan

Tenaga perawat merupakan tenaga kesehatan yang selain melaksanakan


kegiatan Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) juga mempunyai tugas untuk membina
masyarakat dalam Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM). Jumlah tenaga perawat di
Puskesmas Mangaran tahun 2018 sebanyak 19 orang.

c. Tenaga Kebidanan

Jumlah tenaga kebidanan di Puskesmas Mangaran tahun 2018 sebanyak 24


orang. Namun, perlu digarisbawahi bahwa angka tersebut termasuk tenaga pengabdian
yang bekerja tanpa status kepegawaian dan honor namun keberadaannya dibutuhkan
untuk membantu kegiatan pelayanan kesehatan di masyarakat.

d. Tenaga Gizi

Jumlah tenaga gizi di Puskesmas Mangaran tahun 2018 sebanyak 2 orang.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 64
e. Tenaga Sanitarian

Jumlah tenaga sanitarian di Puskesmas Mangaran tahun 2018 sebanyak 1 orang

Untuk jumlah tenaga kesehatan dan non kesehatan di puskesmas Mangaran dapat dilihat
pada tabel 67 dan 68 pada lampiran profil ini.

1.5. ANGGARAN KESEHATAN

Pembiayaan program dan kegiatan bidang kesehatan di Kabupaten Situbondo


diperoleh dari berbagai sumber diantaranya dana APBD, baik APBD Provinsi maupun
APBD Kabupaten/Kota, dana APBN yang meliputi dana Dekonsetrasi, Tugas
Pembantuan (TP), Jamkesmas, Jampersal dan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK)
serta Bantuan Luar Negeri (BLN).
Berdasarkan hasil rekapitulasi anggaran APBD Kabupaten dari Dinas
Kesehatan dan Rumah Sakit diketahui bahwa anggaran kesehatan di Kabupaten
Situbondo pada tahun 2017 sebesar Rp 152.236.038.927,-. Jika dibandingkan dengan
anggaran kesehatan tahun 2016 sebesar Rp 175.687.777.193,- terjadi peningkatan
sebesar 13,35%. Peningkatan yang cukup signifikan ini dikarenakan dana BOK dan
Jampersal (anggaran APBN) sejak tahun 2017 masuk ke kas APBD. Sementara bila
dijumlahkan dari semua anggaran kesehatan yang ada maka jumlah anggaran tahun
2017 menjadi Rp 288.014.361.670,-. sehingga total persentase anggaran kesehatan
bersumber APBD Kabupaten terhadap total anggaran kesehatan sebesar 52,86%. Selain
bersumber dari APBD Kabupaten, anggaran kesehatan juga bersumber dari APBD
Propinsi (5,8%) dan BLUD (41,34%). Lebih lengkapnya dapat dilihat di Lampiran
Profil Tabel 81. Gambar 5.3 di bawah ini menggambarkan prosentase anggaran
kesehatan dari APBD selama 6 tahun terakhir.

Gambar 5.3. Perkembangan Anggaran Kesehatan Kabupaten situbondo Tahun


2012 – 2017

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 65
Sumber: Subbag Perencanaan dan Anggaran Dinkes

Berdasarkan Gambar 5.3 di atas diketahui bahwa prosentase anggaran


kesehatan tertinggi pernah terjadi di tahun 2015, yakni sebesar 18,35% untuk
pengembangan rumah sakit. Pembangunan fisik RSUD di Kabupaten Situbondo sudah
selesai dilaksanakan tahun 2015. Di tahun 2016 prosentase anggaran kesehatan
mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai 8,68 poin menjadi
9,67% dan di tahun 2017 anggaran kesehatan kembali mengalami penurunan 1,01 pon
menjadi 8,66%. Pada Gambar 5.3 berikut ini disajikan trend Perkembangan Anggaran
Kesehatan Kabupaten situbondo Tahun 2012 – 2017.
Untuk rincian anggaran kesehatan puskesmas Mangaran dapat dilihat pada
lampiran tabel 69.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 66
BAB 6
PENUTUP

Penyediaan data dan informasi di bidang kesehatan yang berkualitas sangat


diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan
pemerintahan, organisasi profesi, akademisi, swasta dan pihak terkait lainnya. Di bidang
kesehatan, data dan informasi juga merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan
organisasi dalam penyelengaraan Sistem Informasi Kesehatan (SIK).
Namun, sangat disadari bahwa saat ini Sistem Informasi Kesehatan masih
belum optimal dalam pemenuhan kebutuhan data dan informasi. Hal ini berimplikasi
pada kualitas data dan informasi yang disajikan dalam Buku Profil Kesehatan ini masih
belum sesuai dengan harapan. Walaupun demikian, Buku Profil Kesehatan ini
diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan kesehatan masyarakat Kabupaten
Situbondo dan capaian kinerja pelayanan kesehatan yang telah dilakukan beserta aspek-
aspek pendukung lainnya.
Buku Profil Kesehatan sering kali belum mendapatkan apresiasi yang layak,
karena belum dapat menyajikan data dan informasi kesehatan sesuai yang diharapkan
oleh pihak-pihak yang berkepentingan dan yang membutuhkan. Oleh karena itu, perlu
adanya terobosan dan ide-ide baru dalam mekanisme penyusunan, baik dimulai dari
masa pengumpulan data, proses validasi data serta dalam tahap analisa data, yang
nantinya akan menghasilkan suatu publikasi data dan informasi pembangunan
kesehatan, serta dapat membawa manfaat bagi dunia kesehatan, khususnya di
Kabupaten Situbondo.

Profil Kesehatan UPTD Puskesmas Mangaran


Page 67

Anda mungkin juga menyukai