Anda di halaman 1dari 4

Gambar 2.

13 CT Scan Ileus Obstruksi Akibat Intususepsi : tampak distensi


usus halus yang tidak diikuti dengan distensi kolon.19

a. CT enterography (CT enteroclysis)


Pemeriksaan ini menggantikan enteroclysis pada penggunaan
klinis. Pemeriksaan ini merupakan pilihan pada ileus obstruksi
intermiten atau pada pasien dengan riwayat komplikasi pembedahan
(seperti tumor, operasi besar). Pada pemeriksaan ini memperlihatkan
seluruh penebalan dinding usus dan dapat dilakukan evaluasi pada
mesenterium dan lemak perinerfon. Pemeriksaan ini menggunakan
teknologi CT-scan dan disertai dengan penggunaan kontras dalam
jumlah besar. CT enteroclysis lebih akurat disbanding dengan
pemeriksaan CT biasa dalam menentukan penyebab obstruksi (89% vs
50%), dan juga lokasi obstruksi (100% vs 94%).17

b. MRI
Keakuratan MRI hampir sama dengan CT-scan dalam
mendeteksi adanya obstruksi. MRI juga efektif untuk menentukan
lokasi dan etiologi dari obstruksi. Namun, MRI memiliki keterbatasan
antara lain kurang terjangkau dalam hal transport pasien dan kurang
dapat menggambarkan massa dan inflamasi. 17

1
2

Gambar 2.14 Kehamilan dengan ileus obstruktif

c. USG
Ultrasonografi dapat menberikan gambaran dan penyebab dari
obstruksi dengan melihat pergerakan dari usus halus. Pada pasien
dengan ilues obtruksi, USG dapat dengan jelas memperlihatkan usus
yang distensi. USG dapat dengan akurat menunjukkan lokasi dari usus
yang distensi. Tidak seperti teknik radiologi yang lain, USG dapat
memperlihatkan peristaltic, hal ini dapat membantu membedakan
obstruksi mekanik dari ileus paralitik. Pemeriksaan USG lebih murah
dan mudah jika dibandingkan dengan CT-scan, dan spesifitasnya
dilaporkan mencapai 100%. 17
3

Gambar 2.15 USG Abdomen tumor dinding epigastrium

Gambar 2.16 USG Longitudinal dari abdomen bagian bawah


menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi

2.1.2 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ileus obstruktif, yaitu17
1. Ileus paralitik
2. Appensicitis akut
3. Kolesistitis, koleliathiasis, dan kolik bilier
4. Konstipasi
5. Dysmenorhoe, endometriosis dan torsio ovarium
6. Gastroenteritis akut dan inflammatory bowel disease
7. Pancreatitis akut

1.3.6 Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi
dan kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Urin harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah
urin adekuat, KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila
diperlukan. Pemeriksaan elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan
leukosit, dilakukan untuk menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum
4

luas diberikan untuk profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi


bakteri pada ostruksi intestinal.

Dekompresi

Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga


penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
konservatif dengan resusitasi dan dekompresi saja. Penyembuhan gejala
tanpa terapi operatif dilaporkan sebesar 60 – 85% pada obstruksi parsial.

Terapi Operatif

Secara umum, pasien dengan obstruksi intestinal komplit


membutuhkan terapi operatif. Pendekatan non – operatif pada beberapa
pasien dengan obstruksi intestinal komplit telah diusulkan, dengan alasan
bahwa pemasangan tube intubasi yang lama tak akan menimbulkan masalah
yang didukung oleh tidak adanya tanda-tanda demam, takikardia, nyeri
tekan atau leukositosis. Namun harus disadari bahwa terapi non operatif ini
dilakulkan dengan berbagai resikonya seperti resiko terjadinya strangulasi
pada daerah obstruksi dan penundaan terapi pada strangulasi hingga setelah
terjadinya

Anda mungkin juga menyukai