Bab I, Ii, Iii, Iv
Bab I, Ii, Iii, Iv
PENDAHULUAN
pasien tidak sebatas penerapan teknologi kedokteran saja namun juga harus
dibarengi aktalisasi nilai–nilai sosial, budaya, etik, hukum maupun agama. Hal
ini telah dimaknai jauh sebelumnya oleh para tokoh dibidang kedokteran
dan Code Of Hittiles selain itu dikenal juga sumpah Hippocrates yang
rumah sakit, dikenal dengan apa yang dinamakan hubungan terapeutik atau
tertulis) antara pasien dan dokter dalam hal pengobatan dan perawatan
penyakitnya serta antara pasien dengan rumah sakit dalam hal pelayanan
tentang masalah kesehatan, tetapi hendaknya pihak dokter dan rumah sakit
5
http://id.scribd.com/doc/252093007/Teori, diakses tanggal 12 desember 2018, hari rabu jam
16.00 WIB.
6
Nasution, Bahder Johan, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter, Jakarta, Rineka
Cipta, hlm. 11.
1
baik diminta maupun tidak diminta. Karena prinsipnya dari transaksi
terapeutik itu, pihak health provider dan pihak health receiver adalah sama-
sama merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban, sesuai
dokter atau rumah sakit tentang masalah kesehatan pasien secara lengkap dan
sebagai seorang pasien yang juga dilindungi oleh hukum. Hal lain yang
pengaduan atau tuntutan atau tuduhan kepada dokter dan/atau rumah sakit
terjadi bukan hanya pada pasien dengan dokter tetapi terkadang pihak pasien
dengan pihak rumah sakit, hal ini memberikan gambaran kepada kita bahwa
yang mereka miliki tersebut. Kini mereka telah berani menilai bahkan
2
Masyarakat yang menjadi health receiver sekarang cenderung lebih
medis tertentu.
adalah pihak dokter atau rumah sakit kurang memahami standar pelayanan
tentang aturan hukum kesehatan yang merupakan integral dari sistem hukum
nasional, yang menerapkan standar benar atau salah berdasarkan aturan yang
ada. Sementara itu paradigma yang ada pada seorang dokter adalah
dengan berlandaskan niat baik sehingga masih banyak para dokter hanya
berbicara pada tatanan moral, yaitu mengedepankan fungsi luhur profesi untuk
berbuat baik kepada sesama, walaupun secara hukum banyak yang tidak
sehingga peran organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sangat penting untuk
3
membantu menyelesaikan masalah sengketa medik. Untuk itu organisasi
terdaftar pada wilayah tempat dokter tersebut bekerja, mempunyai surat tanda
registrasi dokter (STR) yang masih berlaku, mempunyai surat izin praktek
merupakan syarat utama yang harus dilengkapi oleh setiap dokter dalam
terjadi kasus hukum medik akan membuat pelayanan kesehatan akan menjadi
kesehatan akan menurun. Dampak lainnya adalah semua pihak akan menjaga
jarak dan hal ini akan membuat hubungan dokter dan/atau rumah sakit dengan
pasien menjadi tidak harmonis. Hal tersebut akan berujung kepada penurunan
dibuat.7 Demikian pula dengan dokter, untuk menjaga hak-hak dokter ada
7
Salim HS, Erlies Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi:Teori Perlindungan Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 263-265
4
pula peraturan-perundangan yang mengaturnya, seperti: Undang-undang
Kedokteran huruf a, Pasal 27 Ayat (1) UU Kesehatan dan Pasal 24 Ayat (1)
profesi yang digunakan standar profesi saraf, kasus bedah standar profesi
5
SP dan SPO ini saling berkaitan erat, keduanya menjadi panduan bagi
dokter yang berpraktik, baik praktik di rumah sakit maupun di klinik. Jika
suatu ketika terjadi sengketa medik, SP dan SPO akan membantu dokter
dari tuntutan hukum bahkan bisa membebaskan dokter dari jeratan hukum.
Untuk itu, dokter harus membiasakan diri melakukan tindakan sesuai dengan
SP dan SPO. Semua tindakan medik di rumah sakit butuh SP dan SPO,
unit lain. Kasus darurat medik butuh tindakan cepat dan tepat, dokter dan
darurat medik, disamping itu di unit ini kecepatan respone time penanganan
Maka untuk itu dapat diartikan bahwa gawat adalah suatu keadaan
mungkin.
dengan tanggung jawab yang besar serta mempunyai sertifikat dan pelatihan.
Dalam kategori ini dokter dipelayanan unit gawat darurat medik sangat
Dalam Gawat Darurat). Hal ini merupakan syarat khusus yang harus dimiliki
6
oleh dokter dipelayan unit gawat darurat medik.
dokter umum menjalankan standar profesi sebagai dokter umum diunit gawat
Risiko bagi dokter menangani kasus gawat darurat medik lebih tinggi
onkologi.8
8
Herkutanto, 2007, “Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat“, Majalah Kedokteran
Indonesia, Volum 57, Nomor 2 Februari 2007, hlm. 37-38.
7
Kasus gawat darurat medik di UGD, dokter sering menjadi sorotan,
dengan tugas pokok dokter maupun tidak. Yang berkaitan langsung dengan
tugas pokok dokter, misalnya pasien minta ditangani terlebih dahulu padahal
pasien tidak gawat sementara di IGD ada pasien gawat yang sedang
ditangani dokter, ada lagi pasien minta dirawat inap padahal tidak ada
indikasi rawat inap, dan sebaliknya ada juga yang menolak dirawat inap
padahal ada indikasi rawat inap. Demikian pula masalah rujukan, ada pasien
yang minta dirujuk tanpa indikasi dan ada pula pasien yang menolak
lanjutan.
kartu jaminan kesehatan yang tidak bisa digunakan di IGD karena diagnosis
pasien tidak termasuk dalam diagnosis gawat darurat atau pasien kecelakaan
lalu lintas yang mau menggunakan jaminan kesehatan Kartu Indonesia Sehat
(KIS) padahal untuk kasus kecelakaan lalu lintas ada jasaraharja yang
rumah sakit karena menelantarkan pasien dan dokter tidak kompeten dalam
kenyamanan agar dokter bisa bekerja dengan baik. Oleh sebab itu, rumah
8
membutuhkan jasa layanan maupun tenaga kesehatan yang bekerja di RSUD
9
B. Rumusan Masalah
Mukomuko?
profesi IDI terhadap dokter dalam kasus gawat darurat medik RSUD
Mukomuko?
3. Apa upaya yang diperlukan organisasi profesi IDI dalam hal proteksi
Mukomuko?
C. Tujuan Penelitian
dapat menyajikan informasi yang akurat, sehingga dapat memberi manfaat dan
10
3. Untuk mengetahui dan menganalisis langkah-langkah apa yang di
RSUD Mukomuko?
D. Manfaat Penelitian
I. Manfaat Teoritis
terkait dalam hal ini adalah dokter, dinas kesehatan, manajemen pelayanan
Mukomuko.
dapat dijadikan salah satu masukan dari peran organisasi profesi IDI
b). Agar terdapat kesamaan persepsi antara dokter, pasien, masyarakat dan
11
c). Bagi para dokter agar lebih memahami tugas pokok dan fungsinya
E. Kerangka Pemikiran
a) Teori Peran
sebagai peran. Oleh karena itu, maka seseorang atau lembaga yang
akan berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan dari
9
Bakir, RS, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Karisma Publishing Group, Tanggerang, 2009.
hlm. 348.
12
lingkungannya. Peran secara umum adalah kehadiran di dalam
5). Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang
10
Soekanto, S 2002, Pokok-Pokok Sosiologi Suatu Pengantar, PT Rajawali Press, Jakarta,
Hlm.242
11
Lili.R, Gilissen JE, Gorle FE, 2011, Sejarah Hukum – Suatu Pengantar, PT Refika Aditama,
Bandung, hlm 20
12
Soerjono Soekanto, 2008, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hlm 8.
13
Jadi perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang
sebagai suatu gambaran tersendiri dari fungsi hukum itu sendiri, yang
putusan definitif.
munculnya sengketa.
14
Indonesia belum ada regulasi khusus yang mengatur perlindungan
masalah yang sudah terjadi, yang berperan pada pada fase ini adalah
hukum ini.
15
profesional (professional malprakctice). Salah satu definisi mal
banyak kasus selama ini, maka oleh hal ini tidak sesuai dengan aturan
karena tidak ada pengaturannya, tidak ada hukumnya dan tidak ada
15
J.Guwandi,SH, Pengantar Ilmu Hukum Medik dan Bio Etik, Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Hal 29, Jakarta 2009
16
Ibid, hlm.62-63
16
perdata, hukum administrasi dan hukum pidana, dalam hubungan
dan hakikatnya tidak bisa dipisahkan dari sistem hukum yang dipakai
17
Amri.A, Hukum Kesehatan, Bunga Ramapai Hukum Kesehatan , Widya Medika, Hlm 9-10,
Jakarta 1997.
18
Hendrik, 2015,Veronika K, 1999,Etika dan Hukum Kesehatan, Kedokteran EGC, Hlm 27-28,
jakarta .
17
Kedokteran No.29 tahun 2004.19 Organisasi profesi merupakan
b) Dokter
Dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, dan
gigi baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah
3. Astuti
pelayanan kesehatan.23
19
Faizal https://www.neliti.com/id/ikatan-dokter-indonesia, diakses 16 mei 2020, hari sabtu, jam
14.30 WIB
20
Faizal, IDI Online, Pokok-Pokok Pikiran Ikatan Dokter Indonrsia Tentang Pembbangunan
Kesehatan Indonesia, www.idionline.org diunduh 23 februari 2019, hari sabtu, jam 10.00 WIB
21
Undang-Undang No.29, Tahun 2004, Pasal 1 AyT(2), Tentang Praktek Kedokteran.
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia. http://kbbi.web.id/dokter.html, diakses tanggal 21 Maret
2019
23
Endang Kusuma Astuti. 2009. Transaksi Terapeutik dalam Upaya Pelayanan Medis di Rumah
Sakit. Citra Aditya. Bandung, hlm. 17.
18
c) Gawat Darurat Medik
F. METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
22
M. Jusuf Hanafiah, 2016, “Penanganan Pasien Gawat Darurat”, Y. Joko Suyono (Editor), Etika
Kedokteran & Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta, 207.
24
25
Triana Widati. Hudi Asrori. Pujiyono, 2017, “Perlindungan Hukum bagi Pasien
Kegawatdaruratan BPJS dengan Diagnosa di Luar Daftar Diagnosa Gawat Darurat di RSUD
Kabupaten Sukuharjo”. Jurnal Pascasarjana Hukum UNS, Volume V, Nomor 2 Juli-Desember
2017, hlm. 161.
19
bagaimana sikap dari organisasi profesi IDI memberikan perlindungan
hukum.
2. Metode Pendekatan :
3. Jenis-jenis Data
26
Amiruddin,dkk,2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Cetakan Ke-6, PT.Raja Grafindo
Persada, Jakarta, hlm 134.
20
diteliti dari penelitian seseorang. Teknik pengumpulan data yang di
suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada informan yang sama.
tindakan medik, maka sebelum kasus itu diproses secara hukum maka
pelanggaran etik atau tidak. Jika tidak ada pelanggaran etik, maka
dokter sudah dianggap bekerja sesuai SOP dan kasusnya tidak dapat
21
Dokter diminta keterangan karena merupakan pelaku dari subjek
hukum yang terlibat langsung jika terjadi dugaan maal praktek medik
yang menerima akibat dari tindakan diduga maal praktek dari hasil
mana pasien mempunyai hak dan kewajiban tertentu. Dan dari literatur,
4. Lokasi Penelitian
Oleh karena itu dipilih lokasi penelitian di RSUD Mukomuko dan untuk
5. Instrumen Penilitian
22
Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka
terstruktur ketat dalam suasana formal dan bisa dilakukan berulang pada
informan yang sama yang akan dijadikan informan dalam penilitian ini
23
2. Studi Dokumentasi, yaitu penulis mengambil data dengan menelaah
a. Pengumpulan Data
b. Reduksi Data
reduksi ini data yang diperoleh diseleksi, dipilih data apa yang
relevan dan bermakna yang pokok atau yang inti, memfokuskan pada
24
pemaknaan atau menjawab pertanyaan penelitian, kemudian
hal-hal yang pokok dan penting dan membuat sari ringkasan yang
maknanya.
c. Sajian Data.
d. Kesimpulan
jawabkan.
dalam proses analisis data yang satu dengan yang lain sehingga tidak
25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
saat ini menimbulkan pengaruh buruk bagi pandangan dan cara berpikir
maraknya tuntutan hukum atas kasus dugaan malpraktek oleh pasien ditujukan
26
menyesatkan masyarakat yang sebenarnya membutuhkan pertolongan medis
diberikan oleh hukum atau dengan kata lain perlindungan hukum adalah
berbagai upaya hukum yang harus diberikan oleh aparat penegak hukum untuk
memberikan rasa aman, baik secara pikiran maupun fisik dari gangguan dan
hukum. Hukum merupakan kumpulan peraturan dimana isi dari peraturan itu
karena hukum berlaku bagi setiap orang. Bersifat normatif artinya dijadikan
dasar untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, ataupun
apa yang harus dilakukan. Sedangkan maksud dari sifat mengatur adalah
27
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/perlindungan.html, di akses pada tanggal 13
Mei 2019)
28
(Satjipto Rahardjo. Op. Cit., hlm. 74)
29
(Sudikno Mertokusomo, OP. Cit., hlm. 38.)
27
Maka perlindungan hukum adalah merupakan perbuatan untuk
menjaga kepentingan subjek hukum dengan aturan dan kaidah yang telah
ditetapkan.
Tahun 1945:
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
Pasal 28 ayat (5) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945:
undangan”.
28
b. Bentuk Perlindungan Hukum
29
keputusan, yang berperan pada pada fase ini adalah lembaga peradilan
penjara.
pengakuan terhadap HAM. Hak asasi ini harus dilindungi dan kewajiban
30
HAM mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari
negara hukum.
hal.33
Praktik Kedokteran, pasal 24 Ayat (1), jo Pasal 27 Ayat (1) dan Pasal 29
32
Ishaq, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 43.
33
Dellyana, Shant, 1998, KonsepPenegakan Hukum, Liberty, Yogjakarta, hlm.32
31
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
operasional.
Pasal 8 Ayat (1) PMK 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan
c) Surat persetujuan dari atasan langsung bagi Dokter dan Dokter Gigi
32
atau pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna
waktu;
dan
e) Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4
yaitu :
telah diregistrasi.
persyaratan.
2) Informed Consent
33
kompeten, artinya pasien dewasa atau telah/pernah menikah, tidak
secara bebas. Keluarga terdekat adalah suami atau istri, ayah atau ibu
sendiri oleh dokter dan ditulis dalam rekam medik dan setelah tindakan
3) Rekam Medik
34
Faizal, 2018, Informed Consent, dalam . https://dptdokhukes.wordpress.com/2018/02/19/informed-
consent/#more-15,
35
Ibid.
34
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
hukum. Hak perlindungan hukum ini hanya akan didapatkan jika dokter
36
Pasal 50 huruf a UU Praktik Kedokteran
35
B. Kajian tentang Profesi Kedokteran
prosedur operasional;
keluarganya; dan
37
Pasal 50 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
36
b. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan
2 Kompetensi Dokter
a. Tingkat Kemampuan 1
37
b. Tingkat Kemampuan 2
pengobatan.
c. Tingkat kemampuan 3
d. Tingkat Kemampuan 4
yaitu:
38
C. Kajian tentang Organisasi Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses
publik.
yaitu:
1. Kredibilitas
2. Profesionalisme
3. Kualitas jasa
4. Kepercayaan
39
3. Tujuan utama adalah menjaga martabat dan kehormatan profesi.
organisasi profesi yang di akui oleh UU nomer 29 tahun 2004 tentang praktik
40
4. Melakukan kendali mutu dan kendali beaya (Pasal 49).
saksi ahli dan IDI akan membantu anggotanya yang dianggap bersalah oleh
Kasus gawat darurat medik dapat terjadi kapan saja, dimana saja
dan menimpa siapa saja. Orang lain, teman, keluarga, ataupun kita sendiri.
39
Herkutanto, Op.Cit., hlm. 37
41
dikelola dengan baik bisa berkembang menjadi lebih besar, inilah yang
disebut sengketa.
yang berbeda. Tolak hukum yang akan dipergunakan sebagai tolak ukur.
Demikian juga dengan etik, maka tolak ukurnya harus etik pula.40
Medik
consent.41 Adapun hubungan dokter dan pasien yang baik, jika antara
dokter dan pasien memahami hak dan kewajiban serta peraturan yang
40
Ibid
41
Setyo Trisnadi, Op.Cit., hlm. 153
42
Iwan Aflanie, Nila Nirmalasari, Muhamad Hendy Arizal, 2017, Ilmu Kedokteran Forensik &
Medikolegal: Aspek Etik Medikolegal Pelayanan Medis dan Malpraktik Medis, Rajawali Pers,
Jakarta, hlm. 20-21
42
b) Guidance-Cooperation, hubungan yang timbal balik dan saling
kerjasama. Hubungan ini pada saat pasien tidak terlalu berat atau
penyakit baru.
tidak bisa berdasarkan asas voluntarisme, artinya pasien tidak dapat memilih
dokter, tidak bisa berdasarkan kesepakatan. Untuk itu perlu ada asas yang
dari orang lain, jika sampai pertolongan yang diberikan tidak tuntas. Inilah
yang menjadi dasar penolong pada kasus gawat darurat bisa digugat, jika
43
layanan yang melibatkan sejumlah tenaga kesehatan secara bersama-sama
kematian pasien IGD tinggi, mutu rumah sakit kurang baik, kepercayaan
utama untuk mencegah kecacatan dan ancaman kematian bisa lebih optimal.
Selain itu regulasi ini juga dapat meningkatnya mutu layanan di UGD.
standar pelayanan berbeda-beda sesuai tipe rumah sakit itu sendiri. Rumah
demikian pula dengan rumah sakit tipe C dan D. Namun prinsip penanganan
pasien UGD tetap sama yaitu fokus untuk mencegah kecacatan dan usaha
tindakan di UGD. Cepat, tepat sesuai standar harus menjadi moto staf di
(SPGDT) adalah:44
44
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat
Darurat Terpadu (SPGDT)
44
b. Mempercepat waktu penanganan (respon time) Korban/Pasien Gawat
e. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat.
daruratan.
45
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 Tahun 2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat.
46
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 Tahun 2009, Pasal 3, tentang Standar Instalasi Gawat
Darurat
45
b. adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;
Pasal 5,
(1) huruf a dilakukan di tempat kejadian atau pada saat evakuasi medik.
47
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856 Tahun 2009, Pasal 4, Nomor 47, tentang Standar
Instalasi Gawat Darurat
46
(3) Evakuasi medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
(4) Dalam hal tidak terdapat ambulans transportasi atau ambulans Gawat
Pasal 6,
meliputi:
a. Rumah Sakit;
b. Puskesmas;
f. Klinik.
Pasal 7,
47
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan
kemampuan pelayanan:
b. sarana;
c. prasarana;
d. obat;
f. alat kesehatan.
hukum bagi Rumah Sakit, baik Direktur Rumah Sakit, medis, paramedis dan
tenaga kesehatan lainnya. Kematian pasien di UGD ada yang bisa dicegah
ada yang tidak bisa dicegah. Jika terjadi kematian yang seharusnya bisa
48
Rudy Limantara. Herjunianto. Arma Roosalina, 2015, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Tingginya Angka Kematian di IGD Rumah Sakit”, Jurnal Kedokteran Brawijaya Program Studi
Magister Manajemen Rumah Sakit Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Volume 28,
Nomor 2, hlm. 201
48
b. Negligence, yaitu tidak sengajaan/kelalaian, dimana petugas lalai
kecacatan bahkan kematian, untuk itu perlu sistem penanganan pasien UGD
Sekarang sudah ada PMK SPGDT. PMK ini menjadi dasar hukum
Darurat
adalah keadaan klinis pasien yang mebutuhkan tindakan medis segera untuk
49
Pasal 2 PMK Nomor 19 Tahun 2016 tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu
(SPGDT)
49
Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban memberikan pelayanan gawat
d. Pasal 22 Ayat (2) PMK Nomor 2052 Tahun 2011 tentang Izin Praktik
kebutuhan medis
tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan
mampu memberikannya.
50
kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus
diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi. Mediasi adalah salah satu cara
yang dilakukan oleh IDI jika ada sengketa antara dokter dan pasien/keluarga
dari KKI yang bersifat independen diawasi oleh IDI. Fungsi MKDKI adalah
menentukan adakah pelanggaran etik, disiplin ilmu kedokteran atau tidak dan
disiplin kedokteran telah diatur dalam Peraturan KKI Nomor 2 Tahun 2011.
dari: (Pasal 3 Peraturan KKI Nomor 2 Tahun 2011 tentang Tata Cara
a. Orang atau badan yang mengadukan, dokter atau dokter gigi yang
2004;
50
Michel Daniel Mangkey, Op. Cit., hlm. 19
51
c. Peristiwa yang diadukan tidak dimaksudkan untuk penyelesaian atas
3) Nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan,
meliputi: nama dokter atau dokter gigi yang diadukan, STR dan/atau
SIP dokter atau dokter gigi yang diadukan (jika mengetahui) dan
alamat lengkap tempat praktik dokter atau dokter gigi yang diadukan
tersebut bekerja sesui dengan SP dan SPO, sehingga dapat dinilai apakah ada
52
pelanggaran yang dilakukan oleh dokter tersebut baik berupa pelanggaran
Putusan sidang MPD dapat berupa: (Pasal 52 Ayat (2) Peraturan KKI Nomor
1) Peringatan tertulis
antara dokter dan pasien dalam tahap awal IDI akan melakukan penyelidikan
kepolisian tentunya akan menggunakan tata cara atau prosedur yang ada
53
terlebih dahulu meminta kepada IDI menyelidiki kasus tersebut apakah ada
ditemukan adanya pelanggaran maka oleh IDI akan menyediakan saksi ahli
semua prosedur dan bekerja sesuai standar tetapi hasilnya pasien menderita
cacat atau bahkan meninggal dunia karena prinsip res ipsa loquitur tetap akan
diproses secara hukum jika ada laporan pasien atau keluarga pasien ke
adalah malpraktik.
disiplin dan norma hukum. Sehingga dirasakan semua tindakan dokter dapat
dokter.51
terdapat aspek etik, aspek medis dan aspek yuridis yang tidak dapat
51
Setyo Trisnadi, Op.Cit., hlm. 40
54
BAB III
HASIL PENELITIAN
Mukomuko.
ahli dalam hal penyakit dan pengobatan. Dokter di Rumah Sakit mempunyai
dokter dan pasien. Hubungan antara dokter dengan pasien tersebut bersifat
55
Maka oleh karena itu untuk menjalankan pelayanan yang baik sesuai
standar pelayanan rumah sakit sebagai bagian dari tata kelola klinis yang baik,
tenaga kesehatan, standar prosedur operasional, kode etik profesi dan kode
tahun 2018.
pasien dengan dokter dan pihak yang bersangkutan lainnya. Disini diupayakan
melibatkan Komite Medik RSUD Mukomuko pada Sub Komite Etik dan
Disiplin Profesi dimana salah satu tujuannya adalah melindungi pasien dari
pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat dan tidak layak melakukan
asuhan klinis, maka salah satu konsep dari Komite Etik dan Disiplin Profesi di
keputusan tidak terkait dan tidak ada hubungannya dengan proses penegakan
56
organisasi profesi maupun penegakan hukum. Apabila ditemukan adanya
bersangkutan.
DIREKTUR RS
PELAYANAN MEDIS
KOMITE MEDIK
52
Alur penangan komplain masyarakat di RSUD Mukomuko
57
REKOMENDASI IDI REKOMENDASI IDI
SANKSI PELANGGARAN
SAKSI AHLI
MUKOMUKO.53
DIREKTUR
KOMITE MEDIK
SEKRETARIS
dengan tujuan :
53
Permenkes Nomor 775/PER/IV/2011.Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit
58
1. Melindungi pasien dari staf medis yang tidak memenuhi syarat dan tidak
sakit.
Kasus pertama :
inisial B kepada pasiennya. Pada hari Senin pagi pasien masuk IGD RSUD
Mukomuko jam 8.20 WIB, dengan keluhan keluar darah dari hidung kiri
ditemukan memar pada pipi kiri oleh karena benturan saat kecelakaan,
kemudian mau direncanakan untuk ronstgen kepala akan tetapi rontgen dalam
inap, selama dalam perawatan darah terus mengalir dari hidung sebelah kiri,
memberikan arahan kepada keluarga pasien agar pasien tetap dirawat dan
saat ini tidak apa-apa dan darah dari hidung berhenti mengalir. Pada hari
59
tuntutan kepada dokter B dengan alasan dokter tersebut tidak menyarankan
tersebut dari Komite Medik bagian Hukum dan Etik meminta peran organisasi
IDI untuk ikut serta membantu dalam menyelesaikan kasus tersebut apakah
medik status pasien dan memanggil pihak keluarga pasien diminta untuk
sesuai SOP, akan tetapi dokter B tidak memberikan informed consent tentang
ketingkat spesialistik dengan alasan jarak tempuh yang jauh dari kabupaten
penyelesaian kasus tersebut agar jangan sampai ke ranah hukum. Pada kasus
tidak memberikan informed consent yang jelas kepada pasien dan keluarga
pasien. Dari hasil audit medis tersebut oleh komite medik dan organisasi IDI
60
melaporkan kepada Kabid Pelayanan Medis dan Direktur Rumah Sakit untuk
meminta maaf kepada keluarga pasien serta memberikan ganti rugi sebesar 6
akan dilakukan dokter dan memberi perlindungan hukum kepada dokter jika
terjadi kegagalan tindakan medis atau sesuatu yang tidak diinginkan, kerena
supaya kasus ini jangan terulang lagi dari organisasi IDI melalui Majelis
“Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian
Kasus kedua :
Ratu Kec. Kota Mukomuko dengan keluhan utama nyeri di dada. Setelah
tersebut tentang penyakit yang dideritanya saat itu yaitu penyakit jantung
61
serta kemungkinan lain yang fatal bisa terjadi seperti kematian mendadak.
cemas dan takut, kemudian dokter I memberikan obat sesuai dengan hasil
lengkap seperti laboratorium darah dan USG jantung. Dari hasil pemeriksaan
dokter R spesialis jantung tersebut didapat hasil jantung pasien masíh dalam
dari dokter I adalah salah. Akibat dari diagnosa dan penjealsan dokter R
terhadap pasien dan keluarga pasien. Dari masalah tersebut pasien mengancam
akan melakukan tuntutan kepada dokter I dan pihak manajemen rumah sakit.
ditembuskan ke Komite Medik bagian Hukum dan Etik. Komite medik bagian
hukum dan etik memanggil secara lisan dokter I untuk memberikan penjelasan
dari peristiwa yang terjadi dari laporan keluarga pasien. Kabid Pelayanan
62
kepada keluarga pasien dan pihak rumah sakit akan memperbaiki sistim
tersebut Komite Medik bagian Hukum dan Etik memberikan informasi kepada
permasalahan ini berlanjut ke ranah hukum. Akan tetapi oleh organisasi IDI
dokter tetap berstatus ASN RSUD Mukomuko, akan tetapi dalam kasus pasien
IDI memberikan teguran lisan kepada dokter I dan dokter pendamping dengan
organisasi IDI diberikan teguran tertulis, pembinaan etik atas sikap yang
ingin diperlakukan”.
tata cara penanganan kasus dugaan pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi
63
Pengaduan, pasal 2 :
1). Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) hurup
Penjelasan
64
Dalam menjalankan asuhan klinis kepada pasien dokter atau dokter gigi
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang tidak
Penjelasan
atau dokter gigi atau sarana pelayanan kesehatan yang lebih sesuai.
2). Keberadaan dokter atau dokter gigi lain atau sarana kesehatan
Mukomuko.54
puasan pasien maupun keluarga pasien dari pelayan medis yang hasilnya
54
Wawancara dr.Safriadi, SpPD,. Ketua komite medik RSUD Mukomuko, 27 Februari 2020
65
tidak diaharapkan seperti kematian, kecacatan, penyakit yang bertambah
Kabupaten Mukomuko.55
karena ketidak puasan atas pelayanan yang diberikan oleh piahak RSUD
serta akibat atau resiko yang terjadi apabila tindakan itu dikerjakan. Dokter
penting untuk menjaga apabila terjadi tuntutan dari pasien dari hasil
tindakan yang tidak diharapkan. Dalam hal ini apabila terjadi pelanggaran
55
Wawancara dr. Surya Darma,SpB. Ketua IDI wilayah Kabupaten Mukomuko, 25 Februari 2020
66
2. Pelanggaran berat.
seandainya ada unsur pidana atau perdata. Dalam kasus tersebut maka
MKDKI-P
67
2. Bila si pelanggar bekerja di Instansi lain seperti RS dipanggil secara
c. Anggota luar biasa adalah dokter warga negara asing yang bekerja di
Indonesia.
68
Selama menjabat sebagai ketua IDI kabupaten Mukomuko, IDI
menerima setiap resiko tindakan gawat darurat medik yang dilakukan oleh
Anjastiko.56
dan kami dari pihak manajemen RS menyiapkan salah satu ruangan untuk
akan lebih berperanan dalam memantau dan menilai kinerja etik dari
kinerja dokter di RSUD Mukomuko, dan juga dengan organisasi IDI bisa
etik.
56
Wawancara dr. Anjastiko, direktur RSUD Mukomuko, 23 Januari 2019
69
Dari wawancara dengan Kabid Pelayanan Medis RSUD
profesi yaitu Ikatan Dokter Indonesia (IDI). IDI ikut serta dalam penyelesaian
kasus sengketa medik jika diminta oleh Kepolisian. Hal ini karena dalam
memahami masalah hubungan dokter dan pasien tidak bisa hanya dilihat dari
adanya cedera ataupun meninggalnya pasien. Namun harus dilihat dari segi
suatu kasus sengketa medik yang terjadi di RSUD Mukomuko dapat dinilai
medik pada pasien. Kepolisian maupun pihak IDI dalam hal ini IDI dapat
57
Wawaancara Harnovi,SKM, kepala bidang pelayanan medis RSUD Mukomuko, 29 Januari
2019
70
membantu dalam hal memilih seorang dokter untuk dijadikan saksi ahli. Hal
ini sesuai dengan Surat Edaran Menteri Kesehatan tahun 2007 tentang
kedokteran;
tinggi harkat dan martabat profesi tenaga kesehatan, asas praduga tidak
71
d. Dalam penanganan dugaan pelanggaran hukum kesehatan yang
pengalamannya masing-masing;
72
IDI akan memilih seorang dokter untuk dijadikan saksi ahli. Dalam
pasal 1-4 Pada kutipan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, IDI akan
memilih seorang yang akan dijadikan saksi ahli. Tentu kriteria saksi yang
dipilih oleh IDI harus sesuai dengan isi dari pasal 1-4 pada Anggaran Dasar
ada laporan ke Polisi tentang kasus sengketa medik, pihak Kepolisian akan
menindak lanjuti, jika masalah yang ditemukan terkait medis yang belum
IDI akan menyarankan dokter siapa yang cocok dijadikan saksi ahli untuk
kasus tersebut , IDI yang akan menentukan saksi ahli yang akan dipilih untuk
mendampingi dokter yang terkena kasus ini. Jumlah saksi ahli yang akan
dipanggil bisa satu ataupun lebih tergantung kasusnya, kadang ada yang
memakai dua saksi ahli. Saksi ahli yang kedua berfungsi mengungkapkan
second opinion. Saksi ahli yang dipilih adalah saksi ahli yang sesuai
maka pihak IDI akan memilih dokter bedah sebagai saksi ahlinya sesuai
sama dengan dokter yang lain didalam keanggotaan IDI. Salah satunya
mempunyai hak meminta bantuan IDI jika menghadapi sengketa medik. IDI
73
sendiri dibagi menjadi 3 pelanggaran, apakah itu pelanggaran etik, disiplin
atau pidana. Jika dokter hanya melanggar etik tetapi dianggap melakukan
tindakan malpraktek maka IDI pasti turun tangan dan berusaha membantu
dokter yang terkena kasus tesebut. Jika dokter hanya melakukan pelanggaran
etik saja maka sudah ada badan yang khusus melakukan diagnosis terhadap
tersebut.
RSUD Mukomuko.
Dalam hal ini untuk mencegah agar tidak terjadi konflik antara rumah
74
Pada hakikatnya, STR dan SIP itu untuk melindungi pasien.
Dokter Gigi. Sedangkan, dasar hukum SIP diatur pada Pasal 23 Ayat
Pasal 2 Permenkes Nomor 2025 Tahun 2011 tentang Izin Praktik dan
75
Menjalankan tugas dalam tindakan gawat darurat medik sesuai dengan
SOP
dengan SP dan SPO. SP dibuat oleh profesi, sedangkan SPO dibuat oleh
dokter yang bekerja di unit gawat darurat medik saat menangani pasien
sifatnya kongkret;
karena sifat tindakan tersebut sebagai tindakan medik. Adanya izin pasien
76
hak pasien sebagai individu dan norma yang mengatur agar pelayanan
banyak, yang dalam hal ini adalah pasien sebagai anggota masyarat.
dengan standar profesi dan standar prosedur operasional. Dalam hal ini
cedera yang diderita pasien karena kerugian dan cedera tersebut bukan
cedera atau kerugian yang diderita pasien dapat saja terjadi karena
77
identitas pasien dan faktor – faktor kontribusi yang berpengaruh
cirri tersendiri, sehingga dapat dikatakan hamper tidak ada dua kasus
diagnosa
menelantarkan
keadaanya.
terhadap tindakan dokter dalam keadaan darurat medis namun dalam hal
78
ini IDI lebih mengutamakan penyelesaian dengan melakukan mediasi
antara dokter, pasien dan pihak yang terkait dengan pemeriksaan yang
pidana. Setelah hal itu ditemukan maka IDI akan mengambil sikap
hukum maka IDI yang akan menentukan saksi ahli yang akan dipilih untuk
mendampingi dokter yang terkena kasus IDI akan menyiapkan saksi ahli
mediasi dengan melibatkan organisasi profesi IDI. Namun hal ini belum
hukum untuk menjadi saksi ahli dalam melindungi dokter dari tuntutan
hukum..
79
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
hal :
pengaduan dari pasien atau keluarga pasien, maka IDI akan memediasi
80
Sebagai audit medis terhadap tindakan dokter apabila permasalahan
berlanjut kepengadilan
a. Dari IDI seperti, belum ada saksi ahli yang berkompeten menguasai
81
ilmu hukum, masih lemahnya pengawasan, serta pembinaan terhadap
B. SARAN.
IDI terhadap dokter bekerja berdasarkan standar etik, standar profesi, dan
82
3. Organisasi profesi IDI hendaknya berupaya lebih selektif dalam
83