Anda di halaman 1dari 63

Tugas Tambahan Perbaikan Nilai MK Profesionalisme Kebidanan

Materi:1,4,5,6,7,9 dan 12

D o s e n p e n g a m p u : J u l i e t t a h u t a b a ra t S S T . M . k e s

Disusun oleh

Endang H.Simamora (P07624419099)

Kelas : D IV 2.C

POLTEKKES KEMENKES RI MEDAN


JURUSAN KEBIDANAN
T.A 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini selesai pada waktunya.

Terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu yang selalu memberikan dukungan serta
bimbingannya dan teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga
makalah ini disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang
lebih baik lagi.

Medan ,januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 4

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 4


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................................. 6

BAB II PEMABAHASAN ........................................................................... 7

2.1. Sejarah Perkembangan pelayanan kebidanan...................................... 7


2.2. Peran bidan di pelayanan kesehtan primer termasuk kesehatan
masyarakat dan lingkup praktek bidan …………………….................... 20
2.3. Budaya tradisi dan kajian gender dalam
pelayanan kebidanan ……………….............................................................27
2.4. Keilmuan kebidanan,defenisi normal Childbirtd…………………………..35
2.5. Hubungan bidan ibu keterampilan komunikasi dalam kebidanan………..38
2.6. Etik biomedis dan aplikasinya dalam praktik kebidanan………………….47
2.7. Pengantar kepemimpinan dalam kebidanan ,………………………………55

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 61

3.1. Kesimpulan ............................................................................................... 61

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1 Latar Belakang
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan
dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan praktek pelayanan kebidanan perlu kita lakukan pendekatan diantaranya
pendekatan melalui agama, kesenian tradisi, paguyuban serta dengan cara-cara lainnya. Hal tersebut
bertujuan untuk memudahkan masyarakat menerima bahwa pelayanan atau informasi yang diberikan
petugas bukanlah sesuatu yang tabu. Dalam memberikan pelayanan kebidanan seorang bidan tebih
bersifat Promotif dan Preventif bukan bersifat Kuratif, serta mampu menggerakkan Peran Serta
Masyarakat dalam upaya sesuai dengan prinsip-prinsip PHC.

Bidan menurut ICM (International Confederation of Midwives) merupakan seseorang yang telah
menyelesaikan (lulus) program pendidikan kebidanan yang diakui secara resmi oleh negaranya serta
berdasarkan kompetensi praktik kebidanan dasar yang dikeluarkan ICM dan kerangka kerja dari standar
global ICM dan kerangka kerja dari standar global ICM untuk pendidikan kebidanan, telah memenuhi
kualifikasi yang dipersyaratkan untuk didaftarkan (register) dan/atau memiliki izin yang sah (lisensi)
untuk melakukan praktik kebidanan, dan menggunakan gelar/hak sebutan sebagai “bidan” serta mampu
menunjukkan kompetensinya di dalam praktik kebidanan.

“The midwife is recognized worldwide as being the person who is alongside and supporting women
giving birth. The midwife also has a key role in promoting the health and well-being of childbearing
women and their families before conception, antenatally and postnatally, including family planning
(Fraser and Cooper, 2009)”.

Indonesia memiliki beragam suku dan berbagai budaya. Kebudayaan adalah suatu sistem gagasan,
tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam kehidupan masyarakat. Budaya
adalah norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dan dibagi serta memberi
petunjuk dalam berfikir, bertindak, dan mengambil keputusan yang memiliki nilai-nilai tersendiri
tergantung dengan budaya yang dianut oleh seseorang dan dianggapnya benar secara turun temurun atau
secara agama yang bisa diterima dikalangan masyarakat.

4
Kepemimpinan yang kuat dalam kebidanan sangat penting jika tantangan yang dihadapi
profesi yang harus dipenuhi. Namun, seperti Jo Coggins menjelaskan, ada sejumlah hambatan yang
harus diatasi dalam rangka untuk memperbaiki ini dan mendukung komitmen untuk wanita-berpusat
perawatan.

Kepemimpinan dalam kebidanan sangatlah penting, namun untuk menjadi pemimpin yang sesuai
dengan profesi kebidanannya tidaklah mudah tentunya ada beberapa hambatan-hambatan yang harus
diatasi dalam rangka memperbaiki kinerja bidan tersebut dalam hal ini bidan harus bisa berkomitmen
agar dapat mengutamakan wanita-wanita yang berpusat tentang perawatan. Bidan dapat mengatasi
hambatan dan memastikan profesi mereka dilengkapi dengan para pemimpin yang efektif,
memerlukan upaya kolaborasi (Tucker, 2003). Namun, para pemimpin yang ada harus mengakui
bahwa dalam profesi yang didominasi perempuan, karir pilihan dan peluang pembangunan harus
memfasilitasi kualitas bawaan biologis perempuan, dan bahwa prioritas bidan individu akan berbeda
(Pashley, 1998).

2.Rumusan Masalah

1. Apa aspek budaya dalam kebidanan?


2. Apa tujuan kebudayaan tersebut dalam kebidanan?
3. bagaimana tugas bidan sebagai leader dalam pelayanan kebidanan?
4. Bagaimana cara bidan sebagai pemimpin?
5. Mengetahui pengertian system pelayanan kesehatan .
6. Mengetahui peran dan tanggung jawab bidan dalam system pelayanan kesehatan.
7. Mengetahui lingkungan kerja bidan dalam system pelayanan kesehatan.

3.TUJUAN PENULISAN

1. Berdasarkan rumusan masalah dapat diketahui tujuan penulisan sebagai berikut.

5
2. Untuk mengetahui aspek budaya dalam kebidanan
3. Untuk mengetahui tujuan kebudayaan dalam kebidanan
4. Dapat melaksanakan pengkajian pada Ibu hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan
keluarga berencana.
5. Dapat menentukan diagnosa masalah dan kebutuhan ibu dan bayi dalam masa kehamilan,
persalinan, nifas, BBL dan KB.
6. Dapat melakukan penatalaksanaan sesuai dengan diagnosa masalah dan kebutuhan ibu dan
bayi dalam masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan KB.

7. Mahasiswa mampu mengetahui pengertian komunikasi efektif.


8. Mahasiwa mampu mengetahui bentuk komunikasi efektif.
9. Mahasiswa mampu mengetahui apa saja prinsip dasar komunikasi efektif.

BAB II
PEMABAHASAN

6
1.SEJARAH PERKEMBANGAN PELAYANAN KEBIDANAN

Pelayanan kebidanan adalah semua tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi bidan
dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu, anak, dan keluarga
berencana dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarkat. Berikut adalah sejarah
perkembangan pelayanan kebidanan yang ada di Indonesia maupun di dunia internasional.

A. Sejarah Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Dalam Negeri (Indonesia)

Perkembangan pelayanan kebidanan dimulai ketika Belanda menjajah Indonesia. Pada masa
pemerintahan Belanda, Indonesia masih mengikuti kebiasaan lama,ibu ditolong oleh dukun paraji.
Persalinan oleh dukun menggunakan mantra-mantra dan mengurut perut ibu.Perkembangan pelayanan
kebidanan di Indonesia menurut catatan dimulai pada tahun1807 ketika angka kematian ibu dan bayi
tinggi sehingga dukun dilatih untuk pertolongan persalinan di zaman Gubernur Jenderal Hendrik
William Dandels, tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.
Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukan bagi orang Belanda yang ada di Inonesia. Tahun
1849 dibuka pendidikan Dokter Jawa di Batavia tepatnya di Rumah Sakit Militer Belanda sekarang
RSPAD Gatot Subroto. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851,dibuka
pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda W.Bosch. Mulai
saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan bayi.Pada tahun 1952 ,mulai
diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan kualitas pertolongan persalinan,
pelatihan untuk dukun masih berlangsung sampai sekarang yang diberikan oleh bidan. Kursus
Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta dilakukan pula di kota-kota besar di
nusantara. Seiring pelatihan tersebut, didirikan pula Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dengan
bidan sebagai penangung jawab. Pelayanan yang diberikan mencakup antenatan, postnatal,
pemeriksaan bayi dan anak.Pada tahun 1957 bermula dari BKIA, kemudian terbentuklah sustu
pelayanan terintegrasi bagi masyarakat yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas).
Pelayanan yang diberikan yaitu kesehatan ibu dan anak, serta keluarga berencana. Pelayanan
kebidanan di Posyandu mencakup pemeriksaan kehamilan, pelayanan keluarga berencana, imunisasi
gizi, dann kesehatan lingkungan. Sejak tahun 1990, pelayanan kebidanan diberikan secara merata
sesuai kebutuhan masyarakat. Kebijakan ini merupakan Instruksi Presiden disampaikan pada Sidang
Kabinet Tahun 1992. Kebijakan ini mengenai perlunya mendidik bidan untuk ditempatkan di desa
dengan tugas pokok sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya ibu hamil, bersalin dan nifas serta
pelayanan kesehatan bayi baru lahir termasuk pembinaan dukun bayi.Titik tolak Konferensi
Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 menekankn pada kesehatan reproduksi, memperluasa
area garapan pelayanan kebidanan. Area tersebut meliputi :
1. Safe motherhood termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus.
2. Keluarga berencana.
3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi
4. Kesehatan reproduksi remaja
7
5. Kesehatan reproduksi orang tua.Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi, dan tugasnya didasarkan
pada kemampuan serta kewenangan yang diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan (Permekes)

Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami perubahan sesuai kebutuhan
dan perkembangan masyarakat serta kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Permenkes tersebut terdiri atas :
1. Permenkes No. 5380/IX/1963 yang menyatakan wewenang bidan terbatas pada pertolongan
persalinan normal secara mandiri, didampingi tugas lain.
2. Permenkes No. 363/IX/1980 diubah menjadi Permenkes No. 326 /1989 bahwa wewenang bidan
dibagi menjadi wewenang umum dan khusus. Dalam wewenang khusus ditetapkan bahwa bidan
melaksanakan tindakan dibawah pengawasan dokter.
3. Permenkes No. 527/VI/1996 mengatur tentang registrasi dan praktik kebidanan. Bidan dalam
melaksanakan praktiknya diberikan kewenangan yang mandiri yang disertai kemampuan dalam
melaksanakan tindakan. Dalam wewenang tersebut mencakup

 Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak


 Pelayanan keluarga berencanac. Pelayanan kesehatan masyarakat
4. Permenkes No. 900/Menkes/SK/XII/2002 mengatur tentang registrasi dan praktik bidan. Bidan
dalam praktiknya diberi kewenangan untuk memberikan pelayanan yang meliputi

 Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan pranikan, antenatal, intranatal,, postnatal,


bayi baru lahir, dan balita.
 Pelayanan keluarga berencana yang meliputi pemberian obat dan alat kontrasepsi melalui oral,
suntikan, pemasangan dan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan alat
kontrasepsi bawah kulit (AKBR) tanpa penyulit.Dalam melaksanakan tugasnya, bidan
melakukan kolaborasi, konsultasi, dan rujukan sesuai dengan kondisi pasien, kewenangan, serta
kemampuannya. Wewenang bidan dalam pelayanan kebidanan di bidang keluarga berencana
mencakup penyedian alat kontrasepsi :oral (pil KB), suntik, kondom, tisu vaginal, alat
kontrasepsi dalam rahi,, alat kontrasepsi bawah kulit , baik pemasangan maupun pencabutan.

1. Sejarah Perkembangan Pelayanan Kebidanan di Luar Negeri


a. Masa Sebelum Masehi

Pada masa sebelum masehi merupakan awal keberadaan manusia, fakta adanya pembantu
kelahiran baik dari keluarga maupun di luar keluarga yang mempunyai pengalaman dari kelahir
an. Tidak menetapkan bayaran tetapi mendapatkan hadiah.Kebidanan pertama kali dikenal di Mesir.
Beberapa pendapat tentang menolong persalinan, yaitu:1. Suatu hal yang mulia2. Diberkahi oleh
dewa3. Terlatih dengan baik4. Mempunyai UU dalam mengontrol praktik dan harus memanggil
asisten dari tabib konsultan bila ada masalah selama persalinanTokoh kebidanan di Mesir adalah
Socrates dan Aristoteles. Banyak ilmu kebidanan dan obat-obatan yang memungkinkan dapat
diperoleh di Mesir.Di Yunani, pada saat itu sudah ada bidan untuk persalinan, tapi bidan harus yang

8
telah mempunyai anak sendiri dan dibayar atas pelayanan dan ada UU keras yang mengontrol praktik
bidan. Hipocrates (460-377 SM) sebagai Bapak Ilmu Kedokteran pertama kali menemukan kasus
kematian akibat purperal. Aristoteles mengajarkan pengaruh praktik kebidanan.Ilmu kebidanan pada
bangsa Roma berasal dari bangsa Yunani melalui Mesir, ada 2 jenis bidan di Roma, yaitu:

 Bidan yang ahli di bidangnya, yaitu bidan yang dihargai sebagai pemimpin tim ahli obstetri,
yang biasanya melakukan praktik sendiri.
 Bidan yang berstatus rendah, yaitu bidan yang sederajat dengan pembantu persalinan
tradisional.

B. Masa Pertengahan

Perkembangan kebidanan seiring dengan penyebaran agama Kristen. Kebidanan telah


dipraktikkan secara utuh oleh perempuan biasa.Soranus (98-138 M) adalah seorang spesialis pertama
di Roma dalam Obstetru Ginekologi (129-201 M) menulis beberapa teks tentang pengobatan termasuk
didalamnya obstetri dan ginekologi serviks dengan menggunakan jari.Kerajaan Byzantium, daerah di
Eropa bagian timur dengan ibu kota Constatinopel, diketahui adanya rumah sakit kebidanan yang
berdiri pertama kali selama abad ke-12. Paulus de Aegina adalah penulis ternama waktu itu
mengatakan telah ada bidan erempuan pertama.Dua dokter di Arab, Rhazez (860-932 M) dan
Avicenna (98Z1037 M), menulis tentang prosedur kebidanan termasuk didalamnya alat-alat yang
digunakan untuk persalinan.
Masa Renaisanc Ambroisepare (1510-1590 M) terkenal sebagai seorang ahli bedah di Perancis,
tetapi dia juga memiliki kontribusi dalam obstetri dan ginekologi yaitu menemukan Vacum Ekstrasi.
Beliau juga mendirikan sekolah kebidanan pertama di Perancis. Francois Mauriceau (1637-1709 M)
seorang ahli yang pertama kali menemukan adanya kehamilan tuba dan presentasi muka dengan letak
dahi. Dia secara detail menggambarkan mekanisme persalinannya dan teknik Mauriceau.Jacob Nuver,
seorag Switzerland, melakukan operasi SC pada istrinya, dia menunggu kelahiran anaknya yang lebih
lanjut dan hidup sampai umur 77 tahun.

C. Kanada

Pontario adalah provinsi pertama di Kanada yang menerbitkan peraturan tentang kebidanan ;
setelah adanya sejarah panjang tentang kebidanan yang illegal yang berakibat meningkatnya praktik
bidan yang tidak berizin. Seperti Selandia Baru, wanitalah yang menginginkan perubahan. Mereka
membuat pilihan asuhan dan keputusan yang sesuai dengan pengalaman untuk dijadikan model
kebidanan terbaru. Model kebidana yang dipakai di Ontario berdasarkan pada definisi ICM tentang
bidan yaitu seorang tenaga yang mempunyai otonomi praktik terbatas pada persalinan normal. Bidan
memiliki akses pada rumah sakit meternitas dan perempuan mempunyai pilihan atas persalinan di
rumah atau di rumah sakit. Ontario tidak menganut konsep partnership sebagai pusat praktik kebidanan
walaupun terbagi atas dua model. Sebagai contoh, Selanda Baru dan Oniario Kanada sama – sama
menerapkan model partnership dalam asuhan kebidanan. Beberapa aspek di dalamnya antara lain
hubungan antara wanita, asuhan berkesinambungan, kebebasan memilih dan menyetujui, otonomi
praktik kebidanan terfokus pppada kehamilan dan persalinan normal. Dalam membangun dunia profesi
kebidanan yang baru, Selandia Baru dan Kanada membuat sistem dalam mempersiapkan bidan – bidan
9
registrasi. Keduannya memulai dengan sebuah keputusan bahwa bidanlah yang dibutuhkan dalam
pelayanan maternitas dan menetapkan ruang lingkup praktik kebidanan. Ruang lingkup praktik
kebidanan di kedua Negara tersebut tidak keluat dari jalur yang telah ditetapkan ICM yaitu bidan bidan
bekerja dengan otonomi penuh dalam lingkup persalinan normal atau pelayanan maternitas primer.
Bidan bekerja dan berkonsultasi dengan ahli obstetrik bila terjadi komplikasi, dan ibu serta bayi
memerlukan bantuan dan pelayanan meternitas sekunder. Bidan di kedua Negara tersebut mempunyai
akses fasilitas rumah sakit tanpa harus bekerja di rumah sakit. Mereka bekerja di rumah atau di rumah
sakit meternitas dan dapat mengakses fasilitas.

D. New Zealand

Selandia Baru telah mempunyai peraturan tentang cara kerja kebidanan sejak tahun 1904. Lebih
dari 100 tahun yang lalu, lingkup praktek bidan telah berubah secara berarti sebagai hasil dari
meningkatnya sistem perumahsakitan dan pengobatan atau pertolongan dalam kelahiran. Karena
adanya otonomi bagi pekerja yang bergerak dalam praktiknya dengan lingkup praktik penuh di awal
tahun 1900, secara perlahan bidan menjadi ‘asisten’ dokter. Bidan bekerja dalam masyarakat, dimulai
bekerja di rumah sakit dalam area tertentu, seperti klinik atenatal, ruang bersalin dan nifas, kehamilan
dan persalinan, menjadi terpisah, menjadi khusus, dan secara keseluruhan. Model di atas ditunjukan
untuk memberikan pelayanan pada meternal dan untuk mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu
dan janin. Ini berlangsung pada tahun 1920 sampai dengan tahun 1980. Banyak perempuan Selandi
Baru yang berjuang untuk meningkatkan medikalisasi dan memilih persalinan normal di rumah (home
birth). Perkumpulan home birth dibentuk tahun 1978 yang berfungsi untuk melindungi perempuan
yang melahirkan secara normal di rumah.

E. Amerika Serikat

Zaman dahulu kala di Amerika Serikat persalinan ditolong oleh dukun beranak yang tidak
berpendidikan, biasanya bila seorang perempuan sukar melahirkan ahli obat menganjurkan supaya
perempuan diusir serta ditakuti agar rasa sakit bertambah dan kelahiran menjadi mudah karena
kesakitan dan kesedihan.Kebidanan di Amerika Serikat hampir dirusak oleh pertentangan profesi
medis (Arney, 1982). Banyak kalangan medis berpendapat bahwa secara emosi dan intelektual,
perempuan tidak mampu belajar dan menerapkan metode obstetrik. Pendapat ini digunakan untuk
menjatuhkan propesi bidan sehingga bidan tidak mempunyai pendukung. Imigran baru yang datang
membawa serta bidan mereka, tetapi ketika populasi semakin sejahtera mereka mencari jasa dokter.
Bidan sementara melanjutkan pada orang miskin, komonias rural di bagian selatan dan New Mexico
(Graskin, 1988)Tahun 1770 dan 1820 para perempuan golongan atas di kota-kota di amerika mulai
meminta bantuan para dokter. Sejak awal tahun 1900 setelah persalinan di AS ditangani oleh dokter,
bidan hanya menangani persalinan perempuan yang tidak mampu membayar dokter.Tahun 1915,
dokter Joseph de lee mengatakan bahwa kelahiran bayi adalah proses potologis dan bidan tidak
mempunyai peran di dalamnya, serta di berlakukan nya protap pertolongan persalinan dengan
memberikan sedatifa pada awal inpartu, membiarkan serviks berdilatasi dengan memberikan ether
pada kala II, melakukan episiotomi, melahirkan bayi dengan forceps ekstrasi plasenta, memberikan
uterotonika serta menjahit episiotomi. Akibat protop tersebut kematian ibu mencapai angka 600-700
kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1900-1930, dan sebanyak 30-50% perempuan
melahirkan di rumah sakit.Mary Breckidge telah meliat b5dan bekerja di eropa, di latih di inggris
10
sebelum kembali ke kentucky mem bentuk FNS (Frointer Nursing Service). Meskipun melayani
popolasi yang tidak baik, jasa bidan menunjukan hasil meteral dan bayi yang lebih baik (Haire,
1990)Menurut catatan Thomas yang pertama kali berpraktik kebidanan di Amerika adalah Samuel
Fuller dengan istrinya yang kemudian menjual kepada orang lain yang menaruh minat terhadap
kebidanan yaitu Anne Hucthitson

F. Inggris

Bidan adalah pembantu kelahiran tradisional. Pengetahuan dan keterampilan diperoleh secara
turun-temurun. Pada abad pertengahan, beberapa bidan tradisional dikutuk sebagai penyihir dan
dibakar di tiang. Bidan juga dianggap sebagai suatu ancaman terhadap pria yang sedang berusaha
untuk duduk sebagai pemegang tunggal seni keperawatan.Abad XIV di lembaga pensiun Inggris, bidan
dibayar oleh kerajaan atas jasa yang diberikan. Bidan tersebut mendapat penghormatan
yang tinggi.Abad XVII, muncul bidan pria/praktisi medis yang mempunyai spesialisasi dalam
kelahiran anak. Kemunculan pembantu kelahiran pria menimbulkan peningkatan penerimaan
masyarakat pada mereka dalam suatu area yang sebelumnya dipertimbangkan sebagai tanggung jawab
perempuan. Hal ini secara tidak langsung menyebabkan kebebasan bidan telah rusak, sementara
pendidikan dan kemampuan membaca para bidan rendah. Dan pada waktu yang sama adanya
perubahan sosial tentang ledakan pengetahuan.William Harvey (1578-1657) menjelaskan tentang
sirkulasi darah, fisiologi prasenta dan selaputnya (1616). Beliau adalah bapak kebidanan di Inggris.
Beliau mencatat tentang pertumbuhan embrio dan fetus menyeluruh dalam berbagai tahap

G. Belanda

Seiring dengan meningkatnya perhatian pemerintah Belanda terhadap kelahiran dan kematian,
pemerintah mengambil tindakan untuk masalah tersebut. Perempuan berhak untuk memilih apakah ia
mau melahirkan di rumah atau rumah sakit, hidup atau mati. Belanda memiliki angka kelahiran yang
sangat tinggi, sedangkan kematian prenatal relative rendah. Prof. Geerit Van Kloosterman pada
konferensinya di Tontoro tahun 1984, menyatakan bahwa setiap kehamilan adalah normal, harus selalu
dipantau dan mereka bebas memilih untuk tinggal di rumah atau rumah sakit, dimana bidan yang sama
akan memantau kehamilannya. Astrid Limburg mengatakan : Seorang perawat yang baik tidak akan
menjadi seorang bidan yang baik karena perawat dididik untuk merawat orang yang sakit, sedangkan
bidan untuk kesehatan wanita. Tidak berbeda dengan ucapan Maria De Broer yang mengatkan bahwa
kebidanan tidak memiliki hubungan dengan keperawatan; kebidanan adalah profesi yang mandiri.
Pendidikan kebidanan di Amsterdam memiliki prinsip yakni sebagaimana memberi anestesi dan
sedatif pada pasien, begitulah kita harus mengadakan pendekatan dan member dorongan pada ibu saat
persalinan. Jadi pada praktiknya bidan harus memandang ibu secara keseluruhan dan mendorong ibu
untuk menolong dirinya sendiri. Pada kasus resiko rendah dokter tidak ikut menangani, mulai dari
prenatal, natal, dan post natal. Pada resiko menengah mereka elalu memberi tugas tersebut pada bidan
dan pada kasus resiko tinggi dokter dan bidan saling bekerjasama. Bidan di belanda 75 % bekerja
secara mandiri, karena kebidanan adalah profesi yang mandiri dan aktif. Sehubungan dengan hal
tersebut, bidan harus mejadi role model di masyarakat dan harus menganggap kehamilan adalah

11
sesuatu yang normal, sehingga apabila seorang perempuan merasa dirinya hamil dia dapat langsung
memeriksakan diri ke bidan atau dianjurkan oleh keluarga, teman, atau siapa saja.

H. Australia

Florence Nightingale adalah pelopor kebidanan dan keperawatan yang dimulai dengan tradisi
dan latihan-latihan pada abad 19. Tahun 1824 kebidanan masih belum dikenal sebagai pendidikan
medis di Inggris dan Australia , kebidanan masih didominasi oleh profesi dokter.Pendidikan bidan
pertama kali dimulai pada tahun1682. Lulusan ini dibekali dengan pengetahuan teori dan
praktik.Pendidikan diploma kebidanan dimulai tahun 1893. Sejak itu tahun 1899 hanya bidan sekaligus
perawat yang terlatih yang boleh bekerja di rumah sakit.Sebagian besar wanita yang melahirkan tidak
dirawat dengan selayaknya oleh masyarakat. Ketidakseimbangan seksual dan moral di Australia telah
membuat prostitusi berkembang dengan cepat. Hal ini banyak menyebabkan wanita hamil di luar nikah
dan mereka jarang memperoleh pelayanan dari bidan atau dokter karena pengaruh social mereka atau
pada komunitas yang terbatas, meskipun demikian bidan di Australia tidak bekerja sebagai perawat,
mereka bekerja selayaknya seorang bidan. Pendapat bahwa seorang bidan harus reflek menjadi
perawat dan program pendidikan serta praktiknya banyak dibuk dibeberapa tempat dan umumnya
disediakan oleh non bidan.

I. Soviet

Pada awalnya, pelayanan antenatal di Moscow dilakukan oleh dokter bersama beberapa perawat,
atau bidan, yang melakukan tugas rutin yang cukup berat, pemeriksaan urin, dan sebagai asisten
dokter. Dibeberapa area pedesaan, bidan lebih terlibat dalam pelayanan antenatal. Angka kematian ibu
bervariasi, tetapi lebih tinggi di area pedesaan, dimana akses untuk mendapatkan pelayanan sulit.
Pengelolaan masalah seperti kehamilan yang menyebabkan hipertensi dan pre eklampsia, sering
terjadi. Terdapat kekurangan pada perlengkapan monitor dan fasilitas untuk pemeriksaan yang akan
menghasilkan bentuk manajemen kuno. Ibu mengunjungi klinik secara rutin setiap bulan pada umur
kehamilan 12-20 minggu dan pada kehamilan 32-40 minggu. Pemeriksaan urin rutin, tekanan darah
dan berat badan dilakukan pada setiap kunjungan.

F. Jepang

Bagaimana penanganan kehamilan di negeri sakura ini sangat menarik untuk dicaritakan. Sebelum
perang hamper semua bayi-bayi di Jepang di lahirkan di rumah sebagai ganti pada rumah sakit.
Menurut sejarah, orang-orang Jepang menganggap kelahiran bayi adalah suatu hal yang tidak di
inginkan. Oleh karena itu, sudah menjadi kebiasaan yang sudah berjalan lama untuk mengasingkan
wanita-wanita yang akan melahirkan. Kelahiran bayi sering kali terjadi ditempat kotor, gelap, dingin
seperti suatu gudang di pekarangan. Oleh karena itu, demam dan penyakit menular pada bayi yang
baru dilahirkan menjadi permasalahan umum pada waktu itu.Dokumentasi relavan pertama tentang
praktek kebidanan adalah tentang pembantu-pembantu kelahiran (asisten-asisten pada periode Heian
tahun 794-1185). Pada periode tokugawa (tahun 1603-1868) dokumentasi lebih formal tentang
kebidanan diterbitkan katika banyak yang sekolah-sekolah kebidanan muncul. Meskipun selama
beberapa tahun yang lalu kebidanan di pandang sebagai pekerjaan yang tidak hormat, namun

12
sumbangan-sumbangan bidan pada kesehatan public dan keluarga di dalam masyarakat luar biasa lebih
lagi jika dibandingkan dengan dokter-dokter. Pada saat ini, kebidanan telah memperoleh penghargaan
di bidang kesehatan. Dokumentasi hukum pertama tentang praktek kebidanan diterbitkan pada tahun
1868. Dokumen resmi ini menjadi dasar untuk peraturan-peraturan hukum utama untuk profesi medis
jepang. Pada tahun 1899, izin kerja kebidanan dikeluarkan untuk memastikan professional kualifikasi.
Hasil dari pengenalan hokum ini yaitu bidan secara berangsur-angsur mencapai status sosial.

SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEBIDANAN

Perkembangan pendidikan bidan behubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan.


Keduanya berjalan beriring, untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat terhadap pelayaan
kebidanan. Pendidikan bidan mencakup pendidikan formal dan nonformal.

Sejarah Perkembangan Pendidikan Kebidanan di Dalam Negeri (Indonesia)

Pendidikan bidan Indonesia di mulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851,
seorang dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di
Batavia.Pendidikan bidan bagi wanita pribumi dibuka kembali dirumah sakit militer di Batavi pada
tahun 1902. Pda tahun 1904, pendidikan bidan bagi wanita Indonesia juga dibuka di Makasar. Lulusan
ini mendapat tunjangan dari pemerintah.Tahun 1911-1912, di mulai program pendidikan tenaga
perawatan secara terencana di Rumah Sakit Umum Pusat Semarang dan juga Rumah Sakit Umum
Cipto Mangunkusumo di Batavia dengan lama pendidikan Selama 4 tahun. Pada tahun 1914, peserta
didik wanita mulai di terima untuk mengkuti program endidikan tersebut. Setelah menyelesaikan
pendidikan kebidanan tersebut, perawat wanita dapat meneruskan ke pendidikan kebidanan selama
dua tahun.Pada tahun 1935-1938, perintah kolonial Belanda mulai membuka pendidikan bidan lulusan
mulo (setingkat SMP) dan pada waktu yang hampir bersamaan di buka sekolah bidan di beberapa kota
besar antara lain di Jakarta ( RSB Budi Kemulian) serta di Semarang (RSB Palang Dua dan RSB
Mardi Waluyono). Bidan dengan dasar pendidikan Mulo dan pendidikan kebidanan selama tiga tahun
disebut Bidan Kelas Satu (Vroedurouw eerste Klas) serta bidan dari lulusan perawat (mantrio) disebut
Bidan Kelas Dua (Vroedurouw tweede Klas).Pada tahun 1950-1953, di buka sekolah bidan untuk
lulusan smp dengan batasan usia 17 dan lama pendidikan tiga tahun. Kebutuhan tenaga untuk
menolong persalinan cukup banyak maka dibuka pendidikan pembantu bidan di sebut penjenang
kesehatan E (PK/E) atau pembantu bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah itu
ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP di tambah 2 tahun kebidanan dasar. Lulusan dari
PK/E melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.Tahun 1953 dibuka khursus tambahan bidan
(KTB) di Yogyakarta, selama khursus antara 7 sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960, KTB
dipindahkan ke Jakarta pada tahun 1967, KTB ditutup.Pada 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara
bersama-sama dengan guru perawat dan perawt kesehatan masyarakat di B andung. Pada awal tahun
1972, institusi pendidikan ini di lebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan ini menerima
calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan. Pada tahun 1970, dibuka program pendidikan
bidan yang menerima lulusan dari Sekolah Pengatur Rawat (SPR) ditambah 2 tahun pendidikan bidan
yang di sebut pendidikan lanjutan jurusan kebidanan (SPLJK).Pada tahun 1974, mengingat jenis
tenaga kesehatan menengah dan bawah sangat banyak (24 katagori), dapertemen kesehatan
menyederhanakan pendidikan tenaga kesehatan nonsarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah
Perawat Kesehatan (SPK). Dengan mencapai tujuan tenaga multitujuan di lapangan yang salah satunya
13
tugas adalah menolong persalinan normal.Pada tahun 1975 sampai 1984, institusi pendidikan bidan
ditutup sehingga Selama 10 tahun tidak menghasilkan bidan.Pada tahun 1985, dibuka lagi program
pendidikan bidan (PPB) yang menerima lulusan dari SPR dan SPK. Tahun 1989 dibuka bidan
pendidikan bidan secara nasional yang memperoleh lulusan SPK untuk langsung masuk program
pendidikan bidan. Mulai tahun 1996 status bidan di desa adalah sebegai pegawai tidak tetap ( Bidan
PTT) kontrak dengan pemerintah selama tiga tahun yang kemudian dapat di perpanjang sampai 2-3
tahun lagi. Penempatan bidan di desa (BDD) ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan
berubah. Lulusan pendidikan ini kenyataanya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan
seperti yank di harapkan sebagai seorang bidan professional.Pada tahun 1993, di buka pendidikan
bidan program B yang peserta didiknya dari lulsan akademi perawatan (AKPER) dengan lama
pendidikan satu tahun. Tujuan program ini adalah menyiapakan tenaga mengajar pendidikan bidang
program A. pendidkan ini hanya berlangsung selama 2 angkatan (1995 dan 1996)
kemudian ditutup.Pada tahun 1993, juga di buka pendidikan bidan program C yang menerima murid
dari lulusan SMP. Pendidikan ini memiliki kurikulum 3700 jam dan dapat di selesaikan dengan waktu
6 semester. Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995, pemerintah juga
menyelenggarakan ujicoba pendidikan bidang jarak jauh (distance learning) di tiga provensi yaitu jawa
barat, jawa tengah, dan jawa timur. Diklat jarak jauh (DJJ) bidan di tujukan untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan bidan agar mampu melaksakan tugasnya serta mengharapkan
dapat memberi dampak atas penurunan Angka Kematian Bayi. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh
Pusdiklat Depkes dan di laksanakan oleh Bapelkes di Provensi. Selain pelatihan DJJ, pada tahun
1994` juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal (Life Savenig
Skill, LSS).Pada tahu 1996, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) bekerjasama dengan dapetermen kesehatan
dan Amacin College of Nurse Midwife ( ACNM) serta rumah sakit swasta mengadakan Training of
Trainer (TOT) LSS yang pesertanya adalah anggota IBI berjumlah 8 orang, yang kemudian menjadi
tim pelatih LSS inti di pengurus pusat IBI. Pada tahun 1995-1998, IBI bekerja sama dengan Mother
Care melakukan pelatihan pada peer review bagi bidan rumah sakit, bidan pukesmas, serta bidan desa
di provensi Kalimantan Selatan.Pada tahun 2000, telah ada tim pelatihan Asuhan persalinan Normal
(APN) yang di koordinasikan oleh Maternal Neonatal Health (MNH). Pelatihan LSS dan APN tidak
hanya di tunjukan untuk bidan di pelayanan tetapi juga bidan yang menjadi guru dosen di
sekolah/akedemi kebidanan.Tahun 2000 dibuka program D IV Bidan Pendidik yag diselenggarakan di
FK UGM Yogyakarta, dengan lama pendidikan 2 semester. Terdapat juga di UNPAD (2002),
USU(2004), STIKES Nguri Waluyo Semarang, STIKIM Jakarta(2003). Sebagaimana kita ketahui
bahwa D IV pendidik dengan masa studi 1 tahun terdiri dari beban materi profesi kurang lebih 60%
dan 40% beban materi kependidikan.Kemudian tahun 2006 S2 Kebidanan telah dibuka di UNPAD
Bandung

Sejarah Perkembangan Pendidikan Kebidanan di Luar Negeri

 Masa Sebelum Masehi

Sekolah kebidanan pertama kali didirikan oleh bangsa Mesir. Pengetahuan yang dipelajari yaitu
anatomi, psikologi, juga cara memimpin persalinan dan perawatan bayi baru lahir (BBL) dan
sirkumsisi.

14
 Masa Pertengahan

Pengetahuan obstetrik membuat beberapa penemuan dan kebutuhan akan bidan untuk dididik
telah diakui. Sekolah kedokteran ditemukan di Salerno sejak periode abad XI, seorang dokter
perempuan di Salerno bernama Trotula menjelaskan tindakan emergensi untuk bidan dalam
penanganan retensio plasenta dan perawatan puerperalis.

 Masa Renaisance

Ambroisepare mendirikan sekolah kebidanan pertama kali di Perancis. Lousya Bourgois (1563-
1636 M) adalah bidan yang pertama kali menerbitkan buku tentang kebidanan. Marie Lauyse Duga
(abad XVII) adalah bidan yang pertama kali melakukan penelitian tentang kelahiran bayi melalui
laporan pencatatan dan statistik 40 ribu perempuan yang ditolong persalinannya.

 Kanada

Mulai 1998, perempuan dan keluarga tidak puas dengan sistem perawatan. Bidan di Ontario
memiliki latar belakang pendidikan berbeda – beda (paling banyak berasal dari pendidikan di
Britania). Sebagian berasal dari pendidikan kebidanan formal di UK Belanda atau Jerman dan sebagian
lagi memiliki latar belakang perawat. Pendidikan bidan yang resmi di Ontario adalah di Based
University. Lama pendidikan 3 tahun. Mereka yang telah memiliki ijazah bidan bidan diberi
kesempatan untuk registrasi dan izin praktik. Kanada menerapkan program direct entry (pendidikan
kebidanan selama 3 tahun melalui pendidikan keperawatan). Sebelumnya di Selandia Baru ada perawat
kebidanan dimana perawat dapat menambah pendidikannya untk menjadi seorang bidan sedangkan di
Kanada tidak ada. Bagaimanapun, kedua Negara tersebut yakin bahwa untuk mempersiapkan bidan
yang mampu bekerja secara otonom dan bisa memberi dukungan kepada perempuan agar dapat
menentukan sendiri persalinannya. Penting untuk mendidik perempuan yang sebelumnya belum
pernah berkecimpung dalam sistem kesehatan untuk menempuh program pendidikan kebidanan, tetapi
program direct entry lebih diutamakan. Perawat yang ingin menjadi bidan sepenuhnya harus melewati
program pendidikan kebidanan terlebih dahulu, walaupun mereka harus memenuhi beberapa aspek
program. Kanada menggunakan dua model pendidikan, yaitu pembelajaran teori dan magang.
Pembelajaran teori di kelas difokuskan pada teori dasar, yang akan melahirkan bidan – bidan yang
mampu megartikulasikan filosofisnya sendiri dalam praktik, memanfaatkan penelitian dalam praktik
mereka yang berikir kritis tentang praktik. Pendidikan dilengkapai dengan belajar magang, dimana
mahasiswa bekerja dalam bimbingan dan pengawasan bidan yang berpraktik dalam waktu yang cukup
lama. Tidak seperti model magang tradisional, dimana mahasiswa bekerja bersama lebih dari seorang
bidan, dengan berbagi macam model praktik. Mahasiswa tidak hanya mempelajari hal yang positif,
tetapi juga harus mengetahui hal – hal yang negatif untuk pengetahuan di masa mendatang. Satu
mahasiswa akan bekerja dengan satu bidan, sehingga mereka tidak dikacaukan dengan bermacam –
macam praktik model praktik, dan ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Bidan tersebut
memberikan role model yang penting bagi proses pembelajaran. Mahasiswa bidan juga akan mulai
belajar tentang model partnership model ini terdiri dari hubungan antara perempuan dan mahasiswa
bidan, mahasiswa bidan bersama bidan, mahasiswa bidan dengan guru bidan, guru bidan dengan bidan,
hubungan antara program kebidanan dengan dan profesi kebidanan serta program kebidanan dengan

15
wanita. Dari sini dapat kita lihat bahwa model pendidikan kebidanan yang digunakan oleh Selandia
Baru dan Kanada saling terkait satu sama lain sebagai bagian dari pelayanan maternitas. Setiap bagian
dari lingkaran tersebut mewakili bermacam – macam partnership yang saling berintegrasi. Partnership
ini menjaga agar program pendidikan tetap pada tujuan utamanya, yaitu mencetak bidan – bidan yang
dapat bekerja secara mandiri sebagai pemberi asuhan meternitas primer. Kanada telah sukses dalam
menghidupkan kembali status pendidikan bidan dan ruang lingkup praktik kebidanan adalah bagian
terpenting dari keberhasilan tersebut.

 New Zealand

Pada tahun 1970 Selandia Baru telah menerapkan medikalisasi kehamilan, ini didasarkan pada
pendekatan mahasiswa pasca sarjana kebidanan dari universitas Auckland untuk terjun ke RS
pemerintah khusus wanita. sejak tahun 1904 RS menyediakan pelayanan pelatihan kebidanan selama 6
bulan dan ditutup tahun 1979,sebagai gantinya tahun 1978 berdiri di beberapa politeknik perawat
dengan peserta didik adalah perawat yang terdaftar dan telah mempunyai latar belakang akademik
yang kuat terhadap pendidikan, selain itu ada yang melanjutkan pendidikan ke Australia dan UK untuk
memperoleh keahlian kebidanan. Tercatat 86 % bidan telah memperoleh pendidikan kebidanan diluar
negeri. Pada tahun 1986 dari 206 bidan yang ada, hanya 29 orang lulusan kebidanan dari Selandia
Baru. Pendekatan oleh Perguruan Tinggi Bidan di Selandia Baru menghasilkan amademen hukum. Hal
ini mengizinkan bidan sekali lagi memiliki status yang sama dengan dokter berdasarkan tanggung
jawab perawatan selama kelahiran. Tahun 1989 pendidikan kebidanan dipisahkan dari pendidikan
keperawatan. Tahun 1990 pemerintah Selandia Baru menyetujui perlunya perubahan UU yang
mengatur praktik kebidanan sehingga bidan boleh praktik mandiri. Tahun 1992, Aucland Institut of
Technology dan Otago politecnic I membuka program langsung 3 tahun kebidanan.

 Amerika Serikat

Tahun 1955 American College of Nurse-Midwives (ACNM) dibuka. Pada tahun 1982 MANA
(Midwives Alliance of North America) di bentuk guna meningkatkan komonikasi antar bidan serta
membuat peraturan sebagai dasar kompetensi untuk melindungi bidan. Perkembangan pendidikan
Nurse-Midwifery di USA di buka tahun 1990. Mary Brekenridge telah melihat bidan mulai dilatih di
Eropa seperti di Inggris sebelum kembali ke Kentuck dan membentuk Frointer Nurshing Service
(FNS). Meskipun melayani populasi yang kurang mampu jasa bidan menunjukan hasil maternal dan
bayi yang lebih baik. Perkembangan pendidikan keperawatan-kebidanan di Amerika Serikat dimulai
pada tahun 1990 dan memperoleh akreditasi pada tahun 1935. Di Amerika Serikat terdapat beberapa
tipe jenjang pendidikan kebidanan di antaranya : Certified Nurse Midwifery, Direct Entry Midwife
(DEM) . Certified Midwifery, Certified Professional Midwives (CMP), dan Lay Midwives.

 Inggris

William Smelliei (1697-1763) dokter Scotlandia, dari London ke Perancis sampai di Inggris
untuk memperdalam ilmu kebidanan. William Smelliei melakukan sesuatu untuk menunjukkan peran
dokter obstetrik. Beliau mendirikan pelatihan bagi bidan pria dan mengakui pentingnya pelatihan bagi
bidan. Peningkatan beberapa bidan antara lain adalah Ny Sarah Stone (1737), menerbitkan “Praktik

16
Lengkap Kebidanan”. Beliau juga menekankan pentingnya pengetahuan menyeluruh tentang anatomi
dan merekomendasikan bantua operasi. Untuk mengatasi peningkatan bidan pria, Ny Sarah Stone
menyarankan harus meningkatkan (menunjukkan) kemampuan mereka dalam kasus
abnormal.Pendidikan kebidanan di inggris terdiri dari 2 jalur, yaitu Direct entry yang berasal dari High
school (lulusan SMU) ditambah 3 tahun dan Nurse (perawat) ditambah 18 bulan.Mayoritas pendidikan
bidan di Inggris adalah lulusan diploma. Sejak tahun 1995 dibentuk pendidikan kebidanan setingkat
universitas (Degree-Bachelor), yang berasal dari SMU ditambah 3-4 tahun. Lulusan ini bisa
melanjutkan ke S2 kebidanan. Sistem yang dianut ialah APEL (Accreditation of Prior Experiental
Learning), yaitu untuk akreditasi 5x study day dalam 3 tahun yang terdiri atas sertifikat, critical
analisis, reflection, evaluation, dan find evidence.

 Belanda

Belanda merupakan salah satu Negara yang teguh berpendapat bahwa pendidikan kebidanan
harus dilakukan terpisah dari pendidikan perawat, dan berkembang menjadi profesi yang berbeda.
Akademik pendidikan kebidanan pertama kali pada tahin 1816 di Rumah Sakit Universitas
Amsterdam. Akademik kedua dibuka pada tahun yang sama bertempat di Rotterdam dan yang ketiga
pada tahun 1913 di Hearland. Pada awalnya pendidikan bidan 2 tahun kemudian menjadi 3 tahun dan
kini tahun (sejak 1994). Pendidikannya adalah direct entry dengan dasar lulusan SLTA 3 tahun. Di
Belanda, ada tiga institusi kebidanan dan menerima 66 mahasiswa setiap tahunnya. Hamper setiap
tahun 800 calon mahasiswa (95 % wanita dan 5 % laki – laki) mengikuti tes syarat masuk untuk
mengikuti pendidikan di usia minimal 19 tahun. Mahasiswa kebidanan tidak menerima gaji dan tidak
membayar biaya pendidikan.Selama pendidikan, ketiga institusi tersebut menekankan bahwa
kehamilan, persalinan, dan nifas merupakan proses fisiologis. Ini diterapkan dengan menempatkan
mahasiswa untuk praktik di kamar bersalin, dimana terdapat perempuan dengan resiko rendah
melahirkan. Bila ada masalah, mahasiswa baru akan berkonsultasi dengan ahli kebidanan. Mahasiswa
diwajibkan mempunyai pengalaman 40 persalinan selama pendidikan. Ketika lulus ujian akhir, mereka
akan menerima ijazah, yang di dalamnya tercantum nilai ujian.

 Australia

Pendidikan kebidanan di Australia dipengaruhi oleh model kolonalialisme Inggris terhadap


penerimaan pendidikan perawat, tidak ada perawat tanpa kebidanan dan kebidanan tanpa keperawatan.
Mulai tahu 1992 ada pendidikan kebidanan langsung memisahkan pendidikan kebidanan dan
keperawatan. Kebidanan swasta di Australia , pada tahun 1990 berada pada titik awal krisis. Bidan saat
itu berjuang untuk bertahan pada waktu perubahan besar. Profesi keperawatan di Australia menolak
hak bidan sebagai identitas propesi yang terpisah. Dengan kekuatan penuh, bidan-bidan yang sedikit
melitan terdorong untuk mencapai kembali hak-hak dan wewenang mereka dalam melakukan
pertolongan persalinan.Saat ini Autralia sudah pada titik perubahan terbesar pada pendidikan
kebidanan, sistem ini menunjukan bahwa seorang bidan adalah seorang perawat yang terintregasi
dengan kualifikasi kebidanan. Pendidikan bidan dimulai dengan dasar perawat dan ditambah
pendidikan spesialis kebidanan selama dua tahun. Konsekuasinya banyak bidan-bidan yang telah
mengikti pelatihan di amerika dan eropa tidak dapat mendaftar tanpa pelatihan perawatan. Siswa yang
mengikuti pelatihan kebidanan pertama kali harus terdaftar sebagai perawat. Tahun 2000 telah dibuka
salah satu program di University of Technologi, Sydney, yaitu S-2 Kebidanan (doctor of midwifery)
17
 Spanyol

Spanyol adalah salah satu Negara di Eropa yang telah lama mengenal profesi bidan. Dalam tahun
1752 persyaratan bahwa bidan adalah dari sebuah buku kebidanan (A Story Treatise on the Of
Midwifery) pendidikan bidan di ibu kota Madrid dimulai pada tahun 1789. Bidan disiapkan untuk
bekerja secara mandiri di masyarakat terutama dikalangan petani dan buruh tingkat menengah ke
bawah. Bidan tidak boleh mandiri memberikan obat-obatan, melakukan tindakan yang menggunakan
alat-alat kedokteran.Pada tahun 1942 sebuah RS Santa Cristina menerima ibu-ibu yang hendak
bersalin. Untuk itu dibutuhkan tenaga bidan lebih banyaak. Pada tahun 1932 pendidikan bidan disinin
secara resmi menjadi School Of Midwife. Antara tahun 1987-1988 pendidikan bidan untuk sementara
ditutup karena diadakan penyesuaian kurikulum bidan menurut ketentuan Negara-negara masyarakat
Eropa
Jerman
Salah satu tokoh kebidanan pertama dari jerman adalah Justine Siegemundin (1645).

Pada 1690 dia menerbitkan buku tentang kebidanan.Ante Natal Care (ANC) dan pertolongan
persalinan dinegara ini masih dilakukan oleh ginekologi dan bersifat hospital. Dengandemikian,
perawatan yang berkelanjutan (continuity of care) dari pelayanan yang diberikan hamper tidak ada.
Kegiatan ANC yang dilakukan oleh ginekologi berupa USG dan periksa dalam, sementara dalam hal
palpasi dan pendidikan kesehatan, dokter gonekologmasihtidakkompeten. Bidan hanya bekerja sebagai
perawat obstretri dan obstretrikian yang melakukan semuanya. Karena hal tersebut, bidan-bidan di
negara ini mulai melihat perkembangan di negara-negara Eropa, kemudian terbentuklah program direct
entry di negara tersebut.

 Uni Soviet
Pendidikan bidan di Moskow dilakukan selama 3 tahun dibawah pengawasan ahli kandungan.
Perkuliahan termasuk anatomi, fisiologi, patologi dari kehamilan, dan sebagainya. Nampaknya tidak
ada ruangan untuk kegiatan organisasi siswa dan nampaknya tidak dianggap penting, dapat terlihat
bahwa mereka lebih difokuskan pada aspek ilmu fisik da biologis daripada ilmu sosial dan psikologis.

 Jepang

Sekolah bidan di Jepang dimulai pada tahun 1912, dan baru mendapatkan lisensi pada tahun
1974, pendidikan bidan dengan dasar sekolah perawat selama tiga tahun lalu ditambah pendidikan
bidan selama enam bulan sampai satu tahun. Tujuan pelaksanaan pendidikan bidan ini adalah untuk
mengangkat pelayanan kebidanan dan neonates. Pada masa ini timbul masalah kurangnya tenaga bidan
serta kualitas bidan yang kurang memuaskan karena tidak siap menghadapi kegawatdaruratan dan
hanya mampu melakukan pertolongan persalinan normal saja. Oleh karena itu pada tahun 1987 situasi
mulai diubah dan merujuk pada pendidikan bidan di UK sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan
dan pendidikan bidan, menata dan mulai mengubah situasi, pendidikan bidan mulai berkembang dan
berada dibawah pengawasan obstetrician. Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan bidan terdiri
dari ilmu fisik, biologi, ilmu social, dan psikologi. Ternyata, hasil yang diharapkan dari pendidikan
18
bidan tidak sesuai dengan keinginan. Bidan bidan tersebut banyak yang bersifat tidak ramah dan tidak
banyak yang menolong dalam pelayanan kebidanan.Tingkat degree di universitas terdiri dari 8-16
kredit,yaitu 15 jam teori, 30 jam lab, dan 45 jam praktik. Pendidikan kebidanan tersebut bertujuan
untuk meningkatkan kebutuhan masyarakat karena masih tingginya angka aborsi di Jepang. Masalah-
masalah yang masih terdapat di Jepang antara lain, masih kurangnya tenaga bidan dan kualitas bidan
yang masih belum memuaskan.Pada tahun 1899 lisensi dan peraturan-peraturan untuk seleksi baru
terbentuk. Palayanan kebidanan setelah perang dunia ke II, lebih banyak terkontaminasi oleh
medikalisasi. Pelayanan kepada masyarakat masih bersifat hospitalisasi.

 Malaysia

Perkembangan kebidanan di Malaysia bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu dan
bayi dengan menempatkan bidan didesa. Bidan desa Malaysia memiliki dasar pendidikan SMP
ditambah sekolah juru rawat dan satu tahun sekolah bidan. Bidan di Malaysia selama berabad-abad
dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan pada ibu dan anak. Bidan mempunyai penghargaan
dan wibawa yang cukup tinggi dikomunitasnya. Di wilayah utara Malaysiaprofesi bidan mempunyai
organisasi yang diberi nama dengan Kesatuan Bidan di Wilayah Utara. Peran bidan di Malaysia dalam
pelayanan kebidanan yaitu membantu persalinan, melayani konseling, ahli gizi, dan terakhir sebagai
pijat perempuan. Peran bidan sangat penting, sehingga harus yak pengalaman. Bidan berpengalaman
dapat juga disebut bidan terlatih. Saat ini profesi bidan Malaysia sudah diakui, baik di masyarakat dan
di pemerintah. Bidan tidak lagi menjadi orang pertama yang disalahkan dan diberi tekanan jika
terdapat suatu masalah. Selain itu, bidan di Malaysia sedang menggalang program persalinan dirumah.
Mereka merujuk pada Negara-nagara Eropa dan USA. Alasan mereka merujuk negara maju tersebut
karena persalinan dirumah dianggap memberikan rasa aman dan nyaman bila dibandingkan dirumah
sakit.

2.Peran bidan dipelayanan kesehatan primer termasuk kesehatan masyarakat dan


ligkup praktik bidan

A. Sistem Pelayanan Kesehatan


Sistem pelayanan kesehatan adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya bangsa indonesia
secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya

19
sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti dimaksud dalam UUD 45. (Djoko Wiyono, 1997:310)
Sesuai dengan definisi Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah:
seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di
wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui
sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra
perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan
masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi
baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi
komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawat-daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan
pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat.
Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas
pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat
praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit
kesehatan lainnya (IBI, 2007). penyelenggaraan praktek kebidanan, yaitu bidan praktik mandiri. Bidan
praktik mandiri mempunyai tanggung jawab besar karena harus mempertanggungjawabkan sendiri apa
yang dilakukan. Dalam hal ini Bidan Praktek Mandiri menjadi pekerja yang bebas mengontrol dirinya
sendiri. Situasi ini akan besar sekali pengaruhnya terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan
etik. (Sofyan, dkk.2006)
Pelayanan Kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab profesi bidan dalam sistem
pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan kaum perempuan khusunya ibu
dan anak.
Pelayanan kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan melalui asuhan kebidanan kepada klien yang
menjadi tanggung jawab bidan, mulai dari kehamilan,persalinan,nifas, bayi baru lahir, keluarga
berencana, termasuk kesehatan reproduksi wanita dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
Kebidanan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yg diberikan oleh bidan yg
telah terdaftar (teregister) yg dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan.
(Dra.Hj. Suryani soepardan, Dipl.M,MM, 2008 : 4-5)

B. Peran Dan Tanggung Jawab Bidan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan


a. Peran Bidan dalam Sistem Pelayanan Kesehatan
Peran adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
dalam masyarakat (Tim Media pena,2002 : 112 )
Peran bidan yang diharapkan adalah:

1. Peran Sebagai Pelaksana


Sebagai pelaksana bidan memiliki tiga kategori tugas yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi dan tugas
ketergantungan
a. Pelayanan Mandiri/ Primer

20
Pelayanan mandiri bidan yaitu tugas yang menjadi tanggung jawab bidan sesuai kewenangannya,
meliputi:
1. Menetapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan yang diberikan.
2. Memberi pelayanan dasar pra nikah pada remaja dengan melibatkan mereka sebagai klien.
3. Memberi asuhan kebidanan kepada klien selama kehamilan norma.
4. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa persalinan dengan melibatkan klien
/keluarga.
5. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir
6. Memberikan asuhan kebidanan kepada klien dalam masa nifas dengan melibatkan klien
/keluarga.
7. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita usia subur yang membutuhkan pelayanan KB.
8. Memberikan asuhan kebidanan pada wanita dengan gangguan sistem reproduksi dan wanita
dalam masa klimakretium dan nifas.

b. Pelayanan Kolaborasi
Pelayanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara
bersamaan atau sebagai salah satu urutan dari proses kegiatan pelayanan kesehatan
1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai fungsi kolaborasi
dengan melibatkan klien dan keluarga
2. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan resiko tinggi dan pertolongan pertama
pada kegawatan yang memerlukan tindakan kolaborasi
3. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa persalinan dengan resiko tinggi dan
keadaan kegawatan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan pada ibu dalam masa nifas dengan resiko tinggi dan
pertolongan pertama dalam keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan
klien dan keluarga
5. Memberikan asuhan pada BBL dengan resiko tinggi dan yang mengalami komplikasi serta
kegawatdaruratan yang memerlukan pertolongan pertama dengan tindakan kolaborasi dengan
meliatkan klien dan keluarga
6. Memberikan asuhan kebidanan pada balita dengan resiko tinggi dan yang mengalami
komplikasi serta kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan kolaborasi dengan melibatkan keluarga

c. Pelayanan Rujukan

Pelayanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem pelayanan yang lebih tinggi atau
sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan sewaktu menerima rujukan dari dukun yang
menolong persalinan, juga layanan rujukan yang
dilakukan oleh bidan ketempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horisintal maupun vertikal
atau ke profesi kesehatan lainnya.

1. Menerapkan manajemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan sesuai dengan


fungsi rujukan keterlibatan klien dan keluarga

21
2. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu hamil dengan resiko
tinggi dan kegawat daruratan
3. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada masa persalinan dengan
penyulit tertentu dengan melibatkan klien dan keluarga
4. Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan pada ibu dalam masa nifas
dengan penyulit tertentu dengan kegawatdaruratan dengan melibatkan klien dan keluarga
5. Memberikan asuhan kebidanan pada BBL dengan kelainan tertentu dan kegawatdaruratan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan keluarga
6. Memberikan asuhan kebidanan pada anak balita dengan kelainan tertentu dan kegawatan yang
memerlukan konsultasi dan rujukan dengan melibatkan

Langkah yang diperlukan dalam melakukan peran sebagai pelaksana:


1. Mengkaji status kesehatan untuk memenuhi kebutuhan asuhan klien.
2. Menentukan diagnosa / masalah
3. Menyusun rencana tindakan sesuai dengan masalah yang dihadapi
4. Melaksanakan tindakan sesuai rencana yang telah disusun
5. Mengevaluasi tindakan yang telah diberikan
6. Membuat rencana tindak lanjut tindakan
7. Membuat dokumentasi kegiatan klien dan keluarga

2. Peran sebagai pengelola


Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan dan
tugas partisipasi dalam tim

a. Pengembangkan pelayanan dasar kesehatan


Bidan bertugas mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk
individu, keluarga kelompok khusus dan masyarakat di wilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/
klien meliputi :
1. Mengkaji kebutuhan terutama yang berhubungan dengan kesehatan ibu dan anak untuk
meningkatkan serta mengembangkan program pelayanan kesehatan di wilayah kerjanya bersama tim
kesehatan dan pemuka masyarakat
2. Menyusun rencana kerja sesuai dengan hasil kajian bersama masyarakat
3. Mengelola kegiatan pelayanan kesehatan khususnya KIA/KB sesuai dengan rencana.
4. Mengkoordinir, mengawasi dan membimbing kader dan dukun atau petugas kesehatan lain
dalam melaksanakan program/ kegiatan pelayanan KIA/KB
5. Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kesehatan masyarakat khususnya KIA KB
termasuk pemanfaatan sumber yang ada pada program dan sektor terkait.
6. Menggerakkan dan mengembangkan kemampuan masyarakat serta memelihara kesehatannya
dengan memanfaatkan potensi yang ada
7. Mempertahankan dan meningkatkan mutu serta keamanan praktik profesional melalui
pendidikan, pelatihan, magang, dan kegiatan dalam kelompok profesi
8. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan

b. Berpartisipasi dalam tim

22
Bidan berpartisi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain melalui
peningkatan kemampuan dukun bayi, kader, dan tenaga kesehatan lain yang berada di wilayah
kerjanya, meliputi :
1. Bekerjasama dengan Puskesmas, institusi lain sebagai anggota tim dalam memberi asuhan
kepada klien bentuk konsultasi, rujukan & tindak lanjut
2. Membina hubungan baik dengan dukun bayi, kader kesehatan, PLKB dalam masyarakat
Melaksanakan pelatihan serta membimbing dukun bayi, kader dan petugas kesehatan lain
3. Memberikan asuhan kepada klien rujukan dari dukun bayi
4. Membina kegiatan yang ada di masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan

3. Peran sebagai pendidik


Sebagai pendidik bidan mempunyai 2 tugas yaitu sebagai pendidik dan penyuluh kesehatan bagi klien
serta pelatih dan pembimbing kader
a. Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu keluarga dan masyarakat
tentang penanggulanagan masalah kesehatan khususnya KIA/KB
b. Melatih dan membimbing kader termasuk siswa bidan/keperawatan serta membina dukun di
wilayah kerjanya.

Langkah-langkah dalam memberikan pendidikan dan penyuluhan yaitu :


 Mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan
 Menyusun rencana jangka pendek dan jangka panjang untuk penyuluhan
 Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan
 Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan
 Mengevaluasi hasil pendidikan dan penyuluhan
 Menggunakan hasil evaluasi untuk meningkatkan program bimbingan mendokumentasikan
kegiatan

4. Peran sebagai peneliti


1. Melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri
maupun kelompok.
2. Mengidentifikasi kebutuhan investigasi/penelitian
3. Menyusun rencana kerja
4. Melaksanakan investigasi
5. Mengolah dan menginterpretasikan data hasil investigasi
6. Menyusun laporan hasil investigasi dan tindak lanjut
7. Memanfaatkan hasil investigasi untuk meningkatkan dan mengembangkan program kerja atau
pelayanan kesehatan

b. Tanggung Jawab Bidan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Bidan memegang tanggung jawab penuh dalam pelayanan kesehatan di masyarakat. Sebagai
tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan tugas seorang bidan harus

23
dapat mempertahankan tanggung jawabnya dalam pelayanannya.Tanggung jawab bidan dalam sistem
pelayanan antara lain:
1. Tanggung jawab terhadap peraturan perundang-undangan

Bidan adalah salah satu tenaga kesehatan. Peraturan tenaga kesehatan ditetapkan didalam undang-
undang dan peraturan pemerintah. Tugas dan kewenangan bidan serta ketentuan yang berkaitan dengan
kegiatan praktik bidan diatur didalam peraturan atau keputusan menteri kesehatan.Kegiatan praktek
bidan dikontrak oleh peraturan tersebut. Bidan harus dapat mempertanggungjawabkan tugas dan
kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Tanggung jawab terhadap pengembangan kompetensi


Setiap bidan memiliki tanggung jawab memelihara kemampuan profesionalnya. Oleh karena itu, bidan
harus selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan mengikuti pelatihan, pendidikan
berkelanjutan, seminar, serta pertemuan ilmiah lainnya.

3. Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan


Setiap bidan diharuskan mendokumentasikan kegiatannya dalam bentuk catatan tertulis. Catatan bidan
mengenai pasien yang dilayaninya dapat di pertanggungjawabkan bila terjadi gugatan. Catatan yang
dilakukan bidan dapat digunakan sebagai bahan laporan untuk disampaikan kepada atasannya.

4. Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani


Bidan memiliki kewajiban memberi asuhan kepada ibu dan anak yang meminta pertolongan
kepadanya. Ibu dan anak merupakan bagian dari keluarga. Oleh karena itu, kegiatan bidan sangat erat
kaitannya dengan keluarga. Tanggung jawab bidan tidak hanya pada kesehatan ibu dan anak, tetapi
juga menyangkut kesehatan keluarga. Bidan harus dapat mengidentifikasi masalah dan kebutuhan
keluarga serta memberi pelayanan dengan tepat dan sesuai dengan kebutuhan keluarga. Pelayanan
yang membutuhkan keselamatan, kepuasan, dan kebahagiaan selama masa hamil atau melahirkan.
Oleh karena itu, bidan harus mengerahkan segala kemampuan pengetahuan, sikap, dan perilakunya
dalam memberi pelayanan kesehatan keluarga yang membutuhkan.

5. Tanggung jawab terhadap profesi


Bidan harus menerima tanggung jawab keprofesian yang dimilikinya. Oleh karena itu, ia harus
mematuhi dan berperan aktif dalam melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan kewenangan dan
standar keprofesian.
Bidan harus ikut serta dalam kegiatan organisasi bidan dan badan resmi kebidanan. Untuk
mengembangkan kemampuan profesiannya, bidan haru mencari informasi tentang perkembangan
kebidanan melalui media kebidanan, seminar, dan pertemuan ilmiah lainnya. Semua bidan harus
menjadi anggota organisasi bidan. Bidan memilki hak mengajukan suara dan pendapat tentang
profesinya

6. Tanggung jawab terhadap masyarakat

24
Bidan adalah anggota masyarakat yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, bidan turut bertanggung
jawab dalam memecahkan masalah kesehatan masyarakat (mis., lingkungan yang tidak sehat, penyakit
menular, masalah gizi terutama yang menyangkut kesehatan ibu dan anak). Baik secara mandiri
maupun bersama tenaga kesehatan lain, bidan berkewajinban memanfaatkan sumber daya yang ada
untuk meningkatkan kesehatan masyarakat. Bidan harus memelihara kepercayaan masyarakat. Imbalan
yang diterima dari masyarakat sesuai dengan kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepada
bidan. Tanggung jawab terhadap masyarakat merupakan cakupan dan bagian tanggung jawabnya
kepada Tuhan.

C. Lingkup Kerja Bidan Dalam System Pelayanan Kesehatan


Ruang Lingkup Praktik Kebidanan adalah batasan dari kewenangan bidan dalam menjalankan
praktikan yang berkaitan dengan upaya pelayanan kebidanan dan jenis pelayanan kebidanan.
Praktek Kebidanan adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan terhadap terhadap
klien dengan pendekatan manajemen kebidanan. Manajemen Kebidanan adalah pendekatan yang
digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis.Meliputi :
Asuhan mandiri / otonomi pada anak wanita, remaja putri dan wanita dewasa sebelum dan selama
kehamilan dan selanjutnya.
- Definisi secara umum : Ruang Lingkup Praktek Kebidanan dapat diartikan sebagai luas area
praktek dari suatu profesi.
- Definisi secara khusus : Ruang Lingkup Praktek Kebidanan digunakan untuk menentukan apa
yang boleh/tidak boleh dilakukan oleh seorang bidan.
Ruang Lingkup Praktek Kebidanan menurut ICM dan IBI

Ruang Lingkup Praktek Kebidanan meliputi asuhan meliputi :


a. Asuhan mandiri (otonomi) pada anak perempuan, remaja putri dan wanita dewasa sebelum,
selama kehamilan dan selanjutnya.
b. Bidan menolong persalinan atas tanggung jawab sendiri dan merawat BBL.
c. Pengawasan pada kesmas di posyandu (tindak pencegahan), penyuluhan dan pendidikan
kesehatan pada ibu, keluarga dan masyarakat termasuk: (persiapan menjadi orang tua, menentukan
KB, mendeteksi kondisi abnormal pada ibu dan bayi).
d. Konsultasi dan rujukan.
e. Pelaksanaan pertolongan kegawatdaruratan primer dan sekunder pada saat tidak ada
pertolongan media

 Kerangka Kerja dalam Pelayanan

1) KEPMENKES RI No 900/MENKES/SK/II/2002
2) Standar Pelayanan Kebidanan

25
3) Kode Etik Profesi Bidan
4) Kepmenkes No 369/Menkes/SK/III/2007

 Lingkup Praktek Kebidanan meliputi Pemberian Asuhan pada :


Bayi baru lahir (BBL), bayi, balita, anak perempuan, remaja putri, wanita pranikah, wanita selama
masa hamil, bersalin dan nifas, wanita pada masa interval dan wanita menopause.

 Pelayanan berdasarkan populasi dari klien


a. Ruang Lingkup Praktik Kebidanan
b. Bertamabah jumlah dan jenis klien
c. Dampak cause of care
d. Bertambah pengetahuan, keterampilan dan lamanya pengalaman bidan
e. Perubahan undang-undang baru

Lahan Praktik Pelayanan Dan Sasaran


1. Praktik Kebidanan
Adalah penerapan ilmu kebidanan dalam memberikan pelayanan terhadap terhadap klien dengan
pendekatan manajemen kebidanan.Seorang bidan dapat memberikan pelayanan kebidanan ditempat
pelayanan kesehatan, seperti puskesmas dan rumah sakit dan tempat kesehatan lainnya.
2. Lahan Praktik kebidanan : meliputi berbagai tatanan pelayanan
· BPS/ di rumah
· Masyarakat
Puskesmas
· Polindes/PKD

· RS/RB
· Balai Pengobatan (BP) : dokter, perawat
RB/BPS (Bidan Praktik Swasta)
· Bidan di Desa
· RS (swasta/pemerintah)
· Klinik dan unit kesehatan lainny

26
3.BUDAYA TRADISI DAN KAJIAN GENDER DALAM PELAYANAN
KEBIDANAN

A. ASPEK BUDAYA DALAM KEBIDANAN

Perilaku kesehatan merupakan salah satu faktor determinan pada derajat kesehatan. Perilaku kesehatan
tersebut meliputi seluruh perilaku seseorang atau masyarakat yang dapat memberi akibat terhadap
kesehatan, kesakitan dan kematian. Perilaku sakit adalah cara seseorang bereaksi terhadap gejala
penyakit yang biasanya dipengaruhi oleh pengetahuan, fasilitas, kesempatan, kebiasaan, kepercayaan,
norma, nilai dan segala aturan dalam masyarakat atau yang biasa disebut dengan budaya. Beberapa
perilaku dan aspek budaya yang mempengaruhi pelayanan kebidanan diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Health believe
Tradisi- tradisi yang diberlakukan secara turun- menurun dalam. Contohnya: dalam pemberian
makanan pada bayi, di daerah Nusa Tenggara Barat ada pemberian nasi papah atau di jawa dengan
tradisi nasi pisang.
2. Life style
Gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan. Contohnya gaya hidup kawin cerai di lombok atau
gaya hidup perokok
3. Health seeking behavior
Salah satu bentuk perilaku sosial budaya yang mempercayai apabila seseorang sakit tidak perlu ke
pelayanan kesehatan akan tetapi cukup dengan membeli obat di warung atau mendatangi dukun.

Masyarakat dapat digambarkan baik secara fisik sebagai tempat tinggal individu atau sebagai
lingkungan kehidupan sosial di suatu tempat tertentu. Sebagian besar individu hidup di masyarakat
bersama orang lain. Melalui hubungan dalam masyarakat, individu mengembangkan dan mendukung
sistem kepercayaan tentang keluarga,sehat, sakit serta penyakit. Keyakinan personal ini sejalan dengan
perilaku keluarga dan keyakinan kelompoknya, yang menjadi dasar individu untuk memutuskan cara-
cara menjaga status kesehatan dan perawatan individu yang sakit.
Menilai pelahiran dari sudut pandang antropologi, mengemukakan bahwa konteks budaya dan social
pelahiran bagi pengalaman melahirkan serta kesejahteraan seorang ibu sama penting dengan perawatan
ibu tersebut. Ibu menjalani pengalaman melahirkan dalam konteks budaya dengan aturan dan ritual
sosial yang menganut keyakinan.

Perilaku budaya masyarakat dalam praktek kebidanan.


1. Hamil
a. Perilaku budaya masyarakat selama kehamilan
 Upaya yang harus dilakukan untuk mengupayakan keselamatan bagi janin dalam prosesnya
menjadi bayi hingga saat kelahirannya. Contohnya upacara 7 bulanan
 Pantangan jangan memancing ikan karena akan menyebabkan bibir anak menjadi sumbing
 Larangan masuk hutan
 Pantangan keluar waktu magrib
 Pantangan menjalin rambut karena bisa menyebabkan lilitan tali pusat
 Pantangan nazar karena bisa menyebabkan air liur menetes terus

27
 Pantangan makan tertentu, pantangan terhadap pakaian, pantangan jangan pergi malam,
pantangan jangan duduk depan pintu, dll
 Kenduri ialah pertama kali dilakukan pada waktu hamil 3 bulan sebagai tanda wanita itu hamil,
kenduri kedua dilakukan pada waktu umur kehamilan dan bulan.
b. Peran bidan terhadap prilaku selama hamil
 KIE tentang menjaga kehamilan yaitu dengan ANC teratur,komunikasi makanan bergizi,
batasi aktifitas fisik, dan tidak perlu pantang makan
 KIE tentang segala sesuatu sudah diatur tuhan yang maha esa, mitos yang tidak benar
ditinggalkan
 Pendekatan kepada tokoh masyarakat untuk mengubah tradisi yang negatif atau
berpengaruh buruk terhadap kehamilan.
2. Persalinan
a. Perilaku budaya masyarakat selama persalinan
 Bayi laki-laki adalah penerus keluarga yang akan membawa nama baik
 bayi perempuan adalah pelanjut atau penghasil keturunan
 Memasukan minyak ke dalam vagina supaya persalinan lancar
 Melahirkan di tempat terpencil hanya dengan dukun, biasanya persalinan dilakukan dengan duduk
dilantai di atas tikar, dukun yang menolong menunggu sampai persalinan selesai.
 Minum air akar rumput fatimah dapat membuat persalinan lancar
b. Peran Bidan terhadap perilaku selama persalinan
 Memberikan pendidikan pada penolong persalinan mengenai tempat persalinan, proses persalinan,
perawatan selama dan pasca persalinan.
 Memberikan pendidikan mengenai konsep kebersihan baik dari segi tempat dan peralatan.
 Bekerja sama dengan penolong persalinan( dukun) dan tenaga kesehatan setempat.
3. Nifas
Setelah bersalin ibu dimandikan oleh dukun selanjutnya ibu sudah harus bisa merawat dirinya sendiri
lalu ibu diberikan juga jamu untuk peredaran darah dan untuk laktasi. Cara ibu tidur setengah duduk
agar darah kotor lekas keluar. Ibu masa nifas tidak boleh minum banyak, ibu tidak boleh keluar rumah
sebelum 40 hari karena bisa sawan, ibu tidak boleh makan terong karena bisa membuat bayi demam
dan lain sebagainya.
4. Perawatan bayi
a. Perilaku budaya masyarakat pada bayi baru lahir
Bayi diurut baru dimandikan oleh dukun selama 40 hari, ramuan tali pusat tiap hari harus diganti
sampai putus. Tali pusat yang sudah lepas dibuat jimat atau obat. Bayi ditidurkan disamping ibu,tidak
boleh dibawa jauh dari rumah sebelum bayi 40 hari, khitan dilakukan pada bayi laki-laki dan
perempuan.
b. Peran bidan terhadap perilaku masa nifas dan bayi baru lahir
 KIE prilaku positif dan negatif
 Memberikan penyuluhan tentang pantangan makanan selama nifas dan menyusui sebenarnya
kurang menguntungkan bagi ibu dan bayi.
 Memberikan pendidikan tentang perawatan bayi baru lahir yang benar dan tepat, meliputi
pemotongan tali pusat, membersihkan/memandikan, menyusukan (kolostrum), dan menjaga
kehangatan bayi.
 Memberikan penyuluhan pentingnya pemenuhan gizi selama masa pasca bersalin, bayi dan balita.

28
B. TUJUAN KEBUDAYAAN DALAM KEBIDANAN
Budaya memainkan peran penting dalam sikap menghadapi rasa nyeri persalinan. Tanggapan terhadap
nyeri dalam melahirkan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor budaya, makna nyeri dan harapan
intervensi berbeda antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya. Beberapa budaya mengharapkan
stoicisme (sabar dan membiarkannya) sedang budaya lainnya mendorong keterbukaaan untuk
menyatakan perasaan ibu.
Salah satu kebutuhan wanita dalam proses persalinan adalah adalah keringanan rasa sakit. Umumnya
bidan menemukan ibu pada persalinan awal normal , mengeluh nyeri hebat, yang terlihat dari perilaku
marah, mengulang-ulang cercaan, dan mengeluarkan kata-kata secara berlebihan, tetapi ketika
melakukan palpasi bidan hanya menemukan kontraksi ringan berdurasi singkat.Bidan dapat
menghadirkan perubahan perillaku yang dramatis ketika dramatis ketika memberi perhatian terhadap
apa yang dirasakan ibu secara fisik dan dialami secara psikologis. Kemungkinan besar ibu merasa
sangat takut. Dengan melakukan perawatan penunjang ibu dapat dibantu untuk terseyum,
meningkatkan kemampuan kopingnya untuk menuju persalinan aktif yang tidak memerlukan narkotik
pada saat ini.
Sebaliknya dalam mengobati ibu, bidan harus selalu mengantisipasi kapan ia paling membutuhkannya,
yaitu selama transisi dan kemudian mengatur perencanaan. Nyeri persalinan yang dialami ibu tidak
boleh diremehkan terlepas apapun temuan bidan. Ibu merasakan dan bidan harus menghargai apa yang
dialaminya. Sekali lagi ditegaskan, kiat pengobatan melibatkan perencanaan perawatan penunjang
secara total, termasuk pengobatan sepanjang persalinan yang di rancang untuk setiap ibu dengan
memperhatikan batas keamanan.
1. Pengurangan Rasa Nyeri Dalam Persalinan
Kebutuhan seorang wanita dalam proses persalinan adalah:
a. Pemenuhan kebutuhan fisik
b. Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus
c. Keringanan dari rasa sakit
d. Penerimaan atas sikap dan perilakunya
e. Pemberian informasi tentang kemajuan proses persalinan
2. Persepsi Rasa Nyeri
Cara yang dirasakan oleh individu dan reaksi terhadap rasa sakit dipengaruhi oleh berbagai faktor:
a. Rasa takut atau kecemasan
Akan meninggikan respon individual terhadap rasa sakit. Rasa takut terhadap hal yang tidak diketahui,
rasa takut ditinggal sendiri pada saat proses persalinan dan rasa takut atas kegagalan persalinan dapat
meningkatkan kecemasan.
b. Kepribadian
Kepribadian ibu berperan penting terhadap rasa sakit, ibu yang secara alamiah tegang dan cemas akan
lebih lemah dalam menghadapi persalinan dibanding wanita yang rileks dan percaya diri.
c. Kelelahan
Ibu yang sudah lelah selama beberapa jam persalinan, mungkin sebelumnya sudah terganggu tidurnya
oleh ketidaknyamanan dari akhir masa kehamilannya akan kurang mampu mentolerir rasa sakit.
d. Faktor sosial dan budaya
Faktor sosial dan budaya juga berperan penting dalam reaksi rasa sakit. Beberapa budaya
mengharapkan stooicisme (sabar dan membiarkannya) sedang budaya lainnya mendorong keterbukaan
untuk menyatakan perasaan.
e. Pengharapan
Pengharapan akan memberi warna pada pengalaman. Wanita yang realistis dalam pengharapannya

29
mengenai persalinannya dan tanggapannya terhadap hal tersebut mungkin adalah persiapan yang
terbaik sepanjang ia merasa percaya diri bahwa ia akan menerima pertolongan dan dukungan yang
diperlukannya dan yakin bahwa ia akan menerima analgesik yang sesuai.
2.1 Kajian gender dalam pelayanan kebidanan.
2.1.1 pengertian gender
Pengertian gender berkaitan dengan peran dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki. Hal ini
ditentukan oleh nilai-nilai sosial budaya yang berkembang.
Laki-laki dan perempuan, di semua lapisan masyarakat memainkan peran yang berbeda, mempunyai
kebutuhan yang berbeda, dan menghadapi kendala kendala yang berbeda pula. Masyarakatlah yang
membentuk nilai dan aturan tentang bagaimana harus berperilaku, berpakaian, bekerja apa dan boleh
berpergian kemana, dan contoh lainnya.
Nilai dan aturan bagi laki-laki dan perempuan di setiap masyarakat berbeda sesuai dengan nilai sosial-
budaya setempat dan seringkali berubah seiring dengan perkembangan budaya.
Di beberapa daerah contohnya, menjaga hasil bumi yang akan dijual menjadi tugas perempuan,
sementara di daerah lain itu menjadi tugas laki-laki.
2.2 Konsep dan Perangkat Analisis Gender
2.2.1 Kontruksi sosial gender
Sex adalah perbedaan secara biologis antara laki-laki dan perempuan- perbedaan dalam sistem
reproduksi seperti organ kelamin (penis, testis, dengan vagina, rahim, dan payudara), hormon yang
dominan dalam tubuh (estrogen dengan testosteron), kemampuan untuk memproduksi sperma atau
ovarium (telur), kemampuan untuk melahirkan dan menyusui (IPAS, 2001).
Gender mengacu pada kesempatan dan atribut ekonomi, sosial dan kultural yang diasosiasikan dengan
peran laki-laki dan perempuan dalam situasi sosial pada saat tertentu.
Di beberapa budaya tertentu, ideologi seksualitas menekan pada perlawanan perempuan, agresi laki-
laki, saling melawan atau menentang dalam aktivitas seksual; dalam kebudayaan lain, penekanannya
adalah saling bertukar kesenangan.
Konstruksi sosial seksualitas menjelaskan bahwa tubuh laki-laki dan perempuan memainkan peranan
penting dalam seksualitas mereka. Konstruksi sosial seksualitas juga melihat dengan seksama konteks
historis khusus dan budaya untuk memahami bagaimana pemikiran khusus dan keyakinan tentang
seksualitas dibentuk, disetujui, dan diadaptasi.
1. Pembagian pekerjaan berbasis Gender
Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki melakukan aktivitas yang berbeda, walaupun karakteristik
dan cakupan aktivitas tersebut berbeda melintasi kelas dan komunitas. Aktivitas tersebut juga boleh
berubah sepanjang waktu. Perempuan biasanya bertanggung jawab dalam perawatan anak dan
pekerjaan rumah tangga atau sering disebut peran reproduksi, tetapi mereka juga terlibat dalam
produksi barang-barang untuk konsumsi rumah tangga atau pasar atau yang dikenal dengan peran
produktif. Laki-laki biasanya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga, makanan,
minuma dan sumber daya terutama peran produktif.
2. Peran Gender dan Norma
Dalam masyarakat, laki-laki dan perempuan diharapkan untuk berperilaku sesuai dengan norma dan
peran maskulin dan feminin. Mereka harus berpakaian dengan cara yang berbeda, tertarik kepada isu
atau topik yang berbeda, tertarik kepada isu dan topik yang berbeda dan memiliki respon yang tidak
sama dalam segala situasi. Ada persepsi yang disepakati bersama bahwa apa yang dilakukan oleh laki-
laki baik dan lebih bernilai daripada yang dilakukan perempuan. Dampak dari peran gender yang
dibentuk secara sosial. Perempuan diharapkan membuat diri mereka menarik dari laki-laki, tetapi

30
bersikap agak pasif, menjaga keperewanan, tidak pernah memulai aktivitas seksual dan melindungi diri
dari hasrat seksual laki-laki yang tidak terkendali. Dalam masyarakat tertentu, hal ini terjadi karena
perempuan dianggap memiliki dorongan seksual yang lebih rendah. Dalam masyarakat lain, cara
perempuan dikendalikan adalah berdasarkan pemikiran bahwa perempuan memiliki dorongan seksual
dan secara alami tidak dapat setia pada satu pasangan.
3. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya membuat laki-laki lebih
berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan
kekuatan fisik, pengetahuan dan keterlampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk
mengambil keputusan karena merekalah yang memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki
kekuasaan yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan
laki-laki dan kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan
kebijakan negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai
negara di dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak
dalam perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak
perempuan untuk menjadi lembaga keagamaan mengingkari hak perempuan untuk menjadi pemimpin
agama, dan sekolah sering kali bersikukuh bahwa ayah si anak lah yang menjadi wali resmi, bukan
sang ibu.
4. Akses ke dan kontrol atas Sumber Daya
Perempuan dan laki-laki mempunyai akses ke dan kontrol yang tidak setara atas sumber daya.
Ketidaksetaraan ini merugikan perempuan. Ketidaksetaraan berbasis gender dalam hubungannya
dengan akses ke dan kontrol atas sumber daya terjadi dalam kelas sosial, ras, atau kasta. Tetapi,
perempuan dan laki-laki dari raskelas sosial tertentu dapat saja memiliki kekuasaan yang lebih besar
dari laki-laki yang berasal dari kelas sosial yang rendah.
 Akses adalah kemampuan memanfaatkan sumber daya.
 Kontrol adalah kemampuan untuk mendefinisikan dan mengambil keputusan tentang kegunaan
sumber daya.
Contohnya, perempuan dapat memiliki akses ke pelayanan kesehatan, tetapi tidak memiliki kendali
atas pelayanan apa saja yang tersedia dan kapan menggunakan pelayanan tersebut. Contoh lain yang
lebih umum adalah perempuan memiliki akses untuk memiliki pendapatan atau harta benda, tetapi
tidak mempunyai kendali atas bagaiman pendapatan tersebut dihabiskan atau bagaiman harta tersebut
digunakan.
Perempuan memiliki akses dan kendali yang kurang atas banyak jenis sumber daya yang berbeda.
Sumber daya ekonomi
 Pekerjaan, kredit, uang, makanan, keamanan sosial, asuransi kesehatan, fasilitas perawatan
anak, perumahan, fasilitas untuk melaksanakan tugas sosial, transportasi, perlengkapan pelayanan
kesehatan, teknologi dan perkembangan ilmiah.
Sumber daya politik
 Posisi kepemimpinan dan akses menjadi pembuat keputusan, kesempatan untuk membangun
komunikasi, melakukan negosiasi dan membuat persetujuan, sumber daya yang membantu menjamin
hak-hak seperti sumber daya sosial.
Sumber daya sosial
 Sumber daya komunitas, jaringan sosial dan keanggotaan dalam organisasi sosial.
Informasi/pendidikan

31
 Informasi atau masukan untuk dapat membuat atau mengambil keputusan untuk memodifikasi
atau merubah situasi, pendidikan formal, pendidikan non-formal, kesempatan untuk bertukar informasi
dan pendapat.
Waktu
 Memilih waktu untuk bekerja, jam kerja dibayar dan fleksibel.
 Harga diri, kepercayaan diri dan kemampuan untuk mengekspresikan minat seseorang.
5. Kekuasaan dan Pengambilan Keputusan
Mempunyai akses ke dan kontrol yang lebih besar atas sumber daya biasanya membuat laki-laki lebih
berkuasa daripada perempuan dalam kelompok sosial manapun. Hal ini dapat menjadi kekuasaan
kekuatan fisik, pengetahuan dan ketrampilan, kekayaan dan pendapatan, atau kekuasaan untuk
mengambil keputusan karena merekalah memegang otoritas. Laki-laki kerap kali memiliki kekuasaan
yang lebih besar dalam membuat keputusan atas reproduksi dan seksualitas. Kekuasaan laki-laki dan
kontrol atas sumber daya dan keputusan diinstitusionalkan melalui undang-undang dan kebijakan
negara, serta melalui aturan dan peraturan institusi sosial yang formal. Hukum di berbagai negara di
dunia memberi peluang kendali yang lebih besar kepada laki-laki atas kekayaan dan hak dalam
perkawinan, serta atas anak-anak. Selama berabad-abad, lembaga keagamaan mengingkari hak
perempuan untuk menjadi pemimpin agama, dan sekolah seringkali bersikukuh bahwa ayah si anak lah
yang menjadi wali resmi, bukan sang ibu.

2.3 Hubungan Antara Gender dan Kesehatan


Dalam masyarakat, perempuan dan laki-laki berbeda karena tugas dan aktivitasnya, ruang fisik yang
mereka tempati dan orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Namun, perempuan memiliki
akses ked an control yang kurang atas sumber daya daripada laki-laki, khususnya akses ke pendidikan
dan fasilitas pelatihan yang terbatas.
Konsep analisis gender penting sekali di bidang kesehatan karena perbedaan berbasis gender daalam
peran dan tanggung jawab, pembagian pekerjaan, akses ked an control atas sumber daya, dalam
kekuasaan dan keputusan mempunyai konsekuensi maskulinitas dan feminitas yang berbeda
berdasarkan budaya, suku dan kelas social. Sangat penting memilikin pemahaman yang baik tentang
konsep dan mengetahui karakteristik kelompok perempuan dan laki-laki yang berhubungan dengan
proses pembangunan.
Pada status kesehatan perempuan dan laki-laki. Konsekuensi boleh jadi meliputi: “risiko yang berbeda
dan kerawanan terhadap infeksi dan kondisi kesehatan,” mebuat banyaknya pendapat tentang
kebutuhan kesehatan tindakan yang tepat, akses yang berbeda ke layanan kesehatan, yang diakibatkan
oleh penyakit dan konsekuensi social yang berbeda dari penyakit dan kesehatan.
WHO (2001) telah membuat daftar cara bagaimana dampak gender terhadap status kesehatan:
Pembongkaran, risiko atau kerawanan
Sifat dasar, kekerasan dan frekuensi masalah kesehatan yang gejalanya dapat dirasakan
Perilaku mencari kesehatan
Akses ke layanan kesehatan
Konsekuensi social jangka panjang dan konsekuensi kesehatan
2.4 Ketidaksetaraan Gender
Berikut ini beberapa contoh pengaruh ketidaksetaraan gender terhadap kesehatan baik laki-laki
maupun perempuan sejak lahir hingga lanjut usia.
NO KETIDAKSETARAAN KETIDAKSETARAAN
GENDER (PEREMPUAN) GENDER (LAKI-LAKI)

32
1 Rata-rata perempuan di pedesaan Laki-laki bekerja 20% lebih
bekerja 20% lebih lama daripada pendek.
laki-laki.
2 Perempuan mempunyai akses Laki-laki menikmati akses sumber
yang terbatas terhadap daya ekonomi yang lebih besar.
sumberdaya ekonomi.
3 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap lebih baik terhadap sumberdaya
sumberdaya pendidikan dan pendidikan dan pelatihan.
pelatihan.
4 Perempuan tidak mempunyai Laki-laki mempunyai akses yang
akses yang setara terhadap mudah terhadap kekuasaan dan
kekuasaan dan pengambilan pengambilan keputusan di semua
keputusan disemua lapisan lapisan masyarakat.
masyarakat.
5 Perempuan menderita dan Laki-laki tidak mengalami tingkat
mengalami kekerasan dalam kekerasan yang sama dengan
rumah tangga dengan kadar yang perempuan.
sangat tinggi.
2.1 Fungsi Bidan dalam Gender dan Ham
2.1.1 Fungsi bidan dalam gender
Secara kodrati, perempuan dan laki-laki adalah dua jenis kelamin yang berbeda. Perbedaan yang
bersifat universal tersebut, sayangnya banyak disalah artikan sebagai sebuah sekat yang membentengi
ruang gerak. Dalam perkembangannya kemudian, jenis kelamin perempuan lebih banyak menerima
tekanan, hanya karena secara kodrati perempuan dianggap lemah dan tak berdaya.
Yulfita Rahardjo dari Pusat Studi Kependudukan dan Pemberdayaan Manusia Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, persepsi yang bias tersebut pada akhirnya menyulitkan
perempuan untuk mendapatkan akses pada berbagai segi kehidupan, utamanya bidang kesehatan yang
menentukan kehidupan dan kematian perempuan.
Secara biologis, perempuan melahirkan, menstruasi dan menyusui, sementara pria tidak. Perempuan
memiliki payudara yang berfungsi untuk menyusui, laki-laki tidak punya. Demikian juga jakun dan
testikel yang dimiliki pria, tidak dimiliki kaum hawa.
Jenis kelamin memang bersifat kodrati, seperti melahirkan dan menyusui bagi perempuan. Tapi gender
yang mengacu pada peran, perilaku dan kegiatan serta atribut lainnya yang dianggap oleh suatu
masyarakat budaya tertentu sebagai sesuatu yang pantas untuk perempuan atau pantas untuk laki-laki,
masih bisa dirubah.
Di beberapa wilayah dengan adat istiadat dan budaya tertentu, isu gender memang sangat membedakan
aktivitas yang boleh dilakukan antara pria dan wanita. Pada masyarakat Jawa dari strata tertentu
misalnya, merokok dianggap pantas untuk laki-laki, tapi tidak untuk perempuan.
Demikian dengan profesi bidan, yang sebagian besar disandang perempuan. Sementara dokter
kandungan didominasi laki-laki. Bahkan pernah dalam satu masa, dokter kandungan tidak boleh
dilakoni kaum hawa. Juga mitos gender seputar hubungan seksual, dimana isteri tabu meminta
suaminya untuk pakai kondom. Jadi yang ber-KB adalah kaum perempuan. Dalam masalah ini bidan
berperan untuk member penyuluhan kepada pasangan suami istri bahwa tidak hanya kaum wanita yang

33
diharuskan memakai KB namun kaum laki-laki pun perlu memakai KB bila ingin meminimalisir
kehamilan dan persalinan.
Data terakhir, Indonesia masih menempati urutan tertinggi dengan Angka Kematian Ibu (AKI)
mencapai 307/100 ribu kelahiran dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 45/1000 kelahiran
hidup. Tak pelak lagi, perempuan seringkali menghadapi hambatan untuk mendapatkan akses terhadap
pelayanan kesehatan. Hal itu disebabkan tiga hal, yakni jarak geografis, jarak sosial budaya serta jarak
ekonomi.
Perempuan biasanya tidak boleh bepergian jauh. Jadi kalau rumah sakit atau puskesmas letaknya jauh,
sulit juga perempuan mendapatkan pelayanan kesehatan. Dalam masalah ini bidan desa atau bidan
yang berada di daerah terpencil sangat berperan penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
layak kepada para wanita ataupun pria yang menduduki tempat terpencil.
Hambatan lainnya adalah jarak sosial budaya. Selama ini, ada keengganan kaum ibu jika mendapatkan
pelayanan kesehatan dari petugas kesehatan laki-laki. Mereka, kaum ibu di pedesaan ini, lebih nyaman
kalau melahirkan di rumah dan ditemani mertua dan anak-anak. Akibatnya, apabila terjadi perdarahan
dalam proses persalinan, sulit sekali mendapatkan layanan dadurat dengan segera. Bidan pun berperan
dalam member penyuluhan tentang bahaya melahirkan dirumah tanpa bantuan tenaga medis. Itu semua
dilakukan untuk meminimalisir Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angkan Kematian Bayi (AKB) yang
saat ini semakin berkembang setiap tahunnya.
Yang paling penting menjadi hambatan adalah masalah ekonomi. Banyak keluarga yang kurang
mampu, sehingga harus berpikir dua kali untuk menuju rumah sakit atau rumah bersalin. Sebagai
seorang bidan, jangan melihat klien berdasarkan status ekonominya karena bidan berperan sebagai
penolong bagi semua kliennnya dan tidak membedakan status ekonominya.
Selain menimpa perempuan, bias gender juga bisa menimpa kaum pria. Di bidang kesehatan, lebih
banyak perempuan menerima program pelayanan dan informasi kesehatan, khususnya yang berkaitan
dengan kesehatan reproduksi dan anak ketimbang laki-laki. Hal itu bisa jadi ada kaitannya dengan
stereotip gender yang melabelkan urusan hamil, melahirkan, mengasuh anak dan kesehatan pada
umumnya sebagai urusan perempuan. Dari beberapa contoh diatas memperlihatkan bagaimana norma
dan nilai gender serta perilaku yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Untuk itu, tugas bidan adalah meningkatkan kesadaran mengenai gender dalam meurunkan Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

4.Keilmuan Kebidanan, Definisi Normal Childbirth (Kehamilan, Persalinan Dan


Nifas) Standart ICM

34
A. Pengertian Ilmu Kebidanan
Ilmu Kebidanan dan Ginekologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada perawatan sistem
reproduksi wanita. Tugas utama seorang ahli kandungan adalah melakukan pengawasan dan
penanganan pada masa kehamilan, selain itu, ahli kandungan juga bertanggung jawab untuk mengawal
proses melahirkan dan masa nifas, atau periode sampai 6 minggu setelah kelahiran. Di sisi lain,
seorang ginekolog juga berhubungan dengan kesehatan sistem reproduksi wanita secara umum;
pemeriksaan, perawatan, pengelolaan komplikasi kebidanan, dan tindakan yang melibatkan komponen
pembedahan. Ilmu kebidanan dan ginekologi dipelajari bersamaan karena memiliki dasar ilmu yang
saling melengkapi, sehingga seorang dokter yang telah menyelesaikan pelatihan itu disebut OB/GYN
dan dapat melakukan kedua peran itu secara bersamaan.

Berbagai aspek ilmu kebinanan sehingga meningkatkan pengertian yang menyeluruh


diantaranya:

 Sejarah ilmu kebidanan khususnya di indonesia

 Masalah kematian ibu (AKI) dan angka kematian perinatal

 Faktor faktor yang mempengaruhi tingginya angka kematian ibu dan bayi

 Masalah pengawasan hamil di indonesia

 Masalah pertolongan persalinan di indonesia

 Masalah kehamilan remaja dan upaya umtuk mengatasinya

 Upaya upaya untuk meningkatkan KIE, promotif, Preventif, kuratif, dan rehabilatif kepada
masyarakat,sehingga ikut berperan serta dalam upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi

 Hubungan keluarga berencana dengan kesejahteraan keluarga

Untuk lebih jelas disampaikan beberapa ketetapan dalam bidang ilmu kebidanan sebagai berikut

Pertumbuhan dan perkembangan janin


intrauterin mulai sejak konsepsi dan
Kehamilan berakhir sampai permulaan persalinan

Persalinan Proses pengusiran janin serta uri dari


dalam rahim ibu

Proses pulihnya alat kandugan menuju


keadaan normal sehak persalinan berkhir
Kala Nifas yang berlangsung selama 42 hari

Angka Kelahiran Banyaknya kelahiran hidup setiap 1.000


penduduk

35
Angka kelahiran hidup setiap 1.000 wanita
dengan umur antara 14-44 tahun
Angka Kesuburan

Angka kematian ibu sebagai akibat


langsung proses reproduksi dalam 100.000
Angka Kematian Ibu (AKI) kelahiran hidup

Kelahiran Mati (stillbirth) Kelahiran janin tanpa tanda hidup

Kematian Neonatal (early neonatal Kematian bayi yang lahir hidup dalam
mortality) minggu pertama setelah kelahiran hidup

Kematian Perinatal Jumlah kelahiran mati dan kematian


nuonatus dengan berat badan di atas 1.000
gram

B. Pengertian Normal Childbirth (kehamilan,persalinan dan nifas)

Normal childbirth adalah filosofi melahirkan yang di dasarkan pada pendapat bahwa perempuan cukup
siap dan mampu melahirkan anak mereka tanpa intervensi eksternal.

Filosofi adalah ungkapan seseorang tentang nilai,sikap,dan kepercayaan meskipun pada waktu yang
lain ungkapan tersebut merupakan kepercayaan kelompok yang lebih sering disebut ideologi(Moya
Davis 1993). Filosofi sering dianggap sesuatu yang :

 Elit

 Sulit

 Abstrak

C. Standart ICM

ICM singkatan dari internasional confederation midwife. Konfederasi Internasional Bidan (ICM)
mendukung, mewakili dan bekerja untuk memperkuat asosiasi profesional bidan di seluruh dunia. ICM
mewakili lebih dari 250.000 anggota profesional melalui 108 asosiasi kebidanan di 98 negara. ICM
bekerja dengan bidan dan asosiasi kebidanan global untuk mengamankan hak perempuan dan akses ke
perawatan kebidanan sebelum, selama dan setelah melahirkan.

ICM juga telah bekerja bersama dengan badan-badan PBB dan mitra lainnya selama puluhan tahun
dalam inisiatif global untuk membantu mengurangi jumlah ibu dan bayi yang meninggal di dalam dan
sekitar melahirkan. Bukti menunjukkan bahwa asuhan kebidanan merupakan salah satu cara yang
paling efektif untuk memerangi kematian ibu dan bayi.Negara, Dunia 2011 yang diterbitkan oleh
UNFPA tahun lalu, menunjukkan secara meyakinkan bagaiman3a bidan menyelamatkan nyawa ibu

36
dan bayi.Dorongan kepada ibu agar lebih aman dan terus memperoleh kekuatan sebagai perempuan di
seluruh dunia untuk mencapai akses ke perawatan kebidanan.

ICM merupakan organisasi kebidanan dari berbagai negara (60 negara) yang markas besarnya
berada di London Inggris. Tujuan umum dari ICM yaitu memperbaiki standar pelayanan kebidanan
pada ibu bayi dan keluarga dan pendidikan yang berguna untuk peningkatan profesionalisme.
Sedangkan tujuan khusus dari ICM adalah:

1. Memperbaiki standar asuhan kepada ibu, bayi, dan keluarga diseluruh dunia.

2. Meningkatkan penerapan asuhan kebidanan.

3. Mengembangkan peranan kebidanan sebagai praktisi profesional dengan hak-haknya sendiri.

4. Meningkatkan secara global potensi dan nilai kebidanan untuk menurunkan morbiditas dan
moetalitas ibu dan bayi.

Pendidikan bidan sebagian besar berada di bawah standar ICM, ICM merekomendasikan minimum
teori 40% dan minimum 50% praktek. Rumah sakit dan klinik terutama di daerah pedesaan
kekurangan alat dan fasilitas untuk berlatih asuhan kebidanan yang mengarah kekurangan perawatan
berbasis bukti dan kemampuan untuk berlatih keterampilan yang diperoleh. ICM merekomendasikan
bidan perlu refreshing ilmu melalui pelatihan yang upto-date dan berlatih terus-menerus jika
menemukan kasus yang belum pernah dialami. Pelatihan, kualitas kontrol dan pengawasan sangat
penting untuk menghasilkan bidan yang berkualitas untuk peningkatan derajat kesehatan

5.HUBUNGAN BIDAN-IBU KETERAMPILAN KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM


KEBIDANAN

37
A. PENGERTIAN KOMUNIKASI EFEKTIF
Komunikasi berasal dari kata berikut ini.

1. Communicare (bahasa Latin) yang artinya menjadikan sesuatu milik bersama.


2. Comunis yang arti harfiahnya milik bersama, yaitu dengan proses komunikasi gagasan
seseorang disampaikan kepada orang yang terlibat, diterima, dimengerti, dan disetujui
maka gagasan tersebut menjadi milik bersama (Cherry, 1983).
Komunikasi efektif yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap ( attitude
change) pada orang yang terlibat dalam komunikasi. Komunikasi efektif memungkinkan seseorang
dapat saling bertukar informasi, ide, kepercayaan, perasaan dan sikap antara dua orang atau kelompok
yang hasilnya sesuai dengan harapan .
Tujuan komunikasi efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan
antara pemberi dan penerima pesan. Sehingga tercipta feed back yang baik antara pemberi dan
penerima pesan.

B. UNSUR-UNSUR KOMUNIKASI
Dalam melakukan komunikasi, menurut Aristoteles, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi yaitu
siapa yang berbicara, apa yang dibicarakan, dan siapa yang mendengarkan (Sannon & Weaver, 1949).
Selanjutnya kita akan membahas satu persatu unsur-unsur komunikasi tersebut.

1. Komunikator
Adalah seseorang atau kelompok yang menyampaikan pesan kepada orang lain (komunikan).
Komunikator disebut juga sebagai pembawa berita, pengirim berita, atau sumber berita dalam hal ini
bisa bidan, klien, atau yang lainnya. Penyampaian pesan dapat berupa lambang, kata, gerak tubuh, dll.

2. Pesan (Message)
Pesan atau amanat adalah sesuatu yang disampaikan komunikator melalui lambang, gerakan, atau
gagasan kepada orang lain (komunikan). Agar dapat diterima dengan baik, pesan hendaknya
dirumuskan dalam bentuk yang tepat, disesuaikan, dan dipertimbangkan berdasarkan keadaan
penerima, hubungan pengirim dan penerima, serta waktu komunikasi dilakukan. Pesan yang
disampaikan kepada klien dapat berupa nasehat, dukungan, petunjuk dan yang lainnya.

Faktor-faktor yang membuat suatu pesan menjadi akurat antara lain:

38
a. Penyampaian pesan, yang bisa disampaikan secara lisan, tatap muka, langsung, atau tidak langsung.
b. Bentuk pesan, yang dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) informatif, yaitu pemberian sejumlah keterangan dari komunikator kepada komunikan, kemudian
komunikan mengambil kesimpulan dan keputusan sendiri;
2) persuasif, adalah bentuk pesan yang berupa bujukan untuk membangkitkan atau memotivasi
semangat individu, perubahan perilaku yang diharapkan atas kesadaran sendiri tanpa paksaan dan;
3) koersif, yaitu bentuk pesan yang bersifat memaksa dengan menggunakan sanksisanksi yang bisa
berbentuk instruksi, perintah, dan lain-lain.
3. Komunikan
Komunikan adalah pihak lain yang diajak berkomunikasi yang merupakan sasaran dalam komunikasi,
atau orang yang menerima pesan, berita, atau lambang. Komunikan bisa perorangan, kelompok, atau
organisasi.
4. Media (Channel)
Media atau channel adalah sarana atau alat dalam penyampaian pesan. Media dapat berupa buku,
brosur, pamflet, radio, televisi, OHP, laptop, lembar catatan klien, rekam medik dan lain-lain.
5. Umpan Balik (Feed Back)
Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh komunikan terhadap pesan yang diterima.
SUMBER : SITI RINI HANDAJANI,2016)

C. BENTUK KOMUNIKASI EFEKTIF


1. Bentuk komunikasi efektif
Komunikasi pada umumnya bersifat dua arah, verbal dan non verbal, ada saling berbagi informasi atau
perasaan. Komunikasi efektif mencakup bentuk komunikasi verbal efektif dan non verbal efektif.
a. Komunikasi verbal efektif mempunyai karakteristik: jelas dan ringkas, perbendaharaan kata mudah
dimengerti, mempunyai arti denotatif dan konotatif, intonasi mampu memengaruhi isi pesan,
kecepatan bicara yang memiliki tempo dan jeda yang tepat, serta ada unsur humor.
b. Komunikasi non verbal
1) Penampilan fisik.

39
Penampilan fisik bidan mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan kebidanan yang diterima.
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama,
budaya, dan konsep diri. Bidan yang memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri
dan professional yang positif.
2) Sikap tubuh dan cara berjalan
Sikap tubuh dan cara berjalan mencerminkan konsep diri, alam perasaan (mood), dan kesehatan. Bidan
dapat menyimpulkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien.
Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat dan fraktur.
3) Ekspresi wajah.

Wajah merupakan bagian tubuh yang paling ekspresif. Hasil penelitian menunjukan enam keadaan
emosi utama yang tampak melalui ekspresi wajah, yaitu terkejut, takut, marah, jijik, bahagia, dan
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat
interpersonal. Kontak mata juga sangat dalam komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan
kontak mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Bidang sebaiknya tidak memandang ke bawah
ketika sedang berbicara dengan klien. Oleh karena itu ketika berbicara, sebaiknya duduk sehingga
tidak tampak dominan ketika kontak mata dengan klien dilakukan dengan sejajar.
4) Sentuhan.
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian diberikan melalui sentuhan. Sentuhan merupakan
bagian paling penting dalam hubungan bidan-klien, namun harus memperhatikan norma sosial. Ketika
memberikan asuhan kebidanan, bidan menyentuh klien seperti memandikan, melakukan pemeriksaan
fisik, atau membantu berpakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung pada
bidan untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit untuk menghindari sentuhan.

Dalam bidang kesehatan, terdapat hubungan antara komunikasi interpersonal yang efektif dengan
peningkatan kesehatan. Bagaimana cara bidan melakukan komunikasi berpengaruh pada hasil seperti
kepuasan atau kedatangan kembali klien, klien akan mematuhi aturan pemakaian/pengobatan dan hal
ini akan meningkatkan kesehatannya.
(SUMBER : NADYYA HUSNA)

D. PRINSIP DASAR KOMUNIKASI EFEKTIF


1. Respect (respek)
Respect adalah perasaan positif atau penghormatan diri kepada lawan bicara. Anda menghargai lawan
bicara sama halnya menghargai diri sendiri. Prinsip menghormati ini harus selalu anda pegang dalam
berkomunikasi.
2. Empaty (empati)

40
Empaty adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau kondisi yang tengah dihadapi
orang lain. Anda mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, sehingga komunikasi akan
terjalin dengan baik sesuai dengan kondisi psikologis lawan bicara anda.

3. Audible (dapat didengar)


Audible mengandung makna pesan yang harus dapat didengarkan dan dapat dimengerti. Dalam hal ini
ada beberapa hal yang harus anda perhatikan, yaitu :
Pertama, pesan harus mudah dipahami, menggunakan bahasa yang baik dan benar. Hindari bahasa
yang tidak dipahami oleh lawan bicara.
Kedua, sampaikan yang penting.pastikan yang penting. Sederhanakan pesan anda. Langsung saja pada
inti persoalan
Ketiga, gunakan bahasa tubuh anda. Mimik wajah, kontak mata, gerakan tangan dan posisi badan bisa
dengan mudah terbaca oleh lawan bicara anda. Tunjukan kesejatian anda dengan mengoptimalkan
bahasa tubuh dan pesan.
Keempat, gunakan ilustrasi atau contoh.karena analogi sangat membantu dalam menyampaikan pesan.
4. Clarity (klariti)
Clarity adalah kejelasan dari pesan yang kita sampaikan. Salah satu penyebab munculnya salah paham
antara satu orang dengan yang lain adalah informasi yang tidak jelas yang mereka terima.
5. Humble (rendah hati)
Sikap rendah hatianda rendah diri, rendah hati memberi kesempatan kepada orang lain untuk berbicara
terlebih dahulu, dan anda menjadi pendengar yang baik bentuk.

E. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM KOMUNIKASI EFEKTIF


a. Berkomunikasi pada suasana yang menguntungkan
b. Menggunakan bahasa yang mudah ditangkap dan dimengerti
c. Pesan yang disampaikan dapat menggugah perhatian atau minat dipihak komunikan

d. Pesan dapat menggugah dipihak komunikan yang dapat menguntungkannya


e. Pesan dapat menumbuhkan sesuatu penghargaan atau reward dipihak komunikan
(SUMBER : DEVI FITRIANI)

F. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI


Menurut Potte dan Perry (1993), ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi
41
sebagai berikut.
1. Perkembangan
Sebagai seorang komunikator harus memperhatikan pengaruh perkembangan usia, bahasa, dan proses
berpikir dari komunikan. Jadi seorang bidan dalam berkomunikasi harus memperhatikan hal-hal
tersebut agar komunikasi berjalan dengan baik.
2. Persepsi
Persepasi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap sesuatu kejadian atau peristiwa.
3. Nilai
Nilai adalah standar yang memperngaruhi perilaku.

4. Latar Belakang Sosial Budaya


Budaya membatasi seseorang dalam bertindak dan berkomunikasi, contohnya budaya Jawa dimana
orangnya cenderung tertutup dibandingkan dengan budaya Sumatera atau yang lainnya.

5. Emosi
Emosi merupakan perasaan subjektif terhadap suatu kejadian, dimana antara individu akan berbeda
dalam meluapkan emosi, bisa dalam bentuk diam atau yang diungkapkan.

6. Jenis Kelamin
Tanned (1990) mengatakan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai perbedaan alam komunikasi.
Perempuan berkomunikasi untuk membangun dan mendukung keakraban, sedangkan laki-laki
berkomunikasi untuk mendapat kemandirian aktifitas.
7. Pengetahuan
Kita ketahui bersama bahwa tingkat pengetahuan mempengaruhi penerimaan/respos bahasa verbal,
karena orang yang berpengetahuan akan mempunyai lebih informasi dibandingkan dengan yang tidak
berpengetahuan.
8. Peran dan Hubungan
Gaya komunikasi akan berbeda tergantung dengan peran yang disandang antara komunikator dan
komunikan. Ketika seseorang mempunyai peran dalam suatu lingkungan maka ia akan mempunyai
rasa percaya diri yang lebih tinggi dalam memutuskan sesuatu karena dia mempunyai kewenangan.

9. Lingkungan

42
Lingkungan interaksi berpengaruh terhadap komunikasi efektif. Suasana dan privacy akan
mempengaruhi kenyamanan dalam berkomunikasi. Ketika kita melakukan komunikasi yang sifatnya
pribadi di tempat terbuka maka komunikasi tidak akan berlangsung dengan lancar karena klien akan
merasa malu atau takut rahasianya diketahui orang lain.
10. Jarak
Jarak merupakan tata ruang yang mempengaruhi komunikasi terutama dalam rasa aman dan kontrol.
Kalau dalam berkomunikasi ada jarak, baik ruang maupun waktu, maka hasilnya tidak akan optimum
karena komunikator tidak bisa secara leluasa menyampaikan pesannya. Selain apa yang dikemukakan
oleh Potte dan Perry di atas, ada beberapa faktor yang juga bisa mempengaruhi komunikasi seperti
berikut ini:
1. Citra Diri

Manusia mempunyai citra diri/cara pAndang terhadap dirinya sendiri, status sosialnya, kelebihan &
kekurangan, sehingga antara komunikator komunikan harus saling menyesuaikan dengan citra diri
masing-masing agar komunikasi tidak terhambat.

2. Citra Pihak Lain


Pengaruh orang lain terhadap pribadi saat terjadinya komunikasi (ada perasaan campur tangan dari
pihak lain). Ada sebagian orang merasa tertekan jika ada ada orang yang terlalu ikut campur, tapi ada
juga orang yang measa membutuhkan orang untuk mempengaruhinya untuk berkomunikasi.

3. Lingkungan Fisik
Tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat dengan tempat lainnya, tergantung dari mana asalnya
dan bagaimana lingkungan tempat tinggalnya, lingkungan tertutup atau terbuka dengan orang lain.
4. Lingkungan Sosial

Suasana lingkungan sosial akan mempengaruhi gaya komunikasi seseorang. Yaitu ada tidaknya
dukungan dari lingkungan sosialnya.
5. Kondisi Fisik
Komunikasi berhubungan dengan kesempurnaan alat komunikasi (panca indra) seseorang, baik secara
anatomi maupun fisiologi. Bila seseorang memiliki ketidaksempurnaan dalam indera yang mendukung
komunikasi maka akan ada hambatan dalam komunikasinya. Contohnya, kalau seseorang tuna rungu
maka ia akan kesulitan dalam mendengar pesan sehingga feed back yang diberikannya juga bisa
berbeda.

(SUMBER : SITI RINI HANDAJANI,2016)

43
G. PROSES KOMUNIKASI EFEKTIF
Dalam komunikasi, setidaknya harus ada komunikator, pesan, saluran komunikasi, metode
komunikasi, bentuk komunikasi, dan teknik komunikasi, secara keseluruhan akan membentuk jaringan
komunikasi. Dalam membina hubungan dengan terapeutik (berinteraksi), bidan melewati empat tahap
dan pada setiap tahapnya mempunyai tugas yang harus diselesaikan oleh bidan. Interaksi dengan klien
dilakukan secara bertahap, yaitu prainteraksi, perkenalan, orientasi, kerja dan terminasi.
a. Pra interaksi, merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien.
Seorang bidan harus membuat rencana interaksi dengan klien seperti:

1) Evaluasi diri, termasuk didalamnya kesiapan pengetahuan, sikap dan mental.


2) Penetapan terhadap hubungan/interaksi, apakah ini pertemuan pertama atau ulang, tujuan
pertemuan, tindakan yang akan dilakukan.
3) Rencana interaksi, percakapan apa yang akan dilakukan, teknik apa yang akan digunakan, langkah
tindakan yang akan dikerjakan.
b. Perkenalan, merupakan kegiatan yang anda lakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan
klien. Hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Memberi salam
2) Memperkenalkan diri
3) Menanyakan nama klien
4) Menyepakati pertemuan (kontrak)
5) Melengkapi kontrak

6) Menyepakati masalah klien


7) Mengakhiri perkenalan
c. Orientasi, dilaksanakan pada awal pertemuan, kedua dan seterusnya.
Tujuan fase orientasi ini adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan
keadaan klien saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu.
1) Memberi salam
2) Memvalidasi keadaan klien
3) Mengingatkan kontrak
d. Fase kerja, merupakan inti hubungan bidan dan klien yang terikat erat dengan pelaksanaan rencana
kebidanan yang dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

44
f. Fase terminasi, merupakan akhir setiap pertemuan bidan dengan klien. Terminasi dibagi menjadi
dua, yaitu terminasi sementara adalah akhir dari tiap pertemuan bidan dengan klien dan terminasi akhir
terjadi bila klien akan pulang dari rumah sakit/klinik.

(SUMBER : NADYYA HUSNA)

H. HUBUNGAN BIDAN DENGAN IBU DALAM KOMUNIKASI EFEKTIF


a. Komunikasi Pada Calon Ibu
Komunikasi terapeutik pada calon ibu perlu memperhatikan dan mempelajari kondisi psikologis
wanita. Bidan dapat melakukan komunikasi teraupetik pada calon ibu dengan menitikberatkan pada :
1. Memberikan penjelasan tentang fisiologis menstruasi;
2. Memberikan bimbingan tentang perawatan diri sehubungan dengan peristiwa menstruasi;
3. Memberi bimbingan pra perkawinan;

4. Pendidikan kesehatan calon ibu;


5. Memberikan pemahaman dan upaya penyesuaian diri terhadap perubahan fisik dan emosi serta
peran yang terjadi.
b. Komunikasi Pada Ibu Hamil

Kehamilan memberikan perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis bagi ibu hamil.
Perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis misalnya; pusing, mual, tidak nafsu makan, BB
bertambah dan sebagainya.
Sedangkan perubahan psikologis yang menyertai ibu hamil diantaranya; ibu menjadi mudah
tersinggung, bangga dan bergairah dengan kehamilannya dan sebagainya.
Adapun pelaksanaan komunikasi bagi ibu hamil, bidan diharapkan :

1. Mampu melaksanakan asuhan dan tindakan pemeriksaan, pendidikan kesehatan dan segala bentuk
pelayanan kebidanan ibu hamil;
2.Dengan adanya komunikasi terapeutikdiharapkan dapat meredam permasalahan psikososial yang
berdampak negatif bagi kehamilan;
3. Membantu ibu sejak pra konsepsi untuk mengorganisasikan perasaannya, pikirannya untuk
menerima dan memelihara kehamilannya.

c. Komunikasi Pada Ibu Bersalin

45
Proses persalinan merupakan hal yang fisiologis yang dialami oleh setiap wanita dan setiap individu
berbeda-beda.
Perubahan fisiologis pada ibu bersalin diantaranya: terjadi kontraksi uterus, otot-otot pangggul dan
jalan lahir mengalami pemekaran, dsb. Sedangkan perubahan psikologis yang sering terjadi pada ibu
bersalin adalah rasa cemas pada kondisi bayinya saat lahir, kesakitan saat kontraksi dan nyeri,
ketakutan saat melihat darah, dsb.
Pelaksaanaan komunikasi pada saat ini, tidak hanya ditujukan pada ibu yang akan melahirkan, tetapi
juga pada pemdamping ibu. Dalam hal ini, dapat suami ataupun keluarga yang laiinya. Komunikasi ini
ditujukan untuk memberikan dukungan/ motivasi moral baik untuk ibu maupun keluarga. Komunikasi
ibu bersalin difokuskan pada teknik saat bersalin dengan menerapkan asuhan sayang ibu, penyampaian
pesan diberikan secara jelas dan memberikan rasa nyaman.
d. Komunikasi Pada Ibu Nifas
Ibu setelah melahirkan akan mengalami fase ini yaitu fase ibu nifas. Ibu nifas juga mengalami
perubahan-perubahan yang bersifat fisiologis maupun psikologis. Oleh karena itu, diperlukan juga
komunikasi pada saat nifas.
Perubahan fisiologis pada ibu nifas meliputi: proses pengembalian fungsi rahim, keluarnya lochea, dsb.
Sedangkan perubahan psikologis meliputi: perasaan bangga setelah melewati proses persalinan,
bahagia bayi telah lahir sesuai dengan harapan, kondisi-kondisi yang membuat ibu sedih saat nifas
(keadaan bayi tidak sesuai harapan, perceraian, dsb).
Pelaksanaan komunikasi yang dilakukan bidan pada ibu nifas harus memperhatikan kestabilan emosi
ibu, arah pembicaraan terfokus pada penerimaan kelahiran bayi, penyampaian informasi jelas dan
mudah dimengerti oleh ibu dan keluarga, dsb.
e. Komunikasi Pada Ibu Menyusui
Perubahan psikologis ibu menyusui meliputi: kecemasan ibu dalam ketidaksanggupan dalam
perawatan bayi, pemberian ASI tidak maksimal, ketakutan dalam hal body image, cemas akan kondosi
bayinya. Komunikasi bidan pada saat menyusui sangat diperlukan ibu untuk pemberian motivasi
dengan peranan ibu dalam kesuksesan pemberian dan perawatan bayinya.
f. Komunikasi Pada Klien KB
Tidak semua akseptor KB mengalami kenyamanan dalam menggunakan alat kontrasepsi. Ada juga
yang mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun psikologis setelah penggunaan alat
kontrasepsi.
Perubahan fisiologis yang sering terjadi adalah akibat dari efek samping penggunaan alat kontrasepsi
tersebut. Misalnya pusing, BB bertambah, timbul flek-flek di wajah, gangguan menstruasi, keputihan,
gangguan libido, dll. Adapun perubahan psikologis yang dialami adalah kecemasan atau ketakutan
akan keluhan-keluhan yang terjadi, kegagalan dalam pemakaian alat kontrasepsi.
Pelaksanaan komunikasi bagi akseptor KB yaitu terfokus pada KIE efek samping kontrasepsi dan cara
mengatasinya, cara kerja dan penggunaan alat kontrasepsi.

46
(SUMBER : LUSA ROCHMAWATI,2009)

6.ETIK BIOMEDIS DAN APLIKASINYA DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

A. Konsep dasar bio-etika dan profesionalisme

1. Bio-Etika

Secara harafiah, istilah bioetika berasal dari bahasa Yunani, yaitu bios (hidup) dan ethike (apa yang
seharusnya dilakukan manusia). Istialah itu sendiri diartikan sebagai kajian etika mengenai isu sosial
dan moral yang muncul akibat aplikasi bioteknologi dan medis.
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik, menyangkut
masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetik difokuskan pada pertanyaan etik yang mencul
tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi, pengobatan, politik hukum dan theology.
Pada artian yang lebih sempit, bioetika merupakan evaluasi etik pada moralitas treatment atau
inovasi teknologi, dan waktu pelaksanaan pengobatan pada manusia. Sedangkan menurut artian yang
lebih luas, bioetika mengevaluasi pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan
membahayakan kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri yang meliputi semua
tindakan yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi. Isu dalam bioetik antara lain peningkatan
mutu genetik, etika lingkunganan pemberian pelayanan kesehatan.
Bioetika muncul sebagai respon atas semakin berkembangnya ilmu dan teknologi hayati terutama
di bidang medis yang berhubungan erat dan/atau menjadikan manusia sebagai objeknya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa bioetika lebih berfokus pada dilema yang menyangkut perawatan kesehatan
modern, serta aplikasi teori etik dan prinsip etik terhadap masalah-masalah pelayanan kesehatan (
Heryani, R, 2013).
2. Profesionalisme
Istilah profesi berkaitan dengan bidang pekerjaan yang sangat dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian. Kita tidak hanya mengenal istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai mencakup pula bidang seperti
manajer, wartawan, pelukis, penyanyi, artis sekertaris dan sebagainya.
Ada perbedaan antara profesi dan pekerjaan: profesi adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya dimana profesi tersebut diatur oleh etika
profesi dimana Etika Profesi tersebut hanya berlaku sesama profesi tersebut. Sementara pekerjaan

47
adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk menafkahi diri dan keluarganya dimana pekerjaan tersebut
tidak memiliki etika (Suseno, T,2010).
Seorang pekerja professional perlu dibedakan dari seorang teknisi. Baik pekerja professional
maupun teknisi dapat saja terampil dalam unjuk kerja (mis: menguasai teknik kerja yang sama dapat
memecahkan masalah teknis dalam bidang kerjanya). Akan tetapi, seorang pekerja professional
dituntut menguasai visi yang mendasari keterampilannya yang menyangkut wawasan filosofis,
pertimbangan rasional, dan memiliki sifat yang positif dalam melaksanakan serta mengembangkan
mutu karyanya (Purwoastuti, E,2017).
Seorang profesional wajib mengembangkan profesionalismenya. Pengembangan profesionalisme
dapat dicapai melalui kewajiban belajar (menguasai lebih banyak pengetahuan teknis) dan bukan
melalui interaksi dengan klien. Didalam bukunya, Moore mengabaikan kemungkinan seorang
profesional juga belajar melalui kliennya. (Moore, Wilbert E, The Professions: Roles and Rules, New
York;Russel Sage Foundation, 1970)

B. Kebidanan Sebagai Profesi


1. Bidan Suatu Profesi
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang
dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya).
Menurut Brandeis yang dikutip oleh A. Pattern Jr., untuk dapat disebut sebagai profesi, pekerjaan
itu sendiri harus mencerminkan adanya dukungan yang berupa :
1. Ciri-ciri pengetahuan (intellectual character)
2. Diabdikan untuk kepentingan orang lain
3. Keberhasilan tersebut bukan berdasar pada keuntungan financial
4. Keberhasilan tersebut antara lain menetukan berbagai ketentuan yang merupakan kode etik, serta
pula bertanggung jawab dalam memajukan dan penyebaran profesi yang bersangkutan
5. Ditentukan adanya standar kualifikasi profesi (Diah Arimbi, 2014)
Sejarah menunjukkan bahwa bidan merupakan salah satu profesi tertua di dunia sejak adanya
peradabadan umat manusia.Bidan muncul sebagai wanita terpercaya dalam mendampingi dan
menolong ibu melahirkan.Peran dan posisi bidan di masyarakat sangat dihargai dan dihormati karena
tugasnya yang sangat mulia, memberi semangat, membesarkan hati, dan mendampingi, serta menolong
ibu melahirkan sampai ibu dapat merawat bayinya dengan baik.
2. Peran Bidan
Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana, pengelola, pendidik, dan
peneliti.
3. Fungsi Bidan
Berdasarkan peran bidan sebagai pelaksana, pengelola, pendidik serta peneliti, dari peran tersebut
bidan memiliki fungsi sesuai perannya.
4. Tanggung Jawab Bidan
Sebagai tenaga professional, bidan memikul tanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya.Seorang Bidan harus dapat mempertahankan tanggung jawabnya bila terjadi gugatan
terhadap tindakan yang dilakukannya
5. Tugas Bidan
Berdasarkan penjelasan mengenai asuhan/ pelayanan kebidanan, sebagai seorang bidan sudah pasti
memiliki tugas, seperti member bimbingan, asuhan, dan nasihat kepada remaja (sebagai calon ibu), ibu

48
hamil dengan resiko tinggi, ibu melahirkan, ibu nifas, ibu menyusui, serta ibu dalam masa
klimakterium dan menopause.
6. Kompetensi Bidan
Seorang bidan harus memiliki kompetensi bidan yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan
perilaku dalam melaksanakan praktik kebidanan secara aman dan bertanggung jawab dalam berbagai
tatanan pelayanan kesehatan. (Drs. Surajiyo, 2014)
Kompetensi adalah kemampuan seseorang tenaga kesehatan berdasarkan ilmu pengetahuan,
keterampilan, dan sikap profesional untuk dapat menjalankan praktik dan pekerjaan profesinya. (Cecep
Triwibowo, 2014).
Untuk mengetehui kompetensi seorang bidan, bekerja sama antara pihak institusi dengan badan
penyelenggara uji kompetensi dilaksanakanlah uji kompetensi sebanyak 3 kali dalam kurung waktu
setahun. Uji kompetensi sendiri adalah ujian yang dilaksanakan di akhir masa pendidikan tenaga
kesehatan, sebelum melaksanakan sumpah profesi untuk menilai pencapaian kompetensi berdasarkan
standar kompetensi dalam rangka memperoleh sertifikat kompetensi. (Buku Pedoman uji Kompetensi
Kementrian Kesehatan RI, 2011)

C. Konsep dasar bio-etika profesionalisme bidan


1. Pengertian etika, moral, hukum
a. Etika
Istilah etika yang kita gunakan sehari-hari pada hakekatnya berkaitan dengan falsafah dan moral
yaitu “ mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai
dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan “kurun waktu tertentu” karena etik moral
akan berubah dengan lewatnya waktu.
Dalam kamus Bahasa Indonesia, dikatakan bahwa etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (ahlak). (Diah Arimbi, 2014)
Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai berikut:
1) Menurut bahasa Yunani yaitu ethos (jamaknya; et etha), yang berarti “adat istiadat” atau
“kebiasaan”.
2) Menurut bahasa Inggris berasal dari Eithis, yaitu tingkah laku/perilaku manusia baik dimana
tindakan yang harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya (Heryani, R, 2013).
Menurut para ahli:
1) Menurut Martin (1993), etika didefenisikan sebagai “the discipline which can as the
performanceindex or reference for our control system” yang artinya disiplin yang dapat bertindak
sebagai acuan atau index capaian untuk sistem kendali kita/kami. Etika disebut juga filsafat moral
adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak dipersoalkan
keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak
(Purwoastuti,E,2017)
2) Menurut K. Bartens dirumuskan sebagai berikut:
a) Kata etika dapat digunakan dalam arti nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang
atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
b) Etika berarti kumpulan asas atau moral, yang dimaksud disini adalah kode etik
c) Etika mempunyai arti ilmu tentang apa yang baik atau buruk

49
Etika adalah masalah sifat pribadi yang meliputi apa yang kita sebut “menjadi orang baik”, tetapi
juga merupakan masalah sifat keseluruhan segenap masyarakat yang tepatnya di sebut “ethos”nya.
(Diah Arimbi, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa etika diartikan “Sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan
keburukan dalam hidup menusia khususnya perbuatan manusia yang didorong kehendak dengan
didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan”(Heryani, R, 2013).
b. Moral
Istilah moral berasal dari bahasa Latin (mos- bentuk tunggal, mores- bentuk jamak) yang berarti
kebiasaan atau adat. Kata mores dipakai oleh banyak bahasa masih dlam arti yang sama, termasuk
bahasa Indonesia. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” dijelaskan dengan membedakan tiga
arti: 1) “ajaran tertentu” baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan
akhlak, budi pekerti, susila dsb. 2) kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemanagat,
bergairah dan disiplim, dsb : isi hati atau keadaan perasaan sebagaimana teruangkap dalam perbuatan.
3) ajaran kesusilaan yang dapat ditarik dari suatu cerita. Teori moral mencoba memformulasikan suatu
prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah-masalah etik (Heryani, R, 2016).
Menurut Ensiklopedia pendidikan Soeganda Poerbacaraka, moral merupakan suatu istilah uantuk
menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-maksud, pertimbangan-pertimbangan,
atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik/buruk, benar/salah (Purwoastuti, E, 2017).
Moral; yang mengatur hubungan dengan sesama, tetapi berlainan jenis dan atau yang menyangkut
kehormatan tiap pribadi. (Diah Arimbi, 2014)
Jadi dapat disimpulkan bahwa moral adalah mengenai apa yang sinilai seharusnya oleh masyarakat
dan etik dapat diartikan pula sebagi moral yang ditunjukkan kepada profesi (Heryani,R, 2013).
c. Hukum
Secara umum, hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi hak dan kewajiban yang timbal balik
dan mengatur yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Beberapa defenisi hukum yang
dikemukakan oleh para pakar hukum adalah:
1) H.J. Hamker : hukum merupakan seperangkat aturan yang menunjuk kebiasaan orang dalam
pergaulannya dengan pihak lain di dalam masyarakat
2) Kantorowich : hukum adalah keseluruhan aturan-aturan kemasyarakatan yang mewajibkan tindakan
lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan
3) Holmes : Hukum adalah apa yang diramalkan akan diputuskan oleh pengadilan
4) Jihn Locke : sesuatu yang ditentukan oleh warga masyarakat pada umumnya tentang
tindakan-tindakan mereka untuk menilai/mengadili mana yang merupakan perbuatan yang jujur dan
mana yang merupakan perbuatan yang curang.
5) Emmanuel Kant : hukum adalah keseluruhan kondisi-kondisi dimana terjadi kombinasi antara
keinginan-keinginan pribadi orang lain sesuai dengan hukum umum tentang kemerdekaan (Asmawati,
2011 )
Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan hukum adalah peraturan atau ketentuan baik
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur tata cara pergaulan kehidupan masyarakat (subjek hukum)
dan adanya sanksi bagi pelanggarnya, serta ditetapkan atau diakui oleh otoritas tertinggi (Heryani,
R,2016).
2. Kegunaan etika
Fungsi Etika Dan Moralitas Dalam Pelayanan Kebidanan
1) Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien.
2) Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yang
merugikan/membahayakan orang lain.

50
3) Menjaga privacy setiap individu.
4) Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya.
5) Dengan etik kita mengetahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya.
6) Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah.
7) Menghasilkan tindakan yang benar
8) Mendapatkan informasi tentang hal yang sebenarnya
9) Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah
sesuai dengan moral yang berlaku pada umumnya.
10) Berhubungan dengan pengaturan hal-hal yang bersifat abstrak.
11) Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik.
12) Mengatur hal-hal yang bersifat praktik.
13) Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam
organisasi profesi.
14) Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode
etik profesi (Suseno, T,2010).
3. Macam-macam etika
Dalam membahas etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan kesusilaan atau etis,
ialah manusia secara utuh dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-nilai atau norma-norma
yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam etika, sebagai berikut:
a. Etika deskriptif, yakni etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai.
Artinya etika deskriptif tersebut berbicara mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan
perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Dapat
disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau atau tanpa nilai dalam suatu
masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara
etis.
b. Etika normatif, yakni etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnya
dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan apa yang
bernilai dalam hidup ini. Jadi etika normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau
norma yang disepakati dan berlaku di masyarakat. Etika normatif dikelompokakn menjadi:
1) Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk
bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
2) Etika khusus; terdiri dari etika sosial, etika individu dan etika terapan.
a) Etika sosial menekan tanggung jawab sosial dan hubungan antar sesama manusia dalam aktifitasnya
b) Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi.
c) Etika terapan adalh etika yang diterapkan pada profesi.
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapakn MPR-RI No.VI/MPR/ 2001 tentang
Etika Kehidupan Bangsa.Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi : Etika Sosial
Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang
Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan (Purwoastuti,
E, 2017).
4. Teori Etika

51
Penilaian baik buruk dan benar-salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori
etika. Ada dua macam teori etika yang dikenal luas pada aspek kesehatan.
a. Teori etika klasik
1) Teleologi
Teleologi diambil dari bahasa Yunan teleos yang berarti tujuan. Teori ini menjelaskan bahwa benar
burukya suatu tindakan tergantung dari akibat yang ditimbulkan. Suatu perbuatan dianggap baik
apabila perilaku tersebut mempunyai akibat yang baik, begitu pun sebaliknya. Misalnya, memukul
orang lain adalah salah namun jika pemukulan itu dilakukan atas dasar pembelaan diri atau melindungi
diri maka perbuatan tersebut dapat dibenarkan. Teori ini melahirkan pandangan egoisme etis dan
utilitarianisme.
2) Deontologi
Pandangan ini dipelopori oleh Immanuel Kant, diaman perbuatan secara moral dianggap baik dan
benar jika dilandasi dengan niat baik. Jadi hasilnya, bukanlah tujuan utama, karena perbuatan baik
seperti apa : jika dilandasi dengan niat yang tidak baik tidak dapat dibenarkan secara moral.
Contohnya, seseorang melakukan pekerjaan yang sangat baik danprofesional namun tidak dilandasi
dengan keinginan untuk menyembuhkan pasiennya, tapi karena tergiur oleh promosi jabatan tertenu.
Perbuatan ini menurut deontologi tidak dapat dibenarkan.
Kelemahan teori ini adalah betapa sulitnya mengukur dan menetapkan parameter terhadap tindakan
berdasar niat baik seseorang. Apalagi dalam kondisi kegawatdaruratan dan tekanan tertentu. Segala
aspek politik dan sosial bisa jadi menjadi faktor penentu suatu keputusan tanpa melihat manusia
sebagai individu. Teori ini melahirkan apa yang sering di sebut dengan etika situasi dan dan
deontologis peraturan.
b. Teori etika komtemporer
Kehadiran etika kontemporer adalah akibat dari kenyataan, bahwa sebenarnya teori
kewajiban dan teori etika utilitarisme yang memecahkan secara praktis dilema etik pelayanan. Kedua
teori itu memberikan seperangkat pedoman tentang bagaiman orang harus berbuat, yaitu dari
pendekatan a priori dengan melakukan kewajiban dengan baik, atau lawannya dari pendekatan a
posteriori dengan melihat hasil perbuatan itu. Olek karena itu, semua teori dianggap tidak efektif untuk
diterapkan pada praktik pelayanan kesehatan. Lalu, orang mulai mencari pendekatan alternatif; bukan
pada perbuatan, melaikan pertama-tama pada diri manusia pelakunya sendiri.

c. Teori budi pekerti luhur


Akar teori ini untuk sebagian juga dapat ditelusuri pada pikiran-pikiran Aristoteles. Pada dasarnya,
teori ini mengatakan setiap orang harusnya hidup secara luhu dalam kehidupan pribadi, kehidupan
sosial dan kehidupan profesi. Ini tentu lebih-lebih berlaku bagi seorang dokter, bidan dan perawat.
Keluhuran budi terungkap dalam sifat-sifat (karakter) seseorang yang selalu hidup sesuai dengan
norma-norma moral, dan selalu menyeimbangkan niat-niat baik dengan perbuatan-perbuatan yang adil.
Sifat-sifat luhur lain adalah dapat dipercaya, jujur, bijaksana, sabar, berhati-hati, berani, dan
bertanggungjawab.

d. Teori etika mengasuh


Para pemuka filsuf yang terdahulu mayoritas dikuasai oleh laki-laki, jika kita melihat dari nama
teori ini sepertinya tidak jauh dari kehidupan seorang perempuan karena pemuka teori etika mengasuh
adalah Carrol Cilligan, filsuf perempuan yang pertama yang masuk dalam dunia etika teoritis yang
berabad-abad dikuasai oleh laki-laki.

52
Dasar teori ini adalah profesi dokter (dan profesi pelayanan kesehatan yang lain) berwujud interaksi
antara pemberi asuhan dengan manusia lain sebagai penerima asuhan itu. Seorang pemberi asuhan,
dismaping harus berpekerti luhur juga seharusnya bersifat hangat, dekat, mengasihani, bersimpati, dan
ramah terhadap pasien. Dalam banyak hal, interaksi ini dapat disamakan dengan kedekatan antara
seorang ibu dengan bayi yang diasuhnya.
e. Teori penalaran praktis
Pemuka teori ini adalah pakar-pakar komtemporer Jonsen, Toulmin, dll. Mereka berangkat dari
sanggahan bahwa dilema moral dalam pelayanan kesehatan dapat diatasi dengan teori-teori klasik.
Oleh karena itu, pendekatan mereka dalam, pemecahan masalah etik adalah pendekatan dengan
penalaran praktis, yaitu dengan :
1) Pada tiap kasusu klinik memperhitungkan hal-hal khusus yang relevan dengan pasien: indikasi
medis, manfaat medis, preferensi pasien secara individual dari alternatif tindakan yang disarankan
dokter, mutu hidup pasien terkait dengan kalainan yang dihadapinya, faktor-faktor kontekstual seperti
keluarga, ekonomi keluarga, sosial budaya, legal dan hal-hal lain yang terkait.
2) Memperhatikan pengalamam-pengamalan dokter lain sebelumnya dengan kasus klinis yang serupa.
Dalam hal ini, sampai batas tertentu ada persamaannya dengan doktrin yuriprudensi adalah hukum
yang terbentuk karena keputusan hukum. Seorang hakim membuat keputusan hukum pada suatu
perkara di pengadilan dengan mengacu pada keputusan yang ditetapkan oleh hakim lain sebelumnya
pada kasus yang sama.
D. Dasar bioetika, etika dan landasan hukum dalam praktik dan pelayanan kebidanan
Profesi adalah suatu moral Community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai
bersama. Mereka membentuk suatu profesi disatukan karena latar belakang pendidikan yang sama dan
memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain. Dengan demikian, profesi menjadi suatu kelompok
yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan tanggung jawab khusus.Kode etik ibarat kompas yang
menunjukkan arah moral bagi suatu profesi sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata
masyarakat.
Kode etik adalah daftar kewajiban yang harus ditaati dan dbuat oleh profesi tertentu itu serta
mengikat semua anggotanya.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran
etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi.Akan tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak
berhenti.Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tetapi sebaliknya selalu didampingi oleh
refleksi etis.
Bagaimana kode etik agar berfungsi dengan baik?Kode etik supaya dapat berfungsi dengan
semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesinya sendiri. Kode
etik tidak akan efektif, kalau di drop begitu saja dari atas, yakni dari instansi pemerintah atau instansi
lain, karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai=nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu
sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barangkali bisa membantu juga
dalam merumuskannya, tetapi pembuatan itu harus dilakukan oleh profesi bersangkutan.
Supaya bisa berfungsi dengan baik, kode etik harus menjadi hasil self-regulation (pengaturan diri)
dari profesi. Denagn membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam diatas putih, niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang hakiki. Kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita
yang diterima oleh profesi itu bisa mendarah daging dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan
dengan tekun dan konsekuen.
Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik berhasil dengan baik, yakni pelaksanaannya diawasi
terus-menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi yang dikenakan pada pelanggar
kode. Kasus-kasus pelanggaran akan dinilai dan ditindak oleh suatu “Dewan Kehormatan” atau komisi

53
yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis,
sering kali kode etik berisikan ketentuan bahwa professional berkewajiban melapor, bila ketahuan
teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan ini merupakan akibat logis dari self-regulation yang
terwujud dalam kode etik, seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian
juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan control terhadap pelanggar (Bertens, 1993, hlm.
277-281)(Drs. Surajiyo, 2014).
E. Peran Bio-Etika Dan Profesionalisme Dalam Dunia Kebidanan
Peranan penting bidan sangatlah penting dalam menurunkan angka kesakitan dan kematian
maternal dan perinatal, salah satunya bisa melalui pendekatan kepada hukum dukun beranak dengan
memberikan bimbingan pada kasus yang memerlukan rujukan medis. Disamping itu, kerjasama
dengan masyarakat melalui posyandu juga penting peranannya dalam menepis kehamilan resiko tinggi
sehingga mampu menekan angka kesakitan dan kematian maternal dan perinatal.
Berdasarkan peranan bidan yang vital itulah diperlukan pengaturan profesi bidan dalam
memberikan pertolongan yang optimal. Secara umum tenaga profesi kesehatan dibatasi oleh ketiga
kaedah utama, yaitu sumpah profesi, kaedah masyarakat dalam bentuk tertulis atau kebiasaan pula.
Oleh karena itu, profesi tenaga kesehatan yang selalu berkaitan dengan manusia geraknya sangat
terbatas (Heryani, R, 2013).
Bidan memiliki komitmen yang tinggi untuk memberikan asuhan kebidanan yang berkualitas
berdasarkan standar perilaku yang etis dalampraktik asuhan kebidanan. Pengetahuan tentang perilaku
etis dimulai dari pendidikan bidan dan berlanjut pada forum atau kegiatan ilmiah baik formal atau non
formal dengan teman, sejawat, profesi lain maupun masyarakat. Salah satu perilaku etis adalah bila
bidan menampilkan perilaku pengambilan keputusan yang etis dalam membantu memecahkan masalah
klien.
Dalam membantu memecahkan masalah ini bidan menggunakan dua pendekatan dalam asuhan
kebidanan, yaitu:
1. Pendekatan berdasarkan prinsip, sering dilakukan dalam etika kedokteran atau kesehatan untuk
menawarkan bimbingan tindakan khusus.
2. Pendekatan berdasarkan asuhan atau pelayanan, dimana bidan memberikan perhatian khusus kepada
pasien (Purwoastuti, E, 2017).
Bidan sebagai tenaga profesional termasuk rumpun kesehatan. Untuk menjadi jabatan
profesional, bidan harus mampu menunjukkan ciri- ciri jabatan profesionalya, yaitu:
1. Memberikan pelayanan kepada masyarakat yang bersifat khusus atau spesialis
2. Melalui jejang pendidikan yang menyiapkan
3. Keberadaannya diakui dan diperlukan di masyarakat
4. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas
5. Mempunyai kewenangan yang disahkan atau diberikan oleh pemerintah
6. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah
7. Memilki kode etik bidan
8. Memiliki etika bidan
9. Memiliki standar pelayanan
10. Memiliki standar praktik
11. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi
Sebagai bidan profesional, selain memilikisyarat-syarat jabatan profesional bidan juga dituntut
memiliki tanggung jawab sebagai berikut:
1. Mengembangkan keterampilan dan kemahiran seorang bidan

54
2. Mengenali batas-batas pengetahuan, keterampilan pribadinya dan tidak berupaya melampaui
wewenangnya dalam praktik klinik
3. Menerima tanggung jawab untuk mengambil keputusan serta konsekuensi dari keputusan tersebut
4. Berkomunikasi dengan pekerja kesehatan lainnya (bidan, dokter dan perawat) dengan rasa hormat dan
martabat
5. Memelihara kerjasama yang dengan baik dengan staf kesehatan dan rumah sakit pendukung untuk
memastikan system rujukan yang optimal
6. Melaksanakan kegiatan pemantauan mutu yang mencakup penilaian sejawat, pendidikan
berkesinambungan, mengkaji ulang kasus audit maternal/perinatal
7. Bekerja sama dengan masyarakat tempat bidan praktik
8. Meningkatkan akses dan mutu asuhan kebidanan
9. Menjadi bagian dari upaya meningkatkan status wanita, kondisi hidup mereka dan menghilangkan
praktik kultur yang merugikan kaum wanita (Purwoastuti, E, 2017)

Dengan dasar demikian berarti masyarakat sulit untuk memberikan penilaian kemampuan profesi.
Oleh karena itu, jaminan yang diharapkan dilandasi pada sumpah profesi dan etika profesi yang
mengatur tingkah laku seseorang (Heryani,R,2016).

7.PENGANTAR KEPEMIMPINAN DALAM KEBIDANAN

2.1 kepemimpinan
A. Definisi
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu: pemimpin sebagai subjek
dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung
jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin,
sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan
didalam menjalakan kepemimpinannya.

Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah
seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi
pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang
pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan,antar lain : Kepemimpinan adalah pengaruh antar
pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan tertentu (Tannebaum,Weschler and Nassarik,1961,24). Kepemimpinan adalah sikap
pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal,
Hemhiel & Coons, 1957, 7). Kepemimpinan adalah perpaduan berbagai perilaku yang dimiliki
seseorang sehingga orang tersebut mempunyai kemampuan untuk mendorong orang lain bersedia dan
dapat menyelesaikan tugas – tugas tertentu yang dipercayakan kepadanya ( Ordway Tead ).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas seseorang atau sekelompok orang

55
untuk mau berbuat dan mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan (Stogdill). Kepemimpinan
adalah hubungan yang tercipta dari adanya pengaruh yang dimiliki seseorang terhadap orang lain
sehingga orang lain tersebut secara sukarela mau dan bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan
yang diinginkan ( Georgy R. Terry ).

Tugas pokok kepemimpinan :

1. Menyatu padukan orang yang berbeda motivasinya dengan motivasi yang sama.
2. Mengusahakan satu kelompok dinamis secara sadar.
3. Menciptakan lingkungan kerja baik dan penuh integritas
4. Memberi inspirasi dan mendorong anggotanya untuk bekerja seefektif mungkin.
5. Menumbuhkan kesadaran lingkungan yang senantiasa mengalami perubahan (dinamis).
6. Sebagai pengambil keputusan

7. Sebagai pemikul tanggung jawab


8. Mengerahkan sumber daya untuk mencapai tujuan sebagai pemikir konseptual
9.Bekerja dengan atau melalui orang lain
10. Sebagai mediator, politikus, dan diplomat.
11.Peranan pemimpin terhadap kelompok:

56
2.2 Pelayanan Kebidanan (Midwifery Service)
Pelayanan Kebidanan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan secara mandiri, kolaborasi,
dan/atau rujukan. Perkembangan pelayanan kebidanan sejalan dengan kemajuan pelayanan
obstetri dan ginekologi. Bidan sebagai profesi yang terus berkembang, senantiasa
mempertahankan profesionalitasnya dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Profesionalitas terkait erat dengan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang
profesional (kompetensi profesional). Bidan profesional yang dimaksud harus memiliki
kompetensi klinis (midwifery skills), sosial-budaya untuk menganalisa, melakukan advokasi
dan pemberdayaan dalam mencari solusi dan inovasi untuk meningkatkan kesejahteraan
perempuan, keluarga dan masyarakat.
Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi
upayapeningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat
dibedakan menjadi :
1) Layanan Primer ialah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi anggung jawab bidan.

2) Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang
kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan
pelayanan kesehatan.
3) Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke
system layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan oleh bidan
dalam menerima rujukan dari dukun yang menolong persalinan, juga layanan yang dilakukan
oleh bidan ke tempat/ fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau
meningkatkan keamanan dan kesejahteraan ibu serta bayinya.
4) Pelayanan kebidanan berfokus pada upaya pencegahan, promosi kesehatan, pertolongan
persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, melaksanakan tindakan asuhan sesuai
dengan kewenangan atau bantuan lain jika diperlukan, serta melaksanakan tindakan kegawat
daruratan.

Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya
kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup
pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan
perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak.

2.3 kepemimpinan dalam pelayanan kebidanan


Pelayanan kebidanan merupakan salah satu kegiatan dalam pembangunan kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan, hidup sehat dan mengambil bagian dalam
pelayanan kesehatan masyarakat, turut membantu menghasilkan generasi bangsa yang cerdas.
Pelayanan yang demikian karena pelayanan kebidanan ditujukan kepada perempuan sejak masa

57
sebelum konsepsi, masa kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir dan balita. Tentu saja
pelayanan kebidanan yang berkualitas akan member hasil yang berkualitas, yaitu kepuasan
pelanggan maupunprovider dan pelayanan yang bermutu. Untuk pelayanan yang berkualitas
tersebut diperlukan seorang pemimpin yang dapat meningkatkan terus mutu pelayanan
kebidanan yang diberikan oleh organisasinya dan pelayanan yang diberikan harus berorientasi
pada mutu.
Bidan dituntut harus mampu menerapkan aspek kepemimpinan dalam organisasi & manajemen
pelayanan kebidanan (KIA/KB), kesehatan reproduksi dan kesehatan masyarakat di komunitas
dalam praktik kebidanan (Permenkes 149 pasal 8). Bidan sebagai seorang pemimpin harus :

a. Berperan serta dalam perencanaan pengembangan dan evaluasi kebijakan kesehatan.

b. Melaksanakan tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik kebidanan di masyarakat.


c. Mengumpulkan, menganalisis dan menggunakan data serta mengimplementasikan upaya
perbaikan atau perubahan untuk meningkatkan mutu pelayanan kebidanan di masyarakat.
d. Mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah secara proaktif, dengan perspektif luas dan
kritis.
e. Menginisiasi dan berpartisipasi dalam proses perubahan dan pembaharuan praktik
kebidanan.

Ketrampilan Bidan sebagai leader


1. Mengenali keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan dan menolak setiap tugas atau
tanggung jawab diluar wewenang dan tanggung jawab bidan.

2. Menerima tanggung jawab kepemimpinan dalam praktik kebidanan.


3. Menggunakan kemampuan untuk berfikir secara proaktif, perspektif luas dan kritikal dalam
konteks penyelesaian masalah.

Area Manajemen dan Kepemimpinan


a. Memiliki pengetahuan tentang konsep kepemimpinan dan pengelolaan sumber daya
kebidanan.

b. Memiliki kemampuan melakukan analisis faktor yang mempengaruhi kebijakan dan strategi
pelayanan kebidanan pada perempuan, bayi, dan anak.

58
c. Mampu menjadi role model dan agen perubahan di masyarakat khususnya dalam kesehatan
reproduksi perempuan dan anak.
d. Memiliki kemampuan menjalin jejaring lintas program dan lintas sektor.
e. Mampu menerapkan Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan.

2.4 Advokasi dalam Pelayanan Kebidanan

Pengertian Advokasi

Istilah advocacy (advokasi) mulai digunakan dalam program kesehatan masyarakat pertama
kali oleh WHO pada tahun 1984, sebagai salah satu strategi global pendidikan atau promosi
kesehatan. Webster’s New Collegiate Dictionary mengartikan advokasi sebagai tindakan atau
proses untuk membela dan memberi dukungan. Advoksai dapat pula diterjemahkan tindakan
yang mempengaruhi seseorang.

Advokasi adalah kombinasi individu dan sosial tindakan yang dirancang untuk keuntungan
politik dan masyarakat dukungan untuk tujuan kesehatan atau program tertentu. Tindakan dapat
diambil oleh, atau atas nama, individu dan kelompok untuk menciptakan kondisi hidup yang
mempromosikan kesehatan dan gaya hidup sehat.

Advokasi adalah suatu pendekatan kepada seseorang atau bidan/organisasi yang di duga
mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program atau pelaksanaan suatu kegiatan.
Secara operasional, advokasi adalah kombinasi antara gerakan perorangan dan masyarakat
yang di rancang untuk memperoleh komitmet politis, dukungan kebijakan, penerimaan
gagasan, atau dukungan terhadap system untuk suatu tujuan atau program tertentu.

Dengan demikian dapat disimpuilkan bahwa advokasi adalah kombinasi antara pendekatan atau
kegiatan individu dan social, untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan,
penerimaan social, dan adanya sistem yang mendukung terhadap suatu program atau kegiatan.

Advokasi dalam pelayanan kebidanan

Bidan berperan sebagai advocator dengan tugas antara lain :

1. Mempromosikan dan melindungi kepentingan orang-orang dalam pelayanan


kebidanan, yang mungkin rentan dan tidak mampu melindungi kepentingan mereka sendiri.

2. Membantu masyarakat untuk mengakses kesehatan yang relevan dan informasi


kesehatyan dan membertikan dukungan sosial.

3. Melakukan kegiatan advokasi kepada para pengambil keputusan berbagai program

59
dan sektor yang terkait dengan kesehatan.

4. Melakukan upaya agar para pengambil keputusan tersebut meyakini atau


mempercayai bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu di dukung melalui kebijakan
atau keputusan politik.

5. Kebijakan itu dalam bentuk peraturan, Undang-Undang, instruksi yang


menguntungkan kesehatan publik.

2.5 Penerapan Ilmu Kepemimpinan bagi Bidan


Telah banyak teori maupun konsep yang dibahas oleh para pakar atau ahli mengenai pemimpin
atau kepemimpinan. Bahkan banyak teori-teori tentang kepemimpinan modern yang ditawarkan
untuk diterapkan agar berhasil dan sukses dalam memimpin, terutama dalam menciptakan
praktek bidan yang sukses. Namun masih saja keberhasilannya dalam memimpin belum baik.
Terbukti banyak bidan di Indonesia yang belum bias menjadi bidan yang sukses, ini
dikarenakan bidan itu sendiri mungkin karena konsep kepemimpinan yang diterapkan tidak
cocok atau ada konsep yang lebih baik, berikut ini adalah beberapa hal yang harus diterapkan
agar menjadi bidan yang sukses:

1. Memiliki karakter yang kuat


Biasanya pemimpin yang sukses memiliki karakter yang kuat. Selalu berani mengambil
tantangan, dan yakin bahwa resiko yang diambilnya akan memberikan keuntungan bagi orang
lain.

2. Sigap dan selalu focus


Bidan yang sukses akan cepat bertindak dalam segala hal, baik dalam kondisi mendesak
maupun kondisi normal seorang pemimpin harus bisa mengambil keputusan dengan tepat dan
cepat.

3. Rendah hati
Tumbuhkan sikap rendah hati agar orang lain bias menyenangi sikap kita, jika kita menjadi
pemimpin, dan mempunyai bawahan maka sempatkan waktu kita untuk selalu mengontrol
pekerjaan bawahan kita.

60
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan

Profesianalisme kebidanan adalah sebagai peyanan kebidanan setiap waktu mengalami


perkembangan baik suatu mengalami perkembangan , baik suatu kemajuan atau justru
kemunduran . perkembangan ini terjadi baik dindonesia maupun diluar negri , sejarah
kebidanan dimulai sejak awal kehidupan atau awal peradapan manusia

Profesonalisme dalam perkembangan pelayanan kebidanan bertujuan

 sebagai matakuliah profesionalisme kebidanan peyanaan dan pendidikan


kebidanan diluar negri
 mengetahui bagaimanasejarah perkembangan pelayanan kebidanan dindonesia
dan diluar negri
 mengetahui bagaimana sejarah perkembangan pelayanan kesehatan dindonesia

Pelayanan kebidanan terintregasi dengan pelayanan kesehatan.Selama ini pelayanan


kebidanan tergantung pada sikap social masyarakat dan keadaan lingkungan dimana
bidan bekerja.Secara ringkas, asuhan kebidanan adalah asuhan yang di berikan oleh
seorang bidan yang mempunyai Ruang Lingkup sebagai berikut:Remaja Putri, Wanita
Pranikah, Ibu Hamil, Ibu Bersalin, Ibu Nifas, Bayi Baru lahir, Bayi dan Balita,
Menopause, Wanita dengan Gangguan Reproduksi.

Di masing-masing daerah terdapat adat istiadat sosial budaya, Dalam praktek


tradisional, memang ada banyak hal yang tak jarang dikaitkan dengan mitos-mitos dan
sedikit berbau tahayul. Namun demikian kita tidak perlu menyikapinya dengan antipati,
Petiklah hal-hal positif yang tentu saja tidak merugikan terhadap kesehatan ibu hamil.

61
Ibu hamil berbeda dengan ibu yang biasanya, karena mereka mempunyai sifat yang
berlebih, seperti emosi yang tidak biasa, oleh karena itu ibu hamil harus diperhatikan
supaya ibu dan anak dalam kandungannya sehat

3.2 Saran
Sebaiknya bidan melalukan praktik kebidanan sesuai lingkup asuhan praktik kebidanan
sesuai dengan asuhan bidan yang diberikan.

62
DAFTAR PUSTAKA

Aryastami, Ni Ketut dan Rofingatul Mubasyiroh.2019.Peran Budaya dalam Pemanfaatan


Layanan Kesehatan Ibu Hamil.Badan Litbangkes.

http://brilianaputrimawaddah.blogspot.com/2010/10/peran-fungsi-dan-kompetensi-bidan.html

http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-regulasi/

http://id.shvoong.com/law-and-politics/politics/2094305-pengertian-regulasi/#ixzz1JVKrqqFP

https://www.neliti.com/publications/108089/praktik-budaya-perawatan-dalam-kehamilan-
persalinan-dan-nifas-pada-etnik-baduy-d

Soepardan ,Suryani. 2007.Konsep Kebidanan.Jakarta;EGC.

IBI.2006.Manajemen Pelayanan Kebidanan Mandiri.Sari Husada:Jakarta

Prawirohardjo,sarwono.2008. Ilmu Kebidanan.jakarta: P.T BINA PUSTAKA SARWONO


PRAWIROHARDJO

http://rara-cmk.blogspot.com/2011/03/24-standar-pelayanan-kebidanan.html

http://coretan-midwifery.blogspot.com/2011/12/standar-pelayanan-kebidanan.html

63

Anda mungkin juga menyukai