Anda di halaman 1dari 7

NAMA : MIRNAWATI

NIM : 201902040

KELAS : FARMASI 19A

RANGKUMAN MANAJEMEN BENCANA

A. PENGANTAR MANAGEMEN BENCANA


1. Penciptaan Alam Semesta dan Fenomena Alam
Dimajalah Masyarakat Indonesia Jilid XXXIV, 2008 (lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia) pada bencana alam dalam pandangan islam, Jusmaliani menjelaskan panjang
lebar tentang penciptaan alam semesta bahwa : proses proses terjadinya bencana alam
diperlukan pemahaman yang bertitik tolak berdasarkan keseimbangan semesta (natural
balance) dan keseimbangan lingkungan (environmental balance). Keseimbangan semesta
memiliki kompleksitas luar biasa dan apabila ada gangguan pada sistem keseimbangan
akan berakibat dis-equilibrium dan terjadilah peristiwa yang kita kenal dengan “bencana
alam”.
2. Bencana Terjadi Sejak Jaman Purba
Lebih lanjut Jusmaliani mengemukakan bahwa bencana terjadi sejak jaman purba
yaitu pada zaman Nabi-nabi yang diinformasikan melalui Al-Qur’an. Dikisahkan adanya
masyarakat yang sejahtera namun memiliki akhlak yang buruk. Mereka membangkang
kepada nabi yang diutus kepada mereka. Umat nabi Nuh musnah melaui bencana banjir
besar.
3. Respon Masyarakat Terhadap Kejadian Bencana
Menurut Komaruddin Hidayat, Terdapat tiga model respons atau cara pandang
masyarakat terhadap hubungan antara manusia dengan alam semesta.
Pertama cara pandang Mistis, hubungan antara manusia dengan alam tidak setara,
dimana manusia tidak berdaya dihadapan alam. Model berpikir mistis ini dipercaya oleh
masyarakat yunani kuno.
Kedua adalah ontologis, yang terkait dengan nalar atau cara pandang ilmiah yang
dipergunakan untuk memahami gejala alam, dalam model ini posisi manusia sejajar
dengan alam.
Ketiga adalah cara pandang Fungsional, dimana posisi manusia lebih tinggi dari
alam. Manusia diberi keleluasaan untuk mendayagunakan alam. Disini manusia memiliki
fungsi sebagai Khalifa untuk mengatur alam dengan mentaati hukum alam.
4. Ada Rahasia Dibalik Bencana
Bencana sering berdampak pada korban jiwa, luka-luka, pengungsian, gangguan
terhadap pola kehidupan normal,ekonomi sosial dan psikologis, gangguan terhadap
struktur sosial, kerusakan infratrusktur, gangguan pelayanan umum, jaringan komunikasi
dan kerusakan hasil-hasil pembangunan.
5. Nilai Kemanusiaan
Dalam penanganan bencana/kedaruratan dinegara manapun nilai kemanusiaan
ditempatkan diatas segalanya. Mamagement bencana / kedaruratan melintasi semua
elemen. Diskriminasi terhadap semua aspek harus dihindari, managemen
bencana/kedaruratan harus bebas dari segala bentuk kepentingan. Kita tidak berada
dipihak/kelompok kepentingan tertentu akan tetapi kita bersama-sama mereka yang
membutuhkan pertolongan.

B. MENGENAL BENCANA
1. Defenisi Bencana
Defenisi menurut International Strategy for Disater Reduction (UN-ISDR-2002 ) adalah:
Suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena ulah manusia, terjadi secara tiba-
tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan hilangnya jiwa manusia, harta benda
dan kerusakan lingkungan, kejadian ini diluar kemempuan masyarakat dengan segala
sumber dayanya
Sedangkan defenisi menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 1 Angka 1:
Peristiwa atau rangkaian yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam dan faktor non alam maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Jenis Bencana
Pada umumnya jenis bencana dikelompokkan kedalam enam kelompok berikut ini:
1) Bencana geologi
2) Bencana hydro-meteorologi
3) Bencana biologi
4) Bencana kegagalan teknologi
5) Bencana lingkungang
6) Bencana sosial
7) Kedaruratan kompleks yang merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu
daerah konflik.

3. Factor Bencana
Menurut UNDRO (1992) ada beberapa faktor yng mempengaruhi kerentanan:
1) Berada dilokasi yang berbahaya
2) Kemiskinan
3) Perpindahan penduduk dari desa ke kota
4) Kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan
5) Pertambahan penduduk yang besar
6) Perubahan budaya
7) Kurangnya informasi dan kesadaran

4. Sumber Bencana
Menurut Eko Teguh Paripurno sumber bencana dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu:
1) Sumber bencana klomatologis, adalah ancaman yang ditimbulkan oleh pengaruh
iklim, dapat berupa rendah dan tingginya curah hujan serta beberapa kejadian alam
yang erat hubungannya dengan iklim dan cuaca. Contoh: banjir, kekeringan, abrasi,
dan badai.
2) Sumber ancaman geologis, adalah sumber ancaman yang terjadi adanya dinamika
bumi, baik berupa pergerakan lempengan bumi, bentuk dan rupa bumi, dll. Contoh:
letusan gunung api, gempa bumi, tsunami, dll.
3) Sumber ancaman industri dan kegagalan teknologi, adalah sumber ancaman akibat
adanya kegagalan teknologi ataupun kesalahan pengelolaan suatu proses industri.
Contoh: kebocoran reaktor nuklir, pencemaran limbah, dan semburan lumpur.
4) Faktor manusia juga merupakan salah satu sumber ancaman. Perilaku atau ulah
manusia, baik dalam pengelolaan lingkungan, perebutan sumber daya, permasalahan
ras dan kepentingan lainnya. Contoh: konflik bersenjata dan penggusuran

C. PENGEMBANGAN PANDANGAN TENTANG BENCANA DAN PARADIGMA


MANAGEMENT BENCANA
Berbagai pandangan tentang bencana berkembang dari waktu ke waktu, terkait dengan
tingkat pemahaman terhadap kejadian bencana, yaitu:
1. Pandangan Konvensional
Pandangan ini menganggap bahwa bencana merupakan takdir dari Tuhan Yang
Maha Esa. Bencana dianggap sebagai takdir (Musibah/Kecelakaan). Karena dianggap
sebagai takdir berupa musibah/kecelakaan, menurut pandangan ini bencana tidak dapat
diprediksi dan dihindari, menurut pandangan ini pula, masyarakat adalah korbarn yang
berhak menerima bantuan dari pihak luar.
2. Pandangan Pengetahuan Alam
Pandangan ini mengemukakan tentang bencana berdasarkan ilmu pengetahuan
alam yang dianggap bahwa bencana sebagai unsur lingkungan fisik yang membahayakan
kehidupan manusia. Bencana dianggap sebagai kekuatan alam yang luar biasa. Dalam
geofisik, geologi, dan hydro-meteorologi.
3. Pandangan Ilmu Terapan
Pengenmbangan Ilmu alam murni ini mulai bervariasi dengan berkembangannya
ilmu ilmu terapan. Pandangan ilmu terapan didasarkan pada besarnya ketahanan atau
tingkat kerusakan akibat bencana. Pandangan ini dilatar belakangi ilmu teknik sipil
bangunan/konstruksi
4. Pandangan Progresif
Zaman berkembang terus, pemikiran dan imajinasi manusia berkembang sehingga
lahirnya pandangan progresif yang menganggap bencana sebagai bagian yang biasa dan
selalu terjadi. Artinya, bencana merupakan masalah yang tidak pernah berhenti dalam
proses pembangunan.
5. Pandangan Ilmu Sosial
Pada periode ini beberapa paham tentang ilmu eksakta mulai menghadapi
masalah. Ilmu pasti selama ini menjadi tumpuan ternyata tidak mampu menyelesaikan
semua masalah, sehingga timbul pandangan baru yang didasarkan pada ilmu sosial.
Pandangan ini memfokuskan pada “bagaimana tanggapan dan kesiapan” masyarakat
mengahadapi bahaya. Bahaya adalah fenomena alam tetapi becana belum tentu alami.
Berarti bahwa dalam beberapa jenis bencana terdapat indikasi keterlibatan manusia
sebagai penyebab dan pemicunya.
6. Pandangan Holistic
Waktu terus berjalan,Zaman semakin maju dan Ilmu pengetehuan juga semakin
berkembang ke arah kompleksitas sehingga kemudian muncul pendekatan baru yang lebi
komplek. Pandangan ini menekankan pada bahaya dan kerentanan serta kemampuan
masyarkat dalam menghadapi bahaya dan resiko bencana. Selain berkembangan
pandangan tentang bencana, juga berkembang paradigma tentang tindakan/cara untuk
menanggulangi bencana.

D. ANCAMAN DAN KEJADIAN BENCANA


Dengan ditetapakan UU no.24 tahun 2007 tentang penangulangan bencana, terdapat
payung hukum daam penyelenggaraan penaggulangan bencana di indonesia . Didalam UUD
tersebut tidak dikenal istila managemant bencana (disaster management), melainkan
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
Mencegah terjadinya bencana atau meminimalisir damapak bencana secara siknifikan
lebih baik, dari pada kehilangan nyawa manusia dan melakukana penanganan darurat serta
[pemulihan pasca bencana yang menyedot sumberdaya yang rlatif cukup besar:
1. Legislasi , berkaitan denga peraturan perundang-undangan dari tingaka nasional sapai
dengan daerah, bahakan hingga tingkat masyarakat. Arti penting legislasi anatara lain:
a.) menyususn rencana,
b.) penempatan, tanggung jawab secara forma,
c.) meningkatakn peran aktif bagi individu organisasi.
d.) melakukan tindakan yang diperlukan .
2. Kelembagaan, lebaga kebencanaan dibentuk secara permanen ditingkat pusat dan daerah
yang mengatur kedudukan, tugas, fungis, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan
kerja baik secara horisontal maupun vertikal. Horisontal terkait hubungan dengan
lembaga lain yang bersifat koordinasi. Dalamvase prabencana dan pasca bencana.
Sedangkan secara vertikal bersifat komando ditingkat pusat .
3. Perencanaan, perencanaan terkait dengan pemaduan penanggulangan bencana kedalam
perencanaa pemabangunan (nasionala dan daerah) dan rencana kerja pemerintah dan
pemerintah daerah, serta penyususnan rencana aksi (nasional/daerah) dalam pengurangan
resiko bencana. Perencananan ditetapkan oleh pemerintah atau pemerintah daerah (sesuai
wewenang) dan penyusunannya dikoordinasiakan oleh PNPB/BPBD.
4. Pendanaan, pendanaan untuk penanggulangan bencana berupa:
a.) dana DIPA (PBN/APBD),
b) dana kontijensi,
c) dana on-call,
d) dana pemulihan, dan
e) bantuan masyarakat.
5. Peningkatan kapasitas (Capacity Building) sasaranya dalah masyarakat mampu
mengantisipasi, siap siaga mengahadapi bencana, mampu menganai kedaruratan
(minimal menolong diri sendiri/keluarga). dan mampu bangkit kebali atau kemulikan diri
dari damapak bencana. Program kegiatan yang dapat di lakauakan antara lain:
a) Pendidikan dan pelatiahan
b) Deteksi dindi
c) Sosialisasi penangulangan bencana melalaui minimassa
d) Pelatihan managament bencana
e) Pemberian dukungan teknis dan non teknis
f) Kepedulian terhadap cara mitigasi
6. Kegiatan penangulangna bencana pada fase prabencana dan pasca bencana
dititikberatkan pada fungsi titik koordinasi, swedangaka pada saat kejadian bencana di
lakukan fungsi koordinasi, komando dan peasanaan
E. KONTEKS GLOBAL MANAGEMENT BENCANA
Konfrensi Asia Beijing Cina tentang risiko bencana diadakan pada 27-29 September
2005. Lembaga regional yang mempunyai peran terkait dengan pengurangan risiko bencana
dihimbau untuk melakukan tugas-tugas yang sesuai dengan mandat, tugas tersebut adalah :
1. Meningkatkan program regional, termaksud untuk kerja teknis, pengembangan kapasitas,
pengembangan metodolongi dan untuk memonitor bahaya dan kerentanan, pertukaran
informasi dan mobilisasi secara efektif untuk mendukung upaya nasional dan regional
untuk mencapai tujuan kerangka aksi ini.
2. Melakukan dan mempuplikasikan penjajagan baseline tingkat regional dan sub regional
tentang status pengurangan risiko bencana.
3. Melakukan koordinasi dan menerbitkan kajian berkala tentang kemajuan dalam kawasan
dan tentang hambatan dan dukungan yang diperlukan, dan membantu negara, didalam
penyiapan ringkasan national; berkala tentang program dan kemajuan
4. Membangun atau memperkuat pusat kerja sama regional khusus yang sudah ada
sebagaimana mestinya, untuk melakukan penelitian, pelatihan, pendidikan dan
peningkatan kapasitas dibidang penanggulangan risiko bencana.
5. Mendukung pengembangan mekanisme regional dan kapasitas untuk peringatan dini
terhadap bencana, termaksud tsunami.

Kerangka aksi hyogo menghasilkan kerangka kerja aksi 2005-2015 untuk membangun
ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencanan. Konfrehensip mengadopsi 5 (lima)
prioritas aksi, yaitu:
1. Memastikan bahwa pengurangan resiko bencanan merupakan sebuah prioritas nasional
dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya
2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memonitor resiko-resiko bencana dan meningkatkan
peringatan dini.
3. Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya
keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
4. Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasar.

Anda mungkin juga menyukai