Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

(GINEKOLOGI)
PLACENTA PREVIA
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Profesi Maternitas
Dosen pengampu: Lidya Natalia, S.Kep,Ners,M.S

Oleh:

Nopia Dewi
1490120056

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL


PROGRAM PROFESI NERS XXV
BANDUNG
2020
Ny.D, 27 tahun, G₂P₀A₁ hamil 36 minggu datang ke Rumah Sakit untuk
melahirkan dengan tindakan SC atas indikasi placenta previa. Dari hasil anamnesa
didapatkan bahwa saat kehamilan di akhir trimester kedua, klien dirawat di Rumah
Sakit karena mengalami perdarahan yang hebat dan klien disarankan untuk bed rest
total. Klien pernah mengalami keguguran karena perdarahan saat kehamilan 6
minggu. Klien merupakan Ibu Rumah Tangga dan suami bekerja sebagai karyawan
swasta, klien tidak menggunakan alat kontrasepsi, ADL klien tidak ada masalah,
klien mengatakan ketakutan akan dilakukan tindakan SC karena tidak mengetahui
tentang penyakit yang dialaminya. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan TB 150,
kenaikan berat badan 10 kg selama kehamilan, kojungtiva nampak sedikit anemis,
belum keluar colostrum, payudara tampak bengkak, TFU 32 cm, puki, DJJ
140x/menit. Hasil pemeriksaan penunjang darah rutin normal, golongan darah AB.
Klien dikirim ke ruang OK pukul 10.00 WIB.
Pukul 13.00 perawat menjemput pasien ke ruang OK. Saat dikaji, didapatkan hasil
pasien samnolen, terpasang kateter, terpasang infus di tangan kanan pasien,
perdarahan 765 cc, bayi berjenis kelamin perempuan, BB 2750 gram, TB 49 cm.
Kemudian perawat melakukan observasi 2 jam post operasi.

1. Pengertian
Placenta previa adalah komplikasi obstretri yang terjadi pada trimester kedua dan
ketiga kehamilan. Hal itu dapat menyebabkan kematian yang serius baik bagi janin
dan ibu. Ini adalah salah satu penyebab utama perdarahan vagia pada kedua dan
ketiga. (Patrick, 2009)

Placenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim
sedemikian rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagaian dari ostium uteri internum
sehingga plasenta berada di depan jalan lahir. (Maryunani dan Eka, 2013:136)

Placenta previa adalah komplikasi dalam kehamilan biasanya ditandai dengan


pendarahan pada vagina tanpa rasa nyeri pada trimester ketiga, dimana letak plasenta
menutupi ostium uteri interna. Umumnya kategori placenta previa adalah total, partial
dan marginal. Placenta previa totalis merupakan placenta menutupi seluruh ostium
internal, placenta previa parsial adalah plasenta tertanam dekat dan sebagian
menutupi internal ostium dan placenta previa marginal merupakan placenta terletak
2-3 cm dari ostium uteri internum (Almnabri et al., 2017).
2. Anatomi dan Fisiologi organ terkait
Placenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal
2,5 cm, berat rata-rata 500 gram. Tali pusat berhubungan dengan placenta  biasanya
di tengah (insersio sentralis). Bila hubungan agak pinggir  (insersio later ersio
lateralis), bila di pinggir plasenta  (insersio marginalis), kadang-kadang tali pusat
berada di luar plasenta dan hubungan dengan plasenta melalui janin, jika demikian
disebut (insersio velmentosa).

Umumnya placenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 10 minggu


dengan ruang amnion telah mengisi seluruh vakum uterus, agak ke atas ke arah
fundus uteri. Meskipun ruang amnion membesar sehingga amnion tertekan ke arah
korion, amnion hanya menempel saja. Pada umumnya di depan atau di belakang
dinding uterus agak ke atas ke arah fundus uteri, placenta sebenarnya berasal dari
sebagian dari janin, di tempat-tempat tertentu pada implantasi plasenta terdapat vena-
vena yang lebar (sinus) untuk menampung darah kembali pada pinggir placenta  di
beberapa tempat terdapat suatu ruang vena untuk menampung darah yang berasal
ruang interviller  di atas (marginalis).

Fungsi placenta  ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik untuk   pertumbuhan
pertumbuhan adanya zat penyalur, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu kejanin
dan pembuangan CO2.
Fungsi placenta  :
a. Sebagai alat yang memberi makanan pada janin.
b. Sebagai alat yang mengeluarkan bekas metabolisme.
c. Sebagai alat yang memberi zat asam dan mengeluarkan CO2
d. Sebagai alat pembentuk hormone.
e. Sebagai alat penyalur perbagai antibody ke janin.
3. Etiologi
a. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri
internum. Placenta previa juga dapat terjadi pada placenta yang besar dan yang
luas, seperti pada eritroblastosis, diabetes melitus, atau kehamilan multipel (FK
UNPAD, 2005).
b. Kejadian placenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya sehingga
menutupi pembukaan jalan lahir (Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).
c. Ibu merokok atau menggunakan kokain.
d. Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar
pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia 20
tahun (Sheiner, 2001). Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan usia wanita
produktif yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga
risiko plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah
usia 35 tahun. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan
pada periode trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan usia
lebih dari 35 tahun (Varney, 2006).

Prevalensi placenta previa meningkat 3 kali pada umur ibu > 35 tahun. Placenta
previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena endometrium yang kurang
subur dapat meningkatkan kejadian plasenta previa (Manuaba, 2008). Hasil
penelitian Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu merupakan faktor
risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli kecil dan arteriole
miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata sehingga
plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.
4. Patofisiologi (Pathway)
5. Tanda dan Gejala
Tanda utama placenta previa adalah perdarahan tanpa rasa nyeri. Pasien mungkin
berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun, baru pada saat pasien
bangun pasien merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena placenta
previa baru timbul setelah bulan ke tujuh. Hal ini disebabkan oleh :
a. Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda
dari abortus.
b. Perdarahan pada placenta previa disebabkan pergerakan antara placenta dan
dinding rahim.
Ini disebabkan karena setelah bulan ke empat terjadi regangan pada dinding
rahim lebih cepat tumbuhnya dari rahim sendiri, akibatnya istmus uteri tertarik
menjadi bagian dinding korpus uteri yang disebut segmen bawah rahim. Pada
placeta previa tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara placenta dan
dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi placenta dan
kekuatan tarikan pada istmus uteri.
Jadi pada kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan, tetapi
sudah jelas dalam persalinan his pembukaan menyebabkan perdarahan karena
bagian placenta di atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya.
Perdarahan pada placenta previa terjadi karena terlepasnya placenta dari
dasarnya.

6. Penatalaksanaan
Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi. Sebelumnya dirujuk:
a. Anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap kekiri, tidak
melakukan senggama, dan menghindari peningkatan tekanan rongga perut
(misal batuk, mengedan karena sulit buang air besar).
b. Pasang infus NaCl fisiologis, bila tidak memungkinkan beri cairan peroral .
c. Pantau tekanan darah dan frekuensi nadi pasien secara teratur tiap 15 menit
untuk mendeteksi adanya hipotensi atau syok akibat perdarahan.
d. Bila terjadi renjatan, segera lakukan resusitasi cairan dan transfuse darah.
Penanganan di rumah sakit dilakukan sesuai dengan kehamilan pengelolaan
placenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umur kehamilan dan
derajat placenta previa. Setiap ibu yang dicurigai placenta previa harus
dikirim ke rumah sakit yang memiliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2-3 kali
jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon
vagina, karena akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi
(Sujiyati, 2009).
Syarat untuk dilakukan penatalaksanaan secara konservatif adalah:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti
b. Belum ada tanda inpartu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal)
d. Janin masih hidup.
Syarat untuk dilakukan penatalaksanaan secara aktif adalah:
a. Janin matur
b. Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi
kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali).
c. Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa
memandang maturitas janin (Saifuddin, 2002).
1) Secara konservatif : Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu
a) Perdarahan sedikit keadaan ibu dan anak baik maka biasanya
penanganan konservatif sampai umur kehamilan aterm. Penanganan
berupa tirah baring, hematinik, antibiotika dan tokolitik bila ada his.
Bila selama 3 hari tidak ada perdarahan pasien mobilisasi bertahap.
Bila setelah pasien berjalan tetap tidak ada perdarahan pasien boleh
pulang. Pasien dianjurkan agar tidak koitus, tidak bekerja keras dan
segera kerumah sakit jika terjadi perdarahan. Nasihat ini juga
dianjurkan untuk pasien yang didiagnosis placenta previa dengan
USG namun tidak mengalami perdarahan.
b) Jika perdarahan banyak dan diperkirakan membahayakan ibu dan
janin maka dilakukan resusitasi cairan dan penanganan secara aktif
(Sujiyatini, 2009).

2) Secara aktif : Bila umur kehamilan 37 minggu atau lebih


Pada kondisi ini maka dilakukan penanganan secara aktif yaitu segera
mengakhiri kehamilan, baik secara pervaginam/perabdominal. Persalinan
pervaginam diindikasikan pada placenta previa marginalis, placenta
previa letak rendah dan placenta previa lateralis dengan pembukaan 4
cm/lebih. Pada kasus tersebut bila tidak banyak perdarahan maka dapat
dilakukan pemecahan ketuban agar bagian bawah anak dapat masuk pintu
atas panggul menekan placenta yang berdarah. Namun bila perdarahan
tetap ada maka dilakukan seksio sesaria. Persalinan dengan sektio sesaria
diindikasikan untuk plasenta previa totalis baik janin mati maupun hidup,
placenta previa lateralis dimana pembukaan penentuan jenis placenta
previa dapat dilakukan dengan USG dan pemeriksaan dalam atau
spekulum di kamar operasi (Sujiyatini, 2009).

7. Kemungkinan data fokus


a. Wawancara
Identitas pasen
1) Nama
Dinyatakan untuk mengenal pasien agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan (Ambarwati, 2009; h. 131).
2) Umur
Untuk mengetahui adanya faktor resiko dan untuk mengantisipasi diagnosa
masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Pada perdarahan
antepartum dengan plasenta previa umur >25 dan <35 tahun dapat menjadi
penyebab terjadinya plasenta previa (Sarwono, 2006; h. 367).
3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam berdoa (Ambarwati, 2009; h. 132).
4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana
tingkat intelektualnya, sehingga dapat memberikan konseling sesuai dengan
pendidikannya (Ambarwati, 2009; h. 132).
5) Suku / bangsa
Berpengaruh terhadap adat istiadat atau kebiasaan sehiri-hari (Ambarwati,
2009).
6) Pekerjaan
Untuk mengatahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena
mempengaruhi dalam gizi pasian tersebut (Ambarwati, 2009).
7) Alamat
Untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2009).
8) Keluhan utama
Keluhan utama adalah masalah utama yang diuraikan dengan kata-katanya
sendiri, dengan kepentingan menurut pasien sendiri yang berkaitan dengan
plasenta previa pada waktu pengkajian, ibu mengatakan yang dirasakan oleh
ibu adalah keluar darah tanpa rasa sakit dari jalan lahir ibu yang tidak bisa
ditahan oleh ibu yang disertai dengan bau yang khas (Ralph, 2009; h. 334-
467).
9) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu, sekarang, dan keluarga perlu dikaji untuk
mengetahui adanya penyakit yang menyertai kehamilan yang bisa
menyebabkan terjadinya perdarahan antepatum dengan plasenta previa. Ibu
atau keluarga pernah mengalami perdarahan sewaktu hamil, dan apakah ibu
ada riwayat kuret atau sesar yang menjadi penyebab terjadinya plasenta
previa (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
10) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini deperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau
penyakit akut, kronis seperti : DM, eritroblastosis, ini dapat menyebabkan
plasenta menjadi lebih besar dan luas sehingga mendekati ostium uteri
internum, pada kehamilan multiple akan menyebabkan aliran darah ke
plasenta tidak cukup atau diperlukan lebih banyak sehingga memperluas
permukaannya yang akan mendekati atau menutupi sama sekali pembukaan
jalan lahir.

Bekas seksio sesaria (yang dapat menyebabkan cacat atau jaringan parut pada
endometrium pada ibu atau wanita yang pernah menjalanai oprasi cesar
sebelumnya), mioma uteri menyebabkan keadaan endometrium menjadi
kurang baik yang akan menyebabkan zigot mencari tempat implantasi yang
lebih baik yaitu di tempat yang rendah ostium uteri internum, kuretase juga
dapat menyebabkan keadaan endometrium kurang baik yaitu menyebabkan
plasenta harus tumbuh menjadi luas untuk mencukupi kebutuhan janin,
plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi ostium uteri
internum dan riwayat kehamilan sebelumnya dengan perdarahan antepartum
karena plasenta previa akan timbul kembali pada kehamilan berikutnya
(Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
11) Riwayat kesehatan sekarang : Data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya penyakit yang diderita sekarang seperti DM,
eritroblastosis, kehamilan multiple, mioma uteri, plasenta previa yang
mampu mempengaruhi kesehatannya yaitu kemungkinan terjadi plasenta
previa (Sulaiman Sastra Winata, 2005; h. 85).
12) Riwayat kesehatan keluarga : Data ini diperlukan untuk mengetahui riwayat
keluarga, apakah keluarga mempunyai riwayat penyakit genetik yang dapat
menurun pada klien seperti DM, miyoma uteri, plasenta previa, dan
kehamilan multiple/kembar perlu di tanyakan untuk mengetahui pakah
kehamilan ini ibu kemungkinan kembar atau tidak (Sulaiman Sastra Winata,
2005; h. 85).
13) Riwayat Obstetri
a) Riwayat haid
Hari pertama haid terakhir dikaji untuk mengetahui haid terakhir ibu
agar bisa diketahui perkiraan kelahiran bayi, untuk mengetahui usia
kehamilannya apakah sudah aterm atau masih preterm karena biasanya
plasenta previa akn timbul pada usia > 22 minggu (Sarwono, 2006; h.
365).
b) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu ditanyakan untuk
mengetahui jumlah kehamilan yang lalu yaitu: plasenta previa biasanya
timbul pada usia ibu hamil baik primigrafida maupun multigrafida < 25
tahun dan > 35 tahun, lebih sering terjadi pada paritas tinggi dan parietas
rendah apakah pernah mengalami keguguran dan di lakukan curetase,
keluar darah yang mengarah terjadinya plasenta previa, adanya plasenta
previa pada saat hamil, serta bagai mana persalinan yang dulu apakah
normal atau SC, dan jumlah kelahiran prematur (Sulaiman Sastra
Winata, 2005; h. 85 ).
c) Riwayat kehamilan sekarang
Ditanyakan untuk mengetahui berapa kali ibu memeriksakan
kehamilannya. Pemeriksaan kehamilan diperlukan untuk mengetahui
apakah ibu pernah mengeluarkan darah merah segar dari jalan lahir tanpa
rasa sakit pada usia > 22 minggu yang menjadi faktor-faktor penyebab
pada kehamilan plasenta previa salah satunya adalah kehamilan kembar,
selain untuk mengetahui penyebab plasenta previa juga untuk
mengetahui suplementasi yang didapat selama hamil yaitu tablet Fe
(Sarwono, 2006; h. 365).

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan ini berpengaruh pada ibu karena perdarahan dengan plasenta
previa untuk mengetahui apakah ibu anemia atau tidak, karena biasanya ibu
dengan plasenta previa dapat terkena anemia (Sarwono, 2009; h. 499).
1) Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum baik, sedang, jelek (Prawirohardjo, 2010).
Pada kasus persalinan normal keadaan umum pasien baik (Nugroho, 2010)
2) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien composmentis, apatis, somnolen,
delirium, semi koma dan koma. Pada kasus ibu bersalin dengan persalinan
normal kesadarannya compos mentis (Rohani, 2011)
3) Tanda Vital
a) Tekanan Darah
Dilakukan pemeriksaan tekanan darah ini untuk mengetahui apakah
tekanan darah ibu 90/70 -140/90 mmHg normal atau tidak karena
biasanya pada seorang ibu hamil karena perdarahan dengan plasenta
previa kemungkinan akan mengalami anemia yang berpengaruh pada
tekanan darahnya (Risanto, 2008; h. 83).
b) Temperatur / Suhu.
Dilakukan pemeriksaan suhu ini untuk mengetahui apakan ibu suhu

badannya 36,8 - 370C demam atau tidak karena biasanya pada seorang
ibu hamil karena perdarahan dengn plasenta previa kemungkinan akan
mengalami infeksi yang berpengaruh peningkatan suhu tubuh ibu
(Risanto, 2008; h. 83).
c) Denyut nadi ibu
Dilakukan pemeriksaan denyut nadi ibu ini untuk mengetahui apakah
denyut nadi 60-80 x/menit ibu normal atau tidak karena biasanya pada
seorang ibu hamil karena perdarahan dengn plasenta previa
kemungkinan akan mengalami syok yang berpengaruh pada kecepatan
denyut nadi (Risanto, 2008; h. 83).
d) Respirasi
Dilakukan pemeriksaan respirasi ini untuk mengetahui apakan respirasi
16-20 x/menit ibu normal atau tidak karena biasanya pada seorang ibu
hamil karena perdarahan dengan plasenta previa kemungkinan akan
mengalami syok yang berpengaruh pada respirasi sehingga
pernafasannya sulit (Risanto, 2008; h. 83).
e) Pemeriksaan Fisik
Muka : Untuk mengetahui apakah muka odem atau tidak ada kloasma
gravidarum atau tidak pucat atau tidak untuk mengetahui tanda-tanda
plasenta previa biasanya ibu mengalami anemi yang disebabkan
perdarahan plasenta previa (Ralph 2009; h. 471).
Mata : Penojolan mata atau kelopak mata, ukuran dan bentuk mata,
reaksi pupil terhadap cahaya, ciri konjungtiva dan sklera, fundus, dan
pergerakan mata harus dinilai, warna konjungtiva pada pasien plasenta
previa biasanya anemis atau ikterik (anemia) (Sarwono, 2009; h. 499)
Abdomen : Mengamati ukuran, bentuk dan kontur abdomen di samping
adanya massa, gelombang peristaltik yang terlihat, penonjolan vena dan
herniasis serta untuk melakukan pemeriksaan perabaan pada kasuus
plasenta previa yang biasanya terdapat kelainan letak janin (Ralph, 2009;
h. 471).
Genetalia : Untuk mengetahui apakah ada tanda-tanda infeksi karena
biasanya plasenta previa dapat kemungkinan menyebabkan terjadinya
plasenta previa serta untuk mengetahui berapa banyak darah yang keluar
(Ralph, 2009; h. 479).
f) Status Obstetrikus
Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi yang dilakukan yaitu dengan melihat darah yang
keluar dari jalan lahir ibu, sedikit atau banyak dan dilakukan juga untuk
mengetahui apakah darah yang keluar banyak atau tidak, yaitu dengan
cara melihat darah yang menempel pada celana dalam ibu yang keluar
dari vagina ibu, karena jika yang keluar darah banyak dapat mengancam
jiwa ibu dan janin (Sulaiman Sastrawinata, 2005; h. 87).
Palpasi
Pemeriksaan palpasi dilakukan untuk mengetahui letak janin normal atau
tidak. Salah satu faktor penyebab terjadinya plasenta previa adalah faktor
disporposi antara kepala janin dan panggul ibu, untuk itu diperlukan
pemeriksaan palpasi dengan menggunakan leopold (Oxom dan Wiliam,
2010; h. 428).
Leopold I untuk menentukan tinggi fundus uteri sehingga dapat untuk
menentukan berat janin disesuaikan dengan umur kehamilan dan untuk
menentukan bagian janin yang terdapat pada fundus uteri, pada kasus
plasenta previa terkadang TFU masih rendah (Chrisdronom, 2004; h.
41).
Leopold II untuk menentukan bagian kanan dan kiri, punggung bayi atau
ekstremitas bayi.
Leopold III untuk mengetahui bagian terbawah janin biasanya pada
kasus plasenta previa mengalami kelainan letak janin yang abnormal
(Chrisdronom, 2004; h. 41).
Leopold IV untuk mengetahui bagian terbawah janin sudah masuk pintu
atas panggul atau belum, yang disebabkan karena menghalangi plasenta
(Oxom dan Wiliam, 2010; h. 428).

c) Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan radio-isotop
Plasento grafi jaringan lunak (soft tissue plasenthografy). Untuk mencoba
melokalisir plasenta
2) Sitografi
Kepala ditekan kebawah kearah pintu atas panggul. Bila jarak kepala dan
kandung kemih berselisih lebih dari 1 cm, maka terdapat kemungkinan
plasenta previa (memasukan 40cc larutan NaCL 12,5% dengan kandung
kemih kosong).
3) Plasentografi indirek
Menghitung jarak antara kepala-simfisis dan kepala promotorium (ibu dalam
posisi berdiri atau duduk setengah berdiri).
4) Arteriografi
Dengan memasukan zat kontras kedalam rongga amnion.dan akan jelas
terlihat di daerah kosong (diluar janin) dalam rongga rahim.

5) Radio isotop plasentografi.


6) Ultra sonografi.
Tidak membahayakan radiasi pada janin

8. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1 DS: Kurang
- G₂P₀A₁ hamil 36 Pengetahuan
minggu
-Klien pernah mengalami
keguguran karena
perdarahan saat
kehamilan 6 minggu.
-Klien tidak mengetahui
tentang penyakit yang
dialaminya
DO:
-Klien samnolen
-Perdarahan 765 cc
-Konjungtiva nampak
sedikit anemis
-Payudara nampak
bengkak
-Belum keluar colostrum
2. DS: - Resiko Infeksi
DO:
-Perdarahan 765 cc
-Terpasang kateter
-Terpasang infus

3. DS:- Kekurangan
DO: volume cairan
-Klien samnolen
-Perdarahan 765 cc
-Konjungtiva nampak
sedikit anemis

4. DS: Menyusui tidak


- efektif
DO:
-Payudara nampak
bengkak
-Belum keluar colostrum

9. Diagnosa Keperawatan
1) Kekurangan volume cairan b.d perdarahan
2) Menyusui tidak efektif d.d payudara nampak bengkak
3) Kurang pengetahuan b.d ketidaktahuan mengenai penyakit yang dialaminya
4) Resiko infeksi b.d invasi bakteri
10. Rencana Asuhan Keperawatan

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional


1. Kekurangan volume cairan Tupen: 1. Monitor tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum
b.d perdarahan Setelah dilakukan askep selama 1x24 2. Monitor status cairan termasuk intake pasien
jam diharapkan terjadinya dan output cairan 2. Untuk mengetahui cairan intake
keseimbangan cairan dengan KH : 3. Penatalaksanaan pemberian cairan IV dan output yang akurat
-Jumlah perdarahan dalam batas 4. Atur kemungkinan transfuse 3. Sebagai pengganti cairan tubuh
normal 5. Monitor tingkat Hb dan Hematokrit yang hilang akibat pendarahan
-TTV dalam batas normal 4. Mempersiapkan apabila hb
-Mukosa bibir lembab rendah
5. Untuk mengetahui tingkat
ketergantungan pasien dalam
memenuhi kebutuhannnya
2. Menyusui tidak efektif d.d Tupen: 1. Kaji adanya faktor penyebab kesulitan 1. Mengetahui penyebab kesulitan
payudara nampak bengkak
Setelah dilakukan tindakan menyusui menyusui
keperawatan selama 3x 24 jam 2. Ajarkan bayi menghisap putting susu 2. Merangsang pengeluaran
diharapkan menyusui efektif dengan ibu 3. Menghangatkan payudara
kriteria hasil : 3. Berikan kompres hangat pada areola 4. Merangsang kerja hormon
-Menunjukkan aktivitas menyusui 4. Ajarkan teknik pijat oksitosin 5. Memperlancar aliran ASI
yang memuaskan dan efektif 5. Ajarkan teknik pijat marmed 6. Memperbanyak asupan nutrisi
-Memperlihatkan aktivitas menyusui 6. Anjurkan klien konsumsi sayur dan ibu untuk produksi oksitoksin
setiap 2 jam buah segar 7. Membantu menonjolkan putting
-Pengakuan percaya diri klien dalam 7. Kolaborasi pemberian pompa susu
menyusui payudara ASI oksitosin ASI
-klien dapat menyusui mandiri pada
post operasi hari ke – 3
3. Kurang pengetahuan b.d Tupen: 1. Kaji pengetahuan klien tentang 1. Mempermudah dalam
ketidaktahuan mengenai Setelah diberikan penjelasan selama penyakitnya Jelaskan tentang proses memberikan penjelasan pada
penyakit yang dialaminya 2x24 jam pasien mengerti proses penyakit (tanda dan gejala) klien
penyakitnya dan Program perawatan 2. Identifikasi kemungkinan penyebab. 2. Meningkatan pengetahuan dan
serta Therapi yg diberikan kriteria Jelaskan kondisi tentangklien mengurangi cemas
hasil: 3. Jelaskan tentang program pengobatan 3. Mempermudah intervensi
-Pasien mampu: Menjelaskan dan alternatif pengobantan 4. Mencegah keparahan penyakit
kembali tentang penyakit 4. Diskusikan perubahan gaya hidup yang 5. Memberi gambaran tentang
-Mengenal kebutuhan perawatan dan mungkin digunakan untuk mencegah pilihan terapi yang bisa
pengobatan tanpa cemas komplikasi digunakan
5. Diskusikan tentang terapi dan 6. Agar klien mengerti
pilihannya 7. Agar klien bisa mereview ulang
6. Eksplorasi kemungkinan sumber yang kembali mengenai penyakit,
bisa digunakan/ mendukung prosedur perawatan dan
7. Instruksikan kapan harus ke pelayanan pengobatan
8. Tanyakan kembali pengetahuan klien
tentang penyakit, prosedur perawatan
dan pengobatan
4 Resiko infeksi b.d invasi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji keadaan luka 1. Mengetahui keadaan luka
bakteri keperawatan selama 3x 24 jam 2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi 2. Mengetahui adanya tanda infeksi
diharapkan tidak terjadi infeksi 3. Lakukan perawatan luka sesuai indikasi dan tindak lanjut
dengan kriteria hasil : 4. Ajarkan klien untuk menjaga 3. Mencegah infeksi dan
-Bebas dari infeksi kebersihan tubuh dan lingkungan komplikasi
-Suhu tubuh normal (36 – 37⁰C) 5. Ajarkan klien dan keluarga teknik 4. Kebrsihan tubuh dan lingkungan
-Luka bersih, tidak merembes dan aseptik mencegah pertumbuhan
tidak berbau 6. Jelaskan kepada klien dan keluarga penyakit
-Tanda – tanda vital normal tentang penyebab, risiko, dan derajat 5. Meminimalkan penularan
penularan infeksi kuman
7. Kolaborasi pemberian antibiotik 6. Memberikan pendidikan
kesehatan
7. Mencegah infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Abbot, Patrick L. (2009). Natural Disaster Seventh Edition. USA: Mc Graw-Hill

Abdat AU (2010). Hubungan Antara Paritas Ibu dengan Kejadian Plasenta Previa di Rumah
Sakit Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, Jawa Tengah, Universitas Sebelas Maret. Skripsi.

Almnabri AA, Al Ansari EA, Abdulmane MM, Saadawi DW, Almarshad TA, Banoun AA.
(2017). Management of Placenta Previa During Pregnancy. The Egyptian Journal of
Hospital Medicine Vol.68 (3), Page 1549-1553.

Chalik, TMA. (2016). Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Dalam:
Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH (eds). Ilmu kebidanan Sarwono
Prawirohardjo. Edisi ke 4. Jakarta: PT Bina Pustaka Prawirohardjo

Doengoes, M. E. (2001). Rencana Keperawatan Maternal atau Bayi : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Dokumentasi Keperawatan Klien. Edisi 2 : Penerbit Buku Kedokteran,
EGC. Jakarta

Fitria, L. (2014). Hubungan Paritas Dengan Kejadian Plasenta Previa. Oksitosin,


Kebidanan, Vol. 1, No. 2: 67-73.

Hutahaean, S. (2009). Asuhan Keperawatan dalam Maternitas & Ginekologi. TIM: Jakarta
Timur.

Nuralifah, DL. (2018). Faktor Risiko Kejadian Plasenta Previa di RSUD Kota Solok Tahun
2015-2016. Universitas Andalas. Skripsi

Oyelese Y and Smulian JC. (2006). Placenta previa, placenta accreta, and vasa
previa. Obstetrics and Gynecology

PPNI. (2016). Standar diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Kenneth. J, dkk. (2009). Williams Manual Of Obstetrics, EGC: Jakarta.

Sulistyawati, A. & Nugraheny, E. (2013). Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.


Jakarta : Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai