NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.

000,- )
2 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Redaksi
TABLOID BERITA MINGGUAN

MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK

Penanggungjawab/
Pimpinan Redaksi
Kesadaran Menghargai Jasa Pahlawan
Muhammad Saleh
Pembaca Budiman rupiah tanpa mengenakan kerudung. masalahkan. Pasalnya, tidak pernah ada
Direktur Usaha Penghujung tahun 2016 lalu, Bank Tanpa basa-basi, dia langsung men- satu pun gambar, lukisan atau foto yang
Agusniar Indonesia (BI) menerbitkan uang pecah- daftarkan gugatan pada Pengadilan memperlihatkan sosok Cut Meutia hing-
an rupiah baru. Dari awal penerbitan, ren- Negeri (PN) Jakarta pusat. ga saat ini.
Sekretaris Redaksi cana ini sudah menuai polemik. Sebab, Kini, PN Jakarta Pusat telah menge- Seolah mendapat dukungan dari ke-
Juli Saidi masyarakat menganggap uang baru itu luarkan putusan sela, menolak eksepsi luarga Cut Meutia, BI Perwakilan Aceh
Kordinator Liputan
mirip Yuan, mata uang Cina. Namun, lam- Bank Indonesia (BI) terkait dengan ke- memilih santai adanya polemik tentang
Azhari Usman bat laun, masyarakat Indonesia sudah wenangan absolut, mengadili perkara penerbitan uang tersebut. Bahkan, untuk
nyaman dengan uang pecahan baru itu. oleh PN Jakarta Pusat, dengan putusan meredam pemberitaan untuk tidak
Editor Berbeda dengan Aceh. Hingga kini, bahwa PN Jakarta Pusat tidak berwenang menyebar-luaskan masalah ini, BI Per-
Salwa Chaira belum seluruhnya menerima uang peca- mengadili perkara yang diajukan Asnawi. wakilan Aceh mengajak wartawan di Aceh
han baru itu. Sebab, dari beberapa pah- Berbeda dengan masyarakat Aceh untuk berlibur ke Pulau Weh (Sabang).
Kartunis/Design Grafis
lawan nasional yang diterbitkan pada umumnya, sang cucu, dari anak tunggal Di sana, BI mensosialisasikan pada
Rizki maulana
pecahan uang rupiah kertas, terdapat Cut Meutia bernama Teuku Radja Sabi, jurnalis bagaimana melakukan penga-
Pemasaran/Sirkulasi gambar pahlawan nasional asal Aceh Teuku Rusli (77), memilih mendukung wasan pada sistem pembayaran. Tak ada
Firdaus, yaitu Cut Meutia, yang dicetak pada uang keputusan BI dalam mengeluarkan uang perbedaan pendapat. Semua berbaur
Ghifari Hafmar pecahan Rp 1000, tanpa mengenakan pecahan itu. Dia bercerita tentang sosok menjadi satu.
penutup kepala atau kerudung. sang nenek yang merupakan pahlawan Ketika, ditanya awak media tentang
Iklan Masyarakat Aceh menilai, Peme- wanita pemberani itu. uang bergambar Cut Meutia tidak mema-
M. Supral
rintah Pusat dalam hal ini Bank Indo- Menurut Rusli, kulitnya putih kuning, kai kerudung, Deputi BI Perwakilan Aceh,
Sekretariat/ADM nesia, telah dengan sengaja memu- rambut panjang sampai tumit. Kalau dia T. Munandar, hanya menjawab, Bank In-
Yulia Sari tar-balikkan fakta. Sebab, tidak mu- mandi dan mencuci rambutnya, ada san- donesia telah melakukan semua tahapan
ngkin wanita anggun berhati baja dan daran untuk menjemur rambutnya sam- dalam menentukan gambar pahlawan
Kepala Bagian Keuangan ahli agama itu tidak mengenakan ker- pai kering. Dia itu sangat cantik, makan- Nasional Cut Meutia pada uang pecahan
Agusniar udung. Apalagi, sosoknya yang terke- ya bernama Meutia, artinya permata. Rp 1000, yang memang tidak memakai
nal islamis dari Serambi Mekkah, me- Memakai jilbab, katanya, orang Aceh kerudung.
Bagian IT
Joddy Fachri
nambah keyakinan jika wanita pembe- tidak kenal kata-kata jilbab, yang ada tu- Nah, lepas dari semua sikap pro dan
rani ini tidak alpa memakai kerudung, tup kepala seperti di Sumatera Barat. Kain kontra tadi, agaknya perbedaan penda-
Wartawan sekalipun saat menggempur antek- atau selendang panjang dililit ke bawah pat tersebut sudah saatnya untuk dihen-
Muhammad Saleh antek penjajah Belanda di medan pe- dagunya, kemudian ditarik ujung selen- tikan. Sebab, jika para pihak tetap berdiri
Juli Saidi rang. dangnya, dikedepankan atau dibelakang- pada pendapatnya masing-masing, ten-
Zulhelmi Tidak sampai di situ, beberapa politi- kan, sehingga kepalanya tertutup. tu tak ada kata akhir. Tak ada yang menang
Azhari Usman
si asal Aceh seperti Asrizal H Asnawi juga Itu sebabnya, Teuku Rusli yang ber- dan kalah. Yang ada hanya kesadaran
mengaku geram dengan tingkah BI yang domisili di Jakarta mengaku gambar sang untuk menghargai jasa para pahla-
seenaknya menerbitkan uang pecahan nenek di uang rupiah baru tidak diper- wan.***
Koresponden FOTO: IST
Aceh Selatan
Sabang
Nagan Raya
Takengon
Aceh Besar
Aceh Tenggara
Gayo Lues
Kuala Simpang
Pidie, Langsa
Bener Meriah
Simeulue

Alamat Redaksi
Jl. Teuku Iskandar Nomor 15,
Beurawe, Banda Aceh
Telp (0651) 635322

email:
modus_aceh@yahoo.com
redaksi.modusaceh@gmail.com
sirkulasi_modusaceh@yahoo.com
iklan_modusaceh@yahoo.com
www.modusaceh.com.

Penerbit PT Agsha Media Mandiri

Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1
Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh:
0037.01.001643.30.9
NPWP: 02.418.798.1-101.000

Percetakan
PT. Medan Media Grafikatama
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers.
Terbit Sejak 2003 Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
 MODUS ACEH
Fokus NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 3
■ Melirik Prioritas

TAHUN PERTAMA IRWANDI-NOVA dpra.acehprov.go.id

pandang seperti ini, gubernur

Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah (kanan) menyerahan RPJMA pada Ketua DPRA Muharuddin.
pekan lalu, juga belum berhasil
Wakil Gubernur Aceh Nova Iriansyah telah menyerah-
alias masih pending hingga Ka-
kan draf RPJMA 2017-2022 ke DPRA. Dalam rancangan mis sore, sekira pukul 15.13
awal RPJMA, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah merumuskan WIB pekan lalu.
259 program prioritas tahun 2018. Sempat bertahan, tahun Belakangan, T. Setia Budi
berikutnya menyusut. Bahkan, draf RPJMA itu belum ada melalui pesan singkatnya (SMS),
ukuran secara kuantatif. Lantas, seperti apa prioritas tahun Kamis malam pekan lalu, ia me-
minta agar konfirmasi pada Bap-
pertama pemerintahan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah? peda Aceh saja. “Mengenai hal
Wartawan MODUS ACEH Juli Saidi menulisnya untuk itu, sebaiknya Dinda tanyakan
Fokus pekan ini. pada Ketua Bappeda saja,” tulis
terutama mantan panglima Ge-
rakan Aceh Merdeka (GAM) yang
masih satu misi dengan mantan
dosen Universitas Syiah Kuala
(Unsyiah) itu.
Maka, pengorbanan itu ten-
tu saja bermuara setelah terpilih,
kemudian menyusul pula tahun
politik yaitu Pemilihan Presiden
(Pilres) dan Pileg 2019. Di par-
lemen Aceh contohnya, wakil
cara pandangnya begitu,” Mu-
haruddin memberi alasan.
Bila sinergitas bermaksud
makna hakiki, maka itu menjadi
harapan. Tetapi, lazim terjadi
dugaan politik anggaran adalah
rumus tambah dan bagi. Bah-
kan, sempat beredar kabar, pe-
runtukan program dana aspirasi
meningkat—diduga dari Rp 10
miliar bertambah Rp 20 miliar.
Jika benar dugaan itu, maka
untuk program dana aspirasi
DPR saja sudah tergerus APBA
Rp 1,6 triliun lebih. Sebaliknya,
kalau tidak bersinergi dalam
pembahasan anggaran, tentu
berpotensi tarik-menarik pem-
bahasan anggaran di DPR.
Pengamat ekonomi Unsyiah,
Rustam Effendi, Rabu pekan lalu,
memberi komentar. “Pasti jadi
masalah kalau untuk saya bera-
pa, maka saya akan loloskan.
Selalu politik ‘dagang sapi’ yang
kita mainkan, bukan politik sa-
yang-pedulian. Ujung-ujungnya
ribut lagi,” kata Rustam.
Sebaliknya, jika alasan DPR
Aceh belum membuka KUA-
PPAS 2018 karena belum ada
RPJMA 2017-2022, kini telah

P
uluhan peserta kon-
sultasi publik rancan-
gan awal Rencana
Pembangunan Jang-
ka Menengah Aceh
(RPJMA) Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh Irwandi Yusuf-
Nova Iriansyah bertemu di Hotel
Hermes Palace, Banda Aceh,
Kamis, 26 Oktober 2017.
Sebagian mereka ada yang
serius mendengar paparan ran-
cangan awal RPJMA 2017-
2022, sembari melihat dua layar
lebar kiri dan kanan. Disoroti
proyektor, dua layar itu me-
nampilkan paparan sekitar 48
halaman tersebut. Mulai dari
cover awal, outline hingga pro-
gram prioritas berdasarkan misi
Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah-
selama satu periode 2017-2022.
Dalam program prioritas ber-
dasarkan misi itu, sedikitnya ada
10 misi RPJM Aceh. Seperti in-
formasi birokrasi menuju pemer-
intahan yang adil, bersih, dan
melayani. Untuk misi tahun
2018, ada 34 program prioritas
Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Ada juga misi memperkuat
pelaksanaan syariat Islam secara
kafah dan budaya keacehan.
Untuk prioritas ini pada tahun
2018, ada 24 program. Maka,
berdasarkan data tersebut, tahun
pertama Irwandi-Nova mengaju-
kan anggaran sendiri, total pro-
gram prioritas 2018 sebanyak
259 program.
Jumlah itu sempat bertahan,
tetapi pada tahun ketiga (2020),
Pemerintah Irwandi-Nova justru
menyusut menjadi 251 program
prioritas. Kemudian, tahun 2021
dan 2022, bertahan 257 pro-
gram prioritas. Bahkan, program
prioritas berdasarkan misi terse-
but yang menyusut signifikan
adalah mewujudkan kedaulatan
dan ketahanan pangan. Tahun
2018, sebanyak 25 program,
sedangkan tahun kedua, hilang
delapan program--menjadi 17
program. Pada 2020, justru
berkurang signifikan menjadi 11
program prioritas dan 2021-
2022 kembali lagi 17 program.
Penyusutan program priori-
tas dari 2018-2019 sebanyak
259 program. Tahun 2020, 251
program dan 2021-2022 bertah-
an 257 program, itu belum
mendapat penjelasan. Dikonfir-
masi pada Ketua Tim RPJM Aceh
Hebat, T. Setia Budi, melalui
sambungan telpon, Kamis sore
pekan lalu belum berhasil. “Se-
dang rapat,” kata mantan Sekda
Aceh itu dalam bahasa Aceh.
Pesan singkat yang dikirim me-
dia ini ke WhatsApp, Kamis sore
T. Setia Budi.
Berkurangnya program pada
sektor misi mewujudkan kedaul-
atan dan ketahanan pangan ten-
tu patut dipertanyakan. Sebab,
Irwandi sering mendorong bu-
pati dan wakil bupati di Aceh
untuk meningkatkan pertumbu-
han ekonomi. Di Aceh Barat,
bahkan ia berharap sekitar lima
persen.
Begitu juga target penurunan
angka kemiskinan satu persen
per tahun. Presiden RI Joko
Widodo (Jokowi) pernah me-
nyoroti pertumbuhan ekonomi
Aceh. Seperti diberitakan Kom-
pas.com, Selasa, 11 Juli 2017,
gubernur dan wakil gubernur
punya pekerjaan rumah untuk
memajukan Aceh.
“Berdasarkan data yang saya
miliki, pertumbuhan ekonomi di
Aceh pada kuartal I 2017 tercatat
2,87 persen. Masih di bawah
pertumbuhan ekonomi nasional
yang pada kuartal I 2017 tum-
buh 5,01 persen,” ujar Jokowi.
Tidak hanya persoalan ber-
kurangnya program mewujud-
kan kedaulatan dan ketahanan
pangan, Irwandi-Nova juga di-
hadapkan dilema politik angga-
ran dan ‘balas jasa’. Konon, suk-
sesi pemenangan Irwandi Yusuf-
Nova Iriansyah diduga banyak
ditalangi tim sukses di daerah,
rakyat itu sudah ada ancang-an-
cang mencalonkan kembali se-
bagai anggota legislatif, baik un-
tuk caleg provinsi maupun DPR
RI.
Apalagi, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) Aceh hingga Se-
nin pekan lalu mengaku, belum
membuka dokumen Kebijakan
Umum Anggaran-Prioritas
Plafon Anggaran Sementara
(KUA-PPAS) 2018 yang dise-
rahkan Wakil Gubernur Aceh
Nova Iriansyah, awal Agustus
2017 lalu. Sebab, belum ada
RPJMA Irwandi Yusuf-Nova Iri-
ansyah.
Begitupun, Ketua DPR Aceh
Muharuddin mengaku, pem-
bahasan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Aceh (APBA) 2018
adalah sinergitas antara Pemer-
intah Aceh dengan DPRA. “Yang
paling penting terjadi sinergitas
antara Pemerintah Aceh dengan
DPR. Kalau terjadi sinkronisasi,
arah pandangnya benar, visi-
misinya benar, saya pikir nggak
lama,” kata Muharuddin, me-
nanggapi sinyal molornya pem-
bahasan APBA 2018, Senin pe-
kan lalu.
Kader Partai Aceh mengaku,
selama ini, yang membuat pe-
ngesahan APBA terlambat kare-
na terjadi tarik-menarik antara
DPRA dan eksekutif. “DPR cara
berubah. Sebab, setelah konsul-
tasi publik rancangan awal RPJ-
MA di Hermes Palace, Banda
Aceh, Kamis pekan lalu, kini draf
tersebut sudah diserahkan Wakil
Gubernur Aceh Nova Iriansyah,
Jumat, 27 Oktober 2017, sekira
pukul 10.00 WIB.
Begitupun, sebagai wakil
rakyat di DPR Aceh, setelah draf
diterima, maka tidak hanya mem-
bahas untuk formalitas semata.
Sebab, bila draf yang diserahkan
itu tidak bergeser banyak dari
bahan RPJMA periode 2017-
2022 yang dibagikan pada acara
konsultasi publik, draf awal RPJ-
MA itu masih belum dibahani se-
cara lebih lanjut.
Sebab, draf awal itu sekilas
terbaca bahwa RPJMA tersebut
belum ada ukuran secara kuan-
titatif yang terukur. Itu sebabnya,
berdasarkan draf RPJMA awal
yang outline -nya itu, pen-
dahuluan, isu strategis pem-
bangunan Aceh, visi-misi, tu-
juan dan sasaran, strategi dan
arah kebijakan, 15 unggulan
Aceh Hebat, dan program prio-
ritas tersebut, tidak terlihat bera-
pa besar capaian setiap pro-
gram kegiatan yang diusul Ir-
wandi-Nova. Misal, Aceh Ca-
rong (Aceh Pintar) tahun perta-
ma berapa persen dan tahun
kedua berapa persen. ***
4 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Fokus

Garis Merah APBA 2018 HUMAS SEKRETARIAT DPRA

Sudah di penghujung
Oktober 2017, Pemerintah
Irwandi Yusuf-Nova Irian-
syah masih berkutat
APBA-P 2017. Jadwal
pembahasan RAPBA 2018
masuk garis merah.

S
emangat baru harus
diisi Gubernur dan
Wakil Aceh Irwandi
Yusuf-Nova Iriansyah
dengan mempercepat
injeksi perekonomian masya-
rakat di Bumi Serambi Mekkah.
Untuk memuluskan injeksi
ekonomi tersebut, orang nomor
satu dan dua bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA),
sepatutnya taat pada Permenda-
gri Nomor 33 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Penda-
patan dan Belanja Daerah
(APBD) 2018--di Aceh disebut
Anggaran Pendapatan dan Be-

Sumber: Permendagri 33/2017


Fokus
lanja Aceh (APBA).
Percepatan pengesahan APBA 2018
mutlak diperlukan, karena ketergantungan
masyarakat Aceh terhadap APBA cukup
besar. Bahkan, hitung-hitungannya men-
capai 80 persen lebih. “Karena swasta kita
kecil sekali,” kata pengamat ekonomi Uni-
versitas Syiah Kuala (Unsyiah), Rustam
Effendi, di Banda Aceh, Rabu, 25 Oktober
2017.
Pendapat ini bukanlah asal ucap. Ber-
dasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS)
Aceh yang dikutip dari situs resmi, Rabu
pekan lalu, sektor nilai ekspor misalnya
dibandingkan Juli 2017, terjadi penu-
runan 12,48 persen pada Agustus 2017.
“Nilai ekspor Provinsi Aceh sebesar
4.304.178 dolar Amerika Serikat (AS)
atau mengalami penurunan sebesar 12,48
persen.”
Bukan hanya soal nilai ekspor, neraca
perdagangan Provinsi Aceh Agustus
2017 juga mengalami surplus 1.143.279
dolar AS atau mengalami penurunan
sebesar 57,13 persen jika dibandingkan
bulan sebelumnya. “Persentase peruba-
han neraca perdagangan secara year on
year (Agustus 2017 terhadap Agustus
2016) mengalami penurunan sebesar
411,34 persen,” tulis BPS Aceh.
Celakanya lagi, sudah nilai ekspor dan
neraca perdagangan mengalami penu-
runan, persentase total ekspor komoditi
asal Aceh yang diekspor melalui provinsi
lain pada Agustus 2017 sebesar 58,85
persen terhadap total ekspor komoditi
Aceh, juga tidak kalah besarnya
11.950.865 dolar AS.
Sebagai mantan Gubernur Aceh dan
Nova Iriansyah mantan anggota DPR RI,
seharusnya tahu berbuat apa dalam men-
gantisipasi perekonomian rakyat Aceh.
Salah satunya, taat terhadap aturan yang
ada, terutama Permendagri Nomor 33
Tahun 2017.
Namun, fakta kini terjadi justru seba-
liknya. Karena Wakil Gubernur Nova Iri-
ansyah baru menyerahkan Kebijakan
Umum Anggaran - Prioritas Plafon Ang-
garan Sementara (KUA-PPAS) 2018 ke
DPR Aceh, pada Selasa, 1 Agustus 2017.
Langkah penyerahan KUA-PPAS
tahun pertama Pemerintah Irwandi Yusuf-
Nova Iriansyah memang sudah terlambat
dua bulan. Berdasarkan Permendagri
Nomor 33 Tahun 2017, penyampaian ran-
cangan KUA-PPAS 2018 sepatutnya
sudah diserahkan ke DPRA pada minggu
kedua Juli 2017.
Bila alasan keterlambatan penyerah-
an KUA-PPAS karena belum dilantik, Ir-
wandi-Nova menyerahkan KUA-PPAS
2018 minggu kedua Juli 2017, itu sah-
sah saja. Namun, soal gejala melambat-
nya kinerja Pemerintah Irwandi-Nova be-
lum menuntaskan pembahasan RPJMA
2017-2022 itulah yang jadi masalah.
Bahkan, penuntasan RPJMA Irwandi-
Nova baru tahap konsultasi publik di Her-
mes Palace Hotel, Banda Aceh, Kamis, 26
Oktober 2017 dan Jumat, 27 Oktober
2017 langsung diserahkan ke DPRA.
Padahal, disebut-sebut, rencana awal
penyerahan dokumen RPJMA Irwandi-
Nova ke DPR Aceh itu direncanakan No-
vember 2017 mendatang. Maka, jadi per-
MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
tanyaan, apakah pasca konsultasi publik
berbagai masukan apakah sudah dirapi-
kan oleh Badan Perencanaan Pemban-
gunan Daerah (Bappeda) Aceh, karena
antara konsultasi publik dan penyerahan
boleh disebut cenderung mengejar wak-
tu.
Sedangkan bincang-bincang sumber
media ini di lapangan, di Banda Aceh,
Rabu sore pekan lalu setelah diserahkan
dokumen RPJMA, Pemerintah Aceh ber-
harap--terutama tim pembahasan draf
RPJMA bisa diselesaikan satu bulan dan
dilanjutkan pembahasan RAPBA 2018
Desember mendatang.
Itu artinya, pengesahan RAPBA 2018
yang direncana senilai Rp 14 triliun, be-
rada di zona merah--jika tidak elok disebut
sedang memperlihatkan gejala tak mam-
pu mempercepat pengesahan anggaran
2018 Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Pembahasan RAPBA 2018 bera-
5
da di garis merah itu diakui Ketua
DPRA Muharuddin. Usai mengikuti
pertemuan dengan pemantauan Oto-
nomi Khusus (Otsus) DPR RI, Senin
sore, 23 Oktober 2017, Muharuddin
mengaku, dewan belum menerima
dokumen RPJMA Pemerintah Irwan-
di-Nova. “RPJM belum saya lihat,
sampai sekarang belum. Coba dicek
pada Sekwan. Kalau ada, biasanya
sudah di meja saya. Setahu saya be-
lum,” kata Muharuddin, Senin pekan
lalu.
Bahkan, dokumen KUA-PPAS 2018
yang diserahkan Wakil Gubernur Nova Iri-
ansyah pada pimpinan DPRA, Dalimi dan
Sulaiman Abda, di ruang rapat Badan
Anggaran (Banggar) DPRA, awal Agus-
tus lalu, diakui Ketua DPRA Muharuddin,
belum dibuka. “Dokumen itu belum kita
buka. Sudah kita sarankan untuk
dikembalikan dulu dan disesuaikan den-
gan RPJM. Nanti, pada saat pembahasan
kita jadwalkan, barangkali nanti akan dis-
erahkan dokumen RPJM gubernur terpi-
lih,” ujar kader Partai Aceh itu.
Setali tiga uang, usai menunaikan sha-
lat Dhuhur, Selasa pekan lalu, Kepala Bap-
peda, Azhari, mengaku, akan duduk den-
gan DPR Aceh siang itu, sekira pukul
14.00 WIB. Bawahan gubernur dan wakil
gubernur itu mengaku belum bisa men-
jelaskan secara pasti kapan dokumen
RPJM tersebut akan diserahkan ke DPRA.
“Kami rencana rapat juga, jam dua.
Jadi, nantilah setelah itu,” ujar Azhari sam-
bil berjalan dari mushala lantai satu ke ru-
ang kerjanya lantai dua, Bappeda Aceh,
Banda Aceh, Selasa pekan lalu.
Ironisnya lagi, jadwal pembahasan
KUA-PPAS 2018 sudah terlewatkan be-
berapa bulan, eksekutif dan DPR Aceh
masih sibuk dengan APBA-Perubahan
2017. “Kita fokus dulu pada APBA-P.
Sudah dievaluasi oleh Mendagri. Sam-
pai sekarang, dokumen belum dikembali-
kan ke Aceh. Katanya hari ini atau besok
ditandatangan Mendagri,” kata Ketua DPR
Aceh itu, Senin sore pekan lalu.
Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah
Aceh (TAPA), Jamaluddin, melalu What-
sApp, Rabu, 25 Oktober 2017 mengata-
kan kondisi serupa. “Mudah-mudahan,
bisa hari ini,” kata dia, Rabu pekan lalu.***
6 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Fokus

■ Pengamat Ekonomi Unsyiah, Rustam Effendi

Impossible Pertumbuhan Lima Persen

MODUS ACEH/Dok
Hingga penghujung 2017, DPR Aceh belum menjad-
walkan pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Aceh (RAPBA) 2018. Alasan wakil rakyat peri-
ode 2014-2019 itu, Kebijakan Umum Anggaran (KUA)
dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2018
yang telah diserahkan Wakil Gubernur Aceh Nova Irian-
syah, Selasa, 1 Agustus 2017 lalu, dianggap dewan be-
lum sesuai dengan visi-misi serta program prioritas yang
dikampanyekan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah saat pilka-
da beberapa bulan lalu.
Itu sebabnya, DPR Aceh menyarankan KUA-PPAS
2018 harus disesuaikan dulu dengan janji-janji kepala
daerah terpilih. Di sisi lain, APBA Perubahan juga setali
tiga uang. Hingga Kamis, 26 Oktober 2017, belum
diketuk palu sebagai akhir dari proses APBA-P, mengi-
ngat belum turunnya hasil evaluasi dari Menteri Dalam
Negeri.
Kondisi proses anggaran yang demikian ini, diakui
pengamat ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (Unsyi-
ah), Rustam Effendi, sangat berpengaruh terhadap per-
tumbuhan ekonomi Aceh ke depan. Alasannya, ketergan-
tungan masyarakat Aceh terhadap anggaran daerah
(APBA/APBK) lebih 80 persen.
Tambahnya lagi, Bumi Serambi Mekkah tak ada in-
dustri yang bisa menopang perputaran uang sebagai in-
jeksi pertumbuhan ekonomi di Aceh. Sehingga, menu-
rutnya, pertumbuhan ekonomi lima persen yang diharap-
kan Pemerintah Aceh, menurut Rustam, adalah impos-
sible (tidak mungkin dicapai). Berikut wawancara Juli kan ruh RPJM Aceh 2017-2022 soalan pasal UUPA tidak begitu fungsi ekonomi dan pemban-
Saidi dari MODUS ACEH dengan Rustam Effendi, yang telah ada (meski belum di- penting ? gunan?
yang sering terpilih sebagai fasilitator terbaik pertama pada sepakati, tapi mungkin, ada Itu penting, tetapi itu mema- Maaf, birahi politik lebih ken-
beberapa pendidikan dan latihan (diklat) perencanaan na- dalam bentuk draf), lalu bicara kan waktu dan energi. Kenapa itu cang daripada birahi ekonomi
dari hati ke hati. tidak diatur sedemikian rupa, se- dan pembangunan. Padahal, bi-
sional yang diselenggarakan Bappenas dan Unsyiah, di Baik, persoalan kedua apa? hingga tidak mengganggu pro- rahi ekonomi itu keinginan se-
Banda Aceh, Rabu, 25 Oktober 2017. Kedua, soal waktu. Itu me- ses fungsi anggaran, terutama bagian besar rakyat Aceh, tapi
maksa kita untuk tidak bisa soal pembahasan RAPBA 2018 terkesan dikesampingkan. Pada-
Berdasarkan aturan, pem- soal RPJM yang belum disah- menunggu pengesahan RPJM yang sudah sangat mendesak. hal, masyarakat tidak cukup ha-
bahasan RAPBA 2018 harusnya kan, belum ada legalitas. Bagai- Aceh yang mungkin baru tuntas Setelah RAPBA 2018 usai diba- nya dibumbui dengan politik,
sudah dilakukan, tetapi hingga mana mau diadopsi semua itu bulan Januari 2018. Kecepatan, has, baru kemudian fokus untuk tapi juga harus diberi solusi un-
kini belum karena draf RPJM ke dalam APBA untuk diekseku- ketepatan, dan soal waktu itu tuntaskan masalah pasal UUPA. tuk soal kemiskinan, pengang-
belum diterima DPRA. Pendapat si. memang jadi kendala. Waktu Itu kan bisa disusun dengan rapi guran, juga nilai tukar petani
Anda? Maka, apa yang harus di- yang singkat ini tentu membuat tanpa mengganggu tugas lain yang kini masih rendah dan de-
Ada dua hal. Pertama, soal lakukan? kita tidak bisa bergerak lebih le- yang juga terkait erat dengan soal fisit. Belum lagi persoalan
substansi yang akan dimasuk- Tentu dibutuhkan kesepaka- luasa. kesejahteraan rakyat. bagaimana menyikapi kondisi
kan dalam rancangan APBA tan bersama lewat komunikasi Itu soal kinerja eksekutif, Anda menyarankan, menje- kekinian yang mendesak untuk
2018. Idealnya, RPJM sudah yang intens dengan pihak parle- bagaimana dengan legislatif? lang berakhirnya tahun 2017 ini, kita selesaikan.
masuk fase kerja Gubernur Ir- men (DPRA). Di sana, titik temu- Saya melihat, dari fungsi fokus pembahasan anggaran Menurut Anda itu terjadi
wandi. Beliaulah pemimpin Aceh nya. Gubernur pasti punya ko- pengawasan, penganggaran dan dulu? pada dewan dan eksekutif?
saat ini. mitmen untuk menjalankan 15 legislasi, kita terlalu lalai pada Fokus kepada budgeting Ini yang saya tidak tahu, sulit
Maksud Anda? program unggulan dengan rag- fungsi tertentu. Maaf, terkesan (penganggaran) sebagai esensi untuk dinyatakan kepada kedua
Sejatinya yang dijalankan am kegiatan/proyeknya itu. Apa pihak legislatif terlalu berkutat di penting gerak roda pemba- belah pihak. Harus jujur, guber-
adalah visi-misi Gubernur Irwan- yang akan dilakukan untuk tahun fungsi sarat nuansa politisnya. ngunan. Ini yang saya lihat pola nur pun dengan SKPA yang ada,
di-Wagub Nova dengan 15 pro- depan yang sangat singkat ini? Itu yang lebih menonjol. Mu- pengaturan waktu di parlemen itu bukanlah pilihan beliau, jadi
gram yang dislogankan itu. Be- Tidak mungkin semuanya bisa ngkin bagi politikus itu penting. yang salah. Di mana yang harus kendala juga. Ini kan bukan
lum lagi soal amanah dan man- dijalankan sekaligus. Misalnya, Kehilangan dua pasal, misalnya, ditempatkan lebih dulu, mana SKPA beliau.
dat yang diberikan kepada mere- mana yang lebih penting, apa- yang dibawa hingga terkesan yang harus fokus dan ditunda Maksud Anda melihat kiner-
ka berdua sebagai eksekutif. kah ekonomi, infrastruktur, kese- merasuk begitu penuh romanti- dulu. Ini yang tidak ada. ja SKPA?
Lalu? hatan, atau apa? Tentu harus kanya. Anda melihat mana yang le- Mungkin mereka, seperti
Yang jadi persoalan adalah dipilih sebagai prioritas. Tempat- Maksud Anda, apakah per- bih dominan, birahi politik atau disinyalir banyak pihak, sebagi-
 MODUS ACEH
Fokus NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 7
MODUS ACEH/Dok

an tidak masuk kantor. Ada ke-

pala dinas yang jarang masuk
kantor. Sudah menganggap itu
sudah bukan bagian dari tugas-
nya. Bagaimana kita menggan-
tung masa depan kepada SKPA
seperti ini? Hanya bisa mutasi
enam bulan setelah pelantikan.
Nah, ini juga masalah. Kalau
menurut saya, enam bulan itu
terlalu lama. Harus diubah itu.
Kenapa tidak, misalnya, sampai
tiga bulan saja pasca pelantikan,
agar KDH bisa bekerja cepat.
Artinya, masa KDH terpilih
dan dilantik baru bisa menggan-
tikan SKPA setelah enam bulan,
itu terlalu lama?
Itu harus disampaikan se-
bagai masukan, ada Surat Eda-
ran (SE) MenPAN-RB RI bahwa
pejabat hanya bisa digantikan se-
telah enam bulan pelantikan pas-
ca pilkada. Kenapa terlalu lama?
Penentuan RPJM itu enam bulan
setelah dilantik, mestinya tiga bu-
lan setelah dilantik. Mereka, para
Kepala SKPA juga ikut punya
kontribusi dalam penyusunan
substansi dalam RPJM itu.
Maksud Anda?
Maknanya calon Kepala
SKPA yang akan datang tidak
punya kesempatan untuk mema-
sukkan substansi terhadap
RPJM. Itu karena mereka baru
dilantik sama dengan usai
pengesahan RPJM, sama-sama
enam bulan. Jadi, mestinya, Ke-
pala SKPA bisa dilantik lebih
awal--tiga bulan sebelum RPJM
disahkan—sehingga, punya
waktu untuk memahami ini. Ten-
tu, situasi yang sekarang ini ikut
mengganggu proses pem-
bahasan tadi. Jadi, tidak saling
men-support.
Kepala SKPA boleh saja ber-
ganti, tapi apa Kepala SKPA baru
akan bisa menjalankan yang
sudah dirumuskan dalam
RPJM?
Semestinya bisa? Tetapi,
yang namanya manusia, bisa
saja beranggapan untuk apa
bekerja, nanti juga toh akan di-
ganti.
Baik, KUA-PPAS 2018 sebe-
narnya sudah diserahkan, tetapi
dewan melihat belum sesuai visi-
misi serta belasan program Ir-
wandi Yusuf-Nova Iriansyah?
Kelemahannya pada peren-
cana. Kenapa saya katakan be-
gitu? KUA-PPAS itu isinya
seringkali terkesan itu-itu saja,
tidak pernah dimodifikasi, tidak
dinamis sesuai situasi dan isu-
isu kekinian yang berkembang.
Makanya, dinamika yang ada
karena itu. Ini kan soal kebijakan
umum. Maknanya, tindakan nya-
ta yang akan dibuat oleh peme-
rintah untuk dijalankan. Kalau
strategi yang diusung itu tidak
melihat isu-isu kekinian, maka
tidak ada bedanya KUA-PPAS
saban tahun. Ini mungkin yang
ditanyakan dewan, karena tidak
ada bedanya. Tidak ada benang
merahnya antara tahun ini de-
ngan tahun sebelumnya.
Lantas, untuk membedakan
perencanaan anggaran itu pada
SKPA bagaimana?
Mungkin, kuncinya ada di
Bappeda sebagai pihak peren-
cananya. Bappeda itu motor, be-
rada di depan, yang paling me-
mahami apa yang dibutuhkan
Aceh. Bappeda bukan hanya se-
bagai tukang kompilasi usulan
SKPA. Semua unsur yang ada
di lembaga itu harus dimanfaat-
kan secara optimal.
Amatan Anda bagaimana se-
benarnya perencanaan selama
ini?
Saya lihat intinya di proses
manajerial ini. Bagaimana men-
gatur tim dan paham teknis men-
ganalisis isu-isu kekinian yang
ada, sehingga strategi dan kebi-
jakan itu benar-benar mumpuni
dalam mengatasi isu kritis. Nah,
yang dilihat dewan mungkin, kok
KUA ini tidak ada bedanya de-
ngan KUA tahun lalu. Kuncinya
ya di pihak eksekutif, khususnya
Bappeda Aceh.
Saya selalu mengatakan, ada
pada kelemahan perencana
dalam menganalisis isu untuk
melahirkan strategi. Strategi itu
pula yang akan dijalankan dalam
bentuk kebijakan dan program-
program nantinya. Jadi, setiap
tahun, kondisinya tidak sama.
Kalau tidak demikian, maka ‘sa-
bee ta copy paste’ (selalu
menyontek). Itu fakta dan bukan
kata saya.
Solusinya agar perencanaan
bisa sesuai kebutuhan untuk
percepatan pembangunan Aceh
? nakhoda, Irwandi harus terampil
Bappeda dan sekda harus
mengajak semua elemen. Tetapi
mungkin karena masalah waktu
juga. Dilemanya karena semua
tidak bekerja dalam tim yang ko-
mpak, dalam frame waktu yang
ada. Eksekutif macet, legislatif
dan sebaliknya.
Semestinya?
Umpama main bola. Kita ada
dua kesebelasan (tim), mestinya
harus berwujud dalam satu tim,
yaitu Aceh, bermain untuk me-
nyenangkan penonton, yaitu
masyarakat Aceh. Golnya adalah
kesejahteraan.
Anda berpendapat bahwa
RAPBA 2018 molor lagi ?
Saya juga belum lihat nas-
kah RAPBA 2018. Sepertinya
kalau sudah di ujung Oktober
2017 ini RABPA saja belum jelas,
apa mungkin tepat waktu? Saya
pesimis.
Akan macet perputaran uang
di masyarakat dan terjadi SiLPA
(dana lebih) lagi?
Jadi, tetap kondisinya sama,
bukan hanya SiLPA, tetapi daya
beli masyarakat juga akan teran-
cam berkurang. Efeknya besar
terhadap pertumbuhan ekonomi
di akhir tahun. Bisa saja ekonomi
hanya tumbuh pada kisaran 4,2
sampai 4,5 persen. Jadi, im-
plikasinya sangat besar. Kalau
tercapai lima persen itu ajaib.
Tapi, kita lihat nanti bagaimana.
Saya melihat angka lima persen
itu impossible bisa dicapai.
Untuk menghindari agar laju
pertumbuhan ekonomi bisa ter-
capai lima persen bagaimana?
Kalau mengikuti norma yang
formal, kedua pihak sama-sama
kaku. Tidak ada cara lain. Harus
diperbaiki pola komunikasi. Un-
tuk kebaikan Aceh ke depan, ek-
sekutif dan legislatif harus duduk
setengah kamar, intens berko-
munikasi. Gubernur Irwandi
harus lebih bijak dan piawai
dalam berkomunikasi. Sebagai
memegang kemudi. Itu solusi-
nya. Kalau mengikuti episode-
episode dengan aturan-aturan
yang ada, tidak akan selesai. Ini
persoalan hati sekarang.
Sinergi antara eksekutif-le-
gislatif memang itu yang diharap-
kan dewan. Tetapi, rumus pem-
bahasan anggaran itu tambah
dan bagi?
Pasti, jadi masalah kalau un-
tuk saya berapa, maka saya akan
loloskan. Selalu politik dagang
yang kita mainkan, bukan politik
sayang-peduli. Ujung-ujungnya
ribut lagi. Jadi, di mana-di mana
saya katakan, istiqamah (komit-
men) belum kuat, bahkan nyaris
tidak ada. Maka, gubernur dan
wakil gubernur harus kompak
bekerjasama. Begitu juga dengan
parlemen, harus duduk sama-
sama, buang ego masing-mas-
ing. Konsensus yang telah di-
bangun di ruang sidang harus
ditunjukkan dengan komitmen di
lapangan. Samakan ucapan de-
ngan tindakan.
Apakah itu mungkin jika tidak
menggunakan rumus tambah-
bagi?
Kalau kita semua sepakat
pasti hal-hal yang kontra
produktif harus kita buang. Pa-
ling tidak, percepat ini dulu ka-
lau tidak mau dikata-katai oleh
masyarakat. Sekarang, ekonomi
masyarakat sedang lesu. Ingat,
pembangunan ekonomi salah
satunya bergantung pada injek-
si modal.
Seberapa besar ketergantu-
ngan masyarakat Aceh terhadap
APBA?
Ketergantungan rakyat Aceh
kepada APBA sangat besar, kare-
na swasta kita kecil sekali. Saya
hitung rasio investasi terhadap
PDRB masih relatif kecil sekali.
Ada sekitar 85 persen ketergan-
tungan ekonomi Aceh pada be-
lanja yang ada di APBA. Warung
kopi misalnya, aktivitas yang di-
inisiasi pihak swasta. Warkop
juga terbatas dalam menghasil-
kan uang, kecuali untuk upah,
pedagang kue, dan bahan baku
kopi. Tetapi juga sebenarnya, ikut
menyedot uang yang ada (kon-
sumtif). Paling kalau ada datang
tamu, itu baru menambah injek-
si uang.
Dari dongkrakan investasi
bagaimana?
Ekspor kita minus selama ini.
Sepanjang tahun 2006 hingga
2016, setiap tahun, kita minus
rata-rata 33 persen. Mata daga-
ngannya banyak yang hilang,
dulu ada hingga 40-an item,
sekarang tinggal 16 item lagi.
Dari investasi tidak ada, paling
dari ekspor non migas yang sedi-
kit. Kalau dalam model ekonomi,
ini terkesan tidak jalan. Jadi, ko-
mponennya tidak jalan kecuali
ada uang gaji yang berputar.
Itu artinya keterlambatan
pengesahan APBA berdampak
negatif terhadap pertumbuhan
ekonomi Aceh?
Keterlambatan APBA ini
ibaratnya sudah jatuh tertimpa
tangga. Kalau kita bilang nanti
dianggap kita ngomel, tetapi se-
muanya tidak mau melihat reali-
tas yang ada. Semua ego, mas-
ing-masing lalai dengan hak
yang tidak berpihak pada rakyat.
Nanti kalau kita bilang, dibilang
kita benci politik. Tetapi yang
duduk di legislatif itu semuan-
ya orang politik, tidak ada
penyeimbang. Legislasinya
tidak banyak juga, yang banyak
prosesnya. Output -nya tidak
ada. Untuk satu hal mau disewa
pengacara sampai 600 juta.
Jadi, kalau diprediksi, pertum-
buhan ekonomi bisa sampai
lima persen. Kita lihat saja. Tapi,
saya pesimis, mustahil bisa di-
capai, paling cuma pada kisa-
ran 4,5 hingga 4,6 persen. Itu
pun sudah sangat bagus. Ingat,
hitungan saya, untuk bisa
ekonomi tumbuh 5,0 persen,
kita butuh investasi fisik sebe-
sar Rp 6,0-Rp 7,0 triliun lagi.
Nah, dari mana uang sebanyak
itu bisa kita dapat? Kita lihat saja
sama-sama.***
8 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Satu Putusan Beda Hukuman
Majelis Hakim Penga-
dilan Tipikor Banda Aceh
menjatuhkan hukuman
penjara masing-masing
tujuh tahun kepada tiga ter-
dakwa kasus korupsi pe-
ngadaan Mobil Damkar
milik Pemerintah Aceh.
Satu tersangka, Siti Mar-
yami, hanya dihukum em-
pat tahun penjara.
Azhari Usman
P
erasaan cemas ber-
campur emosi terlihat
jelas dari wajah Rat-
zianti Yusri, tersangka
kasus korupsi pe-
ngadaan Mobil Pemadam Ke-
bakaran (Damkar) milik Peme-
rintah Aceh tahun 2015 lalu.
Sorot mata Komisaris PT
Dhezan Karya Perdana (DKP) itu
tampak kosong, menyimak bet-
ul saat majelis hakim membaca
putusan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor), Ban-
da Aceh, Jumat, 27 Oktober 2017
pekan lalu.
Bisa jadi, dia menganggap
putusan tujuh tahun penjara dari
majelis hakim terlalu berat.
Sebab, di samping usianya yang
memasuki 60 tahun, dia pun ter-
paksa menjalani hukuman
dalam kondisi lengan patah kare-
na terjatuh di kamar mandi ru-
mahnya di Blower, Kecamatan
Baiturrahman, Banda Aceh be-
berapa waktu lalu.
Memang, Ratzianti Yusri
tidak sendiri untuk kasus yang
merugikan negara Rp 4,7 miliar
itu. Masih ada tiga nama lain
yakni Direktur PT DKP sekaligus
anaknya Dheni Okta Pribadi, Ket-
ua Pokja Unit Layanan Pengada-
an (ULP) Aceh Syahrial, serta Siti
Maryami selaku Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) Di-
nas Pendapatan dan Kekayaan
Aceh (DPKA). Namun, dialah
satu-satunya terdakwa yang di-
wajibkan mengganti uang peng-
ganti Rp 4,7 miliar.
Dalam putusannya, Majelis
Hakim Deny Syahputra SH, MH
(ketua) bersama M Nazir, SH, MH
dan M Fatan Riadhy SH, MH (ang-
gota) membacakan secara bergi-
liran putusan terhadap Ratziati
Yusri dan anaknya Dheni Okta.
“Menjatuhkan hukuman
masing-masing tujuh tahun
penjara, ditambah denda ma-
sing-masing Rp 200 juta, subsi-
der tiga bulan penjara. Sement-
ara, untuk Ratziati, apabila tidak
dapat membayar uang pengganti
dalam masa satu bulan setelah
putusan inkrah, maka harta ben-
danya disita untuk negara. Jika
tidak mencukupi, diganti dengan
kurungan selama tiga tahun,”
ucap majelis hakim.
Menurut majelis hakim, em-
pat terdakwa Ratziati, Dheni Okta,
Syahrial, serta Siti Maryami ter-
bukti bersama-sama melakukan
pelanggaran dalam pelelangan.
Sehingga, memenangkan PT
DKP untuk pengadaan mobil
damkar, meskipun diketahui ke-
mudian, perusahaan tersebut
tidak layak dimenangkan.
Beberapa saat kemudian, gi-
liran tersangka Syahrial yang
disidang. Majelis hakim juga
menjatuhkan hukuman tujuh
tahun penjara baginya. Ditam-
bah, denda Rp 200 juta subsid-
er tiga bulan penjara.
“Hal-hal yang meringankan,
terdakwa mempunyai tanggung-
an keluarga, berlaku sopan se-
lama persidangan, dan belum
pernah dihukum. Sementara, hal
yang memberatkan, terdakwa
tidak mendukung program pe-
merintah dalam memberantas
korupsi,” ujar majelis hakim.
Memang, bila dibandingkan
dengan tuntutan Jaksa Penun-
tut Umum (JPU) Kejaksaan
Negeri Banda Aceh, putusan tiga
terdakwa itu lebih ringan satu
tahun. Sebelumnya, JPU
menuntut masing-masing ter-
dakwa selama delapan tahun
penjara, denda Rp 200 juta sub-
sider tiga bulan kurungan.
Bagi Ratzianti, hukuman ini
terasa berat. Sebab, hanya dia
yang diminta mejelis hakim un-
tuk mengganti uang pengganti.
Padahal, dalam kasus ini, ada
tiga nama lain yang terlibat. Ter-
lebih, bila dibandingkan dengan
hukuman penjara empat tahun
yang diterima Siti Maryami. Ken-
yataan ini jelas hukuman yang
diterima Ratzianti terlalu berat.
Padahal, jaksa juga meminta
majelis hakim menghukum Siti
Maryami dengan kurungan de-
lapan tahun penjara ditambah
denda Rp 200 juta subsider tiga
bulan penjara.
Namun, apa mau dikata Ma-
jelis Hakim Pengadilan Tipikor
Banda Aceh T. Syarati SH, MH
(ketua) bersama Faisal Mahdi
SH, MH dan Dr. Edward (anggo-
ta), yang menyidang kasus ini
sehari sebelumnya berpendapat
lain. Mereka sepakat menjatuh-
kan vonis empat tahun penjara
kepada terhadap terdakwa Siti
Maryami, ditambah denda Rp
200 juta subsider dua bulan
penjara.
Menurut majelis hakim, Siti
Maryami selaku PPK Dinas
DPKA telah terbukti secara sah
dan meyakinkan, melakukan tin-
dak pidana korupsi secara bersa-
ma-sama dengan Ketua Pokja
ULP Aceh Syahrial, serta Dheni
Okta Pribadi dan Ratzianti Yusri
selaku Direktur dan Komisaris PT
Dhezan Karya Perdana, sehingga
merugikan negara Rp 4,7 miliar.
Selain itu, majelis hakim ber-
pendapat, Siti Maryami telah ter-
bukti secara sah dan menyakin-
kan melanggar Pasal 2 dan 3
Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1991 sebagaimana di-
ubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
“Hal yang memberatkan, ter-
dakwa tidak mendukung usaha
pemerintah dalam memberantas
korupsi. Sedangkan hal meri-
ngankan, terdakwa berlaku sopan
dan mempunyai tanggungan ke-
pada keluarga,” kata majelis hakim
dalam putusannya.
Padahal, dalam fakta-fakta
persidangan terungkap, Siti
Maryami selaku Kuasa Penggu-
na Anggaran (KPA) paling ber-
tanggungjawab dalam pengada-
an mobil damkar yang merugi-
kan negara Rp 4,7 miliar.
Menurut Suproni, saksi ahli
dari Badan Pengawasan Keuan-
gan dan Pembangunan (BPKP)
Aceh, ada tiga hal yang tidak di-
lakukan Siti Maryami dan pani-
tia lelang dalam proses pelela-
ngan itu, yaitu akurasi, validasi
dan analisis.
“Kami bekerja satu tim, kami
Hukum
MODUS ACEH/Azhari Usman
periksa fisik, kami datangi pe-
nyidik, dan Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (LKPP). Baru kami
putuskan bahwa dalam pe-
ngadaan ini tidak sesuai prose-
dur,” jelas Suproni.
Begitupun, pada awal pe-
ngadaan mobil damkar, panitia
pengadaan tidak menyusun har-
ga perkiraan sendiri (HPS).
Padahal, itu sangat penting kare-
na menjadi dasar dalam pen-
gadaan. Sehingga, dalam pros-
es selanjutnya tidak salah. “Jadi,
siapa yang paling bertanggung-
jawab dalam kasus ini menurut
Saudara saksi?” tanya JPU Mu-
hammad Zulfan. “KPA (Siti
Maryami), Pak,” jawab Suproni
singkat saat itu.
Selain itu, kata Suproni, PT
DKP juga tidak memenuhi syar-
at untuk memenangkan tender
lelang pengadaan mobil damkar.
Menurutnya, proses lelang,
menurut ahli LKPP, tidak sesuai
aturan. Sehingga, penunjukan
PT DKP juga tidak sesuai.
Terhadap putusan tersebut,
kuasa hukum ketiga terdakwa,
Darwis SH dan kawan-kawan, di
akhir persidangan, menyatakan
akan mengajukan banding ke
Pengadilan Tinggi Tipikor Ban-
da Aceh. Darwis yakin kliennya
tidak bersalah karena proses ten-
der proyek yang diikutinya sudah
sesuai dengan prosedur saat itu.
***
 MODUS ACEH
di balik Berita NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 9
■ Terkait Pembatalan Surat untuk Menteri PUPR RI

Fatur Masih Unggul Satu Nol

Munculnya surat Gu-
bernur Aceh Irwandi Yusuf,
yang mencabut surat usu-
lannya kepada Menteri Pe-
kerjaan Umum dan Peru-
mahaan Rakyat (PUPR)
menuai berbagai spekula-
si. Salah satunya, Irwandi
dinilai terlalu gegabah, se-
hingga harus ‘menelan’
ludahnya sendiri. Benarkah
Faturrahman terlalu kuat?

Muhammad Saleh

T
api, Faturrahman ja-
ngan gembira dulu.
Sebab, tim pemena-
ngan dan orang-
orang di sekitar Gu-
bernur Aceh Irwandi Yusuf masih
‘bernafsu’ untuk tetap me-
ngusung nama Fadli sebagai
10 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Kepala Balai Jalan Nasional I
Aceh, menggantikan Faturrah-
man.
Keinginan itu muncul dari
hasil ‘rapat terbatas’ yang mere-
ka lakukan pekan lalu di Banda
Aceh. “Mereka tetap mengusung
nama Fadli. Hanya saja, kondis-
inya masih belum pas. Nanti, ka-
lau sudah landai, akan kami
bawa kembali ke Bang Wandi,”
ungkap sumber dari tim terse-
but kepada media ini, Kamis, 26
Oktober 2017 pekan lalu.
Menurut dia, nama Fadli se-
bagai calon Kepala Balai Jalan
Nasional I Aceh sudah tepat.
Sebab, dialah satu-satunya pu-
tra Aceh, untuk menggantikan
kursi yang kini masih diduduki
Faturrahman. Sementara Fatur,
begitu dia akrab disapa, akan di-
minta untuk dipromosikan pada
posisi yang lebih baik.
“Katanya, dia itu kan sarat
pengalaman, mulai dari Aceh,
Medan hingga Jakarta. Bahkan,
di Timor Timur saat masih ber-
gabung dengan Indonesia. Jadi,
ndak cocok lagi di Aceh,” ujar
sumber ini, memuji Fatur.
Memang, melalui surat no-
mor: 800/023/2017, tanggal
18 September 2017, Guber-
nur Aceh Irwandi Yusuf men-
girim surat usulan pergantian
Faturrahman kepada Menteri
Pekerjaan Umum dan Peru-
mahaan Rakyat (PUPR) RI di
Jakarta. Alasan pergantian
dalam surat itu, sebagai up-
aya percepatan pemban-
gunan jalan-jalan negara di
Aceh. Itu sebabnya, diperlu-
kan peningkatan koordinasi
dan kerjasama pihak Pemer-
intah Aceh dengan Balai Jalan
Nasional I Aceh.
Namun, surat itu tak men-
jawab alasan Irwandi tadi. Misal,
apakah selama dipegang Fatur,
upaya percepatan pemban-
gunan jalan di Aceh menjadi
terkendala, sehingga alasan
peningkatan koordinasi dan ker-
jasama dengan Pemerintah
Aceh, masuk akal?
Makanya, surat tadi dinilai
sebagai kebijakan dan sikap ge-
gabah dari Irwandi Yusuf, seh-
ingga memunculkan kecurigaan
dan tanda tanya banyak pihak.
Ada dugaan, alasan surat Ir-
wandi tadi sarat kepentingan.
Salah satunya, Fatur tak bisa di-
ajak kerjasama oleh sejumlah
pengusaha dan orang-orang di
sekeliling Irwandi Yusuf, untuk
memenangkan sejumlah paket
jalan dan jembatan di Aceh.
Sebaliknya, posisi dan
kepemimpinan Fatur sebagai
Kepala Balai Jalan Nasional I
Aceh, dituding juga sarat berb-
agai kepentingan dan ada unsur
nepotisme. Misal, menempatkan
keponakannya Akbar Higmy (Al-
bert) sebagai Asisten Kepala
Satuan Kerja (Kasatker). Selain
itu, Ahmad Faisal (Kasatker Fly
Over), juga masih punya per-
di balik Berita
talian saudara dengan Faturrah-
man. Padahal, proyek fly over
diduga tidak mencapai target.
“Harusnya selesai November
2017, namun pekerjaan masih
80 persen. Coba cek, dia juga
menempatkan saudaranya untuk
posisi strategis,” ungkap sum-
ber tadi.
Begitupun, persis satu bulan
surat nomor: 300/023/2017
tanggal 18 September 2017 itu
dikirim, Gubernur Aceh Irwandi
Yusuf malah mengirim kembali
surat pencabutan dan mem-
batalkan surat yang dia kirim ke-
pada Menteri PUPR sebelumn-
ya. Apalagi, alasan pembatalan
tertulis; berhubung satu dan lain-
nya hal. Alasan inilah yang ke-
mudian melahirkan kembali
sejumlah tanda tanya dalam
masyarakat.
Namun, sumber ini men-
duga, keluarnya surat pertama
tidak melalui proses normal.
Artinya, disodorkan pada Guber-
nur Aceh Irwandi Yusuf pada
suasana tak normal alias saat
orang nomor satu ini dalam
keadaan sibuk, sehingga tak
membaca dengan teliti dan lang-
sung menandatanganinya.
“Saya tahu persis sikap Pak
Irwandi. Biasanya, dia sangat jeli
dan teliti dengan surat-surat sep-
erti itu. Tapi, kok kali ini bobol,
sehingga harus membuat surat
pembatalan,” sebutnya.
Menurut sumber tadi, harus-
nya Irwandi memanggil dan
mempelajari terlebih dahulu ber-
bagai masukan dan saran me-
ngenai posisi Faturrahman. “Bu-
kan grasa-grusu seperti itu,
seolah-olah bisa seenaknya,”
kritik seorang pejabat di jajaran
Pemerintah Aceh pada media ini,
Kamis pekan lalu. Karena alasan
etika, dia minta namanya tidak
disebutkan. Nah, untuk semen-
tara, memang Faturrahman
masih menang satu nol dari Ir-
wandi!***

■ Faturrahman, Kepala Balai Jalan Nasional I Aceh

Antara Mereka Ada Calo Proyek!

MODUS ACEH/Dok

Dihubungi melalui media sosial
WhatsApp (WA), Sabtu, 28 Oktober
2017 petang pekan lalu, Faturrahman
menjawab singkat berbagai konfirma-
si yang dikirim media ini. Salah sat-
unya, klarifikasi tudingan bahwa dia
telah melakukan nepotisme dengan
menempatkan saudara dan kepona-
kannya sebagai Asisten Kasatker Bal-
ai Jalan Nasional I Aceh. Termasuk
Kasatker Proyek Fly Over Banda Aceh
yang kini sedang dalam tahap penye-
lesaian. Lantas, apa kata Faturrah-
man? Berikut penuturannya.
pada atasan saya untuk dievaluasi dan diberi
sanksi.
Kenapa saya katakan begitu? Karena
mereka pasti mencari-cari kesalahan terus
agar saya ditarik. Mungkin, sebelum saya
dicopot, mereka belum berhenti.
Kalau masalah Proyek Fly Over (FO),
coba lihat, dari awal tidak ada yang berko-
mentar apapun ketika pembebasan lahan
bermasalah. Lahan sempat tidak bisa dibe-
baskan dan kami tidak bisa bekerja. Kondisi
saat itu tidak ada yang peduli.
Lahan baru bebas di akhir tahun 2016
lalu saat Plt Walikota Banda Aceh dipegang
Pak Hasanuddin. Alhamdulillah, sekarang
sudah hampir rampung. Di lokasi itu, juga
ada tanah polisi dan tentara.
Kalau masalah kontrak FO, yang mengerti
itu kami, Kasatker/PPK 2017. Paket itu mul-

Y
a, ketika saya pulang ke kampung
halaman, pasti tidak jauh dari lingka-
ran keluarga dan saudara dan itu
tidak bisa saya hindari. Begitupun, saya tetap
profesional.
Faisal misalnya, dia bukan orang baru.
Jauh hari, sudah jadi Kasatker dan lebih
empat atau lima tahun. Dan, pengalaman-
nya juga tidak hanya di Aceh. Sementara,
keponakan saya, pangkatnya sudah melebi-
hi sekedar asisten. Malah, dia sudah pernah
menjabat Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK). Kasihan sekali nasib anak muda
Aceh kalau dicari-cari kesalahan. Tapi bagi
saya, tidak ada masalah. Tolong sampaikan
tiyear contract (MYC). Dan, sekali lagi, mo-
hon disampaikan info tentang saya kepada
atasan, agar saya segera dievaluasi. Alham-
dulillah, kalau saya segera dicopot, karena
tidak nyaman kita hidup dalam lingkungan
kita sendiri, tapi saling memberi info yang
salah. Karena di antara mereka, ada calo-
calo proyek!
Mungkin satu hal lagi yang harus diket-
ahui. Kalaupun saya harus diganti sesuai
aturan, tidak mungkin pengganti saya dari
sosok yang mereka usul. Karena untuk kelas
figur tersebut, di Kementerian PUPR sudah
sangat banyak. Malah melampaui sosok
itu.***
 MODUS ACEH
iklan NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 11
12 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
M
encari keadilan
atau justiciabelen!
Itulah kata yang
tepat, menyikapi
surat mantan Re-
ktor Universitas Syiah Kuala (Un-
syiah), Banda Aceh, Prof. Dr.
Darni M. Daud MA, kepada Pres-
iden Republik Indonesia, Joko
Widodo di Jakarta.
Surat tanggal 9 September
2017 itu juga ditembuskan ke-
pada Komisi III DPR RI, Kemen-
ko Polhukam, Kapolri, KPK, Ke-
jaksaan Agung serta Men-
ristekdikti di Jakarta. Isinya, me-
minta tindak lanjut kasus yang
dia alami atau adanya keadilan
yang sama di depan hukum.
Surat mantan rektor ini tentu
bukan tanpa sebab. Itu sejalan
dengan putusan yang dia terima
dari Majelis Hakim Pengadilan
Tipikor Banda Aceh, 27 Febru-
ari 2014 lalu. Dalam pertimba-
ngan putusan nomor: 42/
PID.SUS/TPK/2013/PN-BNA,
majelis hakim menyatakan; ber-
dasarkan hal tersebut, majelis
merekomendasikan kepada jak-
sa penuntut umum untuk
melakukan penuntutan secara
tersendiri terhadap Prof. Dr. Ir.
Samsul Rizal M.Eng dan siapa
saja yang terlibat di dalamnya.
Inilah yang membuat Prof. Dr.
Darni Daud mengaku heran.
Sebab, esok harinya atau tang-
gal 28 Februari 2014, Humas
Kejaksaan Tinggi Aceh lang-
sung bereaksi dan mengeluarkan
pernyataan; jika memang betul
Majelis Hakim PN Tipikor Banda
Aceh dalam amar putusannya
menetapkan Samsul Rizal, berarti
jaksa harus mengusutnya, itu
yang membedakan penetapan
dengan rekomendasi.
Begitupun, sampai surat ini
dikirim ke Presiden Jokowi, Ke-
jaksaan Tinggi Aceh tidak per-
nah menetapkan Prof. Dr. Ir.
Samsul Rizal seperti rekomenda-
si Majelis Hakim Pengadilan Ti-
pikor Banda Aceh.
“Menjadi pertanyaan bagi
saya, kenapa Kejaksaan Tinggi
Aceh sungguh sangat memper-
tahankan Prof. Dr. Ir. Samsul
Rizal M.Eng. Artinya, jaksa se-
bagai eksekutor tidak melaksan-
akan putusan Pengadilan Tipikor
Banda Aceh untuk menuntut
Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal,” ung-
kap Prof. Darni.
Tak hanya itu, saat penyidi-
kan sebelumnya, juga terlihat
JUSTICIABELEN
aneh. Itu karena penyidik tidak
mengizinkan auditor Badan Pen-
gawasan Keuangan dan Pem-
bangunan (BPKP) Perwakilan
Aceh untuk mengonfirmasikan
kepada Samsul Rizal sesuai per-
timbangan hukum majelis
hakim.
“Sesuai rekapitulasi yang
dibuat Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal
M.Eng, kemudian diselipkan au-
ditor BPKP dalam dan/atau di
antara lampiran-lampiran hasil
rekapitulasi auditor BPKP, agar
seolah-olah rekapitulasi yang
dibuat Prof. Samsul Rizal benar
adanya. Padahal, ketika ditanya-
kan, auditor/ahli David bin Dar-
mas Nawi, menerangkan bahwa
ahli tidak dapat menerangkan
tentang empat lembar cek terse-
but, berikut tentang penggunaan
dan pertanggungjawabannya.
Karena menurut ahli, yang
mengetahui tentang empat cek
tersebut adalah Prof. Samsul
Rizal,” ungkap Prof. Dr. Darni.
***
Dalam literatur hukum Indo-
nesia, justiciabelen diartikan se-
cara singkat sebagai pencari
keadilan (Budiman Tanuredjo.
Lingah-Pacah, Perjuangan
Menggapai Keadilan. Sinar
Harapan, 1995:13). Namun, isti-
lah asing itu belum masuk men-
jadi entri dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) terbi-
tan Balai Pustaka (2002). Yang
ada hanya lema justifikasi yang
berarti putusan (alasan, pertim-
bangan) berdasarkan hati nura-
ni.
Meski sering diucapkan ak-
ademisi dan praktisi hukum di
Indonesia, justiciabelen belum
masuk kata serapan. Yang ada
lema justisi yang diartikan se-
bagai pengadilan (JS Badudu,
OPINI
Kamus Kata-Kata Serapan Asing
dalam Bahasa Indonesia, 2003).
Seperti diwartakan la-
man Hukumonline.com, akar
kata justiciabelen berasal dari
justicia, yakni Dewi Keadilan bagi
Bangsa Romawi (JCT Simor-
angkir, Rudy T Erwin dan JT
Prasetyo. Kamus Hukum ,
2005:79).
Itu sebabnya, kata justicia
selalu diidentikkan dengan
keadilan. Justitia est fundamen-
tum regnorum, keadilan adalah
dasar dari pemerintahan.
Adagium lain menyatakan; justi-
tia nemini neganda est, yakni tak
seorang pun dapat membantah
keadilan.
Justicia menjadi justice
dalam bahasa Inggris yang be-
rarti keadilan. Bisa juga peradi-
lan seperti tercermin dalam seb-
utan integrated criminal justice
system, sistem peradilan pidana
terpadu.
Kata justiciabelen sebenarn-
ya bisa dipakai kepada siapa saja
yang berusaha mendapatkan
keadilan. Tetapi dalam sehari-
hari, kata itu lebih sering dipakai
untuk menggambarkan mereka
yang tertindas, melawan pengua-
sa atau melawan kesewenang-
wenangan aparat. Yang lemah
melawan yang kuat. Fakta lain,
justiciabelen seolah melekat
pada wong cilik, dengan segala
keterbatasan berusaha meraih
keadilan hukum.
***
Perjuangan untuk menda-
patkan keadilan memang telah
melahirkan banyak elegi. Pene-
gakan hukum di Indonesia men-
catat riwayat orang-orang yang
terjerembab dalam perangkap
hukum, meskipun mereka sebe-
narnya bukan pelaku kejahatan.
Bisa jadi salah satunya Prof.
Dr. Darni Daud. Namun, sistem
penegakan hukum yang tak
transparan, korup, dan pen-
gungkapan kejahatan berbasis
‘pengakuan’ telah melahirkan
banyak korban.
Sejarah lain juga mencatat
sederet elegi penegakan hukum
yang menimpa Sum Kuning,
Sengkon-Karta, Marsinah, dan
mungkin Pak De. Di era reforma-
si pun, tak mampu meniadakan
sepenuhnya noktah hitam dalam
sejarah penegakan hukum di
negeri ini.
Masih ingat kasus Prita Mu-
lyasari yang dikriminalisasi kare-
na curhat atas pelayanan buruk
rumah sakit? Kasus Nenek Mi-
nah yang terjerat kasus pencuri-
an kakao, hingga kisah sedih
dua janda pejuang kemerdekaan
Republik Indonesia dalam mem-
pertahankan rumah peninggalan
suaminya.
Nah, mereka yang memper-
juangkan dan mengorbankan
banyak hal untuk mendapatkan
keadilan itulah, lazim disebut jus-
ticiabelen atau justisiabelen .
Dalam kamus bahasa Belanda,
justitiabelen diartikan sebagai
orang yang tunduk pada hukum.
Kadang disebut juga sebagai re-
chtszoekenden, yang mengan-
dung makna rakyat pencari keadi-
lan.
Setiap manusia membutuh-
kan keadilan bagi dirinya mau-
pun orang lain. Karena hanya
dengan keadilan, manusia dapat
hidup dengan tenang dan nya-
man. Dengan menumbuhkan si-
fat adil dalam tubuh seseorang,
maka dapat membuat orang
tersebut menjadi lebih bijaksana
dan berwibawa.
Dengan menerapkan sikap
Utama
guides.library.utoronto.ca
adil terhadap seseorang, dapat
menumbuhkan rasa empati
orang lain terhadap diri kita. Na-
mun, dalam prakteknya, kondisi
ini sudah tidak terjadi lagi di In-
donesia. Hukum dinilai belum
mampu memberikan keadilan
kepada masyarakat yang tertin-
das. Sebaliknya, menjadi alat
bagi pemegang kekuasaan un-
tuk bertindak semena-mena.
Saat ini, hukum di Indonesia
memang milik kekuasaan. Yang
mempunyai uang banyak pasti
aman dari gangguan hukum wa-
laupun aturan negara dilanggar.
Orang biasa yang ketahuan
melakukan tindakan kecil lang-
sung ditangkap dan dijebloskan
ke penjara.
Perkembangan penegakan
hukum di Indonesia memang
masih jauh dari yang diharapkan,
karena hukum di Indonesia be-
lum dilaksanakan dengan adil.
Status sosial ekonomi dan
kedudukan merupakan faktor
utama yang melatarbelakangi
ketidak-adilan hukum di negeri
ini. Sehingga, tidak sedikit orang
menilai bahwa hukum di Indo-
nesia dapat dibeli dengan uang.
Nah, akankah Prof. Dr. Darni
Daud meraih keadilan setelah dia
menyebut dirinya telah menye-
lesaikan “S-4 (strata empat)” di
Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Kajhu, Aceh Besar, selama lebih
dari tiga tahun? Atau Prof. Dr.
Samsul Rizal tetap bebas me-
lenggang karena masih di atas
kursi kekuasaan? Hanya waktu
yang bisa menjawab.***
Penulis : Muhammad Saleh
Liputan : Juli Saidi
Info Grafis : Rizki Maulana
Riset Data : Joddy Fachri

Utama
LANGKAH KEDUA DARNI MENCARI KEADILAN
Mempersoalkan status
hukum Prof. Dr. Samsul
Rizal, mantan Rektor Un-
syiah Prof Darni Daud
mengirim surat kepada
Presiden RI, Joko Widodo.
Berharap masih ada keadi-
lan di negeri ini.
U
dara cerah, searah
jarum jam yang sudah
bergerak pukul 17.30
WIB, Jumat pekan lalu.
Itu sebabnya, matahari
mulai tak betah dan segera men-
gakhiri tugasnya mengelilingi
bumi, menyambut malam penuh
arti.
Di atas balee (balai) bercat
putih, di tengah areal kebun yang
mulai ‘digaruk’ untuk disemai,
angin sepoi berhembus, memberi
sedikit hawa segar setelah sehari-
an bermandi peluh.
Sambil menunjuk, Prof. Dr.
Darni Daud membuka cerita. “Di
sini, di sudut itu, dia (Prof. Samsul
Rizal) duduk dengan laptop,
mengetik apa yang saya suruh.
Tapi, inilah dunia, semua bisa saja
berubah dan saya tak menyangka
dia bisa sekejam itu. Apa salah dan
dosa anak serta istri saya, sehing-
ga dia tega seperti itu?”
Hari itu, di kawasan Geuce Ko-
mplek, Kecamatan Banda Raya,
Kota Banda Aceh, media ini
mendapat kesempatan untuk
melakukan wawancara khusus
dengan mantan Rektor Universi-
tas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda
Aceh, Prof. Dr. Darni Daud MA.
Sorot matanya semula tajam,
kemudian nanar, menyimpan air
bening yang enggan menetes dari
matanya yang mulai memerah,
memendam kesedihan. Namun,
seketika satu senyum sengaja dia
berikan sebagai pertanda dia tetap
tegar. “Beginilah hari-hari yang
saya lalui setelah selesai ‘S4’ di LP
Kajhu. Selain bersama cucu, juga
menggarap kebun ini,” lanjut Dar-
ni sambil tertawa.
Begitupun, masih tersirat ke-
san kecewa dari raut wajahnya
yang mulai menua. “Teman-teman
di Unsyiah sudah beberapa kali
datang dan meminta saya kembali
untuk mengajar. Tapi, saya kata-
kan, ‘Jangan! Nanti kalian menda-
pat masalah’. Bahkan, ada tujuh
universitas di luar negeri juga me-
minta saya untuk menjadi dosen,
tetap juga saya tolak. Rasanya saya
ingin istirahat dari mengajar,” un-
gkap Darni Daud.
Kehadiran kami ke rumah
guru besar itu bukan tanpa sebab.
Ini sejalan dengan suratnya kepa-
da Presiden Republik Indonesia
(RI), Joko Widodo. Maklum saja,
mantan Rektor Universitas Syiah
Kuala ini memang sengaja men-
MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
girim surat kepada Presiden Joko
Widodo di Jakarta.
Surat tanggal 9 September
2017 itu juga ditembuskan kepa-
da Komisi III Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR
RI), Kementerian Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan (Kemenko Polhukam),
Kepala Kepolisian RI (Kapolri),
Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), Kejaksaan Agung serta
Menteri Riset, Teknologi dan Pen-
didikan Tinggi (Menristekdikti) di
Jakarta. “Itulah harapan terakhir
saya,” ucapnya tegar (baca:
Wawancara Khusus Darni Daud).
Isinya, meminta tindak lanjut
kasus yang dia alami atau adanya
keadilan sama di depan hukum.
“Ya, ini sesuai putusan saya yang
telah diucapkan Majelis Hakim
Pengadilan Tipikor Banda Aceh,
yang bersidang pada Pengadilan
Negeri Banda Aceh, tanggal 27
Februari 2014,” kata Darni Daud.
Menurut dia, dalam putusan
MODUS ACEH/Juli Saidi
nomor: 42/PID.SUS/TPK/2013/
PN-BNA, ada pertimbangan hu-
kum, khususnya halaman 268.
Nah, majelis hakim menyatakan;
berdasarkan hal tersebut, majelis
merekomendasikan kepada jaksa
penuntut umum untuk melakukan
penuntutan secara tersendiri ter-
hadap Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal
M.Eng dan siapa saja yang terlibat
di dalamnya,” tulis Prof. Dr. Darni
Daud dalam suratnya itu.
Namun anehnya, sambung
Prof. Darni Daud, tanggal 28 Feb-
ruari 2014, Humas Kejaksaan
Tinggi Aceh langsung bereaksi
dan mengeluarkan pernyataan;
jika memang betul Majelis Hakim
PN Tipikor Banda Aceh dalam
amar putusannya kemarin mene-
tapkan Samsul Rizal, berarti jaksa
harus mengusutnya, itu yang
membedakan penetapan dengan
rekomendasi.
Begitupun, sebut Darni, sam-
pai hari ini, Kejaksaan Tinggi (Ke-
jati) Aceh tidak pernah menetap-
13
kan Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal se-
bagaimana rekomendasi Penga-
dilan Tipikor Banda Aceh, walau-
pun telah terjadi gelombang protes
dari mahasiswa dan masyarakat
Aceh melalui media pers cetak dan
online.
“Menjadi pertanyaan bagi
saya, kenapa Kejati Aceh sungguh
sangat mempertahankan Samsul
Rizal. Artinya, jaksa sebagai ek-
sekutor tidak melaksanakan putu-
san Pengadilan Tipikor Banda
Aceh untuk menuntut Samsul
Rizal,” jelas Darni.
Masih kata Darni melalui su-
ratnya itu. Saat penyidikan ter-
dahulu juga terlihat aneh, karena
penyidik tidak mengizinkan audi-
tor Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP) Per-
wakilan Aceh untuk mengonfir-
masikan pada Samsul Rizal.
“Ini sesuai pertimbangan hu-
kum majelis hakim pada halaman
262 yang menyatakan; sesuai re-
kapitulasi yang dibuat oleh Prof. Dr.
Ir. Samsul Rizal M.Eng, yang ke-
mudian diselipkan auditor BPKP
dalam dan/atau di antara lampiran-
lampiran hasil rekapitulasi auditor
BPKP. Seolah-olah rekapitulasi
yang dibuat Samsul Rizal benar
adanya,” ungkap Darni.
Padahal, ketika ditanyakan,
auditor/ahli David bin Darmas
Nawi menerangkan, ahli tidak da-
pat menerangkan tentang empat
lembar cek tersebut berikut peng-
gunaan dan pertanggungjawaban-
nya. Karena menurut ahli, yang
mengetahui tentang empat cek
tersebut adalah Prof. Samsul Rizal.
Sayangnya, hingga Jumat
malam pekan lalu, media ini be-
lum memperoleh keterangan atau
konfirmasi dari Prof. Dr. Samsul
Rizal. Pesan singkat yang dikirim
melalui WhatsApp (WA) juga tak
berbalas.***
14 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
KILAS BALIK
REKOMENDASI HAKIM SEBUT SAMSUL RIZAL
Sidang Korupsi Unsyiah.
Hingga kini, Kejati Aceh
dipastikan belum mem-
proses rekomendasi Maje-
lis Hakim Pengadilan Ti-
pikor Banda Aceh, terkait
korupsi JPD dan Cagur-
dacil Unsyiah. Padahal,
majelis hakim berkeyaki-
nan ada terdakwa lain yak-
ni Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal
M. Eng, yang diduga terli-
bat dalam kasus rasuah
dana cekgu Unsyiah terse-
but.
K
etika itu, April 2014.
Majelis Hakim Tindak
Pidana Korupsi (Ti-
pikor) Banda Aceh,
Syamsul Qamar SH,
MH, mengaku punya alasan kuat
untuk meminta jaksa penuntut
umum (JPU) dari Kejaksaan
Tinggi (Kejati) Aceh, melakukan
penuntutan secara tersendiri ter-
hadap Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal
M. Eng.
Meski rekomendasi itu di luar
penetapan, namun majelis hakim
melihat adanya terdakwa lain se-
cara hukum, yang berpotensi
menimbulkan kerugian keua-
ngan negara. Terdakwa lain yang
dimaksud majelis hakim dalam
putusan nomor 42/PID.SUS/
TPK/2013/PN-BNA adalah:
Prof. Samsul Rizal!
Keterlibatan Samsul Rizal
dalam dugaan korupsi Beasiswa
Jalur Pengembangan Daerah
(JPD) dan Calon Guru Daerah
Terpencil (Cagurdacil) 2009-
2010, di Universitas Syiah Kua-
la (Unsyiah) dimaksud majelis
hakim, soal penarikan empat
lembar cek secara terpisah.
Terhadap penggunaan dana
empat cek itu telah dituangkan
dalam rekapitulasi yang kemu-
dian diselipkan auditor Badan
Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Aceh.
Nah, dalam lampiran hasil
rekapitulasi auditor BPKP itu,
seolah-olah rekapitulasi yang
dibuat Samsul Rizal benar ada-
nya. Padahal, auditor sendiri
meragukan laporan Samsul
Rizal.
“Berdasarkan fakta di per-
sidangan, ada suatu kondisi
seperti itu. Kita harus melakukan,
jangan ada tebang pilih. Kalau
ada potensi seperti itu harus
diproses, tapi segala sesuatu
bukan wewenang majelis hakim,
itu urusan penyidik,” kata Hakim
Ketua Syamsul Qamar ketika itu
di ruang kerjanya, Pengadilan
Negeri, Jalan Cut Mutia, Banda
Aceh.
Selain empat cek, dalam
proses persidangan, majelis
hakim juga menemukan fakta
pembukaan buku rekening baru
di Bank Negara Indonesia (BNI)
46 Capem Kopelma Darussalam.
Rekening BNI, nomor
0808196267 tadi atas nama
Samsul Rizal. Buku rekening itu
digunakan untuk menampung
dana yang telah ditarik dari ter-
dakwa saat itu, Darni M Daud dan
kawan-kawan, yang belum wak-
tunya disalurkan. Tentu majelis
hakim meragukan apakah dana
tersebut telah dikelola sesuai
peruntukan atau tidak, sehingga
hal itu dianggap berpotensi un-
tuk disalahgunakan.
Masih putusan majelis
hakim, di rekening BNI nomor
0808196267 Capem Kopelma
Darussalam, juga ditemukan sisa
dana Rp 577.787.692 yang dita-
mpung di rekening tersebut. Nah,
pada 23 Oktober 2012 atau saat
dilakukan penyidikan oleh Kejati
Aceh, dana itu kemudian dise-
tor ke rekening 0054336152.
Praktik serupa juga dilakukan
Mukhlis yang berstatus sebagai
terdakwa saat itu.
Itu sebabnya, berdasarkan
fakta tadi, majelis hakim mereko-
mendasikan JPU untuk melaku-
kan penuntutan secara tersendi-
ri terhadap Prof. Samsul Rizal dan
siapa saja yang terlibat.
“Kalau kekuatan hukumnya
walau itu sebatas rekomendasi
yang kami kembangkan dari fakta
persidangan, menurut saya, kita
harus memberikan asas keadi-
lan. Tapi, segala sesuatu berpu-
lang kepada penyidik. Tugas
kami sudah selesai,” ujar Syam-
sul Qamar.
Ketika itu, Syamsul Qamar tak
membantah rekomendasi yang
diputuskan, 27 Februari 2014
itu, tidak diatur dalam KUHAP.
Tapi, apa yang dilakukan majelis
hakim, bukan sesuatu yang keli-
ru. Karena bila dugaan itu dapat
dipastikan benar atau tidak, maka
fakta di persidangan yang mem-
buktikan.
“Korupsi bukan hanya men-
erima uang. Salah menjalankan
kewenangan sehingga mengun-
tungkan orang lain, juga dapat
diproses sebagai penyalah-
gunaan kewenangan. Jadi, kami
tidak bisa mengatakan itu salah
atau tidak sebelum ada putusan
peradilan. Indikasinya ada seperti
itu,” urai Syamsul Qamar, men-
jelaskan alasan majelis hakim
merekomendasikan pada JPU.
Lantas, segudang fakta yang
dituangkan dalam putusan resmi
majelis hakim tak membuat Ke-
jati Aceh menjerat dan menyela-
matkan keuangan negara.
Sebab, selain kasus itu, masih
proses banding, jaksa juga be-
ralasan rekomendasi tidak dike-
nal dalam KUHP.
“Kejaksaan melakukan ban-
ding, kami tidak membicarakan
rekomendasi karena tidak ada
aturan hukumnya,” kata Humas
Kejati Aceh, Amir Hamzah, keti-
ka itu di Kantor Kejaksaan Ting-
utama
gi Aceh, Banda Aceh.
Kejati Aceh melakukan ban-
ding, kata Amir Hamzah, ter-
hadap Darni M Daud dan kawan-
kawan, karena putusan penga-
dilan tidak sesuai tuntutan jaksa.
“Apa yang sudah diputuskan
dalam amar putusan, nanti akan
diadili lagi berkas perkaranya di
pengadilan tingkat banding,” ujar
Amir Hamzah saat itu.
Tapi, Mukhlis Mukhtar, pen-
gacara Prof. Darni M Daud saat
itu, mengaku tak berharap bany-
ak pada Kejati Aceh terhadap
pengusutan rekomendasi maje-
lis hakim. Alasannya, sejak awal,
dia mengaku, pengungkapan
kasus itu sarat konspirasi politik
antara oknum jaksa dengan
Samsul Rizal.
Mukhlis Mukhtar menconto-
hkan, jaksa telah memeriksa Prof.
Samsul Rizal sembilan kali, tapi
jaksa hanya menetapkan dia se-
bagai saksi. Padahal, segudang
bukti cukup menetapkan dosen
Fakultas Teknik Unsyiah ini ter-
sangka. “Kita memang tidak bisa
berharap banyak pada jaksa,
karena kasus ini konspirasi poli-
tik,” ujar Mukhlis Mukhtar ketika
itu.
Karena minus kepercayaan
pada jaksa di Aceh, ketika itu,
Mukhlis Mukhtar mengaku akan
melakukan upaya lain. Misal,
kasus itu tetap akan dilaporkan
kepada penegak hukum lain,
seperti kepolisian dan KPK.***
 MODUS ACEH
utama NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 15
16 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
■ Prof. Dr. Darni Daud MA
SAYA DITUSUK DARI BELAKANG!
Kini, hari-hari, Prof. Dr. Darni Daud lebih ba-
nyak menghabiskan waktu bersama istri dan
cucu. Selain itu, menggarap kebun di samping
rumahnya, Geuce Komplek, Banda Aceh. Terma-
suk di Seulawah, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi
Aceh.
Selain itu, Prof. Darni melibatkan diri pada
kegiatan sosial berupa pemberdayaan ekonomi
narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Kajhu, Kabupaten Aceh Besar. Darni mengaku,
bersama warga tahanan di sana, dia mengem-
bangkan bibit tanaman sirsak serta beternak be-
bek. “Lumayan juga untuk penghasilan napi,” kata
Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendi-
dikan (FKIP) Unsyiah yang telah menghabiskan
masa tahanan ini.
Ditemui Muhammad Saleh dan Juli Saidi
dari MODUS ACEH, untuk wawancara khusus,
Jumat pekan lalu, mantan Rektor Universitas
Syiah Kuala (Unsyiah) ini masih tampak segar
dan energik.
“Ya, hari-hari setelah bebas, saya berkebun
serta menerima kedatangan kawan-kawan serta
mahasiswa. Bahkan, ada yang peusijuek,” ucap
Darni, ditemani seorang cucunya yang masih
berusia empat tahun.
Gagasan dan pemikiran inovatifnya masih me-
lekat begitu kuat. Hanya saja, sesekali raut wa-
jahnya serius. Matanya nanar ketika mengenang
nasib yang menimpa diri dan keluarganya.
“Dulu, Samsul Rizal (Rektor Unsyiah saat ini)
kerja dan duduk di situ (Darni Daud menunjuk
sudut balainya). Dia bawa laptop dan datang ke-
mari dengan sepeda motor. Dia jadi juru tulis saya
ketika memimpin rapat. Awalnya, bagus-bagus
saja. Makanya, saya tak pernah berpikir sampai
segitu teganya dia pada saya dan keluarga,” un-
gkap Darni Daud.
Memang, sejak sepekan lalu, nama Prof. Darni
Daud menjadi buah bibir di kalangan awak me-
dia. Sejalan dengan surat yang dia layangkan pada
Presiden RI Joko Widodo di Jakarta, termasuk
pada Kejaksaan Agung serta Komisi Pemberan-
tasan Korupsi.
Isinya, mempertanyakan status hukum Rek-
tor Unsyiah Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal M.Eng ter-
kait rekomendasi putusan Majelis Hakim Tindak
Pidana Korupsi (Tipikor), Banda Aceh, 27 Feb-
ruari 2014, yang menjatuhkan vonis lima tahun
penjara kepada Darni Daud. Nah, seperti apakah
kisah Prof. Darni mencari keadilan kedua ini?
Berikut penuturannya.
utama
MODUS ACEH/Muhammad Saleh
Mengenakan paju putih lengan pendek,
mantan Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyi-
ah) Banda Aceh ini, sejak ba’da shalat Ashar
sudah menunggu kedatangan kami di rumah-
nya. Ini sesuai janji dan waktu yang dia berikan
untuk wawancara khusus.
Namun, sempat bergeser satu jam lebih atau
persis pukul 17.30 WIB, baru kami tiba di ru-
mah dituju. “Kita duduk di balee (balai) saja
ya,” ajaknya.
Suasana asri dibalut hembusan angin se-
poi dari balik Gunung Seulawah membuat nu-
ansa terasa begitu nyaman. Sayup-sayup, lan-
tunan ayat suci Al-Qur’an dari beberapa coro-
ng menara masjid di sekitar, ikut mengiringi
perbincangan kami sore itu. Dari sanalah, satu
per satu kisah suram yang pernah dialami Guru
Besar FKIP ini mengalir deras, tanpa batas dan
tak ada yang dia sembunyikan.
“Dari awal, saya tidak melakukan apa yang
dituduhkan. Seperti yang saya katakan dari
dulu, saya tidak menerima tuduhan dan vonis
terhadap perbuatan yang tidak saya lakukan.
Karena itu, saya ajukan banding,” begitu jelas
Prof. Darni, memulai pembicaraan (tiba-tiba
cucunya datang dan ikut duduk di atas lantai
balai, sambil menyimak sang kakek berbicara).
Lanjut Prof. Darni, yang terjadi malah seba-
liknya. Saya ajukan kasasi justru mendapat hu-
kuman lima tahun penjara. Saya sudah jalani
sekian lama, empat tahun lebih. Tapi, alham-
dulillah, dapat remisi. Jadi, bukan bebas ber-
 MODUS ACEH
utama NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 17
MODUS ACEH/Juli Saidi

syarat.
Peninjauan kembali (PK) ke-
pada Presiden RI saya ajukan.
Namun, sampai hari ini, belum
turun juga hingga saya sudah
bebas. Belum tahu bagaimana
hasil dan nasib PK saya itu.
Sebab, saya lihat ada hal-hal
yang sangat janggal sejak awal.
Itulah yang terjadi, sehingga
saya menyurati Presiden RI dan
mempertanyakan, kenapa pene-
gakan hukum seperti ini.
“Ini sudah saya fotokopi
berkasnya,” kata Prof. Darni
sambil menunjuk satu berkas
dokumen. Nanti kalau datang te-
man-teman, bisa saya perlihat-
kan kembali. Sama seperti saya
tunjukkan kepada Anda. Ada
juga tembusan semua.
Kenapa itu saya lakukan?
Karena kejaksaan menyatakan,
kalau penetapan, harus ada sali-
nan putusan. Tapi, yang terjadi
sampai hari ini, Samsul Rizal
tidak apa-apa. Alasan jaksa kare-
na rekomendasi majelis hakim,
bukan penetapan.
Nah, inilah yang perlu dilu-
ruskan. Kalau dinamakan reko-
mendasi atau apapun, begitu
sudah menjadi putusan penga-
dilan, tentu menjadi resmi, tidak
bisa terpisah. Disebutkan secara
jelas, berdasarkan pernyataan
majelis hakim yang merekomen-
dasikan kepada JPU untuk
melakukan penuntutan secara
tersendiri--melakukan penuntu-
tan bukan lagi penyelidikan/pe-
nyidikan—kepada Samsul Rizal,
karena dituduh saya terlibat di
dalamnya.
Ketika putusan majelis hakim
menjadi rekomendasi, itu men-
jadi bagian yang integral dari
keputusan. Ini adalah fondasi
dan basic (dasar). Jadi, yang lain
sangat ditentukan oleh putusan
ini. Tidak bisa dikatakan sebagai
rekomendasi dengan berbagai
alasannya.
Apa yang saya rasakan?
Saya dijebak karena memang
faktanya seperti itu. Lebih tepat-
nya, pengkhianatan oleh orang
yang berkepentingan. Bukan te-
man, tapi orang yang saya be-
sarkan (sorot mata Darni tajam).
Pelupuk matanya tiba-tiba mulai
berair, namun dia berusaha men-
guasai keadaan dengan
tersenyum.
Dulu, dia (Samsul Rizal)
duduk di sini (sambil menunjuk
sudut balainya), mengetik apa
yang saya suruh. Jika balee (ba-
lai) ini bisa bicara, bisa pula jadi
saksi. Makanya, saya ajak Anda
berdua di sini sambil saya me-
ngenang betapa pengkhianatan
orang yang saya besarkan itu
kejam dan keji sekali!
Selama jadi rektor, saya
sudah melanglang buana hing-
ga ke Amerika Serikat serta Aus-
tralia, tapi selesai ‘S4’ (istilah
penjara Prof. Darni) di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Kajhu,
Aceh Besar (hahaha.., Prof. Dar-
ni tertawa).
Mungkin Anda bertanya
bagaimana rasanya dikhianati?
Tentu sakit sekali, apalagi oleh
orang yang kita besarkan, kita
beri kepercayaan. Di dalam ini,
semua jelas (Prof. Darni menun-
juk bundel dokumen miliknya).
Ternyata laporan yang diberikan
kepada kejaksaan tidak lengkap.
Buktinya, Samsul Rizal menga-
takan, tidak mengambil uang
satu miliar pun.
Nah, malah Rp 12 miliar dan
kemudian ada bukti serta pe-
ngakuan dari Samsul Rizal bah-
wa uang sisa yang dia setor, ada
masuk ke rekening pribadinya.
Itu terungkap di pengadilan. Ter-
kait soal dana beasiswa, tidak ada
yang tersisa. Uang yang diambil
semua sesuai dengan amprah-
an.
Kenapa saya sebutkan se-
perti itu, karena saya lihat dan cek
proposalnya. Jadi, ada sekian
mahasiswa dan sejumlah am-
prahan. Tapi, apa yang terjadi?
Semua diarahkan kepada saya.
Saya dikatakan belum memper-
tanggungjawabkan. Lalu, saya
jawab, “Lho, kok belum memper-
tanggungjawabkan? Saya ini re-
ktor. Harusnya panitia yang
mempertanggungjawabkan ke-
pada rektor. Kalau beasiswa itu
dari menteri, kita laporkan ke
menteri. Kalau dari lembaga do-
nor, kita laporkan ke lembaga,
kalau dari Pemerintah Aceh, kita
laporkan pada Gubernur Aceh.
Tapi, ya sudahlah. Semua
sudah berlalu. Saya sudah men-
jalani hukuman itu. Saya tetap
menikmatinya. Kenapa saya ber-
pikir seperti itu? Karena jika tidak
ada manusia yang dengar, ter-
masuk Presiden RI, ya Allah SWT
tahu. Toh, saya sudah menjalani
semua ini. Saya dipecat dari re-
ktor dengan golongan IV/E.
Saya ambil hikmah. Dulu,
saya selalu menang, sekali kalah.
Itu biasa dalam dinamika kehidu-
pan. Jadi, semua itu saya jalani.
Tapi, kalau dikatakan peng-
khianatan dan penganiayaan
(oleh satu atau dua orang),
lengkap sudah.
Saya mengenal Samsul Rizal
cuma di lingkungan kampus.
Jadi, tidak tahu akalnya bisa be-
gitu saat dia mendapat kesem-
patan dan memegang kekua-
saan. Karena itu, saya dengan dia
profesional saja.
Kenapa saya mempromosi-
kan Samsul Rizal, padahal
pangkat dan pengalaman saat itu
belum cukup? Begini, waktu itu,
Rektor Unsyiah Prof. Abdi Wa-
hab bilang pada saya. Coba Prof.
Darni kembangkan konsep ke-
beragaman di lingkungan kam-
pus Unsyiah. Jangan jika pim-
pinannya Pidie, maka semua be-
rasal dari Pidie. Kalau Bireuen,
semua Bireuen. Jangan begitu!
Harus ada keberagaman.
Sehingga, yang terlihat saat
itu salah satunya Samsul Rizal.
Dia aktif di bidang ketenagaker-
jaan. Saat itu, dia masih ada uru-
san dengan latihan kerja seperti
workshop. Dia itu semacam
pemimpin bidang pusat jasa
ketenagakerjaan di Unsyiah. Dia
ketuanya. Tapi, tak pernah jadi
dekan. Saya angkat dia menjadi
Pembantu Rektor (PR) I.
Nah, setelah saya jadi rektor,
saya carilah orang yang bisa
meneruskannya, walaupun dia
belum punya pengalaman se-
bagai dekan misalnya, bahkan
ketua jurusan pun tidak pernah
dijabat.
Walau ada banyak yang tidak
setuju ketika itu, tapi saya angkat
dia jadi PR I. Jadi, dia benar-be-
nar seperti dibesarkan. Saya ber-
pikir profesional saja. Tapi, yang
terjadi sebaliknya. Dia tikam saya
dari belakang, sehingga saya
dipenjara. Kepada para maha-
siswa yang datang pada saya,
juga saya katakan demikian.
Pahit dan pedih memang
(sejenak Prof. Darni terdiam), tapi
semua saya syukuri dan jalani.
Secara pribadi, selama di Kajhu,
saya punya banyak kesempatan
untuk membaca dan menulis.
Ada beberapa buku yang saya
hasilkan selama di Kajhu. Dua
sudah dicetak, yang lain belum.
Nanti, kita launching (Prof. Dar-
ni tersenyum).
Mungkin, kalau saya tidak
dipenjara, tak selesai juga buku
ini (sambil memegang dua
buku). Inilah hikmahnya. Saya
juga bisa olahraga teratur. Setiap
pagi, keliling penjara 25 kali,
kecuali kalau hujan. Begitu juga
ibadah di mushala. Waktu men-
jadi rektor ya dengan semua kesi-
bukan ini dan itu, shalat kadang
tepat waktu, kadang terlambat,
tidak teratur. Tapi, selama di pen-
jara, alhamdulillah teratur.
Saya mendapatkan banyak
informasi. Saya bisa berdiskusi
tiap sore dengan para napi dan
mengembangkan beberapa pro-
gram kepada banyak teman-te-
man dan mahasiswa.
Tapi, kadang-kadang saya
sangat sedih, mahasiswa datang
kepada saya dan mengaku tak
ada uang untuk bayar SPP. Se-
lama jadi rektor, saya banyak
mendapat undangan baik di
dalam maupun luar negeri. Nah,
sebagian honor yang saya da-
pat, saya bantu mahasiswa yang
bermasalah dengan uang kuli-
ah.
Mereka datang dan bicara
pada saya. “Pak, bagaimana ini,
SPP mahal sekali sekarang?
Berpuluh kali lipat. Apalagi, un-
tuk kedokteran, mencapai Rp 30-
35 juta per semester. Berat seka-
li!”
Jadi, walau tubuh saya di
penjara, tapi mata dan telinga
saya tetap mengikuti perkemba-
ngan dan memantau Unsyiah.
Ada juga datang dosen-dosen.
Singkat cerita, suasananya di
Unsyiah sangat tegang sekali.
Kenapa? Ya karena maha-
siswa takut berbicara. Malah,
anggota senat pun takut ber-
suara. Sudah seperti di Korea
Utara saja (hahaha.., Prof. Darni
tertawa lepas). Semua takut.
Karena takut, ya banyak yang
menjadi korban.
Yang membuat saya sedih,
ternyata bukan hanya saya yang
mengalami kriminalisasi. Saat
saya di penjara, rumah juga
dirampok. Saya tidak mau
menuduh siapa sutradaranya.
Ibu (istri Prof. Darni) dipijak-pi-
jak dan dicekik oleh pelaku per-
ampokan.
Di rumah dinas (rektor), pipa
air dipotong, kunci genset dicuri.
Jadi, waktu mati lampu, rumah
saya gelap semua. Dulu, cerita
ini tidak saya bongkar, kepada
Anda baru saya ungkap.
Ada lagi kejadian. Suatu hari,
saya ke kebun di Seulawah ber-
18 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
sama istri dan anak. Saya ada
kebun di sana dan suka mena-
nam pohon. Saat itu, naik mobil
Mercedes-Benz Sabang. Tapi, di
media ditulis; Prof. Darni bla bla
bla dengan Mercedes. Orang
membayangkan Mercedes itu
harganya miliaran rupiah. Pada-
hal, saya beli Rp 65 juta.
Waktu itu, saya nyetir sendi-
ri. Nah, sesampai Luengbata, ter-
dengar bunyi ‘krak kruk’. Ibu bi-
lang, “Kkok nggak enak, ya?”
Anak saya juga merasakan hal
yang sama. Insting saya bicara,
‘ada yang tidak beres’.
Nah, kami bertiga waktu itu
akhirnya putar haluan dan balik
ke rumah. Apa yang terjadi? Wak-
tu saya lihat mobil, mor atau baut
ban sebelah kanan sudah hilang
tiga (dari total empat). Mungkin
ada niat untuk mencelakakan
saya. Ini ada hubungannya de-
ngan pemutusan air dan listrik di
rumah dinas.
Bayangkan jika saya melin-
tas di Seulimum yang menanjak
dan berjurang, mungkin saya
bersama anak dan istri sudah
habis. Tapi ya, sudahlah. Saya
bersyukur. Memang, usia dan
nyawa di tangan Allah. Mungkin,
kalau saya terus jalan, mobil
masuk jurang dan sudah habis
saya.
Soal perampokan juga begi-
tu. Saya sudah lapor polisi, tapi
sampai sekarang, belum ada ti-
tik terang. Padahal, saya sudah
bangun pagar, ternyata peram-
poknya panjat pagar. Waktu itu
pun kurang bisa terkontrol kare-
na saya sudah di penjara. Kalau
saya sempat lihat, pasti saya ke-
nal orangnya siapa. Si peram-
pok nampaknya juga sudah me-
mantau terlebih dahulu keadaan
di rumah.
Apa yang saya tahu tentang
perkembangan Unsyiah? Yang
saya tahu, SPP mahal sekali
sekarang, suasana mencekam.
Ini sejalan dengan peraturan
yang dibuat rektor. Setiap yang
maju dekan, harus ada 35 pers-
en suara dari rektor. Luar biasa
kan? Kalau orang tidak hadir pun
dihitung 35 persen.
Jadi, praktis cukup banyak
suara yang ditentukan rektor.
Dulu, saya persoalkan pada
menteri. Ini tidak benar kalau ada
hak 35 persen yang dipegang
rektor. Buat apa ada pemilihan
dekan jika ada hak rektor sam-
pai 35 persen. Peraturan itu
dibuat dalam statuta pula.
Saya tidak tahu apakah ang-
gota senat tidak berani atau
malas bersuara. Makanya, saya
bisa dibilang, nilai-nilai
demokrasi yang seharusnya di-
junjung tinggi oleh civitas aka-
demika, justru itu tidak terjadi
lagi.
Soal pemilihan rektor baru,
saya baca di media, ada Dr. dr.
Syahrul yang maju. Sisanya,
saya tidak tahu. Dan, yang buat
saya sedih, program kerjasama
luar negeri selama saya menja-
bat rektor yaitu International De-
velopment Bank (IDB), sampai
sekarang belum ada implemen-
tasi.
Katanya baru akan dilaksan-
akan, tapi kapan? Salah satu
penyebabnya, waktu saya maju
sebagai calon Gubernur Aceh,
mereka bilang, “Apa mau dilak-
sanakan sekarang atau setelah
Anda jadi gubernur (kalau terpi-
lih)?” Artinya, bisa kita dukung
dalam berbagai bentuklah. Seh-
ingga, proyek atau program leb-
ih lancar. Kalaupun tidak, ya sep-
erti sekarang.
Tahun 2012, yang terjadi,
saya kalah di Pilkada Aceh dan
mulai ada masalah. Tahun 2013,
saya masuk penjara. Lalu, IDB
ditanya ke saya. Bagaimana ini?
Saya bilang, tidak bisa buat apa-
apa lagi karena saya bukan lagi
rektor. Jadi, terputus sampai situ.
Sehingga, dukungan yang bisa
digunakan untuk membangun
kampus praktis nihil.
Barangkali untuk menang-
gulangi itu, dinaikkan uang kuli-
ah. Diambil dari uang kuliah.
Kalau itu terjadi, berat sekali.
Untuk membangun gedung-ge-
dung besar, dananya puluhan,
bahkan ratusan miliar. Dulu, kita
jaring dana dari luar dan kita
bawa ke sini.
Jika Anda bertanya, apa yang
saya tahu dari sosok Samsul
Rizal? Menurut saya, dia keras
dan tegaan? Jangankan kepada
saya, juga istri serta anak-anak
saya, bahkan satpam, apalagi
orang lain. Saya melihat dan
merasakan sendiri. Tapi, mau
MODUS ACEH/Dok
utama
aceh.tribunnews
bilang apa?
Yang membawa dia pada
saya salah satunya Pak Jalal dan
ada orang lain juga. Saat awal
saya jadi rektor, saya lihat dia
baik-baik saja. Mungkin, karena
kepentingan mulai muncul, ya
terjadilah begini. Saya tidak per-
nah tahu akan terjadi seperti ini
dan dia tega seperti itu.
Sebelumnya, hubungan
kami harmonis sekali, makanya
saya angkat dia sebagai PR I.
Periode pertama empat tahun,
hasilnya bagus. Makanya, saya
angkat lagi. Padahal, syarat
Samsul Rizal untuk menjadi PR
I memang kurang. Tapi, saya
berpikir, mana ada yang lengkap
sekali. Ya, begitulah. Mungkin
saya salah juga karena terlalu
membantu dia. Ya, saya berpikir
dengan konsep profesional.
Ternyata faktanya tidak juga!
“Dulu, hari-hari, dia kerjanya
di situ (Darni Daud kembali
menunjuk sudut balainya). Dia
bawa laptop dan datang kemari
dengan sepeda motor. Ya, dia
jadi juru tulis saya ketika
memimpin rapat. Awalnya, ba-
gus-bagus saja. Tidak terpikir
sampai segitu teganya dia pada
saya dan keluarga,” ucap Prof.
Darni, mengulang kisah.
Petang itu sudah mulai
menyusut, menyambut datang-
nya malam. Dari menara masjid
sekitar, terdengar suara azan,
memanggil umat untuk segera
bersujud kepada-Nya. Kami pun
rehat sejenak sambil meneguk
kopi susu dan menikmati pisang
goreng yang tersaji, sebelum
melaksanakan shalat Maghrib
berjamaah. “Kita shalat dulu,
nanti sambung kembali,” kata
Prof. Darni sekaligus menjadi
imam malam itu. (bersam-
bung).***
 MODUS ACEH
Nasional NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017 19
■ OLAHRAGA

Nasionalisme 100 Persen Ilija Spasojevic

instagram
Ilija Spasojevic meno-
lak panggilan Montenegro
demi keluarganya dan Tim-
nas Indonesia.

“
Akhirnya, saya Indonesia!”
kicau Ilija Spasojevic mela-
lui akun Instagram-nya sesaat
setelah keluar dari Kantor Per-
satuan Sepakbola Seluruh Indo-
nesia (PSSI) di Kuningan, Jakar-
ta, pada 25 Oktober 2017. Stri-
ker Bhayangkara FC ini sangat
bahagia setelah proses natural-
isasinya rampung. Artinya,
Spaso, begitu akrab disapa, te-
lah resmi menjadi Warga Negara
Indonesia (WNI).
Kehadiran Spaso bisa jadi
bakal menjadi solusi bagi
masalah ketajaman Timnas In-
donesia, khususnya untuk po-
sisi target man, yang sampai saat
ini masih kurang bertaji. Jikapun
tidak seideal itu, pesepakbola
yang sebelum jadi WNI ber-
paspor Montenegro ini setidakn-
ya bisa menambah opsi untuk
lini depan skuad Garuda.
Soal kepiawaian membobol
gawang lawan, kemampuan
Spaso sepertinya bisa diandal-
kan. Jejak rekam sepanjang kari-
ernya sejauh ini sudah membuk-
tikan itu.
Pesepakbola Lintas Timnas
Ada yang unik jika menilik
riwayat kewarganegaraan Ilija
Spasojevic, termasuk portofoli-
onya di tim nasional untuk level
usia muda. Ia pernah mem-
perkuat tiga timnas dengan nama
negara yang berbeda.
Spaso dilahirkan di Yugosla-
via pada 11 September 1987. Ia
merasakan pengalaman pertama
membela negara di lapangan hi-
jau bersama Timnas Yugoslavia
U-17 sejak tahun 2002. Kala itu,
Spaso membukukan enam gol
dalam 11 pertandingan resmi
Federation Internationale de
Football Association (FIFA).
Periode itu adalah masa-
masa akhir Republik Federal Yu-
goslavia yang akhirnya benar-
benar bubar akibat perpecahan
pada 4 Februari 2003. Spaso
pun beralih menjadi warga nega-
ra Serbia-Montenegro dan ikut
mengisi skuad sepakbola nega-
ra baru itu pada 2005-2006.
Spaso mengemas 13 caps de-
ngan torehan tujuh gol.
Tak lama berselang, terjadi
lagi polemik di tanah airnya, se-
hingga Serbia-Montenegro
harus dipisah menjadi dua nega-
Ilija Spasojevic
ra. Spaso pun punya kewar-
ganegaraan baru untuk yang ke-
tiga kalinya, yakni Montenegro.
Kurun 2007-2008, ia merupa-
kan anggota Timnas Montene-
gro U-21 dan tampil sebanyak
empat kali dengan sumbangan
satu gol.
Tahun 2011, Spaso yang
saat itu baru berusia 24 tahun
mengambil keputusan yang
barangkali terpenting dalam
hidupnya. Ia menerima pinan-
gan klub tanpa pamor dari nega-
ra antah-berantah yang sangat
jauh dari tanah kelahirannya.
Spaso datang ke persepakbo-
laan Indonesia sedang digun-
cang prahara dengan terjadinya
dualisme PSSI.
Bali Devata, itulah nama klub
perdana Spaso di Indonesia. Klub
yang bermarkas di Pulau Bali ini
baru didirikan pada 2010 dan
nyaris tidak memiliki arti apapun
bagi publik pecinta sepakbola
nasional. Bersama klub yang
berkiprah di Liga Primer Indone-
sia itu, Spaso menjalani debut-
nya dengan sangat baik. Ia me-
lesakkan 10 gol dalam 14 laga.
Berjaya di Negeri Rantau
Ilija Spasojevic cuma se-
musim di Bali Devata karena klub
ini hanya berusia singkat, gu-
lung tikar di tahun itu juga, 2011.
Selanjutnya, Spaso hijrah ke
PSM Makassar, klub tertua di
Tanah Air yang kala itu berlaga
di kompetisi Indonesia Premier
League (IPL).
Di PSM Makassar, Spaso se-
makin membuktikan ketajaman-
nya. Ia mengoleksi 19 gol dari 29
pertandingan hingga 2013. Adik
kandung Ilija, Mirko Spasojevic,
sempat mengikuti jejaknya ber-
gabung dengan tim Juku Eja pada
2013 itu. Namun, Mirko gagal
berkembang dan selang bebera-
pa bulan kemudian terpaksa pu-
lang ke Montenegro.
Sang kakak justru mengala-
mi nasib sebaliknya. Dari musim
ke musim, Spaso kian menan-
capkan namanya sebagai salah
satu striker asing terbaik di In-
donesia dan konsisten bersama
beberapa klub yang berbeda.
Gol demi gol menjadi pem-
buktian Ilija Spasojevic: 10 gol
dalam 16 laga bersama Mitra
Kukar (2013), 12 gol dalam 13
laga bersama Putra Samarinda
(2014), dan turut membawa Per-
sib Bandung meraih trofi Piala
Presiden 2015 dengan sumban-
gan empat gol dalam delapan
pertandingan setelah sempat se-
jenak berlabuh di Pelita Band-
ung Raya (PBR).
Selepas itu, Spaso terpaksa
hengkang karena persepakbo-
laan Indonesia diskorsing FIFA.
Klub negeri tetangga, Melaka
United, menjadi persinggahan
Spaso berikutnya. Di Malaysia,
ia merengkuh seabrek kejayaan,
baik untuk klub maupun presta-
si pribadi.
Selain membawa klubnya
juara Malaysia Premier League
20 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Bhayangkara FC menang atas Bali United
(MPL) serta menjadi pemain ter-
baik untuk bulan Juli dan Agus-
tus 2016, Spaso juga menyabet
sepatu emas alias top skor pada
musim itu dengan torehan 24
gol. Ia rengkuh pula gelar yang
sama untuk seluruh kompetisi di
Malaysia berkat 27 golnya.
Spaso pun menjelma sosok
yang sangat dihormati di negara
bagian Melaka. Sampai-sampai,
Gubernur Melaka, Tun Datuk
Seri Utama Mohd Khalil bin Yaa-
kob, menganugerahinya gelar
kehormatan Bintang Cemerlang
Melaka.
Sayangnya, karier Spaso di
Melaka selepas itu menukik
drastis lantaran diterpa cedera.
Ilija Spasojevic
Spaso pun memutuskan
kembali ke Indonesia. Setelah
cederanya pulih, ia bergabung
dengan Bhayangkara FC yang
kini dibawanya menjadi salah
satu kandidat terkuat juara Liga
1 Indonesia 2017.
Ketika hijrah ke Indonesia
pada 2011, sama saja Ilija Spa-
sojevic membuang kesempatan
untuk menatap karier yang lebih
menjanjikan di Eropa, termasuk
peluang memperkuat tim na-
sional Montenegro.
Kemungkinan, untuk itu
sangat terbuka mengingat jejak
positif Spaso di tim nasional
usia muda sebelumnya saat
membela Yugoslavia U-17, Ser-
bia-Montenegro U-19, dan
Montenegro U-21. Artinya, se-
langkah atau dua langkah lagi
Spaso bisa saja dipanggil ke tim
nasional senior Montenegro.
Ternyata, kesempatan kedua
datang sesaat sebelum Spaso
resmi menjadi WNI. Saat jaya-
jayanya di Malaysia tahun lalu,
Spaso ternyata mendapatkan
panggilan dari federasi sepakbo-
la Montenegro. “Mereka bilang
bahwa saya masuk rencana tim
nasional Montenegro dalam
Kualifikasi Piala Dunia 2018,”
ungkapnya kepada media di
Jakarta, Kamis, 26 Oktober 2017.
Itu berarti, Spaso punya
kesempatan besar untuk berjua-
Nasional
ng bersama-sama pesepakbola
kondang macam Stevan Jovet-
ic, Stefan Savic, atau Danijel Pet-
kovic membawa negaranya ke
putaran final Piala Dunia 2018
di Rusia–kendati pada akhirnya
Montenegro gagal lolos.
Lantas, apa jawaban Ilija
Spasojevic terhadap ajakan itu?
“Saya jelaskan dengan baik ke-
pada mereka bahwa saya
menunggu panggilan Indone-
sia,” tegas pemain berusia 30
tahun ini.
Indonesia memang kadung
membuat Spaso jatuh cinta.
Sekaligus atas nama cinta kepa-
da istrinya yang memang pe-
rempuan asli Indonesia, juga
antarafoto
dua anaknya yang sudah ber-
status WNI, pria Eropa Timur ini
memilih melanjutkan proses nat-
uralisasinya.
Kini, setelah resmi menjadi
WNI, Spaso menyatakan siap
membela tim nasional Garuda
kendati harus bersaing Boaz
Solossa, Lerby Eliandry, Irfan
Bachdim, atau Sergio van Dijk
bahkan Ezra Walian.
“Saya akan selalu siap 100
persen dan akan menjadi tam-
bahan motivasi bagi saya jika
dipanggil Timnas Indonesia.
Wajah saya mungkin bule, tapi
jiwa saya 100 persen Indonesia!”
tandas Ilija Spasojevic (sumber
tirto.id).***

Nasional
Nasionalisme Sejati Pemain Naturalisasi
Tidak mudah memutus-
kan berpindah kewargane-
garaan dan menjadi bagian
dari bangsa asing. Namun,
bagi para pemain natural-
isasi ini, Indonesia sudah
seperti tanah tumpah darah
sendiri. Nasionalisme
mereka bukan basa-basi
yang hanya muncul
sesekali, melainkan telah
mewujud sebagai cinta
sejati.
Irfan Bachdim dan Gonzales
S
ejak perhelatan AFF Cup 2010,
Timnas Indonesia semakin
berwarna dengan hadirnya
beberapa pemain naturalisasi.
Cristian Gonzales mengawali
gerbong para pesepakbola asing yang
beralih paspor menjadi Warga Negara In-
donesia (WNI).
Dari situ, muncullah para pemain nat-
uralisasi lainnya, baik yang masih punya
darah orang Indonesia, maupun mereka
yang benar-benar asing alias tidak punya
hubungan sama sekali dengan trah Nu-
santara.
Naturalisasi sempat menjadi polemik
dan memicu perdebatan. Namun, nyatan-
ya cukup banyak pemain naturalisasi yang
masih eksis hingga saat ini.Tidak sedikit
pemain asing lainnya yang juga ingin
berpindah kewarganegaraan karena
sudah terlanjur cinta dengan negeri ini.
Ini bukan hanya persoalan sepakbola
atau keinginan kaum diaspora itu untuk
membela Timnas Indonesia karena mere-
ka tidak punya kesempatan tersebut di tim
nasional negaranya sendiri.
Ini adalah urusan mencintai belahan
bumi yang kini dipijaknya, lengkap den-
gan dinamika dan efek sampingnya. Ini
tentang nasionalisme orang-orang asing
yang sebenarnya tidak kalah sejati den-
gan rasa cinta Tanah Air yang dimiliki oleh
pribumi.
Secara umum, pemain naturalisasi
bisa digolongkan menjadi dua kelompok
besar. Pertama, mereka yang masih me-
miliki darah Indonesia meskipun lahir di
mancanegara. Kedua, adalah mereka yang
tidak berkaitan dengan Indonesia secara
keturunan tapi berkeinginan dan telah
memenuhi syarat untuk menjadi WNI.
Kelompok pertama yang masih bere-
dar di persepakbolaan Tanah Air hingga
saat ini di antaranya adalah Sergio van
Dijk, Raphael Maitimo, Diego Michiels,
serta Kim Jeffrey Kurniawan. Selain Kim
yang berdarah Indonesia meskipun lahir
di Jerman, tiga lainnya adalah kelahiran
Belanda yang masih punya garis darah
Maluku.
Selain itu, masih ada Jhon van Beuk-
ering, Stefano Lilipaly, Tonnie Cusell, Joey
Suk, dan Ruben Wuarbanaran, yang juga
berdarah Maluku. Hanya saja, saat ini,
mereka sudah kembali ke Belanda sete-
lah sempat merumput sejenak di Tanah
Air.
Sementara, untuk kelompok kedua
atau mereka yang jadi WNI tanpa modal
warisan darah Indonesia antara lain Cris-
tian Gonzales (kelahiran Uruguay), Greg
Nwokolo (Nigeria), Victor Igbonefo (Nige-
ria), serta Bio Paulin (Kamerun).
Masih ada beberapa ekspatriat bola
lainnya yang juga berkeinginan dinatu-
ralisasi kendati belum terwujud karena
prosesnya yang memang berbelit, yaitu
Ilija Spasojevic (Montenegro), Esteban
Vizcarra (Argentina), juga Shohei Matsu-
naga (Jepang).
Ada satu golongan lagi yang sering
dikira termasuk naturalisasi, tapi bukan.
Mereka adalah pemain blasteran atau ber-
darah campuran yang sejak awal memilih
jadi WNI, contohnya Irfan Bachdim. Ia di-
lahirkan di Amsterdam dari wanita Belan-
da bernama Hester van Dijk, sementara
sang ayah, Noval Bachdim, adalah asli
Malang.
Untuk menjadi WNI memang harus
memenuhi beberapa persyaratan, antara
lain; telah berusia 21 tahun dan lahir atau
bertempat tinggal di Indonesia yang pal-
ing akhir minimal lima tahun berturut-tu-
rut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
Selain itu, jika ia seorang laki-laki yang
sudah menikah, maka perlu mendapat
persetujuan dari istrinya, bisa berbahasa
Indonesia, sehat jasmani dan rohani,
mempunyai mata pencaharian tetap, ser-
ta tidak memiliki kewarganegaraan lain.
Bukan Nasionalisme Musiman
MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Beralih kewarganegaraan tentunya
bukan keputusan gampang. Banyak as-
pek kehidupan yang dipertaruhkan. Bio
Paulin, bek Persipura Jayapura, bahkan
harus pulang ke Kamerun untuk meminta
izin kepada keluarga besarnya sebelum
dinaturalisasi.
“Terima kasih untuk kepercayaan
bangsa dan negara kepada saya. Saya mau
buat sesuatu untuk Indonesia melalui kerja
saya sebagai pemain sepakbola,” ucap
Bio Paulin setelah resmi jadi WNI pada
Maret 2015 seperti diberitakan Antara.
Jika orang Indonesia yang pindah
negara, bukan tidak mungkin kecaman
sebagai pengkhianat akan tersemat. Tapi,
para orang asing ini justru dengan penuh
kesadaran melepaskan kewarganegaraan
asalnya untuk menjadi bagian dari bang-
sa Indonesia.
Tidak berlebihan jika para pemain nat-
uralisasi, terutama mereka yang benar-
benar asing dan tidak punya riwayat ketu-
runan Indonesia, disebut memiliki rasa
nasionalisme yang sejati dan benar-be-
nar tulus.
Mereka tidak hanya bicara kebang-
saan ketika perayaan hari besar nasional
atau saat memanasnya hubungan Indo-
nesia dengan negara lain. Nasionalisme
mereka telah melebur dalam jiwa dan raga
setelah resmi menjadi WNI dan melepas-
kan kebangsaan asalnya dengan sadar
dan ikhlas.
Mereka bahkan bukan pesepakbola
yang tidak ‘terpakai’ di negara asalnya dan
hanya mengincar tempat di Timnas Indo-
nesia. Cristian Gonzales, misalnya, per-
nah memperkuat tim nasional Uruguay U-
20 pada kurun waktu 1994-1996 sebe-
lum hijrah ke Indonesia sejak 2003.
Begitu pula dengan Ilija Spasojevic
alias Spaso yang masih berproses jadi
WNI. Ia punya daftar panjang di tim na-
sional junior negara kelahirannya di ka-
wasan Eropa Timur yang dulu kerap
21
tribunnews.com
bergejolak.
Pada 2002-2004, Spaso adalah pe-
main tim nasional Yugoslavia U-17 den-
gan mengemas 11 caps dan enam gol.
Dua tahun berikutnya, ia naik kelas ke
Yugoslavia U-19 dan mengoleksi empat
gol dari 14 laga resmi.
Ketika Yugoslavia pecah karena per-
ang saudara, Spaso memperkuat Serbia-
Montenegro U-21 dengan koleksi tujuh
caps dan tiga gol sekurun 2006-2007.
Saat Montenegro menjadi negara sendiri
pun, Spaso tetap dipercaya membela tim
nasional U-21 dengan torehan satu gol
dalam empat penampilan.
Sejak 2011, Spaso merantau ke In-
donesia dan akhirnya menikahi perem-
puan Bugis semasa memperkuat PSM
Makassar hingga 2013. Spaso sangat
ingin menjadi WNI secara resmi. Bukan
sekadar berhasrat memperkuat tim Mer-
ah-Putih, Spaso sudah kadung cinta In-
donesia.
“Lebih dari itu (memperkuat Timnas
Indonesia). Istri saya orang Bugis dan
anak kami lahir di sini. Saya cukup bela-
jar kultur kehidupan masyarakat Indone-
sia. Saya sudah terlanjur cinta negeri ini,”
tandas Spaso seperti dikutip dari
Indosoccer.id.
Spaso bahkan ingin anaknya kelak
menjadi pemain Timnas Indonesia. “Anak
saya tentu akan memilih sendiri dalam
hidupnya. Tapi saya ingin ia jadi pesepa-
kbola. Saya berharap, suatu hari ia bisa
bermain dan berjuang untuk Indonesia,”
ucapnya kepada Liputan6.com.
Ketika nasionalisme sebagian pribu-
mi terkadang dipertanyakan, kaum eks-
patriat seperti Ilija Spasojevic dan pesep-
akbola asing lainnya justru berupaya agar
bisa menjadi WNI. Rasa kebangsaan mere-
ka bukan hasrat yang berlaku musiman,
melainkan rasa nasionalisme yang
barangkali benar-benar sejati. (sumber
tirto.id).***
22 MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Laporan khusus

Sengkarut Samana dan

PT Semen Indonesia Aceh
Dugaan pemalsuan surat
pernyataan pelepasan hak
milik lahan atas nama An-
daman Ibrahim, hingga kini
masih berproses di Polres-
ta Banda Aceh. Sebagai ter-
lapor adalah Deni Fahlevi,
Dirut PT SCA. Sejauh ini,
tim penyidik telah meminta
keterangan kepada Deni
serta berbagai pihak lain-
nya. Termasuk manajemen
PT Semen Indonesia di
Gresik, Jawa Timur. Seperti
apa kisahnya? Wartawan
MODUS ACEH, Mu-
hammad Saleh
Saleh, menulisn-
ya untuk Laporan Khusus
pekan ini.
paten Pidie, Provinsi Aceh atas
nama Hasyim Ali. Dan, telah dile-
pas berdasarkan akta jual beli,
nomor: 594/15/VIII/1997, tang-
gal 15 Agustus 1997, di hada-
pan notaris/PPAT Drs. Syahrud-
din (Camat Batee). Lahan terse-
but untuk keperluan pabrik se-
men.
Dari sanalah, kemudian mun-
cul berbagai persoalan. Andaman
mengaku tidak pernah mengelu-
arkan surat pernyataan tersebut
serta membubuhkan tanda tan-
gan. Itu sebabnya, ahli waris man-
tan Ketua DPD I Komite Nasional
Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh
ini yaitu; Syarifah Munira (istri)
dan Raziq (putra Andaman), me-
laporkan Deni telah melakukan
tindak pidana pemalsuan ke Pol-
resta Banda Aceh.
Nah, berbagai dugaan tadi
kian mencapai titik terang, sete-

M
enariknya, diduga
PT Semen Indo-
nesia Aceh (SIA)
hingga kini belum
mengantongi 17
sertifikat hak milik lahan. Pada-
hal, Direktur Utama (Dirut) PT
Samana Citra Agung (SCA), Deni
Fahlevi, telah menyerahkan su-
rat pernyataan atas nama Anda-
man Ibrahim kepada PT SIA, ter-
kait pelepasan lahan seluas
20.000 m².
Memang, dalam surat pern-
yataan tanggal 5 Januari 2015
itu disebutkan. Andaman Ibra-
him telah melepas sebidang
tanah seluas 20.000 m² kepada
PT Samana, sesuai sertifikat hak
milik nomor 20, terletak di Desa
Kulee, Kecamatan Batee, Kabu-
lah PT SIA melalui suratnya, 11
April 2017 lalu atau dua tahun
kemudian, meminta hal tersebut
kepada Dirut PT SCA. Isinya,
perihal permohonan kopian ser-
tifikat lahan enclaved.
Sekilas, memang tak ada
yang luar biasa dari kalimat surat
tersebut. Isinya; menindaklanjuti
catatan Rapat Umum Pemegang
Saham Tahunan (RUPST) PT SIA
tahun buku 2016, yaitu untuk
segera membebaskan lahan en-
claved di area tambang, maka
kami mohon bantuan agar dapat
dikirim kopian sertifikat lahan (17
sertifikat hak milik), guna keper-
luan pendataan lebih lanjut,
khususnya tentang kepemilikan
dan luasnya.
Nah, yang jadi pertanyaan
adalah kenapa PT SIA baru saat
ini atau setelah dua tahun (2015-
2017), meminta salinan sertifikat
lahan kepada PT Samana? Lupa,
terlalu percaya, ceroboh atau set-
elah adanya gugatan dari ahli
waris Andaman?
Salah satu putra Andaman,
M. Raziq Muniranda, mengaku,
Deni Fahlevi tak akan bisa
menunjukkan salinan sertifikat
seperti yang diminta PT SIA.
Sebab, 17 salinan itu masih ada
pada keluarganya. Selain itu,
Badan Pertanahan Nasional
(BPN) Kabupaten Pidie juga
mengirim surat kepada Dirut PT
SCA, nomor: 478/100.2-11.07/
X/2017, tanggal 13 Oktober
2017. Perihal, meminta konfir-
masi terhadap permohonan ba-
lik nama sertifikat atas nama An-
daman Ibrahim.
Dasar surat BPN Pidie kepa-
da PT SCA adalah surat Cut In-
tan TM. Tahir, selaku kuasa hu-
kum Andaman Ibrahim, tanggal
5 Oktober 2017, yang meminta
dilakukan balik nama sertifikat
hak milik, nomor 4, terletak di
Desa Kulee, Kecamatan Bate atas
nama Muhammad Jalil Puteh.
Hak milik nomor 14 di desa se-
rupa atas nama Tarmizi Razali
serta sertifikat hak milik nomor
13, juga di desa setempat atas
nama Usman Paneuk.
Lantas, apa kata Dirut PT Sa-
mana Citra Agung, Deni Fahlevi?
“Saya sedang di Kuala Lumpur.
Mungkin Pak Saleh bisa hubun-
gi Pak Samsul (kuasa hukum PT
SCA) atau saya minta Pak Sam-
sul menghubungi Pak Saleh,”
tulis Deni melalui pesan What-
sApp, Kamis sore, 26 Oktober
2017.
Namun, hingga berita ini di-
wartakan, Samsul Bahri SH, kua-
sa hukum PT Samana, belum
bisa dihubungi. Akankah per-
soalan pembangunan pabrik se-
men di Laweung terus sen-
gkarut? Hanya waktu yang bisa
menjawabnya.***

Laporan khusus
NAPAK TILAS IUP-OP PT SIA
Oki Kurniawan* dan
Muhammad Hardi **
P
T Semen Indonesia
Aceh yang selanjutnya
disebut SIA merupakan
perusahaan patungan
yang didirikan berdasar-
kan perjanjian (joint venture agree-
ment) antara PT Semen Indonesia (Per-
sero) Tbk dengan PT Samana Citra
Agung (SCA) pada 25 November
2015. Sebagaimana Akta Pendirian
Perseroan yang tercantum dalam Sali-
nan Akta Notaris Nomor 40 tanggal 17
Maret 2016 yang dibuat oleh Ny. Leo-
lin Jayanti SH, notaris di Jakarta.
SIA berkedudukan di Jalan Banda
Aceh-Medan km. 107, No. 100, Desa
Gampong Baro, Kecamatan Muara
Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh.
Selain itu, PT SIA juga memiliki kan-
tor perwakilan yang berlokasi di Ge-
dung Graha Irama, Lantai 11, Jalan HR.
Rasuna Said, Blok X-1 Kav. 1-2, Kun-
ingan, Jakarta Selatan (sumber: http:/
/semenindonesiaaceh.com/history).
Dalam rencana kegiatan penam-
bangannya, PT SIA terlebih dahulu
mendapatkan izin lingkungan melalui
Keputusan Gubernur Aceh Nomor:
660/BP2T/612/2016 tentang Peruba-
han Izin Lingkungan Kegiatan Industri
Semen di Kabupaten Pidie Provinsi
Aceh dari PT Samana Citra Agung
menjadi PT Semen Indonesia Aceh
sejak 11 April 2016.
PT SIA pun berhasil menganton-
gi dua Izin Usaha Pertambangan Op-
erasi Produksi (IUP-OP) yaitu komod-
itas batugamping (limestone) dan pa-
sir tufaan (siltstone) yang berlokasi di
Kecamatan Muaratiga dan Batee, Kabu-
paten Pidie, Provinsi Aceh. Dua izin
tersebut juga merupakan pengalihan
kepemilikan dari PT SCA kepada PT
SIA.
Hal ini dapat diketahui melalui dua
Surat Keputusan Gubernur Aceh; a,
Nomor: 545/BP2T/1592/IUP-OP./
2016 tentang Persetujuan Perubahan
dan Perpanjangan Pertama IUP-OP
Komoditas Batugamping (Limestone)
atas nama PT SCA menjadi PT SIA
seluas 985 hektar, dan b, Nomor : 545/
BP2T/1593/IUP-OP./2016 tentang
Persetujuan Perubahan dan Perpan-
jangan Pertama IUP-OP Komoditas
Pasir Tufaan (Siltstone) atas nama PT
SCA menjadi PT SIA seluas 445 hek-
tar. Masing-masing surat tersebut diter-
bitkan pada 15 Agustus 2016.
Dua Dekade IUP (tanpa) OP
Jauh sebelum melakukan joint
venture dengan PT Semen Indonesia
Tbk hingga lahirnya PT SIA, sebenarn-
ya PT SCA telah mengantongi IUP-OP
sejak dua dekade lalu.
Seperti halnya kesepakatan saat ini,
di mana PT SCA selaku penyedia lah-
an dan PT Semen Indonesia memoda-
li kegiatan operasi produksi dengan
membuat perusahaan patungan ber-
nama PT SIA. Pada kurun waktu 20
tahun lalu, PT SCA juga pernah
melakukan hal serupa.
Pada 18 Januari 1995 silam, PT
SCA pernah menandatangani sebuah
kerjasama (memorandum of under-
standing) dengan perusahaan asing
asal Kuala Lumpur, Malaysia, yaitu
Tenggara Capital Berhad.
Dengan cara serupa, PT
SCA tetap selaku penyedia
lahan dan Tenggara Capital
Bhd memodali kegiatan
pertambangan dan industri.
Dari patungan keduanya,
dibentuklah sebuah perusa-
haan baru bernama PT Se-
men Muara Batee Tengga-
ra.
Proses Penanaman
Modal untuk Kegiatan Mu-
lai Bergulir
Pada 31 Maret 1997,
Sanyoto Sastrowardoyo se-
laku Menteri Negara Peng-
gerak Dana Investasi yang
juga sekaligus Ketua Badan Koordina-
si Penanaman Modal melayangkan su-
rat bernomor 248/A.1/1997, kepada
Presiden RI yang masa itu dijabat (alm)
Soeharto. Isinya, perihal Permohonan
Persetujuan Penanaman Modal Asing
antara PT SCA asal Indonesia beker-
jasama dengan Tenggara Capital Bhd
asal Malaysia yang akan berusaha di
bidang industri semen, berlokasi di
Kabupaten Pidie, Daerah Istimewa
Aceh.
Tak sampai seminggu, tepatnya 11
April 1997, Presiden Soeharto meny-
etujui permohonan dimaksud dengan
mengeluarkan surat bernomor B-201/
Pres/4/1997 perihal Persetujuan Pen-
anaman Modal Asing sebagaimana
yang diajukan Sanyoto.
Adanya ‘lampu hijau’ dari presiden,
sang menteri langsung menerbitkan
Surat Pemberitahuan tentang Persetu-
juan Presiden, Nomor: 221/I/PMA/
1997 tertanggal 21 April 1997 yang
ditujukan kepada kedua perusahaan
tersebut dengan beberapa syarat dan
ketentuan proyek bernomor 3631-06-
8624. Surat ini akan batal dengan
sendirinya apabila dalam jangka waktu
empat tahun sejak tanggal dikeluarkan-
nya surat dimaksud tidak melaksana-
kan penanaman modal dalam bentuk
kegiatan yang nyata berupa pengada-
an tanah, pembangunan gedung/
pabrik dan pengadaan mesin/perala-
tan.
Begitupun, ketentuan proyek se-
bagaimana nomor 3631-06-8624
mengatur beberapa hal di antaranya,
rencana produksi semen Portland se-
kitar 1,5 juta ton per tahun dan semen
Pozzoland sekitar 300 ribu per tahun
serta Clinker 1,2 juta per tahun.
Untuk pemasarannya, semen Port-
land diekspor ke luar negeri sebesar
600 ribu ton per tahun atau sekira 40
persen dan sisanya dalam negeri. Se-
mentara, semen Pozzoland sepenuh-
nya untuk kebutuhan dalam negeri.
Sedangkan hasil produksi Clinker
sepenuhnya untuk diekspor.
Sangat disayangkan, hingga diter-
bitkannya Surat Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor 13
Tahun 2002 tentang Kelayakan
Lingkungan Industri Semen PT Muara
Batee Tenggara (MBT) di Kabupaten
Pidie, Propinsi Nanggroe Aceh Darus-
salam oleh PT MBT, tertanggal 2 April
2002, kegiatan operasi produksi (ek-
sploitasi (istilah masa itu)) tak kunjung
terealisasi. Belakangan, diketahui bah-
wa pihak Tenggara Capital Bhd tak lagi
berdaya memodali kegiatan karena
guncangan krisis moneter melanda
MODUS ACEH
NO 27/TH XV 30 OKTOBER - 5 NOVEMBER 2017
Asia masa itu.
PT SCA tak tinggal diam. Berb-
agai upaya ditempuh untuk memper-
tahankan perizinan yang salah satunya
dengan pengalihan status Kelayakan
Lingkungan atas nama PT Muara ba-
tee Tenggara kepada PT SCA.
Hingga 17 Desember 2010, Kepa-
la Bapedal Aceh, Ir Husaini Syamaun
MM, menyurati Gubernur Aceh No-
mor: 660/797/4/2010 perihal Permo-
honan Persetujuan Kembali Kelayakan
Lingkungan Industri Semen PT Muara
Batee Tenggara (sekarang PT Samana
Citra Agung) di Kabupaten Pidie. Bap-
edal menilai, sejak diterbitkannya Su-
rat Keputusan Menteri Negara
Lingkungan Hidup Nomor: 13 Tahun
2002 di atas, pihak PT MBT dianggap
belum merealisasikan rencana usaha
kegiatan sebagaimana tertuang dalam
dokumen Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL) yang telah dis-
ahkan sebelumnya.
Atas dasar perihal dimaksud dan
dengan pertimbangan teknis lainnya,
pada 11 Januari 2011, Gubernur Aceh
masa itu dipimpin Irwandi Yusuf men-
erbitkan Surat Persetujuan Kembali
Kelayakan Lingkungan Industri Semen
PT MBT di Kabupaten Pidie dengan
surat Nomor: 530/1003, yang dituju-
kan kepada Direktur PT Samana Citra
Agung (dahulu PT MBT) beralamat di
Jalan Teuku Umar, Nomor 107-109,
Kota Banda Aceh.
Kini, untuk ke sekian kalinya, izin
lingkungan kembali beralih ke PT SIA
melalui Keputusan Gubernur Aceh
Nomor: 660/BP2T/612/2016 tentang
Perubahan Izin Lingkungan Kegiatan
Industri Semen di Kabupaten Pidie
Provinsi Aceh dari PT Samana Citra
Agung menjadi PT Semen Indonesia
Aceh yang ditandatangani langsung
oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah
pada 11 April 2016.
Jejak Proses Perizinan Pertam-
bangan PT SCA
Dari panjangnya perjalanan PT
SCA mengarungi rencana usaha pe-
nambangan dan industri semen di
Kecamatan Muaratiga dan Batee, Kabu-
paten pidie, Provinsi Aceh, beberapa
‘kepingan’ perizinan yang berhasil penu-
lis dapatkan, terutama pada izin per-
tambangan di antaranya sebagai
berikut:
Batugamping (Limestone)
1) Rekomendasi Kepala Desa Kare-
ung, Kecamatan Batee, Kabupaten
Dati II Pidie, Nomor 26/KR/1994,
perihal Membuka Lahan Penam-
bangan Bahan Galian Golongan C
Batu Gamping di Kawasan Gle
Tungkop, tanggal 28 Desember
1994.
2) Rekomendasi Kepala Desa Kulee,
Kecamatan Batee, Kabupaten Dati
II, Pidie, Nomor 17/KL/1994, peri-
hal Membuka Lahan Penambangan
Bahan Galian Golongan C Batu
Gamping di Kawasan Gle Guha Tu-
joh, tanggal 28 Desember 1994.
3) Rekomendasi Camat Muara Tiga,
Kabupaten Dati II, Pidie, Nomor
517/29/1995, hal Pengambilan
Galian Golongan C Batu Gamping
di Kawasan Guha Tujoh, tanggal 20
Januari 1995.
4) Rekomendasi Camat Batee, Kabu-
paten Dati II, Pidie, Nomor 545/
82/Rek/1995, hal Pengambilan
Galian Golongan C Batu Gamping
di Gle Tungkop dan Gle Guha Tu-
joh, tanggal 25 Januari 1995.
5) Rekomendasi Bupati Kepala Daer-
ah Tingkat II, Pidie, Nomor 545/
143/1995, hal Lokasi Usaha Per-
tambangan Bahan Galian Batu
Gamping seluas ± 1.110 ha dan
Lokasi Pendirian Pabrik Semen di
Kecamatan Muara Tiga dan Batee,
Tanggal 30 Januari 1995.
6) SK Direktorat Jenderal Pertamban-
gan Umum, Nomor: 1904/2014/
DJP/1996, hal Persetujuan Pem-
berian SIPD Eksploitasi Bahan Ga-
lian Batu Gamping, tanggal 24 Juli
1996.
7) SK Gubernur Kepala Daerah Is-
timewa Aceh, Nomor: 545/ 726/
1996, tentang Pemberian Surat Izin
Pertambangan Daerah (SIPD) Ek-
sploitasi, tanggal 10 Oktober 1996
8) SK Bupati Pidie, Nomor : 709
Tahun 2006, tentang Pemberian
Surat Izin Kuasa Pertambangan
Daerah (SIPD) Eksploitasi, tanggal
23 November 2006
9) SK Bupati Pidie, Nomor: 386
Tahun 2010 tentang Persetujuan
Penyesuaian Izin Usaha Pertam-
bangan Operasi-Produksi Batuan
Kepada PT Samana Citra Agung,
tanggal 15 Oktober 2010.
10)SK Gubernur Aceh, Nomor : 545/
BP2T/1592/ IUP-OP./2016, tentang
Persetujuan Perubahan dan Per-
panjangan Pertama Izin Usaha Per-
tambangan (IUP) Operasi Produk-
si Komoditas Batugamping (Lime-
stone) atas nama PT Samana Citra
Agung menjadi PT Semen Indo-
nesia Aceh Seluas 985 ha, tanggal
15 Agustus 2016.
ufaan (Siltstone)
Pasir TTufaan
1) Rekomendasi Bupati Kepala Daer-
ah Tingkat II Pidie, Nomor: 545/,
hal Untuk memperoleh Surat Izin
23
Pertambangan Daerah (SIPD) Ek-
splorasi Jenis Bahan Galian Batu
Pasir Tufaan/ Tanah Liat seluas ±
400 ha di Kecamatan Muara Tiga,
tanggal 23 Januari 1997.
2) Rekomendasi Badan Pertanahan
Nasional, Kantor Pertanahan Kabu-
paten Pidie Nomor: 130-21.2/057/
1997, untuk memperoleh Surat izin
Pertambangan Daerah (SIPD) Ek-
splorasi Jenis Bahan Galian Batu-
pasir Tufaan/ Tanah Liat di Keca-
matan Muara Tiga, Kabupaten Pi-
die seluas ± 400 ha, tanggal 24
Januari 1997.
3) SK Gubernur Kepala Daerah Is-
timewa Aceh, Nomor : 545/ 42/
1997, tentang Pemberian Surat Izin
Pertambangan Daerah (SIPD) Ek-
splorasi, tanggal 29 Januari 1997.
4) SK Direktorat Jenderal Pertamban-
gan Umum, Nomor: 2348/2014/
DJP/1997, hal Persetujuan Pem-
berian SIPD Eksploitasi Bahan Ga-
lian Batu Pasir Tufaan, tanggal 8
September 1997
5) SK Gubernur Kepala Daerah Is-
timewa Aceh, Nomor: 545/ 710/
1997, tentang Pemberian Surat Izin
Pertambangan Daerah (SIPD) Ek-
sploitasi, tanggal 9 Oktober 1997.
6) SK Bupati Pidie, Nomor : 752
Tahun 2006, tentang Pemberian
Surat Izin Kuasa Pertambangan
Daerah (SIPD) Eksploitasi, tanggal
13 Desember 2006.
7) SK Bupati Pidie, Nomor: 387
Tahun 2010, tentang Persetujuan
Penyesuaian Izin Usaha Pertam-
bangan Operasi-Produksi Batuan
Kepada PT Samana Citra Agung,
tanggal 15 Oktober 2010.
8) SK Gubernur Aceh, Nomor: 545/
BP2T/1593/ IUP-OP./2016, tentang
Persetujuan Perubahan dan Per-
panjangan Pertama Izin Usaha Per-
tambangan (IUP) Operasi Produk-
si Komoditas Pasir Tufaan (Silt-
stone) atas nama PT Samana Citra
Agung menjadi PT Semen Indone-
sia Aceh Seluas 445 ha, tanggal 15
Agustus 2016.
Mengulangi Masa Kelam(?)
Kini, perjalanan panjang perizinan
tambang dan industri semen PT SCA
kembali berlabuh. Bersama PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk, secercah hara-
pan tumbuh untuk mengulang roman-
tisme lama. Berharap terealisasi haja-
tan yang tertunda selama dua dekade.
Namun, lagi-lagi permasalahan
muncul. Warga sekitar wilayah renca-
na kegiatan tambang dan industri se-
men gundah atas lahan yang diklaim
PT SCA dianggap belum sepenuhnya
dibebaskan di masa lalu.
Berbagai aksi dilakukan
masyarakat, mulai dari cara santun (di-
alog) hingga pemblokiran jalan menuju
kawasan industri. Masyarakat bersik-
eras agar pihak PT SCA harus terlebih
dahulu menyelesaikan masalah-
masalah dengan warga pemilik lahan.
PT SIA pun mulai ‘ngambek’. Para
pemilik saham di PT Semen Indonesia
minta menunda kegiatan di lapangan
hingga adanya penyelesaian sengketa
PT SCA dengan warga. Apakah reaksi
warga ini mengada-ada atau akumula-
si dari kisah lama di era 90-an? ***
* pegiat lingkungan dan kajian risiko dan
** PNS di Ditjen Minerba Kementerian
ESDM