Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karuniaNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolonganNya mungkin
penyusun tidak akan sanggup menyelesaikan tepat pada waktunya, makalah ini disusun agar
pembaca dapat mengaplikasikan keperawatan pada pasien HIV/AIDS, agar lebih mengerti
tentang HIV/AIDS, dan sebagai pedoman menjalankan peran perawat khususnya dalam
menangani pasien HIV/AIDS.
Sebagai hamba Tuhan yang tidak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan, penulis
menyadari sedalam-dalamnya bahwa apa yang penulis sajikan ini bukanlah merupakan suatu
bentuk penulisan yang sempurna, meskipun pada prinsipnya penulis telah berupaya semaksimal
mungkin dengan segenap modal pengetahuan, pengalaman dan keterampilan yang dimiliki untuk
mewujudkan penulisan makalah ini sebagai bentuk penulisan yang sempurna.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penulis menyadari bahwa penulisan
makalah ini kurang sempurna. Oleh karena itu, kritik yang membangun dari pembaca sangat
penulis harapkan.

Makassar, 3 Maret 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1

DAFTAR ISI 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 3

1.2 Rumusan Masalah 4

1.3 Tujuan 4

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV/AIDS 5

2.2 Etiologi HIV/AIDS 5

2.3 Klasifikasi HIV/AIDS 6

2.4 Manifestasi Klinik HIV/AIDS 7

2.5 Patofisiologi HIV/AIDS 9

2.6 Pemeriksaan Penunjang HIV/AIDS 10

2.7 Penatalaksanaan HIV/AIDS 10

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Pola Gordon 16

2. Diagnosa Keperawatan 17

3. Evaluasi 19

4. Discharge Planning 19

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 20

3.2 Saran 20

DAFTAR PUSTAKA 21

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala infeksi atau
sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV. Virusnya Human Immunodeficiency Virus HIV yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap
infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada
dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar- benar bisa
disembuhkan.
HIV umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membaran
mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air
mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui
hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfuse darah, jarum suntik yang
terkontaminasi, antara ibu dan  bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk
kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut.
Penyakit AIDS ini telah menyebar ke berbagai negara di dunia. Bahkan menurut
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa
sejak pertama kali diakui tahun 1981, dan ini membuat AIDS sebagai salah satu epidemic
paling menghancurkan pada sejarah. Di Indonesia menurut laporan kasus kumulatif
HIV/AIDS sampai 31 Desember 2011 yang dikeluarkan oleh Ditjen PP&PL, Kemenkes RI
tanggal 29 Februari 2012 menunjukkan jumlah kasus AIDS sudah menembus angka 100.000.
Jumlah kasus yang sudah dilaporkan 106.758 yang terdiri atas 76.979 HIV dan 29.879 AIDS
dengan 5.430 kematian. Angka ini tidak mengherankan karena di awal tahun 2000-an
kalangan ahli epidemiologi sudah membuat estimasi kasus HIV/AIDS di Indonesia yaitu
berkisar antara 80.000-130.000. Dan sekarang Indonesia menjadi negara peringkat ketiga,
setelah Cina dan Indis, yang  percepatan kasus HIV/AIDS-nya tertinggi di Asia. (Wijanarko,
Wahyu 2016).

3
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep teori penyakit HIV/AIDS?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien penderita HIV/AIDS?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep teori dari penyakit HIV/AIDS.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien penderita HIV/AIDS.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menumpang hidup dan
merusak system imun tubuh. Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV).
(Brunner & Suddarth, 2001)

Human Immunodeficiency Virus atau sering disingkat dengan (HIV) merupakan virus
yang dapat menyebabkan penyakit AIDS. HIV menyerang sistem imun tubuh, sehingga tubuh
menjadi lemah dalam melawan infeksi yang menyebabkan kekurangan (defisiensi) system imun.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah suatu kumpulan kondisi
klinis tertentu yang merupakan hasil akhir dari infeksi oleh Human Deficiency Virus (HIV).
(Sylvia, 2005)

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS.
HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel
tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA
menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi. (Wijanarko, 2016)

2.2 Etiologi

Penyakit ini disebabkan oleh golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus. Human Immunodeficiency Virus pertama kali ditemukan pada tahun
1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus
baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkan
dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.

5
Infeksi transmisi dari HIV dan AIDS terdiri dari 5 fase:

1. Periode jendela, lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah terinfeksi dan tidak ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut, lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.
3. Infeksi asimtomatik, lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan tidak ada gejala.
4. Supresi imun simtomatik, diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari,
berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS, lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan.
Didapatkan infeksi opurtunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh dan
manifestasi neurologis.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah:

1. Homoseksual atau biseks.


2. Orang yang ketagihan obat intravena.
3. Partnert seks dari penderita AIDS.
4. Transfusi darah.
5. Bayi dari ibu atau ayah yang terinfeksi. (Septiawan, 2015)

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi klinis infeksi HIV pada orang dewasa menurut WHO

Stadium Gambaran Klinis Skala Aktivitas


a. Asimptomatik Asimptomatik,
I
b. Limfadenopati Generalisata aktivitas normal
II a. Berat badan menurun <10 % Simptomatik,
b. Kelainan kulit dan mukosa yang ringan seperti, aktivitas normal
dermatitis seboroik, purigo, onikomikosis,
ulkus oral yang rekuren, kheilitis angularis.
c. Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
d. Infeksi saluran napas bagian atas seperti

6
sinusitis bakterialis
a. Berat badan menurun < 10% Pada umunya lemah,
b. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 aktivitas di tempat
bulan tidur kurang dari 50%
c. Demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan
III d. Kandidiasis orofaringeal
e. Oral hairy leukoplakia
f. TB paru dalam tahun terakhir
g. Infeksi bacterial yang berat seperti  pneumonia,
piomiositis
a. HIV wasting syndrome Pada umumnya sangat
b. Pnemonia Pneumocystis carinii lemah, aktivitas di
c. Toksoplasmosis otak tempat tidur lebih dari
d. Diare kriptosporidiosis lebih dari 1 bulan 50 %
e. Kriptokokosis ekstrapulmonar
IV
f. Retinitis virus situmegalo
g. Herpes simpleks mukokutan > 1 bulan
h. Leukoensefalopati multifocal progresif
i. Mikosis diseminata seperti histoplasmosis
j. Tuberkulosis di luar paru

2.4 Manifestasi Klinis

Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya adalah
seperti dibawah ini:

1. Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak, batuk, nyeri
dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya (Pneumonia). Tidak jarang
diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan gejala seperti
hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami penyakit jamur pada rongga
mulut dan kerongkongan, serta mengalami diarhea yang kronik.

7
3. Berat badan menurun. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting syndrome,
yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal karena gangguan pada
sistem protein dan energi didalam tubuh seperti yang dikenal sebagai Malnutrisi termasuk
juga karena gangguan absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang
mengakibatkan diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. Sistem Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang mengakibatkan
kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering tampak kebingungan dan
respon anggota gerak melambat. Pada sistem persyarafan ujung (Peripheral) akan
menimbulkan nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang
kurang, selalu mengalami tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus cacar air
(herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam penyakit kulit yang
menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya adalah mengalami infeksi jaringan
rambut pada kulit (Folliculities), kulit kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak)
serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami  penyakit
jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV. Luka pada saluran
kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan Pria maka wanita lebih banyak
jumlahnya yang menderita penyakit cacar. Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak
yang mengalami peradangan rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic
inflammatory disease (PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
(Wijanarko, 2016)

Gejala penyakit AIDS tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, karena dapat
merupakan gejala penyakit lain yang banyak terdapat di Indonesia, misalnya gejala  panas
dapat disebabkan penyakit tipus atau tuberkulosis paru. Bila terdapat beberapa gejala
bersama-sama pada seseorang dan ia mempunyai perilaku atau riwayat perilaku yang mudah
tertular AIDS, maka dianjurkan ia tes darah HIV. (Sandi, 2018)

2.5 Patofisiologi

8
Sel T dan makrofag serta sel dendritik/langerhans (sel imun) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa dan
sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus (HIV) menginfeksi sel lewat pengikatan
dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen grup 120. Pada
saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human Immunodeficiency Virus (HIV)
menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan banyaknya kematian sel T4 yang juga
ipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam usaha mengeliminasi virus dan sel yang
terinfeksi.

Virus HIV dengan suatu enzim, reverse transkriptase, yang akan melakukan
pemograman ulang materi genetik dari sel T4 yang terinfeksi untuk membuat double-stranded
DNA. DNA ini akan disatukan kedalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen. Enzim inilah yang membuat sel T4 helper tidak dapat mengenali
virus HIV sebagai antigen. Sehingga keberadaan virus HIV didalam tubuh tidak dihancurkan
oleh sel T4 helper. Kebalikannya, virus HIV yang menghancurkan sel T4 helper. Fungsi dari sel
T4 helper adalah mengenali antigen yang asing, mengaktifkan limfosit B yang memproduksi
antibodi, menstimulasi limfosit T sitotoksit, memproduksi limfokin, dan mempertahankan tubuh
terhadap infeksi parasit. Kalau fungsi sel T4 helper terganggu, mikroorganisme yang biasanya
tidak menimbulkan penyakit akan memiliki kesempatan untuk menginvasi dan menyebabkan
penyakit yang serius.

Dengan menurunnya jumlah sel T4, maka sistem imun seluler makin lemah secara
progresif. Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T
penolong. Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel T4
dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-300 per
ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Ketika sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS. (Wijanarko, 2016)

9
2.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Tes untuk diagnose infeksi HIV:

- ELISA

- Western blot

- P24 antigen test

- Kultur HIV

b. Tes untuk deteksi gangguan system imun:

- Hematokrit

- LED

- CD4 limfosit

- Rasio CD4/CD limfosit

- Serum mikroglobulin B2

- Hemoglobulin (Wijanarko, 2016)

2.7 Penatalaksanaan

1. Apabila terinfeksi HIV, maka terapinya yaitu (Endah Istiqomah, 2009):

a) Pengendalian Infeksi Oppurtunistik


Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,
nasokomial, atau sepsis. Tindakan pengendalian infeksi yang aman untuk
mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
b) Terapi AZT (Azidotimidin)

10
Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap
AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia
untuk pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik
dan sel T4 > 500 mm3.
c) Terapi Antiviral Baru
Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan
menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya.
Obat-obat ini adalah:
- Didanosine
- Ribavirin
- Diedoxycytidine
- Recombinant CD4 dapat larut.
d) Vaksin dan Rekonstruksi Virus
Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon,
maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang
proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.

2. Diet

Penatalaksanaan diet untuk penderita AIDS (UGI, 2012) adalah:

a) Tujuan umum diet penderita HIV/AIDS adalah:

 Memberikan intervensi gizi secara cepat dengan mempertimbangkan


seluruh aspek dukungan gizi pada semua tahap dini penyakit infeksi HIV.

 Mencapai dan mempertahankan berat badan secara komposisi tubuh yang


diharapkan, terutama jaringan otot (Lean Body Mass).

 Memenuhi kebutuhan energy dan semua zat gizi.

 Mendorong perilaku sehat dalam menerapkan diet, olahraga dan relaksasi.

b) Tujuan khusus diet penderita HIV/AIDS adalah:

11
 Mengatasi gejala diare, intoleransi laktosa, mual dan muntah.
 Meningkatkan kemampuan untuk memusatkan perhatian, yang terlihat
pada: pasien dapat membedakan antara gejala anoreksia, perasaan
kenyang, perubahan indra pengecap dan kesulitan menelan.
 Mencapai dan mempertahankan berat badan normal.
 Mencegah penurunan berat badan yang berlebihan (terutama jaringan
otot).
 Memberikan kebebasan pasien untuk memilih makanan yang adekuat
sesuai dengan kemampuan makan dan jenis terapi yang diberikan.
c) Syarat-syarat diet penderita HIV/AIDS adalah:
 Energi tinggi. Pada perhitungan kebutuhan energi, diperhatikan faktor
stres, aktivitas fisik, dan kenaikan suhu tubuh. Tambahkan energi
sebanyak 13% untuk setiap kenaikan suhu 1°C.
 Protein tinggi, yaitu 1,1 – 1,5 g/kg BB untuk memelihara dan mengganti
jaringan sel tubuh yang rusak. Pemberian protein disesuaikan bila ada
kelainan ginjal dan hati.
 Lemak cukup, yaitu 10 – 25 % dari kebutuhan energi total. Jenis lemak
disesuaikan dengan toleransi pasien. Apabila ada malabsorpsi lemak,
digunakan lemak dengan ikatan rantai sedang (Medium Chain
Triglyceride/MCT). Minyak ikan (asam lemak omega 3) diberikan
bersama minyak MCT dapat memperbaiki fungsi kekebalan.
 Vitamin dan Mineral tinggi, yaitu 1 ½ kali (150%) Angka Kecukupan Gizi
yang di anjurkan (AKG), terutama vitamin A, B12, C, E, Folat, Kalsium,
Magnesium, Seng dan Selenium. Bila perlu dapat ditambahkan vitamin
berupa suplemen, tapi megadosis harus dihindari karena dapat menekan
kekebalan tubuh.
 Serat cukup, gunakan serat yang mudah cerna.
 Cairan cukup, sesuai dengan keadaan pasien. Pada pasien dengan
gangguan fungsi menelan, pemberian cairan harus hati-hati dan diberikan
bertahap dengan konsistensi yang sesuai. Konsistensi cairan dapat berupa

12
cairan kental (thick fluid), semi kental (semi thick fluid) dan cair (thin
fluid).
 Elektrolit. Kehilangan elektrolit melalui muntah dan diare perlu diganti
(natrium, kalium dan klorida).
 Bentuk makanan dimodifikasi sesuai dengan keadaan pasien. Hal ini
sebaiknya dilakukan dengan cara pendekatan perorangan, dengan melihat
kondisi dan toleransi pasien. Apabila terjadi penurunan berat badan yang
cepat, maka dianjurkan pemberian makanan melalui pipa atau sonde
sebagai makanan utama atau makanan selingan.
 Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering.
 Hindari makanan yang merangsang pencernaan baik secara mekanik,
termik, maupun kimia.

d) Jenis diet dan indikasi pemberian


Diet AIDS diberikan pada pasien akut setelah terinfeksi HIV, yaitu:
 Infeksi positif HIV tanpa gejala.
 Infeksi HIV dengan gejala (misalnya demam lama, batuk, diare, kesulitan
menelan, sariawan dan pembesaran kelenjar getah bening.
 Infeksi HIV dengan gangguan saraf.
 Infeksi HIV dengan TBC.
 Infeksi HIV dengan kanker dan HIV Wasting Syndrome.

Makanan untuk pasien AIDS dapat diberikan melalui tiga cara, yaitu secara oral,
enteral (sonde) dan parenteral (infus). Asupan makanan secara oral sebaiknya
dievaluasi secara rutin. Bila tidak mencukupi, dianjurkan pemberian makanan
enteral atau parental sebagai tambahan atau sebagai makanan utama. Ada tiga
macam diet AIDS yaitu Diet AIDS I, II dan III.

1) Diet AIDS I
Diet AIDS I diberikan kepada pasien infeksi HIV akut, dengan gejala
panas tinggi, sariawan, kesulitan menelan, sesak nafas berat, diare akut,
kesadaran menurun, atau segera setelah pasien dapat diberi makan. Makanan

13
berupa cairan dan bubur susu, diberikan selama beberapa hari sesuai dengan
keadaan pasien, dalam porsi kecil setiap 3 jam. Bila ada kesulitan menelan,
makanan diberikan dalam bentuk sonde atau dalam bentuk kombinasi
makanan cair dan makanan sonde. Makanan sonde dapat dibuat sendiri atau
menggunakan makanan enteral komersial energi dan protein tinggi. Makanan
ini cukup energi, zat besi, tiamin dan vitamin C. Bila dibutuhkan lebih banyak
energi dapat ditambahkan glukosa  polimer (misalnya polyjoule).
2) Diet AIDS II
Diet AIDS II diberikan sebagai perpindahan Diet AIDS I setelah tahap
akut teratasi. Makanan diberikan dalam bentuk saring atau cincang setiap 3
jam. Makanan ini rendah nilai gizinya dan membosankan. Untuk memenuhi
kebutuhan energi dan zat gizinya, diberikan makanan enteral atau sonde
sebagai tambahan atau sebagai makanan utama.
3) Diet AIDS III
Diet AIDS III diberikan sebagai perpindahan dari Diet AIDS II atau
kepada  pasien dengan infeksi HIV tanpa gejala. Bentuk makanan lunak atau
biasa, diberikan dalam porsi kecil dan sering. Diet ini tinggi energy, protein,
vitamin dan mineral. Apabila kemampuan makan melalui mulut terbatas dan
masih terjadi  penurunan berat badan, maka dianjurkan pemberian makanan
sonde sebagai makanan tambahan atau makanan utama.

3. Rehabilitasi

Rehabilitas ditujukan pada pengidap atau pasien AIDS dan keluarga atau orang
terdekat, dengan melakukan konseling yang bertujuan untuk:

1) Memberikan dukungan mental-psikologis.


2) Membantu merekab untuk bisa mengubah perilaku yang tidak berisiko tinggi
menjadi perilaku yang tidak berisiko atau kurang berisiko.
3) Mengingatkan kembali tentang cara hidup sehat, sehingga bisa
mempertahankan kondisi tubuh yang baik.

14
4) Membantu mereka untuk menemukan solusi permasalahan yang berkaitan
dengan penyakitnya, antara lain bagaimana mengutarakan masalah-masalah
pribadi dan sensitif kepada keluarga dan orang terdekat. (Wijanarko, 2016)

4. Edukasi

Edukasi pada masalah HIV/AIDS bertujuan untuk mendidik pasien dan


keluarganya tentang bagaimana menghadapi hidup bersama AIDS, kemungkinan
diskriminasi masyaratak sekitar, bagaimana tanggung  jawab keluarga, teman dekat atau
masyarakat lain. Pendidikan juga diberikan tentang hidup sehat, mengatur diet,
menghindari kebiasaan yang dapat merugikan kesehatan, antara lain: rokok, minuman
keras.  Narkotik, dsb. (Wijanarko, 2016)

15
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Pola Gordon


a. Pola Persepsi Terhadap Kesehatan
Terjadi perubahan karena defisit perawatan diri akibat kelemahan, sehingga
menibulkan masalah kesehatan lain yang juga memerlukan perawatan yang serius
akibat infeksi.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Penderita pada umumnya kehilangan nafsu makan, dan sering terjadi mual dan
muntah.
c. Pola Eliminasi
Biasanya pasien mengalami diare intermitten terus menerus dengan atau tanpa nyeri
tekan abdomen.
d. Pola Istirahat dan Tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan kualitas tidur karena sesak nafas dan batuk
yang produktif atau non produktif.
e. Pola Aktivitas dan Latihan
Mudah lelah dan berkurangnya toleransi terhadap aktivitas.
f. Pola Persepsi Diri
Adanya kecemasan, menyangkal dari kondisi, menarik diri, perasaan tidak berdaya
dan tidak punya harapan untuk sembuh.
g. Pola Kognitif Perseptual
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi kemampuan panca indra
penglihatan dan pendengaran akibat dari efek samping obat pada saat dalam tahap
penyembuhan
h. Pola Koping dan Toleransi Stress
Biasanya pasien mengalami depresi dikarenakan penyakit yang dialaminya. Serta
adanya tekanan yang dating dari lingkungannya.
i. Pola Reproduksi Seksual
Biasanya pasien mengalami herpes, kutil atau rabas pada daerah genitalia.

16
j. Pola Peran Hubungan
Biasanya pasien mengalami perubahan pada interaksi keluarga atau orang terdekat,
aktivitas yang tidak terorganisir, dan perubahan penyusunan tujuan.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Timbulnya distress spiritual pada diri penderita, bila terjadi serangan yang hebat dan
penderita tampak kurang sehat.

2. Diagnosa Keperawatan

RENCANA
N DIAGNOSA HASIL YANG DIHARAPKAN
KEPERAWATAN
O KEPERAWATAN (NOC)
(NIC)
1. Resiko terjadinya Setelah dilakukan tindakan 1) Cuci tangan sebelum dan
infeksi b.d depresi keperawatan selama 2x24 jam sesudah kontak dengan
sistem imun diharapkan resiko terjadinya infeksi pasien.
tidak terjadi dengan kriteria hasil: 2) Ciptakan lingkungan
 Klien yang bersih dan ventilasi
yang cukup.
3) Informasikan perlunya
tindakan isolasi.
4) Kaji tanda-tanda vital
termasuk suhu tubuh
badan.
5) Perhatikan adanya tanda-
tanda inflamasi.

2. Defisit volume Setelah dilakukan tindakan 1) Pantau tanda-tanda vital


cairan b.d diare keperawatan selama 2x24 jam termasuk CVP bila
berat diharapkan klien akan terpasang.

17
mempertahankan tingkat hidrasi 2) Catat peningkatan suhu
yang adekuat dengan kriteria hasil: dan lamanya, berikan
kompres hangat,
pertahankan pakaian
tetap kering, dan
kenyamanan suhu
lingkungan.
3) Kaji turgor kulit,
membrane mukosa, dan
rasa haus.
4) Catat intake cairan
5) Berikan makanan yang
mudah dicerna dan tidak
merangsang.

3. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji kemampuan


kebutuhan b.d keperawatan selama 2x24 jam mengunyah, merasakan,
hambatan asupan diharapkan ketidakseimbangan dan menelan.
makanan nutrisi tidak terjadi dengan criteria 2) Auskultasi bising usus.
(mual/muntah) hasil: 3) Hindari adanya stimulus
 Masukan per oral lingkungan yang
 Tidak ada penurunan berat berlebihan.
badan 4) Anjurkan pasien makan
 Porsi makan yang sedikit tapi sering.
disediakan habis 5) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk pemberian
diet sesuai indikasi.

18
3. Evaluasi
a. Pasien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tidak ada demam,
sekresi tidak purulent)
b. Pasien akan mempertahanjan tingkat hidrasi yang adekuat.
c. Pasien akan menunjukkan peningkatan berat badan ideal.

4. Discharge Planning

19
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat menyebabkan AIDS.
HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang memasukan materi genetiknya ke dalam sel
tuan rumah ketika melakukan cara infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA
menjadi DNA, yang kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi. (Wijanarko, 2016)

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang
termasuk kelompok resiko tinggi adalah:

1. Homoseksual atau biseks.


2. Orang yang ketagihan obat intravena.
3. Partnert seks dari penderita AIDS.
4. Transfusi darah.
5. Bayi dari ibu atau ayah yang terinfeksi. (Septiawan, 2015)

3.2 Saran

Diharapkan kepada para pembaca yang bekerja di bidang kesehatan untuk benar-benar
memahami tentang penyakit HIV/AIDS agar nantinya tidak terjadi kesalahan dalam asuhan
keperawatan pasien dengan HIV/AIDS.
Kepada instansi perlunya penambahan referensi berupa buku, jurnal, skripsi dll, agar
penulis dapat menambah lagi informasi tentang buku medikal bedah sehingga hasil yang
disalurkan dapat bermanfaat penuh untuk pembaca.

20
DAFTAR PUSTAKA

T. Heather Herdman, Phd, RN, FNI. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2018-2020. Jakarta: EGC

Bulechek, Gloria. M, dkk. 2013. Nursing Interventions Classification. America: Elseiver


Global Rights

Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification. America: Elseiver Global Rights

21

Anda mungkin juga menyukai