Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit atau
gangguan paru yang memberikan kelainan ventilasi berupa ostruksi saluran
pernapasan yang bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversible. Obstruksi ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel asing atau gas
yang berbahaya. Pada PPOK, bronkitis kronik dan emfisema sering ditemukan
bersama, meskipun keduanya memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut
PDPI 2010, bronkitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena
bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan
diagnosis patologi (PDPI, 2010, Andani, 2016).
Gejala yang sering muncul pada pasien PPOK adalah sesak nafas dan produksi
sputum berlebih. Hal tersebut akan berdambak terhadap difusi distribusi oksigen dari
paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh (GOLD, 2017). Adanya sesak nafas dan
produksi sputub berlebih harus diatasi karena kepatenan jalan nafas adalah hal utama
agar sirkulasi oksigen terdisitribusi dengan optimal.
Fenomena yang terjadi di rumah sakit pasien selalu diberi obat untuk
mengatasi sesak napas dan mengencerkan dahak, tanpa mempertimbangkan terapi non
farmakologi. Medikamentosa (obat) yang diberikan banyak memberikan efek
samping, misalnya menimbulkan takikardi. Fisioterapi dada dan batuk efektif adalah
tindakan mandiri perawat yang bisa dilakukan mudah dan murah yang dapat
dilakukan di rumah sakit. Kedua tindakan tersebut tidak memiliki efek samping
(Khasanah, 2015).
Penelitian Ariasti (2014) menunjukkan hasil t hitung sebesar -5.839 dengan P
value 0,000 (0,05), yang berarti ada pengaruh pemberian fisioterapi dada terhadap
kebersihan jalan napas pada pasien ISPA di Desa Pucung Eromoko Wonogiri.
Penelitian lain juga menunjukan hasil pengeluaran sputum pada kelompok intervensi
pagi hari keluaran sputum 4 -< 6 ml diperoleh dari 7 responden (63,6%), sedangkan
paling sedikit 2 <- 3 ml diperoleh dari 4 responden (36,4%). Kemudian pada
kelompok intervensi siang hari keluaran sputum dari 11 responden seluruhnya
sebanyak 1 -< 2 ml. Analisis dengan Independent t-test untuk intervensi pada pagi dan
siang hari menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (Khasanah, 2015).
Penelitian Nurmayanti (2019) didapatkan hasil statistik uji T berpasangan
(wilcoxon test) untuk nilai p= 0,001 (p<0,05) maka dapat ditarik kesimpulan ada
pengaruh fisioterapi dada, batuk efektif dan nebulizer terhadap peningkatan saturasi
oksigen sebelum dan sesudah diberikan intervensi di Rumah Sakit Islam Jakarta
Cempaka Putih. Penelitian lain yang dilakukan oleh Ariasti (2014) menunjukkan
hasil t hitung sebesar -5.839 dengan P value 0,000 (0,05), yang berarti ada pengaruh
pemberian fisioterapi dada terhadap kebersihan jalan napas pada pasien ISPA di Desa
Pucung Eromoko Wonogiri. Penelitian lain juga menunjukan hasil pengeluaran
sputum pada kelompok intervensi pagi hari keluaran sputum 4 -< 6 ml diperoleh dari
7 responden (63,6%), sedangkan paling sedikit 2 <- 3 ml diperoleh dari 4 responden
(36,4%). Kemudian pada kelompok intervensi siang hari keluaran sputum dari 11
responden seluruhnya sebanyak 1 -< 2 ml. Analisis dengan Independent t-test untuk
intervensi pada pagi dan siang hari menunjukkan nilai signifikansi 0,000 (Khasanah,
2015).

Rumah Sakit Umum Gunung Sawo Temanggung ruang Flamboyan 2 & 3


merupakan bangsal umum dimana pasien-pasien infeksi pernafasan banyak ditemui
disana. Berdasarkan laporan tahun 2019 terdapat banyak pasien PPOK yang
menjalani rawat inap. Rata-rata pasien infeksi saluran pernafasaan ataupu penyakit
paru obstruktif kronis mengalami hipersekresi secret, dimana reflek batuk meningkat
dan terjadi sesak nafas, terjadi penurunan kadar saturasi oksigen. Sehingga penulis
merasa tertarik untuk mengapliksikan metode fototerapi dada dan mengajarkan batuk
efektif dalam meningkatkan kadar saturasi oksigen pada pasien PPOK

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada asuhan keperawatan ini adalah :
1. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis?
2. Apakah fisioterapi dada efektif dan batuk efektif dalam menjaga kepatenan jalan
nafas pasien?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronis di RSU.Gunung Sawo Temanggung.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di
RSU.Gunung Sawo Temanggung.
b. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronis di RSU.Gunung Sawo Temanggung.
c. Menerapkan evidence based nursing practicefisioterapi dadadan batuk efektif
pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di RSU.Gunung Sawo
Temanggung.
d. Menganalisa proses asuhan keperawatan terhadap perkembangan pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronis di RSU.Gunung Sawo Temanggung.

Anda mungkin juga menyukai