Anda di halaman 1dari 49

PROPOSAL

HUBUNGAN INSIASI MENYUSUI DINI TERHADAP INVOLUSI UTERI


PADA IBU POST PARTUM DI BPM JENDA TAHUN 2019

Diajukan untuk memenuhi sebagian syarat dalam menyelesaikan pendidikan


Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Involusi merupakan perubahan retrogresif pada uterus yang menyebabkan

berkurangnya ukuran uterus, involusi puerperium dibatasi pada uterus dan apa

yang terjadi pada organ dan struktur lain hanya dianggap sebagai perubahan

puerperium (Varney’s, 2007)1.

Involusi atau ppengerutan uterus merupakan sutau proses dimana uterus

kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini

dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot polos uterus.

Proses involusi uteri pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis

tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilicus dengan fundus bersandar pada

promontorium sakralis. Pada saat inii bedar uterus kira-kira sama dengan

besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram

peningkatan kadar estrogen dan progesterone bertanggung jawab untuk

pertumbuhan massif uterus selama masa kehamilan. Pertumbuhan uterus pada

masa prenatal tergantung pada hyperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot

hipertropi, yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada pada masa post partum

penurunan kadar hormone-hormon ini menyebabkan autolysis2.

1
Varney, et al. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 2007. Edisi 4. Jakarta: EGC.
2
Ambarwati, E R dan Wulandari, D. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Mitra
Cendika Press. Arikunto,S. 2006.
Insiasi menyusui dini (IMD) adalah proses bayi menyusui segera setelah

dilahirkan selama 1 jam. Protocol evidenbased yang baru telah diperbaharui

oleh WHO dan UNICEF tentng asuahan bayi baru lahir satu jam pertama

salah satu dari pernyataanya, yaitu bayi harus mandapatkan kontak kulit

dengan ibunya segera setelah lahir selama paling sedikit satu jam (Ambarwati

dan Walandari, 2008). Pendekatan Inisiasi menyusui Dini (IMD) yang

sekarang dianjurkan adalah dengan metode breast crawl di mana segerrah

setelah bayi lahir ia diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk

mencari sendiri putting ibunya dann akhirnya mengisapnya tanpa bantuan

siapapun. Kerena proses ini menekaknkan kata (menyusu) bukan (menyusui)

sebab bayinya yang menajdi pusat bantuan perhatian untuk aktif

melakukannya sendiri3.

IMD (Inisiasi Menyusui Dini) adalah proses alamiah dalam hal

mengembalikan bayi manusia untuk menyusu, yaitu dengan memberikan

kesempatan pada bayi untuk mencari dan menghisap ASI sendiri, dalam satu

jam pertama pada awal kehidupannya. Hal ini dapat terjadi jika segera setelah

lahir, bayi dikeringkan dan setelah dipotong tali pusatnya bayi langsung

dibiarkan melakukan kontak kulit dengan kulit ibunya, setidak nya selama 1

(satu) jam untuk menjamin berlangsungnya proses menyusui yang benar

(Roesli U, 2008).

Inisiasi menyusu dini merupakan salah satu factor yang mempengaruhi

involusimuterus kerena saat menyusui terjadi rangsangan dan dikeluarnya

hormone antara lain oksitosin yang berfungsi selain merangsang kontraksi


3
Varney, et al. 2006. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4. Jakarta: EGC.
otot-otot polos payudara, juga menyebabkan terjadinya kontraksi dan retrasi

otot uterus. Hal ini akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan

berkurangnya sampai darah ke uterus. Proses ini mebantu untuk mengurangi

situs atau tepat implantasi palsenta serta mengurangi perdarahan (Roesli,

2008). Menurut Praborini (2008) ibu yang melakukan insiasi menyusu dini

akan mempercepat involui uterus karena pengaruh hormone oksitosin yang

dapat meningkatkan kontraksi uterus. Peningkatan pemberian ASI perlu

dilakukan dalam upaya peningkatan kesehatan bagi bayi dan ibu.

Beberapa faktor, antara lain usia ibu, jumlah anak yang dilahirkan

(paritas), menyusui eksklusif, mobilisasi dini, dan menyusui dini. IMD

merupakan titik awal yang penting untuk proses menyusui, serta untuk

membantu mempercepat pengembalian rahim ke bentuk semula dan

mengurangi perdarahan setelah kelahiran. Hal ini disebabkan adanya isapan

bayi pada payudara dilanjutkan melalui saraf ke kelenjar hipofise di otak yang

mengeluarkan hormon oksitosin. Oksitosin selain bekerja untuk

mengkontraksikan saluran ASI pada kelenjar air susu juga merangsang uterus

untuk berkontraksi sehingga mempercepat proses involusi uterus (Sujiyatini,

2010).

Menurut WHO (world health organization), pada tahun 2012 angka

kematian ibu di dunia 287.000, WHO memperkirakan ada 500.000 kematian

ibu melahirkan di seluruh dunia setiap tahunnya, penyumbang terbesar dari

angka tersebut merupakan negara berkembang yaitu 99%. Perempuan

meninggal akibat komplikasi selama dan setelah kehamilan serta persalinan.


Sebagian besar komplikasi ini berkembang selama kehamilan. Komplikasi

utama penyumbang 80% kematian ibu adalah perdarahan parah (sebagian

besar perdarahan postpartum akibat involusi yang tidak baik ), infeksi

(biasanya setelah melahirkan), tekanan darah tinggi selama kehamilan

(preeklampsia dan eklampsia) dan aborsi tidak aman. Sisanya disebabkan oleh

penyakit malaria dan AIDS selama kehamilan. Menurut WHO (world health

organization), diseluruh dunia setiap menit seorang wanita meninggal karena

komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan masa nifas. Dengan

kata lain, 1.400 wanita meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 setiap

tahun (WHO, 2012). Di Asia Tenggara (ASEAN), sebanyak 232.000 ibu

meninggal setiap tahun karena komplikasi maternal, artinya terdapat 1

kematian ibu setiap 2,3 menit. Tujuh faktor kematian maternal di Asia antara

lain: kehamilan ektopik dan komplikasi lain 15%, Anemia 13%, Hipertensi

dalam kehamilan 9%, persalinan obstruktif, abortus 6%, infeksi 12%, serta

perdarahan 31% yang disebabkan oleh retensio plasenta, atonia uteri, dan sisa

plasenta yang tidak segera ditangani (Depkes RI, 2014). Berdasarkan Survey

Demografi Kesehatan Indonesia ( SDKI ) terakhir tahun 2007 Angka Kematin

Ibu (AKI ) Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran Hidup (KH), angka

tersebut masih menempati urutan tertinggi di Asia. Tiga faktor utama

penyebab tingginya AKI yaitu, perdarahan pervaginam (28 %), hipertensi saat

hamil atau pre eklamsi dan eklamsi (24 %), dan infeksi (11 %). Diperkirakan

bahwa 60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50

% kematian ibu pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama yang sebagian
besar disebabkan karena perdarahan post partum akibat involusi uterus yang

tidak baik (Depkes RI, 2014). Data SDKI tahun 2007 menunjukkan bahwa

lebih dari empat pada setiap sepuluh anak atau (44%), disusui dalam satu jam

pertama setelah kelahiran, dan lebih dari enam pada setiap sepuluh anak

(62%) disusui dalam satu hari setelah kelahiran. Penundaan IMD merupakan

faktor resiko yang dapat meningkatkan kematian neonatus sebesar 2,4 %.

Memulai menyusu dini akan mengurangi 22% kamatian bayi berusia 28 hari

kebawah, meningkatkan keberhasilan menyusui secara eksklusif dan lamanya

bayi disusui, merangsang produksi ASI, memperkuat refleks menghisap bayi,

karena refleks menghisap bayi paling kuat dalam beberapa jam setelah

melahirkan (Depkes RI, 2014). Menurut Profil Kesehatan DKI Jakarta

Berdasarkan studi pendahuluan di PPM terdapat 79 puskesmas di Jakarta

selatan dan terdapat BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb di wilayah

cakupan Jakarta selatan. Hasil penelitian ini pada tahun 2019 yang berjudul

Hubungan antara Menyusui Dini dengan Involusi . Dapat disimpulkan bahwa

semakin sering ibu menyusui, semakin cepat uterus berinvolusi, oleh karena

itu diharapkan  pada ibu nifas untuk lebih sering menyusui bayinya karena

banyak sekali manfaatnya antara lain untuk merangsang produksi air susu ibu

dan yang penting adalah mempercepat proses involusi uterus.

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa inisiasi menyusu

dini (IMD) sangat penting karena pengaruh hisapan bayi pada payudara Ibu

dapat mengakibatkan pengeluaran hormon oksitosin yang dapat mengurangi

kejadian perdarahan setelah nifas dan membantu percepat pemulihan rahim


Ibu. Dari kesimpulan di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan

penelitian dengan judul ” Hubungan IMD pada proses Involusi uteri”

menyusui dini sehingga dapat mempercepat kembalinya posisi fundus uterus

ke posisi normal dan menghentikan perdarahan serta dapat memberikan imun

kepada bayi melalui ASI ekslusif. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti

tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang Hubungan IMD terhadap proses

Involusi uteri di BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb pada tahun 2019.

Akan dilakukan penelitian tentang Hubungan IMD terhadap proses involusi

uteri pada ibu nifas di BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb untuk

mengetahui Hubungan IMD terhadap proses involusi uteri pada ibu nifas di

BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb.

1.2 Rumusan Masalah

IMD pada proses Involusi uteri, khususnya mereka yang meiliki Bayi juag

ibu post partum di BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb . Dalam upaya

melakukan IMD sangat penting bagi semua ibu-ibu post pasrtum tanpa

terkecuali. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Hubungan IMD

terhadap proses involusi uteri pada ibu post partum di BPM Bidan Meyriska,

Wr, Amd. Keb .

1.3 Pertanyaan Penelitian


Bagaimana Hubungan IMD terhadap proses involusi uteri pada ibu post

partum di BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb ?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Mengetahui Hubungan IMD terhadap proses involusi uteri pada ibu

Post Partum di BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb .

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui Hubungan IMD pada ibu Post Partum di BPM Bidan

Meyriska, Wr, Amd. Keb .

2. Mengetahui Hubungan Involusi uteri pada ibu Post Partum di BPM

Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb .

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini secara teoritis bermanfaat untuk menguji teori dan

menunjukan hubungan antar variabelnya untuk melihat hasilnya.

1.5.2 Manfaat Metodologi

Penelitian ini digunakan sebagai refrensi untuk melakukan penelitian

selanjutnya terkait dengan Mengetahui Hubungan IMD terhadap

proses involusi uteri pada ibu Post Partum di BPM Bidan Meyriska,

Wr, Amd. Keb .


1.5.3 Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap

tenaga medis dan ibu post partum agar memberikan IMD pada bayi,

kususnya ibu post partum.

1.6 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari penelitian ini untuk mengetahui Mengetahui

Hubungan IMD terhadap proses involusi uteri pada ibu Post Partum di BPM

Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb. Dalam penelitian ini terdapat 79 puskesmas

di Jakarta selatan dan BPM Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb di wilayah

cakupan Jakarta selatan yang masing-masing akan dilipih secara acak dengan

pendekatan cluster sampling dengan populasi yang mewakili yaitu BPM

Bidan Meyriska, Wr, Amd. Keb dengan total 10 responden yang

keseluruhannya adalah ibu post partum. Data ini diambil melalui data primer

dengan menyebar kuisioner. Pengelolaan penelitian ini dengan program SPPS

18
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Teori Involusi Uteri

2.1.1 Pengertian

Involusi uteri merupakan pengecilan yang normal dari

suatu organ setelah organ tersebut memenuhi fungsinya,

misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan, Involusi uteri

adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali

ke bentuk asal.4

1. Proses involusi uteri

Pada akhir kala III persalinan, uterus berada di garis

tengah, kira-kira 2 cm dibawah umbilikus dengan fundus

bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat ini besar

uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia

kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram.

Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung

jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama masa hamil.

Pertumbuhan uterus pada masa prenatal tergantung pada

hyperplasia, peningkatan jumlah sel- sel otot dan hipertropi,

yaitu pembesaran sel-sel yang sudah ada.

Pada masa post partum penurunan kadar hormon-hormon

ini menyebabkan autolisis. Proses involusi uterus adalah


4
Elisabeth siwi walyani.asuhan kebidanan masa nifas dan menyusui.PT pustaka Baru 2017
sebagai berikut :

a. Autolysis

Autolysis merupakan proses penghancuran diri

sendiri yang terjadi didalam otot uterine. Enzim

proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang

telah sempat mengendur hingga 10 kali panjangnya

dari semula dan lima kali lebar dari semula selama

kehamilan. Sitoplasma sel yang berlebihan akan

tercerna sendiri sehingga tertinggal jaringan fibro

elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan.

b. Atofi jaringan

Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estogen

dalam jumlah besar, kemudian mengalami atrofi

sebagai reaksi terhadap penghentian produksi

estrogen yang menyertai pelepasan plasenta. Selain

perubahan atrofi pada otot-otot uterus, lapisan

desidua akan mengalami atrofi dan terlepas dengan

meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi

menjadi endomaterium yang baru.

c. Efek Oksitoksin ( Kontraksi )

Intensitas kontraksi uterus meningkat secara

bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi

sebagai respon terhadap penurunan volume


intrauterin yang sangat besar. Hormon oksitoksin

yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan

mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh

darah dan membantu proses hemostasis. Kontraksi

dan retraksi otot uterin akan mengurangi suplai darah

ke uterus. Proses ini akan membantu mengurangi

bekas luka implantasi plasenta serta mengurangi

perdarahan. Luka bekas perlekatan plasenta

memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.

Selama 1 sampai 2 jam pertama post partum

intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan

menjadi teratur. Karena itu penting sekali menjaga

dan mempertahankan kontraksi uterus pada masa

ini.Suntikan oksitoksin biasanya diberikan secara

intravena atau intramuskuler segera setelah kepala

bayi lahir. Pemberian ASI segera setelah bayi lahir

akan merangsang pelepasan oksitoksin karena isapan

bayi pada payudara.

Faktor-faktor yang mempengaruhi involusi uterus

diantaranya :

a. Senam nifas

Merupakan senam yang dilakukan pada ibu yang


sedang menjalani masa nifas. Tujuan senam :

mempercepat pemulihan kondisi tubuh ibu setelah

melahirkan, mencegah komplikasi yang mungkin terjadi

selama masa nifas, memperkuat otot perut, otot dasar

panggul, dan mem memperlancar sirkulasi pembuluh

darah, membantu memperlancar terjadinya proses

involusi uteri.

b. Mobilisasi dini ibu post partum

Merupakan suatu gerakan yang dilakukan bertujuan

untuk merubah posisi semula ibu dari berbaring, miring-

miring, duduk sampai berdiri sendiri setelah beberapa

jam melahirkan. Tujuan mem perlancar pengeluaran

lochea (sisa darah nifas), mempercepat involusi,

melancarkan fungsi organ gastrointestinal dan organ

perkemihan, memperlancar peredaran sirkulasi darah .

c. Menyusui dini

Menyusui dini merupakan salah satu faktor

pendukung terjadinya Proses involusi uteri karena

dengan memberikan Air Susu Ibu kepada bayi segera

setelah melahirkan sampai satu jam pertama,

memberikan efek kontraksi pada otot polos uterus .

d. Gizi

Merupakan proses organisme dengan menggunakan


makanan yang dikonsumsi, secara normal melalui proses

digesti, transportasi, penyimpanan metabolisme dan

pengeluaran zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi

normal dari organ - organ, serta menghasilkan

energi .

e. Psikologis

Terjadi pada pasien post partum blues merupakan

perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil

sehingga sulit menerima kehadiran bayinya. Ditinjau

dari faktor hormonal, kadar estrogen, progesteron,

prolactin, estriol yang terlalu tinggi maupun terlalu

rendah. Kadar estrogen yang rendah pada ibu post

partum memberikan efek supresi pada aktifitas enzim

mono amineoksidase yaitu enzim otak yang bekerja

menginaktifkan baik nor adrenalin maupun serotinin

yang memberikan efek pada suasana hati dan kejadian

depresi pada ibu post partum.

f. Faktor usia

Elastisitas otot uterus pada usia lebih 35 tahun keatas

berkurang.

g. Faktor paritas

Ukuran uterus primipara dan multipara juga


mempengaruhi proses berlangsungnya involusi uterus

(Hanifa, 2002) dan (Ambarwati & Wulandari, 2008).

2. Bagian bekas implantasi plasenta

a. Bekas implantasi plasenta segera setelah plasenta

lahir seluas 12x5cm, permukaan kasar, dimana

pembuluh darah besar bermuara.

b. Pada pembuluh darah terjadi pembentukan

trombosis disamping pembuluh darah tertutup

karena kontraksi otot rahim.

c. Bekas luka implantasi dengan cepat mengecil, pada

minggu kedua sebesar 6 - 8 cm dan pada akhir masa

nifas sebesar 2 cm.

d. Lapisan endometrium dilepaskan dalam bentuk

jaringan nekrosis bersama dengan lokhea.

e. Luka bekas implantasi plasenta akan sembuh karena

pertumbuhan endometrium yang berasa l dari tepi

luka dan lapisan basalis endometrium.

f. Luka sembuh sempurna pada 6 - 8 minggu post

partum.

3. Perubahan normal pada uterus selama post partum.

Involusi Tinggi Diameter Palpasi Cervik


Fundus
Uteri Uterus Uterus
Berat Uteri
Plasenta Setinggi 12,5 cm Lembut/lunak
Lahir Pusat / 1000
gr
7 Hari Pertengahan 7,5 cm 2 cm
antara pusat
dan
symphisis /
500 gr
14 Hari Tidak 5 cm 1 cm
Teraba / 350
gr
6 Minggu Normal / 60 2,5 cm Menyempit
gr

Tabel 1.1 Perubahan normal pada uterus selama post partum


(Sumber : Pusdiknakes, 2003)

Gambar 2.1. Tinggi fundus uteri masa nifas (Sumber :


Pusdiknakes, 2003).

Involusi dapat diamati dari luar dengan memeriksa

fundus uteri sebagai berikut : Segera setelah melahirkan,


tinggi fundus uteri 2 cm dibawah pusat, 12 jam kemudian

kembali 1cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1cm

setiap hari. Pada hari ke dua setelah persalinan tinggi

fundus uteri 1cm dibawah pusat. Pada hari ke 3 - 4 tinggi

fundus uteri 2 cm dibawah pusat. Pada hari 5 - 7 tinggi

fundus uteri setengah pusat sampai simpisis. Pada hari ke

10 tinggi fundus uteri tidak teraba. Pemeriksaan uterus

meliputi mencatat lokasi, ukuran, dan konsistensi.

a. Penentuan lokasi uterus

Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada

diatas atau dibawah umbilikus dan apakah fundus

berada pada garis tengah abdomen atau bergeser

kesalah satu sisi.

b. Penentuan ukuran uterus

Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada

puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari umbilikus

atas atau bawah .

c. Penentuan konsistensi uterus

Ada dua ciri konsistensi uterus yaitu uterus keras teraba

sekeras batu dan uterus lunak dapat dilekukkan, terasa

mengeras dibawah jari-jari ketika tangan melakukan

masase pada uterus (Varney’s, 2004).

Bila uterus mengalami atau terjadi kegagalan dalam


involusi disebut subinvolusi. Subinvolusi sering

disebabkan oleh infeksi dan tertinggalnya sisa plasenta

dalam uterus sehingga proses involusi uterus tidak

berjalan dengan normal atau terhambat, bila subinvolusi

uterus tidak ditangani dengan baik, akan

mengakibatkan perdarahan yang berlanjut atau

postpartum haemorrhage. Ciri-ciri subinvolusi atau

proses involusi yang abnormal diantaranya : tidak

secara progresif dalam pengembalian ukuran uterus,

uterus teraba lunak dan kontraksinya buruk, sakit pada

punggung atau nyeri pada pelvik yang persisten,

perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan

segar, lochea rubra banyak, persisten, dan berbau

busuk.

2.1.2 Ibu Post Partum

Merupakan perempuan yang mengalami masa pulih

kembali dalam waktu empat puluh hari, mulai dari persalinan

selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum

hamil (Bobak dkk, 2004). Masa nifas (puerperium) dimulai

setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung

selama kira-kira 6 minggu. Perempuan yang melalui periode

puerperium disebut puerpera. Puerperium berlangung selama 6


minggu atau 42 hari

1. Lochea

Merupakan eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea

mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik

dari dalam uterus. Lochea mempunyai reaksi basa/alkhalis

yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat

daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal.

Lochea mempunyai bau amis/ anyir seperti darah menstruasi,

meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya berbeda -

beda pada setiap wanita. Lochea yang berbau tidak sedap

menandakan adanya infeksi. Lochea mempunyai perubahan

karena proses involusi.

2. Proses keluarnya darah nifas atau lochea terdiri atas 4

tahapan :

a. Lochea Rubra / Merah ( Kruenta ).

Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 4

masa post partum. Cairan yang keluar berwarna merah

karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,

dinding rahim, lemak bayi, lanugo, dan mekonium.

b. Lochea Sanguilenta

Cairan yang keluar berwarna merah kecoklatan dan


berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai hari ke 7

postpartum.

c. Lochea serosa

Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena

mengandung serum, leukosit dan laserasi plasenta.

Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14 post partum.

d. Lochea alba

Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput

lendir servik dan serabut jaringan yang mati. Lochea

alba bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu

postpartum

2.1.3 Pengertian Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan perubahan fisiologis pada sistem

Reproduksi pada masa nifas yang terjadi pada setiap organ dan

saluran yang reproduktif. Subinvolusi uteri dapat terjadi pada :

1. Subinvolusi Uterus

Subinvolusi uterus adalah kegagalan uterus untuk

mengikuti pola normal involusi/proses involusi rahim

tidak berjalan sebagai mestinya sehingga proses

pengecilan uterus terhambat.

Tanda dan gejala :

a. Fundus Uteri letaknya tetap tinggi di dalam

abdomen/pelvis dari yang seharusnya atau


penurunan fundus uteri lambat.

b. Konsistensi uterus lembek

c. Pengeluaran lochea seringkali gagal berubah

d. Terdapat bekuan darah

e. Lochea berbau menyengat

f. Uterus tidak berkontraksi

2. Pucat, Pusing, dan tekanan darah rendah serta suhu tubuh

tinggi

Penyebab:

a. Terjadi infeksi pada miometrium

b. Terdapat sisa plasenta dan selaput plasenta di

dalam uterus

c. Lochea rubra lebih dari 2 minggu post partum dan

pengeluaran lebih banyak dari yang di perkirakan

3. Subinvolusi tempat Plasenta

Yaitu kegagalan bekas tempat implantasi untuk berubah

Tanda dan gejala:

a. Tempat implantasi masih meninggalkan parut dan

menonjol

b. Perdarahan
2.1.4 Indikator Variabel involusi uteri

1.Involusi Tidak Normal

2.Involusi Normal

2.1.5 Cara Ukur Variabel Involusi Uteri

Cara Ukur dari variabel involusi uteri ini yaitu dengan

menggunakan kuesioner dan responden diminta untuk

memberikan jawabn atas pertanyaan yang diberikan oleh

peneliti, kemudian diukur dengan menggunakan skala Guttman

dimana jawaban didapatkan hanya “Ya” dan “tidak” serta skala

ini hanya digunakan untuk mengukur variabel yang memiliki

nilai 1 poin.

2.1.6 Sintesa Variabel Involusi Uteri

Involusi uterus adalah suatu proses dimana uterus kembali

ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60 gram. Proses ini

dimulai segera setelah plasenta lahir akibat kontraksi otot-otot

polos uterus.

2.2 Inisiasi Menyusui Dini

2.2.1 Pengertian Inisiasi Menyusu Dini

IMD merupakan kemampuan bayi mulai menyusu sendiri

segera setelah dia dilahirkan. Pada prinsipnya IMD merupakan

kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi segera

ditengkurapkan di dada atau di perut ibu setelah seluruh badan

dikeringkan (bukan dimandikan), kecuali pada telapak tangannya.


Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena cairan ketuban

karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang

dikeluarkan payudara ibu yang akan menuntun bayi untuk

menemukan puting (Siswosuharjo dan Chakrawati, 2010).

Menurut pokok-pokok Peraturan Pemerintah No.33 Tahun

2012 tentang pemberian ASI eksklusif IMD adalah suatu proses

dimana bayi begitu dilahirkan dari rahim ibu, tanpa dimandikan

terlebih dahulu segera diletakkan pada perut dan dada ibu dengan

kulit bayi melekat atau bersentuhan langsung pada kulit ibu.

Proses ini dilakukan sekurangnya selama 1 jam dan /atau sampai

dengan bayi berhasil meraih puting ibu untuk menyusu langsung

sesuai kebutuhannya atau lamanya menyusu saat IMD ditentukan

oleh bayi. IMD dapat dilakukan dalam semua jenis kelahiran

normal maupun dengan bantuan vakum atau operasi.

2.2.2 Manfaat Inisiasi Menyusui Dini

Manfaat kontak kulit dengan kulit segera setelah lahir dan bayi

menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan (Roesli, 2012):

1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi

merangkak mencari payudara.

2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung

bayi lebih stabil.

3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri

dari kulit ibunya dan dia akan menjilat-jilat kulit ibu, menelan
bakteri baik dari kulit ibu. Bakteri baik ini akan berkembang

biak membentuk koloni di kulit dan usus bayi, menyaingi

bakteri jahat dari lingkungan.

4. Ikatan kasih sayang (Bonding) antara ibu-bayi akan lebih baik

karena pada 1-2 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setelah

itu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. Pemberian ASI

lebih awal dapat membantu bayi untuk belajar menyusu

5. Bayi yang diberi kesempatan menyusu dini lebih berhasil

menyusui eksklusif dan akan lebih lama disusui. Menunda

permulaan menyusu lebih dari satu jam menyebabkan kesukaran

menyusui.

6. Pelekatan bayi pada ibu dan penghisapan puting ibu merangsang

pengeluaran horman oksitosin dan prolaktin. Hormon prolaktin

akan merangsang produksi ASI. Sedangkan, fungsi hormon

oksitosin adalah:

a. Membantu rahim berkontraksi sehingga membantu

pengeluaran ari-ari (plasenta) dan mengurangi perdarahan

ibu.

b. Merangsang produksi hormon lain yang membuat ibu

menjadi lebih rileks, lebih mencintai bayinya, meningkatkan

ambang nyeri, dan perasaan sangat bahagia.

c. Menenangkan ibu dan bayi serta mendekatkan mereka

berdua.
d. Merangsang pengaliran ASI dari payudara. Jika dirangsang

oleh hormon oksitosin, otot yang melingkari pabrik ASI ini

akan mengerut (berkontraksi) dan menyemprotkan ASI dari

pabrik ASI ke saluran ASI .

7. Bayi mendapatkan ASI kolostrum yaitu ASI yang pertama kali

keluar. Bayi yang diberi kesempatan inisiasi menyusu dini

lebih dulu mendapatkan kolostrum daripada yang tidak diberi

kesempatan.

2.2.3 Syarat-Syarat Ibu dan Bayi dapat dan tidak dapat dilakukan

IMD

Syarat dilakukannya IMD adalah apabila ibu dan bayi dalam

keadaan sehat, bugar, tidak gawat darurat, meskipun kelahiran

dilakukan melalui operasi caesar, IMD tetap bisa dilakukan (Info,

2013). Menurut PP No. 33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI

eksklusif bahwa pelaksanaan IMD ini dapat tidak dilaksanakan

apabila terdapat indikasi medis demi keselamatan ibu dan bayi.

2.2.4 Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui

Berdasarkan keputusan menteri kesehatan Republik

Indonesia nomor 03 Tahun2010 tentang Sepuluh Langkah Menuju

Keberhasilan Menyusui:

1. Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran,

fungsi dan tanggung jawab antara perempuan dan laki-laki yang

merupakan hasil konstruksi sosial budaya dan dapat berubah


sesuai dengan perkembangan zaman dan dukungan masyarakat

itu sendiri

2. Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi

laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan

hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan

berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya,

pendidikan, pertahanan, keamanan sosial dan kesamaan dalam

menikmati hasil pembangunan yang dampaknya seimbang.

3. Air Susu Ibu yang selanjutnya disebut ASI adalah cairan hidup

yang mengandung sel-sel darah putih, imunoglobulin, enzim dan

hormon, serta protein spesifik, dan zat-zat gizi lainnya yang

diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan anak.

4. Pemberian ASI Eksklusif adalah pemberian hanya air susu ibu

saja tanpa makanan atau minuman lain kepada bayi sejak lahir

sampai berusia enam bulan

5. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah segera menaruh bayi di

dada ibunya, kontak kulit dengan kulit (skin to skin contact)

segera setelah lahir setidaknya 30 menit sampai satu jam atau

lebih sampai bayi menyusu sendiri.

6. Kelompok Pendukung ASI yang selanjutnya disebut KP-ASI

adalah kelompok yang dibentuk oleh fasilitas pelayanan

kesehatan dan masyarakat untuk mendukung ibu hamil, ibu baru

melahirkan serta ibu menyusui.


7. Suami Siaga adalah suami yang selalu siap, antar, jaga dalam

mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kehamilan,

persalinan, pengasuhan dan perawatan bayi termasuk pemberian

ASI serta upaya-upaya komplikasi.

8. Pendampingan bagi Ibu dan Keluarga adalah pendampingan

yang dilakukan oleh tenaga kesehatan (konselor) bagi ibu dan

keluarga khususnya dalam mengatasi permasalahan/kesulitan

menyusui.

9. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan atau tempat yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan

baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilakukan

oleh Pemerintah, Pemda dan atau masyarakat.

10. Rumah Sakit Sayang Ibu dan Bayi yang selanjutnya disebut

RSSIB adalah rumah sakit pemerintah maupun swasta, umum

maupun khusus yang telah melaksanakan Sepuluh Langkah

Menuju Perlindungan Ibu dan Bayi secara terpadu dan

paripurna.

2.2.5 Indikator Varibel IMD

1. Melakukan Inisiasi Menyusu dini

2. Tidak Melakukan Inisiasi Menyusu dini

2.2.6 Cara Ukur Variabel IMD

Cara Ukur dari variabel involusi uteri ini yaitu dengan

menggunakan checklist dan responden diminta untuk memberikan


jawabn atas pertanyaan yang diberikan oleh peneliti, kemudian

diukur dengan menggunakan skala Guttman dimana jawaban

didapatkan hanya “Ya” dan “tidak” serta skala ini hanya

digunakan untuk mengukur variabel yang memiliki nilai 1 poin.

2.2.7 Sintesa Variabel IMD

Inisiasi menyusu dini (IMD) adalah proses menyusu segera yang

dilakukan dalam satu jam pertama setelah bayi lahir. Satu jam

pertama kelahiran bayi adalah saat paling penting, karena di masa

satu jam pertama ini terjadi fase kehidupan yang mempengaruhi

proses menyusui.

2.3 Landasan Teori Menuju Konsep

Faktor yang mempengaruhi dalam proses involusi uteri adalah umur,

paritas, inisiasi menyusu dini, usia, status gizi, mobilisasi dini. Inisiasi

Menyusu Dini melakukan akan mempercepat involusi uterus karena

pengaruh hormon oksitosin ditandai dengan rasa mulas karena rahim yang

berkontraksi.

Inisiasi menyusu dini pada masa nifas berkaitan dengan proses

involusio ueri. Hal ini dikarenakan adanya hubungan antara menyusui

dengan pengaturan kadar hormonal prolaktin dan oksitosin dalam darah.

Kedua hormon ini sangat diperlukan dalam proses pengeluaran permulaan

dan pemeliharaan penyediaan ASI selama proses menyusui. Pengeluaran

prolaktin dihambat oleh faktor yang menghambat pengeluaran prolaktin


seperti bahan dopamin, serotonin. Pengeluaran oksitosin ternyata disamping

dipengaruhi isapan bayi juga oleh suatu reseptor yang terletak dalam sistem

duktus.

Hasil penelitian Justina (2008), tentang pengaruh IMD terhadap lama

persalinan kala III dan involusi uterus didapatkan hasil, ada hubungan antara

IMD dengan proses involusi uterus dengan nila p = 0,000. Ibu yang

melakukan IMD mempunyai peluang 25 kali memiliki TFU normal

dibadingkan yang tidak IMD. Penelitian yang menunjang hasil diatas adalah

pendapat Siswono (2001) yang mengatakan bahwa isapan bayi pada outing

susu ibu akan merangsang dikeluarkannya hormon oksitosin yang

merangsang uterus berkontraksi dan mempercepat involusi uterus. Sejalan

dengan hasil penelitian ini, peneliti lain juga mengatakan bahwa perilaku

menyusu yang baik segera setelah kelahiran dapat membantu kontraksi

uterus dan penurunan TFU dengan respon hormonal oksitosin di otak yang

akan memperkuat kontraksi uterus.


BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN KERANGKA

ANALISIS

3.1 Kerangka Teori

Pendidikan Terhadap Involusi


Inisiasi Menyusui Dini Uteri
Mobilisasi Dini

Sumber :

3.2 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Involusi Uteri

3.3 Kerangka Analisis

Kerangka analisis dalam penelitian ini yaitu:

X1 Y
Gambar 3.3 Kerangka Analisis

Keterangan:

X1= Variabel Inisiasi Menyusui Dini


Y = Variabel
3.4 Definisi Konsep, Definisi Operasional dan Pengukuran

Cara Skala
No Variabel Definisi Konsep Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
Ukur Ukur
1. Involusi Proses pemulihan uterus Proses pemulihan uterus Kuesioner Responden 1. Ya Ordinal
Uteri ke bentuk semula setelah kembali ke bentuk semula mengisi 2. Tidak
melahirkan setelah melahirkan pada ibu kuesioner
post partum
2. Inisiasi Proses membiarkan bayi Bayi segera setelah lahir dinilai Checklist Observasi 1. Ya Nominal
Menyusui dengan nalurinya sendiri selintas, dipotong dan diikat 2. Tidak
Dini dapat menyusu segera tali pusatnya, sesegera
dalam satu jam pertama mungkin diletakkan di dada
setelah lahir, bersama ibu, kemudian merangkak
dengan kontak kulit antara sampai bayi dapat
bayi dengan kulit ibu bayi menyusu/menghisap puting
dibiarkan setidaknya susu ibu sendiri
selama satu jam di dada
ibu, sampai dia menyusu
sendiri
3.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban / dugaan sementara yang kebenarannya masih perlu

diteliti lebih lanjut (Notoadmodjo, 2005). Hipotesis dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Ha : ada hubungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) yang dilakukan oleh ibu 7 hari

post partum terhadap proses involusi uteri


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain dan Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif menggunakan metode

penelitian Survey Analitik. Penelitian kuantitatif adalah sebuah metode penelitian

yang memberlakukan kuantifikasi pada variabel-variabelnya, menguraikan

distribusi variabel secara numerik (menggunakan angka mutlak berupa frekuensi

dan nilai relatif berupa persentase) kemudian menguji hubungan antar variabel

dengan memakai formula statistik.5 Penelitian jenis kuantitatif dipakai karena

peneliti mengambil sampel dari satu populasi dengan memakai kuesioner sebagai

alat ukur pengumpulan data. Penelitian survey analitik adalah penelitian yang

mencoba menggali bagaimana dan mengapa fenomena kesehatan itu terjadi.6

Penelitian ini menggunakan rancangan survey cross sectional atau potong

lintang. Jenis penelitian potong lintang atau cross sectional, merupakan penelitian

deskriptif dimana subjek penelitian diamati atau diukur atau diminta jawabannya

satu kali saja. Pada penelitian cross sectional atau potong lintang variabel-variabel

yang diteliti ditimpakan sekali saja pada sejumlah subjek yang menjadi sampel

penelitian dan kemudian dilihat hubungan antar variabelnya hanya berdasar satu

kali pengamatan sesaat saja.7 Jenis desain penelitian Cross Sectional ini di

gunakan untuk mengetahui hubungan antara IMD terhadap proses involusi uteri

5
Wibowo A. Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada; 2014
6
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012
7
Wibowo A. Loc. Cit
pada ibu post partum di BPM Jenda tahun 2019. Teknik pengumpulan data dalam

penelitian ini ialah kuesioner yaitu teknik pengumpulan data yang dikerjakan

dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis pada

responden untuk dijawabnya.8

4.1.1 Gambaran Daerah Penelitian

Data yang dikumpulkan ialah dengan memakai data primer, data yang

didapatkan dari pengambilan kuesioner kepada ibu post partum yang melakukan

IMD di BPM Jenda. Sebelum melakukan penelitian peneliti mengumpulkan data

dengan cara menggunakan data sekunder yang di dapat dari BPM Jenda.

4.2 Pengembangan Instrumen

Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang diaplikasikan oleh peneliti

dalam mengumpulkan data supaya pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih

bagus, dalam arti lebih akurat, komplit dan sistematis sehingga lebih mudah

diolah. Variasi jenis instrumen penelitian ialah angket atau kuesioner, ceklis atau

daftar centang, pedoman wawancara, pedoman pengamatan. Dalam instrumen

penelitian terdapat variabel, subvariabel dan indikatornya.9 Didalam penelitian ini

penulis memakai alat untuk mengumpulkan data dengan menggunakan kuesioner.

Dalam penelitian ini format kuesioner yang digunakan adalah pertanyaan-

pertanyaan tertutup yang kemungkinan jawabanya sudah ditentukan terlebih

dahulu oleh peneliti dan responden tidak diberi kesempatan untuk memberikan

jawaban yang lain.

8
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta; 2016.
9
Sujarweni W. Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Pustakabarupress; 2014.
Dalam penelitian ini jawaban yang diberikan oleh responden kemudian

diberi skor dengan mengacu pada skala Guttman. Skala pengukuran dengan tipe

Guttman ialah, bentuk skala pengukuran yang akan mendapatkan jawaban yang

tegas yaitu ya-tidak, benar-salah, pernah-tidak pernah, positif-negatif, dan lain

sebagainya. Sehingga penelitian yang mengaplikasikan skala ini hanya dilakukan

apabila peneliti ingin mendapatkan jawaban yang tegas dari responden terhadap

suatu masalah yang akan diteliti.10

4.3 Pengumpulan Data

4.3.1 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian ialah keseluruhan obyek penelitian, atau disebut

juga universe. Populasi ialah keseluruhan subyek yang terdiri dari manusia,

benda-benda, binatang, tumbuhan, gejala-gejala atau peristiwa-peristiwa

yang terjadi sebagai sumber.11 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

ibu post patum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr, A.Md.Keb

sebanyak 35 responden.

2. Sampel

Sampel dapat diistilahkan sebagian atau wakil populasi yang diteliti.

Sampel penelitian ialah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang

diteliti yang dianggap mewakili terhadap seluruh populasi dan diambil

dengan memakai teknik tertentu.12

10
Sugiyono. Metode Penelitan Pendidikan. Bandung: Alfabeta; 2011.
11
Taniredja T. Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta; 2012.
12
Ibid. Hlm. 34
4.3.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik sampling ialah teknik pengambilan sampel. Untuk menetapkan

sampel yang akan dipakai dalam penelitian, terdapat bermacam-macam teknik

sampling yang bisa digunakan.13

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilaksanakan dengan

menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel bila semua

anggota populasi digunakan sebagai sampel.

4.3.3 Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yakni menggunakan

kuesioner. Sebelum membagikan kuesioner, peneliti terlebih dahulu menjelaskan

tata cara pengisian kuesioner kepada responden. Peneliti menunggu responden

selesai mengisi pertanyaan yang diberikan.

4.3.4 Syarat Sampel atau Syarat Informasi

1. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yaitu kriteria atau ciri-ciri yang mesti dipenuhi oleh

setiap anggota populasi sehingga bisa diambil sebagai sampel dalam sebuah

penelitian.14

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr,

A.Md.Keb

13
Sugiyono. 2016. Op. Cit.
14
Nurvenia K. Op. Cit.
2) Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr,

A.Md.Keb yang bersedia menjadi responden.

3) Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr,

A.Md.Keb yang dapat menulis, berbicara dan berkomunikasi dengan

baik.

2. Kriteria Non Inklusi

Kriteria non inklusi yaitu kriteria yang tidak termasuk dalam

penelitian atau responden yang tidak memiliki ciri-ciri atau kriteria yang

terdapat didalam kriteria inklusi sehingga responden tersebut tidak dapat

dijadikan sebagai sampel dalam penelitian.15 Kriteria non inklusi dalam

penelitian ini adalah Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM

Meyriska Wr, A.Md.Keb yang tidak berada di wilayah kerja BPM Meyriska

Wr, A.Md.Keb .

3. Kriteria Eksklusi

Kriteria ekslusi yaitu merupakan bagian dari kriteria inklusi namun

dikeluarkan karena faktor tertentu.16

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:

1) Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr,

A.Md.Keb yang memiliki gangguan atau kesulitan menulis, membaca

dan berkomunikasi.

2) Ibu post partum yang melakukan IMD di BPM Meyriska Wr,

A.Md.Keb yang tidak bersedia menjadi responden.

15
Ibid. Hlm. 79
16
Ibid. Hlm. 80
4.4 Manajemen Data

4.4.1 Uji Coba Instrument

Sebelum instrumen atau alat ukur mengukur data penelitian maka perlu

dilakukan uji coba kuesioner untuk mencari validitas dan reliabilitas alat ukur

tersebut.

4.4.2 Pengolahan Uji Coba

Dalam penelitian ini pengujian validitas instrumen dan reliabilitas

instrumen mengguakan alat bantu pengolahan SPSS Versi 18. Uji coba validitas

menggunakan rumus kolerasi Produc Moment. Sedangkan dalam pengujian

reliabilitas memakai uji konsistensi internal dengan menggunakan rumus

Cronbach Alpha.

4.4.3 Hasil Uji Coba

2. Uji Validitas

Validitas ialah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-

benar mengukur apa yang diukur. Suatu instrumen atau alat pengukur

dikatakan valid, jika alat ukur itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat

itu. Suatu instrumen yang valid atau masih memiliki validitas tinggi

sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti validitasnya rendah.17

Untuk mengukur validitas dari kuesioner bisa dilakukan dengan

menghitung korelasi antara skor masing-masing item dari pernyataan

dengan total skor yang terdapat pada konstruknya sehingga hal tersebut

disebut analisis butir atau item. Jika nilai r hitung (dalam output SPSS

dinotasikan sebagai corrected item total correlation) hasil positif dan r


17
Sugiyono. Metodologi Penelitian Statistika. Jakarta: Rineka Cipta; 2011
hitung > r tabel, maka akan dikatakan bahwa item pernyataan tersebut

adalah valid. Sebaliknya, jika r hitung < r tabel maka dapat dikatakan bahwa

item dari pernyataan tersebut tidak valid. Item pernyataan yang tidak valid

akan dikeluarkan dan tidak dimasukkan dalam proses analisis berikutnya,

sedangkan untuk pernyataan yang valid akan diteruskan sampai ke tahap

pengujian reliabilitas.18

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat

ukur bisa dipercaya atau bisa diandalkan. Instrumen yang reliabel berarti

hasil pengukurannya tetap konsisten, apabila dilakukan pengukuran

berulangkali terhadap gejala yang sama dan memakai alat ukur yang sama.

Kuesioner telah memiliki reliabilitas, berarti semua item yang ada di dalam

kuesioner tersebut hasil pengukurannya tetap konsisten, apabila dilakukan

pengukuran berulangkali terhadap gejala yang sama dan menggunakan alat

ukur yang sama.19

Dalam penelitian ini teknik untuk menghitung indeks reliabilitas yaitu

dengan teknik Cronbach Alpha. Untuk menghitung reliabel atau tidak yaitu

dapat membandingkan nilai r hasil (Cronbach Alpha) dengan nilai r tabel

(0,444). Apabila nilai r hasil > r tabel, maka instrumen penelitian tersebut

dikatakan reliabel. Pengujian reliabilitas dimulai dengan melakukan

pengujian validitas terlebih dahulu.

4. Analisis dengan perbaikan instrumen

18
Ibid
19
Riduwan. Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alpabeta; 2015
4.4.4 Pengumpulan Data

1. Pengorganisasian pengumpulan data

Langkah pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara:

1) Membuat surat permohonan izin pengambilan data dan izin penelitian

kepada pemilik BPM Jenda yang di keluarkan oleh BAAK Sekolah

Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM).

2) Mengajukan izin penelitian kepada BPM Jenda untuk mengadakan

penelitian.

3) Mengadakan pengkajian data yang relevan yang dapat mendukung

penelitian ini di BPM Jenda tahun 2019.

4) Memberikan penjelasan secara singkat perihal rencana kegiatan serta

tujuan penelitian kepada responden yang setuju berpartisipasi dalam

penelitian ini.

5) Responden diberikan pertanyaan dari kuesioner untuk dijawab sesuai

dengan petunjuk yang sudah diberi dalam format kuesioner.

6) Responden dibimbing untuk mengisi semua pertanyaan dan pernyataan

yang sudah disiapkan oleh peneliti dan jika pernyataan tersebut kurang

dimengerti ibu tersebut dapat menanyakan kepada peneliti dan

kemudian akan dijelaskan oleh peneliti.

7) Langkah terakhir setelah kuesioner dikumpulkan ialah dilakukan

pengolahan data dan analisis data.

2. Input data ke dalam instrumen


Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner yang berisi

pernyataan yang diberikan dan diisi oleh responden untuk mengetahui

hubungan antara IMD terhadap proses involusi uteri di BPM Jenda tahun

2019.

3. Data entry atau input

1) Editing

Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan pengisian

kuesioner di mana harus lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

2) Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka)

terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori. Setelah semua

kuesioner diedit atau disunting, langkah selanjutnya yaitu dilakukan

pengkodean atau coding, yaitu mengubah data yang semula berbentuk

kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan (data entry).

3) Checking

Checking merupakan kegiatan pengecekan kuesioner apakah

jawaban dalam kuesioner sudah lengkap dan diisi dengan jelas oleh

responden.

4) Memasukan data (data entry) atau processing

Prosessing atau data entry adalah kegiatan memasukan data yang

telah dikumpulkan kedalam master tabel atau data base komputer

membuat distribusi frekuensi sederhana atau deangan membuat tabel

kontingensi.
5) Pembersihan data (cleaning)

Jika semua data dari setiap sumber data atau responden selesai

dimasukan, maka perlu dilakukan pengecekan seluruh data untuk

melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidak lengkapan, dan

sebagainya, kemudian dilakukan koreksi.

6) Data bersih

Setelah di cleaning tidak ada (kuesioner) yang belum terisi,

kemudian dengan menggunakan coding atau pengkodean agar data bisa

dimasukkan ke dalam SPSS untuk pengolahan data.

4.4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu SPSS versi 18.

Yang hasilnya melputi:

1. Deskriptif data (univariat)

Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap

variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya

menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari setiap variabel.20 Di

dalam penelitian ini dilaksanakan untuk menerangkan atau mendeskripsikan

karakteristik masing-masing variabel yang diteliti menggunakan

komputerisasi.

20
Notoatmodjo S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2012
2. Bivariat

Analisis bivariat yaitu analisis yang dilaksanakan untuk menerangkan

dan menganalisa adanya hubungan antara variabel independen dengan

variabel dependen dengan menggunakna uji Chi Square.21

Melalui uji satatistik Chi Square akan di peroleh nilai P-value dimana

didalam penelitian ini menggunakan tingkat kemaknaan 5% (0,05). Untuk

melihat ada tidaknya hubungan antara variabel dependen dengan variabel

independen serta apakah hubungan yang dihasilkan tersebut bermakna atau

tidak, jika kedua variabel tersebut mempunyai nilai P-value < 0,05 artinya

terdapat hubungan yang bermakna antara kedua variabel tersebut maka Ho

ditolak dan Ha diterima, namun jika nilai P-value > 0,05 maka tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel tersebut yang artinya Ho diterima

dan Ha ditolak dan untuk mengetahui besarnya peluang yaitu dapat dilihat

dari nilai Odds Ratio (OR), namun jika kedua variabel tersebut tidak

berhubungan maka didalam penyejian data nilai OR tidak perlu di sertakan.

4.4.6 Analisa Data

Agar hasil didalam penelitian ini dapat dipercaya, maka data yang telah

diperoleh harus dianalisis dengan tepat. Analisis data ialah suatu proses

penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dipahami, dibaca dan

diinterprestasikan oleh peneliti. Analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah melalui statistik Chi Square yang diolah dan dianalisis sampai dengan

penarikan suatu kesimpulan.

4.4.7 Penyajian Data


21
Notoatmodjo S. Ibid
Dalam penelitian ini data yang dipakai berupa media lembar pertanyaan

(kuesioner). Dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan cara

memberikan tanda cek list pada jawaban yang dipilih. Metode dalam

menganalisa data menggunakan program komputerisasi. Program SPSS

digunakan untuk melakukan analisa univariat dan bivariat. Setelah diperoleh

hasil, maka data tersebut disajikan secara tabular dan terstruktur supaya

informasi data lebih lengkap.

1. Naratif

Naratif adalah suatu penyajian data dalam bentuk narasi (kalimat) atau

memberikan keterangan secara tulisan. Penyajian data dalam bentuk tertulis

digunakan didalam penelitian ini dimulai dari pengambilan sampel,

pelaksanaan pengumpulan data, sampai hasil yang berupa informasi dari

pengumpulan data tersebut.

2. Tabel

Penyajian data secara tabular yaitu memberikan keterangan berbentuk

angka. Jenis yang dipakai dalam penelitian ini adalah master tabel atau tabel

distribusi frekuensi. Dimana data disusun dalam baris dan kolom dengan

sedemikian rupa sehingga dapat memberikan gambaran dan informasi yang

mudah untuk dimengerti dan dipahami.

4.4.8 Interpretasi

Interpretasi data disajikan dalam bentuk narasi sehingga memudahkan

pemahaman terhadap hasil penelitian, penelitian ini diungkapkan berdasarkan


teori yang ada dan dapat dilihat hubungan antara IMD terhadap proses involusi

uteri di BPM Meyriska Wr, A.Md.Keb tahun 2019.

DAFTAR PUSTAKA
(ika, 2004; Martini, 2012; Sari, Darwin and Nurjasmi, 2014; Agustivina, 2015;
Nelwatri, 2015; Wulandari, 2017; Ibrahim Dincer, Marc A. Rosen, 2019)

Agustivina, R. (2015) ‘Hubungan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)Keberhasilan ASI


Eksklusif di Posyandu Kelurahan Cempaka Putih Ciputat Timur’, (Imd), p. 108.

Ibrahim Dincer, Marc A. Rosen, P. A. (2019) ‘済無No Title No Title’, Journal of


Chemical Information and Modeling, 53(9), pp. 1689–1699. doi:
10.1017/CBO9781107415324.004.

ika (2004) ‘BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.Konsep Teori Involusi Uteri 1.


Pengertian’, pp. 7–21. Available at:
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=812.

Martini (2012) ‘Hubungan inisiasi..., Martini, FKM UI, 2012’.

Nelwatri, H. (2015) ‘Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Involusi


Uterus Pada Ibu Bersalin Di BPS Kota Padang Tahun 2013’, Jurnal Ipteks
Terapan, 8(3), pp. 83–87. doi: 10.22216/jit.2014.v8i3.2.

Sari, F. N., Darwin, E. and Nurjasmi, E. (2014) ‘Hubungan Inisiasi Menyusu Dini
dengan Kadar Oksitosin dan Involusi Uteri 2 Jam Post Partum di Klinik Bersalin
Swasta Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2014’, Kesehatan Andalas, 5(1), pp.
16–19.

Wulandari, A. S. (2017) ‘Hubungan Umur Ibu Dan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
Dengan Involusi Uteri Di Rsu Pku Muhammadiyah’, Naskah Publikasi, 1(1), pp.
1–12.

Anda mungkin juga menyukai