Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur yang biasa dan sering dilakukan

oleh dokter gigi.Pencabutan gigi bisa berhasil dilakukan, akan tetapi dapat juga

mengalami kesulitan yang kemudian menimbulkan komplikasi pasca pencabutan gigi.

Berbagai macam komplikasi seringkali terjadi setelah pencabutan gigi. Komplikasi

pasca pencabutan gigi juga terkadang berdampak menjadi sangat serius dan terkadang

fatal bagi pasien. Terdapat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan dan diketahui

oleh operator mengenai komplikasi yang dapat diprediksi ataupun dapat

dicegah.Untuk itu sangat penting bagi operator untuk mengetahui tindakan apa yang

seharusnya dilakukan, sehingga suatu komplikasi tidak akan membuat kondisi pasien

menjadi buruk. 1

Operator harus mengetahui secara dini suatu kondisi-kondisi tertentu yang

menunjukkan suatu komplikasi, dan kemudian melakukan perawatan yang

tepat.Komplikasi-komplikasi pasca pencabutan yang mungkin terjadi antara

lainadalah edema, perdarahan, rasa nyeri, dan dry socket. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Baniwal et al (2007) menyatakan fraktur gigi merupakan komplikasi

tertinggi setelah pendarahan. Penelitian yang dilakukan Venkateshwar et al.di

Mumbai(2011) menunjukkan komplikasi yang sering terjadi adalah fraktur gigi,

trismus dan dry socket.


1.2 Tujuan

1.3 Rumusan Masalah


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencabutan gigi

2.1.1 Definisi pencabutan gigi

Pencabutan gigi merupakan suatu proses pengeluaran gigi dari tulang

alveolus.Definisi pencabutan gigi pada dasarnya adalah suatu proses pencabutan

gigitanpa rasa sakit satu gigi utuh atau akar gigi dengan trauma minimal terhadap

jaringan pendukung gigi, sehingga bekas pencabutan dapat sembuh dengan sempurna.

Pencabutan gigi merupakan salah satu prosedur bedah dalam bidang kedokteran gigi.2

2.1.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi

Ada beberapa indikasi dilakukannya tindakan pencabutan gigi.Menurut

Starhak, indikasi dilakukan pencabutan gigi adalah sebagai berikut. Gigi dengan

patologis pulpa, baik akut ataupun kronik, yang tidak mungkin dilakukan terapi

endodontik harus dicabut, gigi dengan karies yang besar, baik dengan atau tanpa

penyakit pulpa atau periodontal, penyakit periodontal yang terlalu parah untuk

dilakukan perawatan merupakan indikasi, gigi malposisi, gigi yang mengalami

trauma harus dicabut untuk mencegah kehilangan tulang yang lebih besar lagi,

beberapa gigi yang terdapat pada garis fraktur rahang harus dicabut untukmengurangi

kemungkinan infeksi, penyembuhan yang tertunda atau tidak menyaturahangnya,

keperluan ortodontik (misalnya gigi premolar) dan keperluan prostetik.3


Seterusnya ada beberapa kontraindikasi untuk dapat dilakukannya tindakan

pencabutan gigi seperti faktor lokal danperikoronitis akut pada molar 3 dengan fasial

selulitis, gingivitis, stomatitis,sinusitis akut maksila pada molar dan premolar atas

sertafaktor sistemik seperti diabetes melitus tidak terkontrol,kelainan darah (hemofili,

leukemia, anemia),kehamilan pada trimester ke-1 dan trimester ke-3, kelainan

kardiovaskular (hipertensi) dan akhirnya pasien dengan kelainan hati (hepatitis).3

2.2 Luka

Luka adalah peristiwa yang tidak dapat dihindari dari kehidupan manusia.

Terjadinya luka dapat disebabkan oleh trauma fisik, kimia, termal, mikroba atau

reaksi imunologis terhadap jaringan. Luka ini mengakibatkan hilangnya kontinuitas

jaringan epitel dengan atau tanpa kehilangan jaringan ikat yang mendasarinya .

Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespon adanya perlakuan dengan proses

penyembuhan luka, yaitu suatu usaha untuk memperbaiki kerusakan jaringan yang

terjadi. 4

Penyembuhan luka khususnya mukosa rongga mulut lebih kompleks karena

sering terkontaminasi oleh berbagai jenis bakteri rongga mulut. Proses penyembuhan

luka yang cepat diperlukan untuk segera dapat mengembalikan struktur anatomi dan

fungsi fisiologis jaringan yang mengalami luka. Proses yang mengarah terhadap

perbaikan matrik biologi, fungsi fisiologis dan mengembalikan kestabilan integritas

jaringan akibat luka disebut proses penyembuhan luka. 5


2.2.1 Proses Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks karena terjadi

bermacam-macam interaksi sel yang berbeda dengan mediator sitokin dan matriks

ekstraselluler. Proses penyembuhan luka dibagi menjadi 4 fase yang

berkesinambungan dan tumpang tindih yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi,

dan remodeling atau maturasi 6:

2.2.1.1 Fase Hemostasis

Fase hemostasis terjadi dalam beberapa menit dari awal cedera kecuali ada

gangguan pembekuan yang mendasari . Fase ini terdiri dari dua proses utama yaitu

terbentuknya bekuan fibrin dan koagulasi, pada awal terjadinya luka atau trauma

maka terjadi vasokonstriksi pembuluh darah. Dengan adanya perlukaan pembuluh

darah, endotel terlepas maka jaringan subendotel terbuka sehingga trombosit melekat

ke kolagen di jaringan subendotel. Perlekatan trombosit ke jaringan subendotel

disebut adhesi trombosit. Pada adhesi trombosit faktor Von Willebrand berperan

sebagai jembatan antara trombosit dengan kolagen di jaringan subendotel. Trombosit


yang melekat ke subendotel akan mengeluarkan isi granula seperti adenosine

diphosphate (ADP) dan serotonin yang akan merangsang trombosit lain untuk saling

melekat atau beragregasi membentuk gumpalan yang akan menyumbat luka pada

dinding vaskuler .7

Trombosit yang beragregasi juga mengeluarkan isi granula seperti ADP dan

serotonin, pengeluaran isi granula disebut reaksi pelepasan (release reaction) .

Trombosit tersebut bersifat semi permeable, jadi tidak dapat dilewati eritrosit tetapi

dapat dilewati cairan. Perlukaan vaskuler juga menyebabkan sistem koagulasi

diaktifkan sehingga akhirnya terbentuk fibrin. Fibrin akan mengubah trombosit yang

semi permeable menjadi non permeable sehingga tidak dapat dilewati oleh cairan .7

2.2.1.2 Fase Inflamasi

Fase inflamasi ini disertai gejala klinis antara lain peningkatan panas (kalor),

warna kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan penurunan fungsi jaringan .

Setelah terbentuk jendalan darah sel-sel inflamasi terutama neutrofil dan makrofag

akan bermigrasi ke jendalan darah . Pada hari kedua dan ketiga setelah luka, populasi

sel inflamasi yang lebih dominan adalah makrofag. Selain fagositosis, makrofag juga

mensekresi sitokin dan growth factor penting pada proses penyembuhan luka.

2.2.1.3 Fase Proliferasi

Tahap ketiga adalah fase proliferasi yang berlangsung antara 2 hari sampai 3

minggu setelah fase inflamasi. Hal ini biasanya ditandai dengan angiogenesis

(pertumbuhan pembuluh darah baru dari sel endotel), deposisi kolagen, pembentukan
jaringan, epitelisasi dan kontraksi luka (Nagori dkk. 2011). Dalam fase ini, fibroblas

bermigrasi untuk memulai fase proliferasi dan deposito matriks ekstraselular baru

(Kerstein, 2007). Fibroblas adalah sel-sel yang merangsang pembentukan kolagen di

mana regenerasi kulit lanjut terjadi dan matriks kolagen baru kemudian menjadi

silang terkait dan terorganisir selama fase renovasi akhir (Thomson, 2000). Sel-sel

pericytes yang menumbuhkan lapisan luar kapiler dan sel-sel endotel yang

menghasilkan lapisan. Pada tahap akhir epitelisasi keratinosit membedakan untuk

membentuk lapisan luar pelindung (Gupta dan Jain, 2010).

2.2.1.4 Fase Maturasi

Fase ini berlangsung selama 3 minggu sampai 2 tahun. Kolagen baru

terbentuk pada fase ini (Bloemen dkk. 2010). Kekuatan jaringan meningkat karena

antar molekul kolagen melalui vitamin C tergantung hidroksilasi. Bekas luka merata

dan jaringan parut menjadi 80% sekuat jaringan aslinya (James dan Friday, 2010).

2.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka

Penyembuhan luka adalah respon organisme terhadap kerusakan jaringan atau

organ serta usaha pengembalian kondisi homeostasis sehingga dicapai kestabilan

fisiologis jaringan atau organ yang pada kulit terjadi penyusunan kembali jaringan

kulit ditandai dengan terbentuknya epitel fungsional yang menutupi luka (Evelyn,

2008). Proses penyembuhan luka dipengaruhi pula oleh faktor lokal dan faktor umum

(Bryant, 2007) .
1. Faktor lokal meliputi : Sirkulasi (Hipovolemia) dan Oksigenasi, Hematoma,

Infeksi, Benda asing, Iskemia, Keadaan Luka.

2. Faktor umum meliputi : Usia, Nutrisi, Diabetes Mellitus, Obat, Steroid,

Antikoagulan, Antibiotik, Obat Sitotoksik

2.3.1 Penyembuhan Luka pada Soket Pasca Pencabutan Gigi

Berlangsung secara bersamaan secara histologis pada proses penyembuhan

socket pasca pencabutan, meliputi :

Tahap 1 : KoagulumKoagulum terbentuk pada fase hemostasis, terdiri dari eritrosit

dan leukosit.

Tahap 2 : Jaringan granulasi

Merupakan proliferasi dari sel-sel endothelial, kapiler-kapiler dan beberapa

leukosit. Sel ini akan berproliferasi dan bermigrasi menuju gumpalan darah. Dibentuk

pada dinding soket 2-3 hari setelah pencabutan.

Tahap 3 : Jaringan konektif

Jaringan konektif yang baru terdiri dari sel-sel, kolagen dan serat-serat fiber.

Jaringan konektif awalnya berada pada bagian tepi soket selama 20 hari setelah

pencabutan, untuk menggantikan jaringan granulasi.

Tahap 4 : Pertumbuhan tulang


Dimulai pada hari ke 7 setelah pencabutan, dimulai dari tepi dasar socket,

pada hari ke 38 setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang muda, selama

2 – 3 bulan tulang telah menjadi mature dan terbentuk trabekula, setelah 3 – 4 bulan

maturasi tulang telah lengkap seluruhnya.

Tahap 5 : Perbaikan epithelial

Dimulai ketika terjadi penutupan 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan

selesai setelah 24 hari. Pada individu berusia 2 dekade aktivitas histologi

penyembuhan soket yaitu sekitar 10 hari setelah pencabutan dan pada individu

berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah pencabutan. Penyembuhan

soket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual.

2.2 Komplikasi pencabutan gigi

Komplikasi pasca pencabutan gigi merupakan suatu respon pasien tertentu

yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa

sakit, edema dan dry socket.Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah

termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi. Komplikasi-

komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah kegagalan dalam anastesi dan mencabut

gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang

dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga,

fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi. Perdarahan merupakan

komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi.1,2


Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam

pertama setelah pencabutan atau pembedahan gigi.Rasa sakit pada seseorang selalu

merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang

berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung pada dosis dan cara

pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama

sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.Edema

merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta

merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi

individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat

pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda.

Usaha-usaha untuk mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan),

dan obat-obatan.1,2,

2.3 Etiologi dan Klasifikasi Komplikasi

Menurut Venkateshwar et al pada tahun 2011, adanya beberapa faktor yang

mungkin mempengaruhi peningkatan komplikasi seperti pengaruh obat antibiotika,

oral hygiene yang buruk dan gigi yang infeksi.6 Menurut Tong et al, menyimpulkan

komplikasi yang terjadi salah satunyaberhubungan dengan pengalaman operator.7


2.4 Penanganan komplikasi.

1. Fraktur mahkota gigi

Fraktur mahkota gigi dapat terjadi karena penggunaan tang atau teknik pencabutan

gigi yang tidak tepat atau karena gigi yangakan dicabut rapuh. Bila terjadi fraktur

mahkota, cara yang digunakan untuk mengeluarkan bagian yang tertinggal adalah

dengan cara “trans-alveolar”.9,10,11 Pencabutan trans-alveolar adalah pemisahan

gigi atau akar dari perlekatannya dengan tulang.Pemisahan ini dilakukan dengan

membuang sebagian tulang yang menutupi akar gigi, kemudian pencabutan dilakukan

dengan menggunakan bein dan atau tang.11,12,13


2. Fraktur tulang alveolar

Komplikasi ini sering terjadi pada waktu pencabutan gigi yang sukar dicapai

karena pandangan yang kurang luas.Fraktur tulang alveolar dapat disebabkan oleh

terjepitnya tulang alveolar secara tidak sengaja diantara ujung tang pencabut gigi atau

karena dari akar gigi itu sendiri, bisa pula bentuk dari tulang alveolar yang tipis atau

adanya perubahan patologis dari tulang itu sendiri. Untuk komplikasi fraktur alveolar,

dianjurkan untuk mengambil semua fragmen alveolar yang telah kehilangan setengah

lebih dari perlekatan periostealnya, dengan menjepitnya menggunakan tang

hemostatik dan melepaskan jaringan lunaknya menggunakan periosteal elevator,

Mitchell trimmer, atau Cumine scaler. 9, 10,11,12,1


3. Fraktur tuberositas maksilaris

Komplikasi ini disebabkan posisi tuberositas yang dekat sinus dan biasanya

sering terjadi pada gigi molar kedua rahang atas yang sudah tidak terdapat lagi gigi

disisi mesial atau distalnya.9, 10,11 Bila terjadi fraktur, hentikan penggunaan tang,

buatlah flap mukoperiosteal yang besar di bagian bukal. Gigi dan tuberositas yang

fraktur kemudian dibebaskan dari jaringan lunak palatal, kemudian

dikeluarkan,selanjutnya flap jaringan lunak dikembalikan dan dilakukan penjahitan

dengan teknik “mattress”, biarkan jahitan sekitar 10 hari. 9,12,13

Gambar 3. Perawatan bedah dari tuberositas yang fraktur.9

4. Fraktur mandibula

Fraktur mandibular atau maksila adalahterputusnya tulang mandibular atau

maksila.Biasanya terjadi karena kesalahan pada teknik pencabutan gigi yang

dilakukan operator.9, 10,11


Penanganan fraktur mandibula pada langkah awal termasuk penanganan luka jaringan

lunak dan imobilisasi sementara serta evaluasi terhadap kemungkinan cedera otak.

Tahap kedua adalah penanganan fraktur secara definitif yaitu reduksi/reposisi

fragmen fraktur (secara tertutup (close reduction) dan secara terbuka (open

reduction)), fiksasi fragmen fraktur dan imobilisasi, sehingga fragmen tulang yang

telah dikembalikan tidak bergerak sampai fase penyambungan dan penyembuhan

tulang selesai.11,12,13.

Gambar 4.fraktur mandibula.9

5. Fraktur gigi antagonis atau gigi yang bersebelahan

Fraktur gigi antagonis terjadi karena penempatan alat dan cara pencabutan

gigi yang salah dapat menyebabkan rusaknya gigi antagonis atau gigi yang

bersebelahan.9,12. Penanganan bersifat individual,mulai membuat restorasi

sementara atau menyemenkan kembali mahkota prostetik atau inlai.


6. Laserasi gingiva

Kerusakan pada gusi disebabkan penggunaan tang yang salah sehingga

merusak gusi yang yang melekat pada gigi waktu pencabutan gigi tersebut9,13

Kerusakan pada gusi dapat ditangani dengan pemilihanan dan teknik menggunakan

tang yang tepat. Jika gusi melekat pada gigi yang akan dicabut, maka harus dilakukan

pemisahan gusi dan tulang secara hati-hati dengan mengunakan rapatorium, scalpel

atau gunting sebelum dilakukan usaha lebih lanjut untuk mengeluarkan gigi tersebut.

9, 10,11,12,13

7. Perforasi sinus

Terjadi pada pencabutan gigi-gigi premolar atau molar rahang atas.Keadaan

ini lebih mudah terjadi pada gigi dengan keadaan adanya infeksi pada apikal karena

tulang antara akar dan sinus terlihat radang kronis sehingga rusak. Perforasi sinus

terkadang tidak diketahui pada pencabutan gigi oleh dokter gigi ataupun penderita

kalau sudah terjadi perforasi sinus.Biasanya hal ini ditandai dengan adanya cairan

yang keluar melalui hidung apabila penderita berkumur atau minum. Apabila terjadi

perforasi, segera dilakukan penutupansoket dengan jahitan yang rapat,apabila

diperlukanpembuangan tulang, maka bagian bukal dikurangi sehingga mukosa dari

bukal dapat ditarik untuk menutup soket.Penderita dianjurkan tidak bersin,bernapas

keras dari hidung, jangan kumur terlalu keraskurang lebih selama satu minggu.10,13
Gambar 5.komplikasi sinus maxilaris.9

8. Dry socket

Dry socket merupakan osteitis setempat yang mengenai seluruh atau sebagian

tulang yang padat yang membatasi soket gigi, yaitu lamina dura.Etiologinya tidak

jelas tetapi ada beberapa faktor predisposisi.Kerusakan bekuan darah ini dapat

disebabkan oleh trauma pada saat pencabutan (dengan komplikasi), kurangnya irigasi

saat dokter gigi melakukan tindakan juga dapat menyebabkan dry socket.15,22

Bila terjadi dry socket, maka tujuan perawatan harus mengurangi rasa sakit

dan mempercepat penyembuhan.Socket harus diirigasi dengan larutan saline normal

yang hangat dan semua bekuan darah yang mengalami degenerasi dibuang. Tepi-tepi

tulang yang tajam harus diambil dengan tang knabel ataudihaluskan dengan sebuah

wheel stone.3, 4Masukkan obat-obat sedatif seperticampuran Zn oxide dan eugenolke

dalam socket. Berikan tablet analgesik, dan instrusikan pasien untuk kumur-kumur

dengan larutan saline hangat, dan beri instrusiagar pasien kembali dalam waktu 3 hari
untuk kontrol. Sebagian pasien yang telah dirawat dengan cara ini melaporkan adanya

pengurangan rasa sakit, tapi beberapa memerlukan adanya pengobatan lebih lanjut,

atau bahkan kauterisasi secara kimia pada tulang yang terbuka dan sangat sakit untuk

menghilangkan rasa nyeri. 9, 10,11,12,13

Gambar 7.Gambaran dry socket dan pengobatannya.9

9. Pendarahan

Perdarahan dikatakan eksternal apabila perdarahan terlihat pada permukaan

atau pada salah satu lubang pada tubuh.Sedangkan perdarahan internal merupakan

perdarahan yang terjadi kemudian masuk ke dalam jaringan.Perdarahan dibagi

menjadi 2 macam, yakni perdarahan primer dan perdarahan sekunder.Perdarahan

primer terjadi ketika terjadi trauma pada suatu jaringan sebagai akibat langsung dari

rusaknya pembuluh darah. Menurut Woodruff (1974), perdarahan primer terjadi pada

24 jam setelah trauma. Perdarahan ini dapat terjadi akibat tergesernya benang jahit

atau pergeseran bekuan darah yang menyebabkan meningkatnya tekanan darah

sehingga terjadinya perdarahan.Perdarahan sekunder terjadi setelah 7 – 10 hari


setelah luka atau operasi.Perdarahan sekunder ini terjadi akibat infeksi yang

menghancurkan bekuan darah. Perdarahan dapat jugadisebabkan karena

adanyainfeksi.9,18

Apabila terjadi perdarahan ringan dalam kurun waktu 12 – 24 jam setelah

pencabutan gigi, dapat dilakukan penekanan dengan menggunakan kassa. Dengan

demikian perdarahan dapat dikontrol. Pasien tidak diperkenankan untuk berkumur-

kumur selama 6 jam setelah operasi, karena berkumur akan menghancurkan bekuan

darah, terutama bekuan darah yang belum sempurna terbentuk dan akan

mengakibatkan perdarahan. Namun kembali, apabila perdarahan cukup banyak, lebih

dari 1 unit (450 ml) pada 24 jam pertama pada pasien dewasa, harus dilakukan

pemeriksaan sesegera mungkin. Dilakukan observasi pasien dengan memeriksa

tanda-tanda vital yang meliputi denyut nadi,pernapasan, dan tekanan darah, dilakukan

observasi pada pasien, apabila pasien dinilai stabil, perhatikan bagian yang

mengalami perdarahan,cari sumber pendarahan, lakukan anastesi lokal agar

perawatan tidak terasa sakit. Vasokonstriktor yang digunakan pada obat anastesi

hanya boleh sedikit saja (1:100,000 epinefrin). Setelah itu, bekuan darah yang ada

dibersihkan dan bagian tersebut diperiksa apakah perdarahan berasal dari gingiva

(jaringan lunak), dinding tulang, atau keduanya. Perdarahan dari gingiva dapat

dikontrol dengan menjahit tepi luka. Apabila perdarahan bersumber dari tulang maka

soket diisi dengan spons gelatin atau oxidized cellulose gauze, material yang dapat

diabsorbsi, seperti gelfoam dan kemudian dijahit. Kemudian kasa yang besar

ditempatkan diatas soket kemudian dilakukan tekanan selama 15 hingga 30 menit.


Setelah perdarahan berhenti, kassa dipindahkan kemudian lakukan observasi pada

pasien selama 10-15 menit untuk melihat apakah terjadi perdarahan kembali. 9,

10,11,12.

Anda mungkin juga menyukai