Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN KASUS MODUL 3

(FARIASI NORMAL RONGGA MULUT)

“TORUS PLATINUS”

Diajukan untuk memenuhi syarat dalam melengkapi

Kepaniteraan Klinik pada Modul 3

Oleh:

Vanny Fergiana Mulyadi (1910007360804041)

Dosen Pembimbing :

Dr.drg. Utmi Arma, MDSC

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
PADANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulisan laporan kasus ”Torus Palatinus“ untuk memenuhi
salah satu syarat dalam menyelesaikan kepanitraan klinik modul 3 (Lesi Jaringan
Lunak Mulut) dapat diselesaikan.
Dalam kesempatan ini dengan tulus dan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya khususnya kepada yang
terhormat Ibu Dr drg. Utmi Arma, MDSC selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bantuan, dan dorongan. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu.
Penulis juga menyadari bahwa laporan kasus ini belum sempurna sebagaimana
mestinya, baik dari segi ilmiah maupun dari segi tata bahasanya, karena itu kritik dan
saran sangat penulis harapkan dari pembaca.
Akhir kata penulis mengharapkan Allah SWT melimpahkan berkah-Nya
kepada kita semua dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Penulis

Vanny Fergiana Mulyadi


MODUL 3

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Laporan Kasus “Torus Palatinus” guna melengkapi persyaratan


Kepaniteraan Klinik pada Modul 3.

Padang, 25 Februari 2020

Disetujui Oleh
Dosen Pembimbing

(Dr. drg.Utmi Arma, MDsc)


LAPORAN KASUS ORAL MEDICINE

Hari/tanggal Kasus Tindakan yang dilakukan Operator

13 September Torus palatinus 1. Anamnesa Vanny Fergiana


2019 2. Pemeriksaan klinis Mulyadi (19-
3. KIE 041)

KASUS ORAL MEDICINE

I. Anamnesis
a. Data Pasien/ Data Rutin
1. Nama : Putri Rahmi Amelia
2. Alamat : Depan TVRI, Jalan perdana Padang.
3. Umur : 22 Tahun
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Pekerjaan : Mahasiswa
6. Agama : Islam
b. Riwayat Kesehatan/ Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama : Pasien ingin memeriksakan tonjolan pada rahang atas.

2. Keluhan Tambahan:

- Lokasi : Di palatum

- Sejak Kapan : Pasien menyadari 4 tahun yang lalu

- Bagaimana rasa sakitnya: Pasien tidak merasakan sakit

- Ukuran : < 2 cm

- Tingkat keparahan : Pasien merasa benjolan itu tidak bertambah


besar
- Hal yang memperparah : Tidak ada

- Riwayat pengobatan : Tidak ada

c. Riwayat Penyakit sistemik : Tidak Ada


d. Riwayat dental : Tidak Ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu juga mempunyai torus palatinus yang
menonjol
f. Riwayat kehidupan sosial pekerjaan : -

II. Pemeriksaan Klinis


1. Intra Oral
a. Palatum : Ada tonjolan 1 lobus berukuran < 2 cm
b. Gigi : OH pasien baik

Gambar 1 : Torus Palatinus dengan 1 lobus


(Sumber : Dokumen pribadi)

III. Diagnosa : Torus Palatinus


IV. Diagnosa Banding : Eksostosis, Abses palata
V. Terapi : Komunikasi Informasi Edukasi
- Penjelasan mengenai torus palatinus yang merupakan
variasi normal dalam rongga mulut agar pasien mengerti.
- Diberikan informasi juga kepada pasien bahwa penyebab
dari torus tidak diketahui dengan pasti namun pada kasus
ini diduga berkaitan dengan faktor genetik.
TORUS PALATINUS
(LAPORAN KASUS)

PENDAHULUAN

Torus palatinus merupakan variasi normal dalam rongga mulut yang cukup sering
ditemukan dalam pemeriksaan rutin oleh dokter gigi. Tori yang berarti tonjolan dalam
bahasa latin tidak dianggap sebagai kondisi patologis, namun merupakan variasi
anatomis dengan prevalensi rata-rata pada populasi dunia yaitu 26,9%. Castro Reino
dkk mengartikan torus atau eksostosis sebagai penonjolan tulang kongenital dengan
karakter jinak mengarah pada osteoblas yang berlebihan sehingga tulang menjadi
menumpuk sepanjang garis dari fusi palatum atau badan mandibula.1

Penyebab dari torus belum diketahui secara pasti. Beberapa teori meyakini bahwa
faktor genetik cukup berperan besar disertai faktor lokal seperti stres dan
trauma.1,2,3Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan terjadinya torus yaitumakanan,
defisiensi vitamin atau suplemen kaya kalsium serta diet.4 Dalam studi Eggen dkk dan
Al-Bayaty dkk menyebutkan bahwa konsumsi dari ikan berhubungan dengan
kemunculan torus karena ikan mengandung omega 3, asam lemak tidak jenuh dan
vitamin D yang dapat mendorong pertumbuhan tulang.4

Torus palatinus biasanya berukuran diameter kurang dari 2 cm, namun terkadang
perlahan-lahan dapat bertambah besar dan memenuhi seluruh langit-langit.
Kebanyakan torus tidak menyebabkan gejala.5Bila tidak ada keluhan, torus palatinus
tidak memerlukan perawatan. Namun pada pasien yang memakai gigi tiruan, torus
palatinus dapat mengganjal basis gigi tiruan sehingga harus dihilangkan dengan
pembedahan.Pada kebanyakan kasus, torus ditemukan tidak sengaja dan ditemukan
saat pemeriksaan. Hal ini disebabkan karena asimptomatikdan pasien tidak sadar akan
adanya torus tersebut.4
Diagnosis ditegakan berdasarkan pemeriksaan klinis serta pemeriksaan x-ray.
Dalam pemeriksaan x-ray menunjukkan densitas yang sedikit lebih tinggi dibanding
tulang sekitarnya.Diagnosis banding torus palatinus adalah eksostosis dan abses
palatal. Eksostosis biasanya terletak dibagian bukal sedangkan torus palatinus terletak
di midline palatum. Pada abses palatal biasanya ditemukan faktor iritasi seperti
plak,kalkulus atau gigi yang mengalami karies. Warna mukosa terlihat merah seperti
meradang sedangkan torus memiliki warna yang sama dengan jaringan sekitarnya.
Biasanya juga ditemukan pus pada abses palatal.4

Pengangkatan torus dapat dilakukan dengan metode double Y-shaped mucosal


incision. Insisi dibuat sepanjang garis tengah palatum durum yang dilanjutkan dengan
insisi oblik di kedua ujung insisi. Insisi ditujukan untuk menghindari trauma dari
cabang-cabang arteri palatina, juga untuk memperoleh visualisasi yang adekuat serta
akses ke lapangan operasi tanpa tegangan dan trauma akibat manipulasi selama
operasi. Setelah itu flap ditarik dengan benang atau elevator periosteum yang lebar.
Setelah lesi dapat dipaparkan secara komplit, lesi dipotong-potong dengan
menggunakan bor fisura dan segmen-segmennya dibuang dengan menggunakan pahat
monobevel. Lebih spesifik lagi pahat diposisikan pada dasar eksostosis dengan bagian
yang bersudut kontak dengan tulang palatum dan kemudian setiap segmen dibuang
dengan bantuan pukulan palu. Permukaan tulang yang sudah rata kemudian dihaluskan
dengan bor sampai licin dan rata dengan permukaan palatum durum sambil diirigasi
dengan larutan salin. Setelah permukaan tulang licin, jaringan lunak yang berlebihan
dirapikan. Flap dikembalikan ke posisi semula dan dijahit dengan jahitan terputus
(gambar 4). Jika ukuran torus palatinus kecil, maka insisi tetap dilakukan pada garis
tengah, namun insisi oblik hanya dilakukan pada bagian anterior. Kemudian dilakukan
prosedur yang sama dengan di atas.5

LAPORAN KASUS

Seorang pasien wanita berusia 22 tahun datang ke RSGM Baiturrahmah dengan


keluhan adanya tonjolan pada langit-langit rongga mulut. Berdasarkan hasil
anamnesis, pasien baru menyadari adanya tonjolan dilangit-langit rongga mulutnya
sekitar 4 tahun yang lalu saat dilakukan pemeriksaan gigi, tonjolan tidak terasa sakit
dan tidak membesar (Gambar 1). Pasien juga mengatakan bahwa memiliki riwayat
keluarga serupa.

Pada riwayat perawatan gigi, pasien menyikat gigi 2 kali sehari tanpa memakai
obat kumur. Pada pemeriksaan ekstra oral pasien tampak baik. Pada pemeriksaan intra
oral terdapat tonjolan kecil pada median palatum durum, Diketahui oral hygiene
pasien baik.
DISKUSI

Diagnosis torus palatinus ditegakkan berdasaran anamnesis, pemeriksaan fisik,


radiografi oral dan tomografi komputer. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan histopatologi dari spesimen biopsi. Secara klinik torus palatinus sering
didiagnosis secara tidak sengaja karena lesi ini sering timbul tanpa gejala. Lesi ini
tidak berbahaya dan berkembang secara perlahan dengan bentuk dan ukuran yang
bervariasi. Torus palatinus tidak memerlukan terapi khusus kecuali jika lesi ini
mengganggu fonasi sebagai akibat ukuran yang teralu besar, sering terjadi ulserasi
mukosa atau pada pasien-pasien yang memerlukan pemasangan protesa (gigi palsu)
maka pambedahan berupa eksisi torus dapat dilakukan.5,6

Dari anamnesis, diketahui pasien memiliki riwayat keluarga yang serupa. Dalam
hal ini dikaitkan adanya kemungkinan keterlibatan faktor genetik yang berperan
sebagai faktor predisposisi dari timbulnya torus palatinus.

Hal ini dibuktikan dalam penelitian Curran dkk yang menganalisis sebuah kasus
dimana anak perempuan, ibu dan neneknya memiliki sifat osteosklerosis dominan
autosom, torus mandibularis dan torus palatinus, dimana ketiganya ditemukan
mempunyai hal yang sama.7

Diagnosa Banding

Diagnosis banding dari torus palatinus antara lain osteoma dan displasia fibrosa
pada palatum. Osteoma merupakan lesi jinak osteogenik dengan pertumbuhan yang
sangat lambat, yang mungkin timbul dari proliferasi dari salah satu tulang kanselus
atau kompak. Lesi ini asimtomatik, tumbuh lambat dalam beberapa tahun dan secara
kebetulan ditemukan pada pemeriksaan radiologi. Pada daerah maksila, osteoma
paling sering muncul di prosesus alveolaris, namun beberapa peneliti juga pernah
melaporkan adanya osteoma pada palatum durum. Gambaran radiografi dari osteoma
memiliki densitas yang sama dengan tulang. Pemeriksaan histopatologi tampak lesi
sebagai tulang yang matur dengan ruang sumsum tulang terdiri dari jaringan ikat.8,9
Displasia fibrosa adalah satu jenis lesi fibro-osseus jinak berupa pembentukan
jaringan mesenkim yang abnormal, dimana terjadi penggantian tulang spongiosa
dengan jaringan fibrosa. Lesi ini dimulai sejak usia anak dan berkembang selama masa
pubertas dan masa remaja, kemudian dorman di awal usia dewasa. Gambaran
radiografi dari displasia fibrosa kraniofasial adalah gambaran ground-glass atau
orange pell dengan korteks yang tipis dan tanpa batas yang jelas. Pemeriksaan
histopatologi tampak gambaran lesi yang menunjukkan stroma matriks kolagen
dengan fibroblas yang terjerat di dalam trabekula tulang dalam bentuk Chinese
writing.10

Perawatan
Tidak ada menajemen aktif yang wajib dilakukan, dokter harus menjelaskan pada
pasien bahwa keadaannya bukan merupakan suatu keganasan. Bila mukosa yang
melapisinya tipis dan cenderung trauma atau jika terdapat ulkus, pasien mungkin
membutuhkan antiseptik pencuci mulut. Bila tidak ada keluhan, torus palatinus tidak
memerlukan perawatan. Tindakan bedah dibutuhkan pada pasien dengan keadaan
antara lain adanya gangguan berbicara, keterbatasan mekanisme mengunyah, inflamasi
dan ulkus akibat trauma, retensi sisa makanan, alasan estetika, ketidakstabilan
prostetik (penggunaan gigi palsu), pasien dengan fobia kanker, sebagai donor dalam
graft tulang kortikal. Sebelum tindakan pembedahan, dapat dibuat surgical stent untuk
melindungi luka bekas operasi baik dari lidah maupun makanan.5
Daftar Pustaka
1. Garcia-Garcia AS, Martinez-GonzalesJM, Gomez-Font R, Soto-RivadeneiraA,
Oviedo-Roldan L. Current status of the torus palatinus and torus mandibularis.
Med Oral Patol Oral CirBucal. 2010; 15(2):353-360.

2. Morrison MD, Tamimi F. Oral local tori are associated with mechanical and
systemic factors: a case-control study. J Oral Maxillofac Surg. 2013; 71(1):14-22.

3. Vaduganathan M, Marciscano AE, Olson KR. Torus palatinus. Proc (Bayl Univ
Med Cent). 2014; 27(3):259.

4. Al-Bayaty HF, Murti PR, Matthews R, Gupta PC. An epidemiological study of


tori among 667 dental outpatients in trinidad &tobago, west indies. Int Dent J.
2001; 51(4):300-4.

5. Martinez-Gonzalez et al. Current status of the torus palatinus and torus


mandibularis. Med oral patol oral cir buccal. 2010 Mar 1. Vol 15(2). p:353-60.
6. Luqman M et al. Prevalence of torus palatinus among Saudi population in Abha.
Int. Journal of Clinical Dental Science. 2011. Vol 2(4). p: 101-104.
7. Curran AE, Pfeffle RC, Miller E. Autosomal dominant osteosclerosis: report of a
kindred. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 1999; 87(5):600-60

8. Chung WL et al. Odontogenic cysts, tumors and related jaw lessions. In: Bailey
BJ et al. Head and Neck Surgery Otolaryngology, 4 th Ed. Philadelphia: JB
Lippincott company. 2006. p : 1577-79.
9. Gonsalves WC et al. Common oral lessions: Part II. Masses and neoplasia.
American family physician. 2007. Vol 75 (4). p: 509-512.
10. Shreedhar B, Kamboj M, Kumar N, Shamim Khan S. Fibrous dysplasia of the
palate: Report of a case and review of palatal swellings. Case report. Hindawi
publishing corporation. 2012. p:1-5.
11. Fragiskos FD. Preprosthetic Surgery. In: Fragiskos FD. Oral Surgery. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg. 2007. p: 253-259.
12. Jainkittivong A et al. Buccal and palatal exostoses: Prevalence and concurrence
with tori. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 2000. Vol 90. p:
48-53.

Anda mungkin juga menyukai