Anda di halaman 1dari 13

PAPER ORAL MEDICINE

TORUS PALATINUS

Disusun Oleh :
Septi Duvasti Kurnia Illahi, S.KG
NIM : J3A018029

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

PAPER ORAL MEDICINE

TORUS PALATINUS

Disusun Oleh :
Septi Duvasti Kurnia Illahi, S.KG
NIM : J3A018029

Semarang, 8 Juli 2019

Disetujui Oleh

Preceptor

drg. Retno Kusniati, M.Kes


NIK 28.6.1026.310
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tori berarti menonjol dalam bahasa latin merupakan eksostosis yang

terbentuk dari tulang kortikal yang menebal dengan jumlah yang terbatas dari

sumsum tulang, serta tertutup oleh mukosa yang tipis dan sedikit

vaskularisasi (Garcia-Garcia, 2010). Castro Reino dkk mengartikan torus atau

eksostosis sebagai penonjolan tulang kongenital dengan karakter jinak

mengarah pada osteoblas yang berlebihan sehingga tulang menjadi

menumpuk sepanjang garis dari fusi palatum atau badan mandibula (Garcia-

Garcia, 2010). Eksostosis yang paling sering ditemukan pada manusia adalah

torus palatinus dan torus mandibularis. Torus palatinus seperti nodul dari

tulang yang terjadi sepanjang midline dari palatum keras. Torus mandibularis

merupakan penonjolan tulang yang terletak pada aspek lingual dari

mandibular (Al- Daiwiri, 2006).

Torus palatinus biasanya berukuran diameter kurang dari 2 cm, namun

terkadang perlahan-lahan dapat bertambah besar dan memenuhi seluruh

langit- langit. Kebanyakan torus tidak menyebabkan gejala. Bila tidak ada

keluhan, torus palatinus tidak memerlukan perawatan. Namun pada pasien

yang memakai gigi tiruan, torus palatinus dapat mengganjal basis gigi tiruan

sehingga harus dihilangkan dengan pembedahan. Pada kebanyakan kasus,

torus ditemukan tidak sengaja dan ditemukan saat pemeriksaan. Hal ini

disebabkan karena asimptomatik dan pasien tidak sadar akan adanya torus

tersebut (MacInnis,1998).
Curran dkk menganalisis sebuah kasus dimana anak perempuan, ibu dan

neneknya memiliki sifat osteosklerosis dominan autosom torus palatinus,

dimana ketiganya ditemukan mempunyai hal yang sama (Donado, M. 1998).

Eggen mempelajari bahwa murni genetik ditemukan pada torus palatinus

sebesar 70% dan sisanya terjadi karena faktor lingkungan terkait beban

oklusal (Eggen, S. 1989). Penyebab lainnya adalah cedera atau terjadi sebagai

respon fungsional individu saat mengunyah atau pasien dengan gigi yang

abrasi. Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan terjadinya torus antara

lain kebiasaan makan, defisiensi vitamin atau suplemen kaya kalsium, dan

juga diet (Al-Bayaty, 2001).

A. IDENTITAS PASIEN
1. N a m a : Nn. YDK
2. U m u r : 23 Tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama X
5. Pekerjaan X
6. Alamat X
7. Diagnosa Medis : Torus Palatinus
8. No. RM : 001603
B. DESKRIPSI KASUS
1. Pemeriksaan Subjektif
a. Keluhan
Pasien datang dengan keluhan terdapat tonjolan pada pertengahan
langit mulutnya yang dirasakan sejak SMP sekitar 8 tahun yang lalu.
Pasien menyadari adanya tonjolan tersebut ketika dirasakan dengan
lidah. Tonjolan berjumlah satu, tidak terasa sakit, tidak mengganggu
fungsi makan dan bicara serta tidak terasa gatal. Pasien belum pernah
meminum obat-obatan untuk menghilangkan tonjolan tersebut. Pasien
tidak memiliki kebiasaan apapun yang berkaitan dengan tonjolan
seperti menyentuh dengan lidah.
b. Riwayat medis
Pasien memiliki riwayat gastritis dan masih sering kambuh hingga
sekarang, pasien tidak memiliki riwayat alergi dan tidak pernah
dirawat dirumah sakit.
c. Riwayat gigi geligi terdahulu
Pasien menyikat gigi 2x sehari saat mandi pagi dan malam sebelum
tidur. Pasien menggunakan obat kumur. Sekitar satu tahun yang lalu
pasien datang kedokter gigi untuk menambal gigi belakang sebelah
kanan bawah satu kali kunjungan.
d. Riwayat keluarga
Ibu pasien mempunyai torus palatinus, ayah, adik dan kakaknya
suspect tidak memiliki riwayat penyakit sistemik maupun herediter.
e. Riwayat sosial
Pasien merupakan seorang mahasiswa, suka mengkonsumsi makanan
dan minuman manis, rutin mengkonsumsi buah dan sayur, rutin
berolahraga, tidak memiliki kebiasaan buruk dan sumber air minum
pasien berasal dari air mineral kemasan.
2. Pemeriksaan Objektif
Terdapat tonjolan tulang pada midline palatum durum bagian kanan
dan kiri, ukuran 20x15 mm, dengan ketebalan 3 mm, diameter 15 mm,
berwarna seperti mukosa, berbentuk bulat dengan konsistensi keras, tepi
regular, berjumlah 2 bilateral, tidak terasa sakit (pain scale : 0), tekstur
halus.
Gambar 1.1. Torus palatinus
3. Assessment
Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif, didapatkan
bahwa:
Suspect diagnosis : Torus Palatinus
Differential diagnosis : Exostosis, Abses palatal
Prognosis : Ad Bonam
4. Planning
a. Mengkomunikasikan kepada pasien bahwa terdapat tonjolan pada langit
mulutnya yang dinamakan torus palatinus yang merupakan suatu variasi
normal dari rongga mulut.
b. Menginformaskan kepada pasien bahwa torus palatinus disebabkan
karena faktor genetik dan bukan merupakan suatu keganasan sehingga
pasien tidak perlu merasa khawatir.
c. Edukasi :
1) Mengedukasi kepada pasien untuk menjaga kesehatan dan
kebersihan rongga mulut.
2) Menjelaskan kepada pasien apabila tonjolan dirasa semakin besar
dari kondisi awal, sebaiknya langsung menghubungi dokter gigi.
3) Kontrol ke dokter gigi apabila merasa tergangggu dengan kondisi
tersebut dan apabila pasien akan melakukan pemasangan gigi tiruan
dan menggangggu perlekatan gigi tiruan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI TORUS PALATINUS

Torus palatinus adalah penonjolan dari tulang kortikal yang dilapisi


mukosa dengan vaskularisasi yang rendah (Lee et al., 2013). Menurut
Langlais, torus palatinus adalah pertumbuhan tulang kearah luar yang terjadi
pada garis tengah palatum keras (Langlais, 2013).

B. ETIOLOGI TORUS PALATINUS


Pertumbuhan dari torus palatinus bersifat perlahan, dan akan
bertambah selama dekade kedua dan ketiga. Torus dapat berbentuk unilobular
atau polylobular dan dapat juga berbentuk datar, nodul atau spindle (Loukas,
2013).
Beberapa faktor yang terkait dengan perkembangan torus palatinus
telah dilaporkan faktor genetik seperti jenis kelamin dan etnis, lingkungan
faktor-faktor seperti tingkat kelangsungan hidup gigi dan kekurangan gizi,
dan faktor fungsional seperti clenching dan grinding (Lorena et al., 2016).
Menurut Garcia (2010), teori yang paling banyak diterima adalah genetik,
tetapi tidak selalu dominan autosom. Curran dkk menganalisis sebuah kasus
dimana anak perempuan, ibu dan neneknya memiliki sifat osteosklerosis
dominan autosom, torus mandibularis dan torus palatinus, dimana ketiganya
ditemukan mempunyai hal yang sama (Garcia et al., 2010).
Penelitian yang dilakukan oleh Lorena dkk menetapkan beberapa
faktor yang berhubungan dengan torus palatinus yang dipengaruhi oleh gigi
dan malnutrisi karena belum ada penelitian yang meneliti pengaruh
perubahan status oral / oklusal (Lorena et al., 2016). Dalam studi Eggen dkk
dan Al- Bayaty menyebutkan terdapat hubungan mengkonsumsi ikan dengan
kemunculan torus karena ikan mengandung omega 3 asam lemak tidak jenuh
dan vitamin D yang mendorong pertumbuhan tulang (Al-Bayaty, 2001).
C. KLASIFIKASI TORUS PALATINUS
Torus palatinus terkadang diklasifikasikan berdasarkan penampakan
morfologi, yaitu (Neville et al., 2008):
1. Flat torus, memiliki dasar luas dan sedikit cembung dengan permukaan
halus. Biasa meluas secara simetris dikedua sisi dari raphe midline.
2. Spindle torus, memiliki midline ridge sepanjang raphe palatal.
Terkadang muncul median groove.
3. Nodular torus, muncul sebagai penonjolan midline dengan masing-
masing dasar individual. Penonjolan ini dapat menyatu, membentuk
groove diantaranya.
4. Lobular torus, juga merupakan massa lobular, namun muncul dari satu
dasar. Dapat berbentuk sessile atau bertangkai.
Haugen dan Eggen et al. mengklasifikasikan pertumbuhan torus
menjadi (García- García, 2010) :
1. Kecil (small), kurang dari 2 mm
2. Sedang (medium), dari 2 mm - 4 mm
3. Besar (large), lebih dari 4 mm
Klasifikasi lain yang diperkenalkan oleh Reichart et al. dimana
mereka mengklasifikasikan menjadi (García- García, 2010) :
1. Grade 1, small sampai 3 mm
2. Grade 2, moderate sampai 6 mm
3. Grade 3, diatas 6 mm

D. DIAGNOSIS BANDING TORUS PALATINUS


Diagnosis banding dari torus palatinus adalah eksostosis dan abses
palatal (Eversole, 2011). Eksostosis adalah tonjolan-tonjolan nodular tulang
yang diberi nama sesuai dengan lokasi anatomis. Pertumbuhan tulang ini
bersifat jinak pada tulang facial yang terjadi pada daerah maksila ataupun
mandibula dan paling sering ditemukan pada daerah premolar dan molar
(Bansal, 2013). Torus palatinus berlokasi digaris tengah palatum,
pertumbuhan yang lambat, dan sifat tulang yang keras memungkinkan untuk
dibedakan dari
abses palatal atau tumor saliva, yang lebih lunak dan biasanya terletak agak
lateral dari palatal raphe (Eversole, 2011).

Gambar 2.1. Gambaran intra oral menunjukkan eksostosis tulang pada maksila

Gambar 2.2. abses palatal

E. PENATALAKSANAAN TORUS PALATINUS

Tidak ada menajemen aktif yang wajib dilakukan, dokter harus


menjelaskan pada pasien bahwa keadaannya bukan merupakan suatu
keganasan. Bila mukosa yang melapisinya tipis dan cenderung trauma atau
jika terdapat ulkus, pasien mungkin membutuhkan antiseptik pencuci mulut.
Bila tidak ada keluhan, torus palatinus tidak memerlukan perawatan.
Tindakan bedah dibutuhkan pada pasien dengan keadaan antara lain adanya
gangguan berbicara, keterbatasan mekanisme mengunyah, inflamasi dan
ulkus akibat trauma, retensi sisa makanan, alasan estetika, ketidakstabilan
prostetik (penggunaan gigi palsu), pasien dengan fobia kanker, sebagai donor
dalam graft tulang kortikal. Sebelum tindakan pembedahan, dapat dibuat
surgical stent untuk melindungi luka bekas operasi baik dari lidah maupun
makanan (Martinez-Gonzalez, 2010).
BAB III

PEMBAHASA

Pasien datang ke Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas


Muhammadiyah Semarang pada hari Jumat, 29 maret 2019 dengan keluhan
terdapat tonjolan pada pertengahan langit mulutnya yang dirasakan sejak SMP
sekitar 8 tahun yang lalu. Pasien menyadari adanya tonjolan tersebut ketika
dirasakan dengan lidah. Tonjolan berjumlah satu, tidak terasa sakit, tidak
mengganggu fungsi makan dan bicara serta tidak terasa gatal. Pasien belum
pernah meminum obat-obatan untuk menghilangkan tonjolan tersebut.
Pasien tidak memiliki kebiasaan apapun yang berkaitan dengan tonjolan
seperti menyentuh dengan lidah. Berdasarkan pemeriksaan subjektif, diketahui
ibu pasien juga mempunyai tonjolan pada langit mulutnya yang merupakan
suspect dari torus palatinus dengan diagnosisi banding eksostosis dan abses
palatal (Eversole, 2011). Studi yang dilakukan oleh Garcia et al yang
menyatakan bahwa penyebab pasti dari torus palatinus belum jelas, tetapi teori
yang paling banyak dapat diterima adalah disebabkan karena faktor genetik.
Pemeriksaan objektif didapatkan tonjolan tulang pada midline palatum
durum bagian kanan dan kiri, ukuran 20x15 mm, dengan ketebalan 3 mm,
diameter 15 mm, berwarna seperti mukosa, berbentuk spindle dengan
konsistensi keras, tepi regular, berjumlah 2 bilateral, tidak terasa sakit (pain scale
: 0), tekstur
halus. Berdasarkan pemeriksaan subjektif dan objektif diagnosis pasien adalah
torus palatinus. Menurut klasifikasi torus palatinus, torus yang dimiliki pasien
berbentuk spindle torus adalah torus yang memiliki midline ridge sepanjang
raphe palatal, terkadang muncul sebagai median groove (Neville et al., 2008).
Berdasarkan ukurannya, torus palatinus yang dimiliki pasien adalah berukuran
sedang, yaitu berukuran 2 mm - 4 mm. Berdasarkan gradenya torus yang
dimiliki pasien berada pada grade 2, dalam skala moderate dengan ukuran
sampai 6 mm (García- García, 2010).
Penatalaksanaan terhadap pasien ini hanya dilakukan KIE (Komunikasi,
Informasi dan Edukasi) karena pasien tidak mengalami rasa sakit, tidak pernah
memiliki riwayat ulser di daerah tersebut dan tidak pula mengalami gangguan
fungsi bicara, pengunyahan maupun fungsi rongga mulut lainnya. Komunikasi
yang dilakukan adalah menjelaskan kepada pasien bahwa tonjolan yag terdapat
pada langit mulutnya tersebut merupakan suatu variasi normal dari rongga mulut
sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Kemudian menjelaskan kepada pasien
bahwa tonjolan tersebut disebut torus palatinus dan kemungkinan penyebabnya
adalah faktor genetik dan untuk perawatannya tidak perlu dilakukan tindakan
khusus apabila keadaan tersebut tidak mengganggu fungsi makan, bicara,
pengunyahan serta tidak menimbulkan keluhan apapun. Jika memang suatu saat
nanti pasien mengalami kesulitan fungsi atau sering terjadi luka akibat proses
traumatik pengunyahan, dapat dilakukan pembedahan. Edukasi yang diberikan
kepada pasien untuk menjaga kesehatan dan kebersihan rongga mulut,
menjelaskan kepada pasien apabila tonjolan dirasa semakin besar dari kondisi
awal, sebaiknya langsung menghubungi dokter gigi, serta kontrol ke dokter gigi
apabila merasa tergangggudengan kondisi tersebut dan apabila pasien akan
melakukan pemasangan gigi tiruan dan menggangggu perlekatan gigi tiruan.
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Torus palatinus adalah suatu variasi normal rongga mulut yang berupa
penonjolan dari tulang kortikal yang dilapisi mukosa dengan vaskularisasi
yang rendah. Prevalensi torus dua kali lebih sering ditemukan terjadi pada
wanita daripada laki-laki dan cenderung berkembang pada awal kehidupan
orang dewasa dan membesar dengan berlalunya waktu. Torus sangat jarang
terlihat pada anak di bawah 10 tahun. Penyebab pasti dari torus tidak
ditemukan secara pasti. Teori yang paling banyak diterima saat ini adalah
genetika tetapi tidak selalu demikian. Torus palatinus tidak memerlukan
tindakan khusus apabila keadaan tersebut tidak mengganggu fungsi makan,
bicara, pengunyahan serta tidak menimbulkan keluhan apapun. Jika memang
suatu saat nanti pasien mengalami kesulitan fungsi atau sering terjadi luka
akibat proses traumatik pengunyahan, dapat dilakukan pembedahan.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Bayaty HF, Murti PR, Matthews R, Gupta PC. An epidemiological study of


tori among 667 dental outpatients in trinidad & tobago, west indies. Int
Dent J. 2001; 51(4):300-4.
Belsky JL et al. Torus palatinus: A new anatomical correlation with bone density
in postmenopausal women. The journal of clinical endocrinology &
metabolism. 2003. Vol 88(5). p: 2081-2086.
Eggen, S. 1989. Torus mandibularis: an estimation of the degree of genetic
determination. Acta Odontol Scand. 47:409-15.
Firas, A.M., Ziad, N., Al-Dwairi. 2006. Torus palatinus and torus mandiblaris in
edentoulus patients. Journal of Contemporary Dental Practice. Mei:(7);2.
Hlm.112-119.
Fragiskos FD. Preprosthetic Surgery. In: Fragiskos FD. Oral Surgery. Springer-
Verlag Berlin Heidelberg. 2007. p: 253-259.
Garcia-Garcia, Andrés.José-Maria Martinez-González. Rafael Goméz-Font.
Ángeles Soto-Rivadeneira. Lucia Oviedo-Roldán. 2010. Current Status of
the Torus Palatinus and Torus Mandibularis. Med Oral Patol Oral Cir
Bucal. Maret 2010 Vol.15 No.2 : Hal e353-e360.

Langlais, Robert P. et al. 2009. Color Atlas of Common Oral Diseases 4th Ed.
Lippincott Williams and Wilkins.
MacInnis EL, Hardie J, Baig M, Al-Sanea RA. Gigantiform torus palatinus:
review of the literature and report of a case. Int Dent J. 1998; 48(1):40-3.
Martinez-Gonzalez et al. Current status of the torus palatinus and torus
mandibularis. Med oral patol oral cir buccal. 2010 Mar 1. Vol 15(2).
p:353- 60.
Mohammed AH, Prevalence of Mandibular and Palatal Tori among 5-15 Years
Old Children In Khartoum State, Sudan. 2018. Saudi Journal of Oral and
Dental Research (SJODR). Vol-3, Iss-4 (Apr, 2018): 127-130
Neville, Brad W. Doughlas Damm. Carl Allen. Jerry Bouquot. 2018. Oral and
Maxillofacial Pathology. 3rd Edition. Elsevier Saunders : Missouri.

Anda mungkin juga menyukai