Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

AKUNTANSI SYARI’AH
“AKUNTANSI PENGHIMPUNAN DANA”

DI SUSUN OLEH
KELOMPOK 1:
DEVIE NURSAFITRI B1C1 18 162
RIZKA AMALIA B1C1 18 174
WA ODE UMI KALSUM B1C1 18 178
RIAN HIDAYAT B1C1 18 179
LUSI NASRAH B1C1 18 180
ARUM VACHRA AL-NISA B1C1 18 187
ERA FAZIRA B1C1 18 193
EVA SRI WULANDARI B1C1 18 201
NUR HADIRA B1C1 18 210
FIRAWATI B1C1 18 214

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KATA PENGANTAR

Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa atas kasih dan
sayangnya memberikan pengetahuan, kemampuan dan kesempatan kepada kelompok kami
sehingga mampu meyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini ditulis sebagai tugas
mata kuliah AKUNTANSI SYARI’AH dengan materi “AKUNTANSI PENGHIMPUNAN
DANA” .

Kami meyadari, dalam penulisan makalah ini masih ada kemukinan kekurangan-
kekurangan karena keterbatasan kemampuan penyusunan. Untuk itu, masukan yang bersifat
membangun akan sangat membantu penyusunan untuk semakin mengurangi kekuragannya

Ucapan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada dosen mata kuliah ini untuk
teman teman dan semua pihak yang telah membantu kami, semoga makalah ini dapat berguna
dan bermanfaat bagi pembaca.

Kendari, November 2020


Penulis

Kelompok 1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
A. Gambaran Umum Perbankan Syariah.......................................................................5
B. Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah.........................................................................9
C. Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah..............................................................12
E. Standar Akuntansi Bank Syariah menurut PSAK No. 50 tentang Akuntansi
Bank Syariah.......................................................................................................................14
D. Perlakuan Akuntansi Perbankan Syariah................................................................16
BAB III....................................................................................................................................19
PENUTUP...............................................................................................................................19
Kesimpulan.........................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................21
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masyarakat di negara maju dan berkembang sangat membutuhkan bank sebagai
tempat untuk melakukan transaksi keuangannya. Undang-undang Perbankan Indonesia,
yakni Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, membedakan bank berdasarkan kegiatan
usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah dan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional. Bank merupakan
lembaga keuangan yang dibangun atas dasar kepercayaan. Bank pun dalam pendanaan
operasionalnya sebagian besar berasal dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari
masyarakat ternyata menjadi sumber dana terbesar yang dijadikan andalan oleh bank
tersebut. Pencapaiannya mencapai 80-90% dari seluruh dana yang dikelola bank. Setiap
lapisan masyarakat yang menyimpan uangnya harus benar-benar yakin akan keamanan uang
yang diamanahkannya kepada bank-bank tertentu dan dalam jangka waktu tertentu pula.
Demi mendukung perekonomian negara yang halal dan barakah, penggunaan jasa
perbakan berbasis syariah sangat dianjurkan. Dalam Islam, Menghimpun Dana selain
dilakukan oleh masyarakat secara ’urf, juga dapat ditemukan dasar-dasarnya secara syari’ah
sebagaimana ditemukan aktifitas Menghimpun Dana yang direkam dan dijustifikasi oleh al-
Qur’an, al-Hadis, dan juga telah menjadi ijma ulama’. Seiring perkembangan zaman,
Menghimpun Dana pun mengalami perkembangan dan modifikasi sebagaimana terlihat
dalam aktifitas ekonomi modern bersangkut paut dengan penerapannya dalam masyarakat
secara langsung maupun melalui dunia perbankan dalam rangka memenuhi kebutuhan
dengan tetap berada dalam bingkai syari’ah. Dalam bank syariah penghimpunan dana dari
masyarakat dilakukan tidak membedakan nama produk tetapi melihat pada prinsip yaitu
prinsip wadiah dan prinsip mudharabah. Apapun nama produk yang diperhatikan adalah
prinsip yang digunakn atas produk tersebut, hal ini sangat terkait dengan porsi pembagian
hasil usaha yang akan dilakukan antara pemilik dana/ deposan (shahibul maal) dengan bank
syariah sebagai mudharib.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perbankan Syariah


1. Pengertian Bank Syariah
Bank Syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang
bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga
(riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti perjudian (maysir),
bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan, dan
hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Bank Syariah sering dipersamakan dengan
bank tanpa bunga. Bank tanpa bunga merupakan konsep yang lebih sempit dari bank
Syariah, ketika sejumlah instrumen atau operasinya bebas dari bunga. Bank Syariah,
selain menghindari bunga, juga secara aktif turut berpartisipasi dalam mencapai sasaran
dan tujuan dari ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan sosial.
2. Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah
Dalam operasinya, bank Syariah mengikuti aturan-aturan dan norma-norma Islam,
seperti yang disebutkan dalam pengertian di atas, yaitu:
a. Bebas dari bunga (riba);
b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir);
c. Bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar);
d. Bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil); dan
e. Hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.
Secara singkat empat prinsip pertama biasa disebut anti MAGHRIB (maysir, gharar,
riba, dan bathil).
a) Pelarangan Riba
Bank Syariah beroperasi tidak berdasarkan bunga, sebagaimana yang lazim
dilakukan oleh bank konvensional, karena bunga mengandung unsur riba yang jelas-
jelas dilarang dalam Al Qur’an. Bank syariah beroperasi dengan menggunakan
prinsip lain yang diperbolehkan oleh Syariah. Bagi Muslim yang tidak
menghiraukan larangan ini, Allah dan Nabi Muhammad s.a.w. menyatakan perang
dengan mereka (QS 2:279).
Riba berarti ‘tambahan’, yaitu pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh
peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok, yang
ditetapkan sebelumnya atas setiap jenis pinjaman. Dalam pengertian ini riba
memiliki persamaan makna dan kepentingan dengan bunga (interest) menurut ijma’
‘konsensus’ para fuqaha tanpa kecuali (Chapra, 1985). Menurut istilah teknis, riba
berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil (Saeed,
1996). Dikatakan bathil karena pemilik dana mewajibkan peminjam untuk
membayar lebih dari yang dipinjam tanpa memperhatikan apakah peminjam
mendapat keuntungan atau mengalami kerugian.
b) Pelarangan Maysir
Istilah maysir pada awalnya dipakai untuk permainan anak panah pada jaman
sebelum Islam, ketika tujuh peserta bertaruh untuk mendapatkan hadiah yang telah
ditentukan (Al-Omar dan Abdel-Haq, 1996). Maysir secara harfiah berarti
memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat
keuntungan tanpa kerja. Dalam Islam, maysir yang dimaksud di sini adalah segala
sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berrisiko. Judi dalam
segala bentuknya dilarang dalam syariat Islam secara bertahap. Tahap pertama, judi
merupakan kejahatan yang memiliki mudharat (dosa) lebih besar dari pada
manfaatnya (QS 2: 219). Tahap berikutnya, judi dan taruhan dengan segala
bentuknya dilarang dan dianggap sebagai perbuatan zalim dan sangat dibenci (QS 5:
90-91). Selain mengharamkan bentuk-bentuk judi dan taruhan yang jelas, hukum
Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang mengandung unsur judi
(Shiddiqi, 1985).
c) Pelarangan Gharar
Gharar secara harfiah berarti akibat, bencana, bahaya, risiko, dan sebagainya. Dalam
Islam, yang termasuk gharar adalah semua transaksi ekonomi yang melibatkan unsur
ketidakjelasan, penipuan atau kejahatan. Hal itu dikutuk oleh Islam dalam Al-Qur’an
(QS 6: 152; 83: 1-5; dan 4: 29) dan Hadits. Dalam dunia bisnis, gharar artinya
menjalankan suatu usaha secara buta tanpa memiliki pengetahuan yang cukup, atau
menjalankan suatu transaksi yang risikonya berlebihan tanpa mengetahui dengan
pasti apa akibatnya atau memasuki kancah risiko tanpa memikirkan konsekuensinya,
meskipun unsur ketidakpastian, yang tidak besar, boleh saja ada kalau memang tidak
bisa ditinggalkan.2 Afzal-ur-Rahman (1990) membagi konsep gharar menjadi dua:
 Gharar karena adanya unsur risiko yang mengandung keraguan, probabilitas, dan
ketidakpastian secara dominan; dan
 Gharar karena adanya unsur yang meragukan yang dikaitkan dengan penipuan
atau kejahatan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
3. Sejarah Berdirinya Bank Syariah
a. Berdirinya Bank Syariah di Dunia
Pemikir-pemikir Muslim yang menulis tentang gagasan bank yang
menggunakan sistem bagi hasil telah muncul sejak lama, misalnya Anwar Qureshi
(1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Begitu juga dengan
Mawdudi (1961) dan Muhammad Hamidullah (1962). Mereka bisa dikategorikan
sebagai gagasan pendahulu perbankan Islam.
Sejarah perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan
Malaysia sekitar tahun 1940, yaitu upaya pengelolaan dana jamaah haji secara
non-konvensional.
Rintisan bank syariah lainnya adalah adalah Mit Ghamr Lokal Saving
Bank di Mesir pada tahun 1963 yang didirikan oleh Dr. Ahmad el-Najar.
Permodalan bank ini dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi.
Untuk lebih mempermudah berkembangnya bank syariah di negara-negara
Muslim, perlu ada usaha bersama di antara negara Muslim. Maka pada bulan
Desember 1970, pada Sidang Menteri Luar Negeri negara-negara Organisasi
Konferensi Islam (OKI) di Karachi-Pakistan, delegasi Mesir mengajukan proposal
untuk mendirikan bank syariah.
Dan pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI yang selanjutnya yang
bertempat di Benghazi-Libya pada bulan Maret 1973 diputuskan agar OKI
memiliki bidang yang khusus menangani masalah ekonomi dan keuangan.
Pada bulan Juli 1973, komite ahli yang mewakili negara-negara Islam
penghasil minyak bertemu di Jeddah-Arab Saudi untuk membicarakan pendirian
bank syariah.
Akhirnya, pada Sidang Menteri Luar Negeri OKI di Jeddah tahun 1974
disetujui rancangan pendirian Bank Pembangunan Islam atau Islamic
Development Bank (IDB) dengan modal awal 2 miliar dinar.

b. Berdirinya Bank Syariah di Indonesia


Di Indonesia, regulasi mengenai bank syari’ah tertuang dalam UUD
No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syari’ah. Bank Syari’ah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syari’ah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syari’ah, Unit Usaha Syari’ah, dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS).
1. Bank Umum Syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapat berusaha sebagai
bank devisa dan bank non devisa. Bank devisa adalah bank yang dapat
melaksanakan transaksi keluar negeri atau yang behubungan dengan mata
uang asing secara keseluruhan seperti transfer ke luar negeri, inkaso ke luar
negeri, pembukaan letter of credit, dan sebagainya.
2. Unit Usaha Syari’ah adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syari’ah, atau unit kerja di
kantor cabang dari suatu bank yang berkedudukan diluar negeri yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai
kantor induk dari kantor cabang pembantu syari’ah dan/unit syari’ah. UUS
berada satu tingkat dibawah direksi bank umum konvensional bersangkutan.
UUS dapat berusaha sebagai bank devisa dan bank non devisa.
3. Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BPRS
hanya boleh dimiliki oleh WNI dan/badan hukum Indonesia,pemerintah
daerah, atau kemitraan antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan
pemerintah daerah.
Gagasan untuk mendiirkan bank syariah di Indonesia sebenarnya sudah
muncul sejak pertengahan tahun 1970-an. Hal ini dibicarakan pada seminar
nasional Hubungan Indonesia-Timur Tengah pada 1974 dan pada tahun 1976
dalam seminar internasional yang diselenggarakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu
Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika.
Dan gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi pada tahun 1988, di
saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi
liberalisasi industry perbankan. Para ulama pada waktu itu berusaha untuk
mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang
dapat dijadikan sebagai rujukan.
Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan
perbankan di CIsarua-Bogor tanggal 19-22 Agustus 1990, yang kemudian dibahas
lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV Majelis Ulama Indonesia yang
berlangsung di Hotel Sahid Jaya, Jakarta, 22-25 Agustus 1990, dan dibentuklah
suatu kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia.
Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja tim perbankan MUI.
Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia ditandatangani pada tanggal 1
November 1991 dan mulai beroperasi pada 1 Mei 1992.
Dalam menjalankan perannya , bank syariah berlandaskan pada UU
Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1992 tentang
bank berdasarkan prinsip bagi hasil yang kemudian dijabarkan dalam S.E. BI No.
25/4/BPPP tanggal 29 Februari 1993.
B. Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan dari satu pihak ke pihak lain, baik individu
maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan sja spenyimpan
menghendakinya. Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untukmenjaga keselamatan barang
itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya. Yang dimaksud dengan
“barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan
barang lain yangberhara disisi islam. Rukun yang harus dipenuhi dalam transaksi dengan
prinsip wadiah:
a. Barang yang dititipkan
b. Orang yang menitipkan/ penitip
c. Orang yang menrima titipan/ penerima titipan, dan
d. Ijab Qabul

Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Wadiah


Wadiah terdiri dari dua jenis, yaitu: 
1) Wadiah Yad Al Amanah, merupakan titipan murni, barang yang dititipkan tidak boleh
digunakan (diambil manfaatnya) oleh penitip, sewaktu titipan dikembalikan harus dalam
keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya, jika selama dalam penitipan terjadi
kerusakan maka pihak yang menerima titipan tidak dibebani tanggung jawab, sebagai
kompensasi atas tanggung jawab pemeliharaan dapat dikenakan biaya penitipan. 
Karateristik wadiah yad al amanah, adalah;
 barang titipan murni
 tidak boleh digunakan oleh penerima titipan.
 titipan dikembalikan harus dalam keadaan utuh baik nilai maupun fisiknya.
 penerima titipan tidak bertanggung jawab atas  kerusakan yang terjadi
 dikenakan biaya titipan
 dalam perbankan diaplikasikan sebagai safe deposit box

2) Wadiah Yad Ad Dhamanah, merupakan pengembangan dari Wadiah Yad Al Amanah


yang disesuaikan dengan aktifitas perekonomian. Penerima titipan diberi izin untuk
menggunakan dan mengambil manfaat dari titipan tersebut. Penyimpan mempunyai
kewajiban untuk bertanggung jawab terhadap kehilangan/ kerusakan barang tersebut.
Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan tersebut menjadi hak penerima titipan.
Sebagai imbalan kepada pemilik barang/ dana dapat diberikan semacam insentif berupa
bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
Karateristik Wadiah Yad Ad Dhamanah adalah;
 pengembangan dari wadi’ah Yad Al Amanah
 penerima titipan diizinkan menggunakan dan mengambil manfaatnya.
 kehilangan/kerusakan merupakan tanggung jawab dari penyimpan
 semua keuntungan dari titipan hak penerima titipan
 penitip dapat menerima bonus yang tidak diisyaratkan sebelumnya.
 Dalam perbankan dapat diaplikasikan pada Rekening giro (current account) dan
Rekening tabungan (saving account).

Tabungan Wadiah
Tabungan wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya
dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati dengan kuitansi, kartu ATM,
sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam
fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan, ketentuan Tabungan Wadiah sebagai
berikut: 
1. Bersifat simpanan 
2. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan.
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat
sukarela dari pihak bank.
Fasilitas Yang diperoleh dari Tabungan Wadiah
1. Menggunakan buku atau kartu ATM
2. Minimum setoran saldo pertama dan saldo minimum yang harus dipertahankan
3. Tabungan tidak terbatas dapat ditarik sewaktu-waktu,
4. Tipe rekening :
 Rekening perorangan
 Rekening bersama atau beberapa individu
 Perkumpulan/kelompok yang tidak berbadan hukum
 Rekening perwalian, yang dioprasikan oleh orang tua wali atau wali atas nama
pemegang rekening (yang belum dewasa)
5. Pembayaran bonus dilakukan denga mengkredit rekening tabungan

Giro Wadiah
Giro wadiah adalah titipan pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, kartu ATM, sarana perintah
pembayaran lainnya atau dengan cara pemindah bukuan. Termasuk di dalamnya giro
wadiah yang diblokir untuk tujuan tertentu misalnya dalam rangka escrow account, giro
yang diblokir oleh yang berwajib karena suatu perkara.  Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional ditetapkan, ketentuan tentang Giro Wadiah sebagai berikut: 
1. Bersifat titipan 
2. Titipan bisa diambil kapan saja (on call) 
3. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (athaya) yang
bersifat sukarela dari pihak bank. 
Karakteristik dari giro wadiah antara lain: 
1. Harus dikembalikan utuh seperti semula sehingga tidak boleh overdarft 
2. Dapat dikenakan biaya titipan 
3. Dapat diberikan syarat tertentu untuk keselamatan barang titipan misalnya
menetapkan saldo minimum 
4. Penarikan giro wadiah dilakukan dengan cek dan bilyet giro sesuai ketentuan yang
berlaku. 
5. Jenis dan kelompok rekening sesuai dengan ketentuan yang berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan syariah 
6. Dana wadiah hanya dapat digunakan seijin penitip 
Fasilitas Yang Diperoleh Dari Giro Wadiah
1. Kepada pemegang rekening diberikan buku cek untuk mengoperasikan rekening
2. Ada minimum setoran awal, dan diperlukan referensi bagi pemegang rekening
3. Calon pemegang rekening tidak terdaftar dalam daftar hitam dari BI
4. Penarikan dana dapat dilakukan sewaktu-waktu dengan menggunakan cek atau
instruksi tertulis lainnya, Tipe rekening :
 Rekening perorangan
 Rekening bersama atau rekening kelompok/perkumpulan
 Rekening perusahaan (Badan hukum)
Servis lainnya :
 Cek khusus
 Instruksi siaga (standing instruction)
 Transfer dana secara otomatis
5. Pemegang rekening menerima salinan rekening (account statement) setiap bulan
dengan rincian transaksi selama bulan yang bersangkutan
6. Bank dapat mengirim konfirmasi saldo kepada pemegang rekening setiap akhir
tahun atau setiap periode tertentu (yang lebih pendek) bila dianggap perlu oleh bank
atau atas permintaan pemegang rekening

C. Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah


Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan betindak sebagai
shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut
digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah dapat pula dan tersebut digunakan
bank unuk melakukan mudharabah ke dua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkn
nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakan nya untuk melakukan mudharabah
kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi.
Rukun mudharabah terpenuhi sempurna bila ada yaitu :
1. Ada mudharib
2. Ada pemilik dana
3. Ada usaha yang akan dibagi hasilkan
4. Ada nisbah
5. Ada ijab qabul
Karakteristik transaksi Mudharabah, adalah:
a. Dana Mudharabah
Dana yang dhimpun harus dalam bentuk uang tunai dan bukan piutang serta dinyatakan
dengan jelas jumlahnya dan harus diserahkan kepada mudharib, untuk
memungkinkannya melakukan usaha.
b. Keuntungan
Pembagian keuntungan harus berdasarkan nisbah yang disepakati pada awal dan
dituangkan dalam akad.

Jenis Penghimpunan Dana Prinsip Mudharabah


Berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah
terbagi menjadi dua yaitu :
1. Mudharabah Mutlaqah ( investasi tidak terikat )
Mudharabah Mutlaqah merupakan salah satu produk dari Musyarakah, dimana dana
merupakan 100 % milik bank. dana ini dapat digunakan untuk kegiatan usaha nasabah
sesuai kehendak nasabah. Bank yang memiliki produk seperti ini harus betul-betul
selektif dalam memilik calon debitur/nasabah, karena resiko yang ditanggung bank
adalah 100% dari dana yang disalurkan. Oleh karena itu biasanya Produk Mudharabah
terkait dengan Projek-projek singkat yang berasalah dari pemerintah atau perusahaan
yang kredible dan nasabah yang kompeten dan terpercaya dalam mengerjakannya.
2. Mudharabah Muqayadah (Investasi Terikat)
Perbedaan Mudharabah Muqayadah dengan Mutlaqah adalah disisi penggunaan dana
yang diterima nasabah. penggunaannya terikat syarat-syarat dari pemilik dana. Waktu
dan jenis usaha sudah ditentukan sebelumnya. Bank mempertemukan pemilik dana dan
calon debitur/nasabah dan memfasilitasi pencairan dana dan penerimaan angsuran modal
dan bagi hasil dari nasabah. Bank akan mendapatkan jasa/fee dari kegiatan ini.

Tabungan Mudharabah
Tabungan adalah simpanan yang penrikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dipersamakan
dengan itu. Akuntansi untuk tabungan mudharabah dan penghimpunan dana bentuk lainnya
menggunakan akad mudharabah pada dasarnya mengacu pada PSAK 105 tentang Akuntansi
Mudharabah, khususnya yang terkait dengan akuntansi untuk pengelola dana. Berdasarkan
PSAK 105 paragraf 25, dinyatakan bahwa dana yang diterima dari pemilik dana (nasabah
penabung) dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas
atau nilai wajar aset non-kas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah
temporer diukur sebesar nilai tercatatnya.

Ketentuan Tabungan Mudharabah sesuai  Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah:


1) Dalam transaksi nasabah bertindak sebagai shahibul mal/pemilik dana dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana.
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya, termasuk
mudharabah dengan pihak lain.
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang.
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening.
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan
nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.

Fasiltas yang diperoleh untuk tabungan mudharabah:


1. Menggunakan buku tabungan
2. Setoran awal minimum berdasarkan kebijakan bank
3. Setoran berikutnya tidak dibatasi dan waktu penarikan sesuai dengan akad
4. Bagi hasil dikreditkan pada rekening tabungan setiap akhir bulan
5. Tipe tabungan :
 Rekening perorangan
 Rekening bersama (dua atau lebih)
 Rekening organisasi yang tidak berbadan hukum
 Rekening perwalian yang dioperasikan orang tua/wali
 Rekening dijadikan jaminan pembiayaan
6. Pengakhiran perjanjian tabungan terjadi bila tabungan ditutup.
Deposito Mudharabah
Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan hanya pada waktu tertentu
berdasarkan akad antara nasabah (penyimpan) dengan bank syariah (Unit Usaha Syariah).
Perbedaannya dengan deposito konvensional adalah terlihat pada akad dan sistem bagi hasil
yang ditawarkan.
Jenis deposito berjangka:
a. Deposito berjangka biasa, adalah eposito yang berakhir pada jangka waktu yang
dijanjikan, perpanjangan hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan
baru/pemberitahuan dari penyimpan.
b. Deposito berjangka otomatis, pada saat jatuh tempo secara otomatis akan diperpanjang
untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.

Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 3 Tahun 2000, tentang deposito mudharabah
yaitu :
1) Di sini nasabah disebut sebagai  pemilik dana atau shahibul maal dan bank disebut
sebagai pengelola dana atau mudharib.
2) Modal deposito yang diberikan shahibul maal harus dalam bentuk tunai.
3) Bank sebagai mudharib berhak lakukan berbagai usaha asalkan tidak melenceng pada
prinsip syariah dan mnembangkannya, rmasuk didalamnya mudharabah dengan pihak
lain.
4) Bank menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya untuk menutupi biaya
operasional deposito.
5) Bank tidak boleh mengurangi nisbah keuntungan tanpa persetujuan nasabah.
6) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening

Ketentuan Deposito Mudharabah sesuai  Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah:


1) Dalam transaksi ini nasabah beritndak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan bank
bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk
didalamnya mudharabah dengan pihak lain
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan piutang
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan
Fasilitas yang diperoleh untuk Deposito:
1) Menggunakan sertifikat deposito atau bilyet deposito
2) Minimum jumlah investasi ditentukan oleh bank
3) Mempunyai jangka waktu (1, 3,6,12, 24 bulan dst)
4) Kontrak berakhir pada saat jatuh tempo, tetapi dapat diperpanjang (ARO)
5) Bagi hasil diberikan pada saat jatuh tempo, interim bagi hasil dapat diberikan setiap
periode yang diperjanjikan
6) Nisbah bagi hasil ditetapkan dimuka. Bank dapat memberikan bagi hasil melebihi tetapi
tidak boleh kurang dari nisbah yang diperjanjikan. Kelebihan bagi hasil atas nisbah
dianggap bonus.
7) Jumlah investasi tergantung pada proyek biasanya dalam jumlah besar

D. Perlakuan Akuntansi Perbankan Syariah


Sisi perekonomian merupakan bagian terpenting bagi umat islam, namun pada
perkembangannya sistem ekonomi yang berkembang seperti sosialis dan kapitalis
memberikan peluang ketidak merataan distribusi pendapatan dalam masyarakat, sedangkan
islam menghendaki adanya sistem adil yang tidak merugikan salah satu pihak, untuk itulah
muncul sebuah konsep yang disebut syari’ah.
Mewujudkan keselarasan antara pertumbuhan dan pemerataan membutuhkan sebuah
lembaga yang mampu mengendalikan dan mengatur dinamika ekonomi yaitu berupa uang
dan barang. Fungsi itulah yang kemudian di kenal sebagai Bank, disitulah terjadi pertemuan
antara pemilik, pengguna dan pengelola modal yang pada hakikatnya banyak membawa
manfaat terhadap pihak masing-masing.
Bank merupakan lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan
jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Dalam hal ini konsep-konsep
islam telah diterapkan pada lembaga keuangan perbankan ini, sehingga muncullah konsep
perbankan syari’ah. Bank syariah dalam menjalankan usahanya mengutamakan konsistensi
penerapan prinsip syariah dengan menggunakan sistem non bunga dan penerapan kualitas
pelayanan syariah, Sistem non bunga bank syariah dalam istilah ekonomi diartikan dengan
pembagi laba, secara definisi diartikan sebagai distribusi beberapa bagian dari laba pada para
pegawai suatu perusahaan.
Konsep bunga dalam bank konvensional inilah dianggap sebagai riba, dimana kebanyakan
bank konvensional tidak memberikan toleransi pemberian kredit kepada golongan yang
dianggap memiliki skala usaha kecil dan tidak memiliki agunan, sehingga golongan-golongan
masyarakat kecil yang tidak memiliki agunan dan prospek usaha yang besar akan kesulitan
memperoleh pendanaan modal terutama dari kredit perbankan, karena bank-bank menilai
bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman.
Untuk itulah diperlukan sebuah konsep yang menjadi alternatif dari perbankan dalam
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Alternatif itulah yang ekonomi islam yang pada
perkembangannya mengembangkan konsep-konsep syariah yang di kembangkan dalam dunia
perbankan. Dalam konsep perbangkan konvensional yang berkembang sistem bunga, selalu
ada satu pihak yang menanggung kerugian atau resiko, pihak-pihak peminjam adalah pihak
yang paling dirugikan atas pembebanan bunga dan penanggungan atas tingkat resiko yang
mungkin terjadi terhadap kegiatan pinjam- meminjam atau pendanaan permodalan tersebut.
Hal inilah yang tidak di kembangkan atau di kenal dalam konsep perbankan syari’ah, karena
tidak ada istilah bunga dalam konsep ekonomi islam.
Bank syariah merupakan lembaga keuangan yang melaksanakan perantara keuangan
dari pihakpihak yang kelebihan dana kepada pihak-pihak lain yang membutuhkan
berdasarkan prinsip-prinsip ajaran agama Islam. Prinsip-prinsip tersebut yang paling utama
adalah tidak diperkenankannya perbankan untuk meminta atau memberikan bunga kepada
nasabahnya.
Bank syari’ah memiliki produk-produk atau jasa yang tidak ditemukan dalam operasi bank-
bank syariah, yaitu berupa prinsip-prinsip syari’ah, diantaranya mudharabah, murabaha,
musyarakah, ijarah, ijarah wa iqtina, wadiah, dll. Sistem syari’ah ini tidak memuat adanya
bungan sebagaiman yang di kembangkan dalam bank-bank konvensional. Prinsip prinsip
yang berbeda antara bank syari’ah dan bank konvensional menjadikan penyajian dalam
laporan keuanganpun juga berbeda, di mana laporan keuangan ini merupakan bagian
ringkasan proses pencatatan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun
bersangkutan, sebagai pertanggung jawaban manajer terhadap para pemilik perusahaan.
Berdasarkan PSAK no 59, di nyatakan bahwa salah satu sumber untuk memperoleh
kepercayaan publik adalah dengan membentuk tingkat kualitas informasi yang baik terhadap
publik, dimana bank syariah harus mampu meyakinkan publik bahwa mereka memiliki
kemampuan dan kapasitas di dalam mencapai tujuan-tujuan financial maupun tujuan-tujuan
yang sesuai dengan syariat Islam. Karena itu, membangun sebuah sistem akuntansi dan audit
yang bersifat standar telah menjadi kebutuhan utama yang harus dipenuhi, menyangkut
pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan dalam sebuah sistem akuntansi.
Salah satu permasalahan yang selama ini di hadapi perbankan syari’ah adalah masalah
standarisasi sistem akuntansi dan audit, yang bertujuan untuk menciptakan transparansi
keuangan sekaligus memperbaiki kualitas pelayanan keuangan terhadap masyarakat.
Adapun perkembangan dari perbankan syariah sendiri di Indonesia masih belum optimal, hal
ini terutama di sebabkan oleh karena kurangnya sosialisasi sistem perbankan syari’ah,
landasan hukum dan kerangka pengaturan yang belum sesuai, pembiayaan yang belum
mencerminkan hakikat bank syariah yang sesungguhnya, dan belum terpenuhinya norma dan
standart internasional yang berlaku.
Komponen-komponen laporan keuangan dalam bank syari’ah menurut PSAK no 59 berisi
pengungkapan umum laporan keuangan, serta tanggal efektif untuk penyusunan dan
penyajian laporan keuangan lemaga syari’ah.
Dalam lembaga syari’ahterdapat berbagai pembiayaan, yang semuanya mengacu pada dua
akad :
1) Akad tijarah ( jual beli )
Merupakan suatu pembiayaan yang di sepakati oleh lembaga pembiayaan ( Bank
syari’ah) dengan anggotanya di mana Bank menyediakan dana untuk sebuah investasi
dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian di proses
pembayarannya di lakukan secara mencicil atau angsuran, ataupun pengembaliannya
dilakukan pada saat jatuh tempo pengembaliannya.
2) Akad syirkah ( penyertaan dan bagi hasil )
 Penyertaan Bank syari’ah sebagai pemilik pemilik modal dalam suatu usaha yang
mana antara resiko dan keuntungan ditanggung bersama secara seimbang dengan
porsi penyertaan (musyarakah).
 Suatu perjanjian pembiayaan antara lembaga Bank Syari’ah dengan anggota
dimana bank menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja sedangkan
peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usahanya
(mudharabah).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pengertian Bank Syariah Bank Syariah merupakan lembaga intermediasi dan
penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya
yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang nonproduktif seperti
perjudian (maysir), bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip
keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal.
Prinsip-prinsip Dasar Perbankan Syariah Dalam operasinya, bank Syariah mengikuti
aturan-aturan dan norma-norma Islam, seperti yang disebutkan dalam pengertian di atas,
yaitu: a. Bebas dari bunga (riba); b. Bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif
seperti perjudian (maysir); c. Bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar); d.
Bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil); dan e. Hanya membiayai kegiatan
usaha yang halal.
Dalam dunia bisnis, gharar artinya menjalankan suatu usaha secara buta tanpa
memiliki pengetahuan yang cukup, atau menjalankan suatu transaksi yang risikonya
berlebihan tanpa mengetahui dengan pasti apa akibatnya atau memasuki kancah risiko tanpa
memikirkan konsekuensinya, meskipun unsur ketidakpastian, yang tidak besar, boleh saja
ada kalau memang tidak bisa ditinggalkan.2 Afzal-ur-Rahman (1990) membagi konsep
gharar menjadi dua:
• Gharar karena adanya unsur risiko yang mengandung keraguan, probabilitas, dan
ketidakpastian secara dominan; dan
• Gharar karena adanya unsur yang meragukan yang dikaitkan dengan penipuan atau
kejahatan oleh salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
Unit Usaha Syari’ah adalah unit kerja dari kantor pusat bank umum konvensional
yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syari’ah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu bank yang
berkedudukan diluar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syari’ah dan/unit syari’ah.
Ketentuan Deposito Mudharabah sesuai Fatwa Dewan Syariah Nasional adalah:
1) Dalam transaksi ini nasabah beritndak sebagai shahibul maal atau pemilik dana dan
bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana
2) Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha
yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan mengembangkannya termasuk
didalamnya mudharabah dengan pihak lain
3) Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya dalam bentuk tunai bukan piutang
4) Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam
akad pembukaan rekening
5) Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dan deposito dengan
menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan
yang bersangkutan.

Fasilitas yang diperoleh untuk Deposito:

1) Menggunakan sertifikat deposito atau bilyet deposito


2) Minimum jumlah investasi ditentukan oleh bank
3) Mempunyai jangka waktu (1, 3,6,12, 24 bulan dst)
4) Kontrak berakhir pada saat jatuh tempo, tetapi dapat diperpanjang (ARO)
5) Bagi hasil diberikan pada saat jatuh tempo, interim bagi hasil dapat diberikan setiap
periode yang diperjanjikan
6) Nisbah bagi hasil ditetapkan dimuka.
Adapun perkembangan dari perbankan syariah sendiri di Indonesia masih belum
optimal, hal ini terutama di sebabkan oleh karena kurangnya sosialisasi sistem perbankan
syari’ah, landasan hukum dan kerangka pengaturan yang belum sesuai, pembiayaan yang
belum mencerminkan hakikat bank syariah yang sesungguhnya, dan belum terpenuhinya
norma dan standart internasional yang berlaku.
Dalam lembaga syari’ahterdapat berbagai pembiayaan, yang semuanya mengacu pada
dua akad : Akad tijarah ( jual beli ) Merupakan suatu pembiayaan yang di sepakati oleh
lembaga pembiayaan ( Bank syari’ah) dengan anggotanya di mana Bank menyediakan dana
untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang
kemudian di proses pembayarannya di lakukan secara mencicil atau angsuran, ataupun
pengembaliannya dilakukan pada saat jatuh tempo pengembaliannya.
DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan S., Wiroso dan Muhammad Yusuf. 2006. Akuntansi Perbankan Syariah.
Jakarta: LPFE Usakti.

Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah. Jakarta :
Grasindo.

Di akses Pada Supria. 2011. “Akuntansi Penghimpunan Dana Bank”.  

http://supriakuntansisy.blogspot.com/2011/04/akuntansi-penghimpunan-dana-bank.html

Anda mungkin juga menyukai