Anda di halaman 1dari 8

RESEMU ISU GIZI MUTAKHIR

PENGARUH NEGATIF PENGGUNAAN MSG

DOSEN PENGAMPU:
Lina Agestika, S.Gz, M.H.Sc

Kelompok Kontra :
Ainal Mardiyah Dendi 042021009
Aqila Permata Dewi 042021002
Debora Tika Saragih 042021006
Farhan Sabilly 042021004
Fatima Rima Andini 042021018
Ina Ratnawati 042021022
Liana Saputri 042021020
Lilis Rubaah 042021022
Oktovianus Alexander Munthe 042021012
Tantri Warachesti Prihardani 042021011
Taufik Budiansyah 042021012
Vera Kasmira 042021001

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI S1 GIZI


UNIVERSITAS BINAWAN
JL. Dewi Sartika – JL. Raya Kalibata, Cawang
Jakarta 13630, Indonesia
A. PENDAHULUAN

Monosodium glutamat (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan
sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi
glutamat atau gabungan dari beberapa asam amino dengan sejumlah kecil peptida yang
dihasilkan dari proses hirolisa protein (hydrolized vegetable protein/HVP). Asam glutamat
digolongkan pada asam amino non essensial karena tubuh manusia sendiri dapat menghasilkan
asam glutamat. Asam Glutamat merupakan unsur pokok dari protein yang terdapat pada
bermacam-macam sayuran, daging, ikan dan air susu ibu. Terobosan lebih spektakuler dibuat
oleh Prof. Ikeda dengan memproduksi monosodium glutamat secara sintetis. Monosodium
glutamat sintetis inilah yang memicu penggunaan penyedap makanan secara besar-besaran
terutama di industri pangan. Secara alamiah manusia atau binatang pasti mencari makanan yang
aromanya paling enak dan itu didapat dari makanan yang dibubuhi penyedap.

Pada tahun 1908, Kikunae Ikeda, seorang profesor di Universitas Tokyo, menemukan
kunci kelezatan itu pada kandungan asam glutamat. Penemuan ini melengkapi 4 jenis rasa
sebelumnya – asam, manis, asin dan pahit – dengan umami (dari akar kata umai yang dalam
bahasa Jepang berarti lezat). Sejak penemuan itu, Jepang memproduksi asam glutamat melalui
ekstraksi dari bahan alamiah. Tetapi karena permintaan pasar terus melonjak, tahun 1956 mulai
ditemukan cara produksi L-glutamic acid melalui fermentasi. L-glutamic acid inilah inti dari
MSG, yang berbentuk butiran putih mirip garam.

Kalimat yang sering terdengar dari beberapa konsumen ketika memakan makanan yang
memang menggunakan MSG sebagai penyedap. Monosodium glutamat atau biasa disebut
MSG, atau vetsin atau micin Anggapan-anggapan tersebut bukannya tidak mempunyai
alasan, Banyak memang artikel yang memaparkan dampak negatif dari konsumsi MSG.
Lidah manusia punya reseptor tersendiri untuk rasa gurih dari Glutamat. Sebenarnya glutamat
alami jelas terkandung di bahan makanan kita sehari-hari, seperti yang kita rasakan ketika
memakan daging atau kaldu.

Menurut U.S Food and Drug Administration (FDA) dosis MSG yang
direkomendasikan adalah sekitar 30mg/berat badan. Misalnya, berat badan 50kg, maka dosis
MSG yang direkomendasikan adalah kurang lebih sekitar 1,5g/hari. Menurut FDA, MSG
dijelaskan sebagai zat yang cukup aman dikonsumsi. Namun perlu diingat aman disini berarti
sesuai dengan dosis yang direkomendasikan, aman atau tidaknya suatu zat bergantung pada
dosisnya. Semua hal yang berlebihan tidak dianjurkan termasuk juga kebanyakan minum air
juga bisa berakibat fatal kan atau sering disebut dengan hyponatremia.

B. Pengaruh Penggunaan MSG


1. Jumlah rerata konsumsi MSG dan Dosis Penggunaan

Konsumsi MSG di dunia sangat bervariasi, seperti di Indonesia rata – rata mengkonsumsi
MSG sebesar 0,6 gr/hr, di Taiwan sebanyak 3 gr/hr, di Korea 2,3 gr/hr, di Jepang 1,6 gr/hr, di
India 0,4 gr/hr, dan di Amerika 0,35 gr/hr. C). Menurut sebuah laporan (2014), Asia adalah
produsen MSG terbesar, terhitung sekitar 94% dari kapasitas produksi MSG dunia.
Permintaan yang tinggi, tenaga kerja yang ekonomis dan berlimpah, serta penggunaannya
dalam stok pakan mungkin menjadi alasan di balik produksi skala besar di Asia. Taiwan,
Indonesia, Cina, Thailand, dan Vietnam adalah produsen MSG utama. Cina adalah salah satu
produsen teratas (65%), konsumen (55%), dan eksportir (44%) MSG di seluruh dunia.
Indonesia adalah eksportir MSG terbesar kedua (16%). Dilaporkan bahwa Timur Tengah dan
Afrika mengkonsumsi 4%, Eropa 3%, Amerika Utara 2%, dan Amerika Tengah dan Selatan
2% MSG.

Namun yang perlu kita ketahui bahwa Negara di Asia merupakan Negara pengonsumsi
MSG terbanyak. Berdasarkan beberapa sumber menyebutkan bahwa orang di negara
Amerika dan Eropa rata-rata mengkonsumsi sekitar 11g glutamat alami dan 1g glutamat dari
MSG per harinya. Namun negara-negara Asia, jumlah konsumsi glutamat dari MSG jauh
lebih tinggi, yaitu sekirar 3-4 gram per hari. Namun 3 gram adalah dosis yang sangat
besar, sekitar 3-6 kali rata-rata asupan harian di Amerika Serikat. Alasan utama mengapa
orang Asia pengonsumsi MSG tertinggi dikarenakan bahan dan bumbu makanan orang Asia
seperti soy sauce, kecap ikan atau kaldu baik dari ayam,ikan ataupun daging emang lebih
banyak mengandung glutamat alami sehingga orang Asia udah terbiasa dengan konsumsi
glutamat sejak kecil. Sehingga efeknya, standar konsumsi tubuh orang Asia terhadap
glutamat relatif jadi lebih tinggi dari orang Amerika dan Eropa pada umumnya,
makanya konsumsi MSG orang Asia lebih tinggi.

2. Review Penelitian Pengaruh Penggunaan MSG

Dampak toksisitas dari penggunaan MSG dengan jabaran ilmiahnya adalah sebagai berikut :
a) MSG Menyebabkan Nueurotoksi :

Karena glutamat dikenal sebagai neurotransmitter rangsang penting dalam sistem


saraf pusat, kelebihannya menyebabkan eksitotoksisitas yang dapat menyebabkan
kerusakan saraf yang parah dan komplikasi lain. Gangguan umum termasuk iskemia dan
cedera otak traumatis; Namun, ini dapat menyebabkan kondisi kronis seperti sklerosis
lateral amiotrofik, sklerosis multipel, dan penyakit Parkinson
Jurnal Neurochemistry International bulan Maret 2003 melaporkan, pemberian MSG
sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah
neuron lebih sedikit dan rami dendrit (jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang.
Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60 hari.
Sementara bila disuntikkan kepada tikus dewasa, dosis yang sama menimbulkan
gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada
nucleus arkuatus di hipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf).

b) MSG dapat menyebabkan Kerusakan hati

Hasil dari penelitian pada hewan dan manusia telah menunjukkan bahwa pemberian
MSG bahkan dengan dosis terendah memiliki efek toksik. Pada penelitian menunjukkan
bahwa MSG pada dosis 0,6 dan 1,6 mg / g berat badan dapat menimbulkan efek
merugikan pada fungsi hati dan ginjal yang mungkin disebabkan oleh stres oksidatif yang
diinduksi oleh MSG pada jaringan hati dan ginjal.

c) Konsumsi Msg pada anak-anak

Anak-anak kecil biasanya berisiko terkena MSG. Penghalang darah otak mereka


belum sepenuhnya berkembang; dan tidak dapat melindungi dari racun. Selain itu, asam
glutamat dapat menembus penghalang plasenta. Perusahaan menggunakan asam glutamat
karena murah, dan karena bersifat neurotoksik, produsen terus menggunakannya dan
tidak ingin masyarakat mengetahuinya. (NOHA, 2008 ).

d) Pengaruh MSG pada rasa lapar dan asupan makanan

Banyak penelitian telah melaporkan peningkatan asupan makanan dengan


menambahkan MSG sebagai agen penyedap. Hasil serupa diperoleh dari penelitian lain di
mana 32 sukarelawan dievaluasi untuk efek MSG pada asupan makanan. Mereka diberi
sup dengan dan tanpa MSG, dan terlihat bahwa sup yang ditambahkan MSG tidak hanya
meningkatkan rasa dan rasa tetapi juga secara signifikan terkait dengan peningkatan rasa
lapar dan asupan makanan.

e) MSG dapat menyebabkan obesitas, mengganggu kadar glukosa darah,

Sebuah studi yang dilakukan pada 349 subjek manusia dari populasi Thailand
menunjukkan bahwa dosis tinggi MSG menyebabkan sindrom metabolik dan obesitas
yang tidak tergantung pada faktor utama lainnya seperti asupan energi total dan tingkat
aktivitas fisik.[42] Studi lain yang dilakukan pada personel militer Jerman tentang obesitas
morbid menunjukkan bahwa obesitas morbid memiliki korelasi langsung dengan
perawakan pendek. Pemberian MSG secara oral pada tikus bunting menunjukkan
penurunan berat lahir keturunan.

Dosis ini berpotensi mengganggu neuron dan mungkin memiliki efek buruk pada
perilaku. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa konsumsi MSG pada bayi menjadi
preseden untuk perkembangan obesitas di kemudian hari.  Resistensi insulin dan
penurunan toleransi glukosa pada hewan pengerat karena konsumsi MSG meningkatkan
kekhawatiran tentang perkembangan obesitas pada manusia yang mengonsumsi
MSG. Studi yang sama mengungkapkan bahwa asupan MSG menyebabkan gangguan
keseimbangan energi dengan meningkatkan palatabilitas makanan dan mengganggu
kaskade pensinyalan hipotalamus yang dimediasi leptin, yang berpotensi menyebabkan
obesitas

f) MSG dapat menyebabkan gangguan system reproduksi

Baik model hewan maupun penelitian pada manusia telah menunjukkan efek toksik
MSG pada sistem reproduksi. Pemberian MSG dengan dosis 2 mg / g selama berbagai
periode kehidupan perinatal menyebabkan peningkatan jumlah sel tahap pachytene di
antara spermatosit primer dibandingkan dengan kontrol dalam spermatogenesis (Mondal
et al., 2017 [ 10 ]). MSG menyebabkan gangguan vakuolasi sel stroma dan membran
basal- dan hipertrofi seluler teka folikuli di ovarium. Proses atrofi dan degenerasi ini
dinilai dengan dosis yang berbeda (Dong dan Robbins, 2015 [ 4]). Telah terbukti bahwa
MSG memiliki beberapa efek kesehatan dan psikologis yang terpuji serta efek positif
yang berkaitan dengan hipertensi dan defisiensi zat besi. Namun, pada saat yang sama
terdapat banyak laporan tentang efek berbahaya seperti stres oksidatif, kerusakan DNA,
modifikasi protein dan lisis sel stroma (Mustafa et al., 2017 [ 11 ]).

Menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil hari ke
17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap
MSG dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-anak tikus ini
lebih rentan mengalami kejang daripada yang induknya tidak mendapat MSG. Pada usia
60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang induknya tidak
mendapat MSG. Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG pada penelitian
di atas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan ekskresi insulin sehingga
tikus-tikus tersebut cenderung menderita obesitas. Pada penelitian lain, bila diteruskan
sampai 3 bulan, ternyata akan terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita
diabetes.

g) Efek MSG terhadap hipertensi, Uji Klinis Pada Manusia

Istilah "sindrom restoran Cina" (CRS) pertama kali digunakan lebih dari empat
dekade lalu. Pada permulaan gejala pasien mengalami keluhan seperti sensasi terbakar di
belakang leher, melepuh di kedua lengan dan kadang-kadang di dada anterior, kelemahan
umum, kelelahan dan palpitasi. Gejala ini muncul 20 menit setelah konsumsi makanan
yang kaya MSG (Bawaskar et al., 2017 Gejala lain yang mungkin muncul kemudian
termasuk kemerahan, pusing, sinkop, dan tekanan wajah. Dalam sebuah studi yang
mengeksplorasi efek makanan negatif dari MSG, jalur buta ganda dan terkontrol plasebo
dilakukan di mana pemberian MSG, dosis mulai dari 57 hingga 150 mg / kg,
dibandingkan dengan pemberian dosis 24 mg / kg. NaCl. Pemberian MSG serta NaCl
mengakibatkan nyeri otot dan / atau perubahan sensitivitas mekanis. Namun pemberian
MSG juga dikaitkan dengan sakit kepala dan nyeri otot perikranial. Selain itu, pemberian
MSG dosis tinggi lebih dari 75 mg / kg MSG secara signifikan meningkatkan tekanan
darah sistolik (Obayashi dan Nagamura, 2016; Shimada et al., 2015). Tidak dipahami
dengan baik apakah MSG berkorelasi dengan kasus CRS yang kompleks (Kazmi et al.,
2017 ).

h) MSG berpengaruh pada metabolism lipid dan Aktivitas Enzim


Penelitian lain di Jurnal of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003,
pemberian MSG terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim
anti-oksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan penyakit
jantung. Kerusakan enzim antioksidan ini ternyata yang juga menimbulkan kerusakan
kronis di jaringan syaraf. Secara umum, anti oksidan memang berperan penting bagi
kesehatan di seluruh bagian tubuh.

i) MSG Complex Syndrome


Jurnal Appetite tahun 2002 melaporkan, faktor psikologis juga berpengaruh. Bila
seseorang sudah merasa dirinya sensitif, maka berapapun kadar yang ada, MSG Complex
Syndrome akan terjadi. Sebaliknya, ada kelompok lain yang memerlukan dosis MSG
lebih tinggi dibanding rata-rata orang, untuk mendapatkan sensasi rasa lezat. Diduga,
paparan terus menerus menyebabkan peninggian ambang rangsang reseptor di otak untuk
asam glutamate.

j) Reaksi alergi

Schaumburg et al, melaporkan bahwa MSG memicu gejala yang berbeda seperti sakit
kepala, nyeri dada, sensasi terbakar, dan tekanan wajah. Uji klinis tersamar ganda lainnya
dari 61 subjek dilakukan dan menunjukkan gejala kompleks yang signifikan secara
statistik setelah konsumsi MSG dibandingkan dengan plasebo.

C. Kesimpulan

Konsumsi MSG khusus nya di Negara-negara asia cukup tinggi, bahkan melebihi batas
ambang konsumsi yang dianjurkan oleh FDA dan walaupun sudah sesuai standar anjuran
konsumsi namun hal tersebut masih termasuk tingkat konsumsi yang tinggi. Hal ini cukup
berbahaya karena dapat meningkatkan terjadinya mual, pusing dan CRS pada individu terutama
yang mengalami intolerance glutamate dalam tubuhnya. Selain itu terlalu banyak konsumsi MSG
dapat menurunkan fungsi neurotransmitter pada otak, hal ini dibuktikan oleh beberapa penelitian
yang dilakukan pada tikus. Setelah dilakukan pengamatan, tikus-tikus tersebut mengalami
gangguan pada neuron, serta kerusakan nucleus hipotalamus. Kelebihan MSG pada tikus itu juga
membuat obesitas akibat resistensi insulin dalam tubuhnya serta dapat menganggu metabolisme
lipid yang berpotensi menyebabkan hipertensi dan penyakit jantung. Penggunaan MSG
sebaiknya diganti dengan garam dan gula untuk membuat rasa masakan menjadi gurih, atau
dapat menggunakan alternative lain, seperti penggunaan rumput laut/nori, atau kaldu jamur yang
memiliki rasa gurih alami, dan tidak membahayakan tubuh.

D. Referensi

Kazmi Z dkk,. 2017. Monosodium Glutamate : Review on Clinical Reposts. Internasional Journal
of Food Properties. Vol 20 (2) Februari, p.1807-1815.
Niaz, K dkk,. 2018. Extensive Use of Monosodium Glutamate : A Threat to Public Health.
EXCLI Journal. Vol 17 (2) Februari, p.273-278.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5938543/
(Diakses 24 Oktober 2020)
Taufik MS, dan Al-Badr,N. 2012. Advere Effect of Monosodium Glutamate on Liver and Kidney
Functions in Adult Rats and Potential Protective Effect of Vitamins C and E. Food and
Nutrition Science Journal. Vol 3, p.651-659.
Zhou Y dan Danbolt, NC,. 2014. Glutamate as a neurotransmitter in the healthy brain. Neural
Transm Journal. Vol 121 , p.799-817.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4133642/
(Diakses 24 Oktober 2020)

Abdel Moneim, dkk,. 2018. Monosodium Glutamate Affects Cognitive Functions in Male Albino
Rats. Egyptian Journal of Forensic Science. Vol 8 (9) , p.1-10.
https://link.springer.com/article/10.1186/s41935-018-0038-x
(Diakses 24 Oktober 2020)

Ardyanto, T. 2004. Internet Artikel Ilmiah. INOVASI MSG dan Kesehatan : Sejarah, Efek dan
Kontroversinya. Vol 1, p.52-56.

Septadina, IS dr,. 2014. Pengaruh Monosodium Glutamat Terhadap Sistem Reproduksi. Makalah
Seminar Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Anda mungkin juga menyukai