Anda di halaman 1dari 21

PROSEDUR KERJA

Pembangunan Barrack E6 dan E7

Pekerjaan Baja

I. BAHAN
1.1. Baja Profil = Gunung Garuda Steel
1.2. Baja Pelat = Gunung Garuda Steel
1.3. Angkur-Baut dan Mur = Baut Angkur Galvanished dan Baut Grade 8.8
1.4. Trekstang Besi Polos dia. 10mm
1.5. Kawat Las = Nikko Steel RD-360 / Kobe Steel Lb 52
1.6. Thinner Synthectic 1000
1.7. Cat Dasar anti karat zinc-chromate = Amcoat ZINC PHOSPHATE PRIMER 1102-155
1.8. Cat Finishing Baja (Top-Coat) = Amcoat SYNTHETIC TOP COAT 1400-Series
1.9. Material Grouting = Sika Grout

II. TENAGA KERJA


Welder = 3 org
Installer = 12 org
Helper = 7 org
Total = 20 org per section
Syarat :
2.1. Tukang mengerti dalam hal pemasangan baja
2.2. Memiliki peralatan kerja komplit.
2.3. Dapat membaca gambar/mudah diberi penjelasan.
2.4. Tukang terampil.
III. PERALATAN
3.1. Alat Ukur :
3.1.1. Rol meter
3.1.2. Waterpass.
3.1.3. Benang lot, bandul, dan lain-lain.
3.2. Alat Kerja Tukang :
3.2.1. Trafo Las.
3.2.2. Meteran 5 m.
3.2.3. Blander potong.
3.2.4. Palu kecil.
3.2.5. Sikuan.
3.2.6. Kedok Las.
3.2.7. Benang.
3.2.8. Kunci Pas, Kunci Sock
3.2.9. Media Cat dan Roller
3.2.10. Sarung Tangan Las.
3.2.11. Waterpass tangan 60 cm.
3.2.12. Apar ( untuk safety )
3.2.13. Safety belt ( untuk safety )
3.3. Alat Ringan dan lain-lain :
3.3.1. Kapur Besi.
3.3.2. Benang
3.3.3. Selang air.
3.3.4. Tambang.
IV. METODE PELAKSANAAN

4.1. Pekerjaan Persiapan


4.1.1. Ada gambar kerja / shop drawing.
4.1.2. Mempelajari gambar kerja.
4.1.3. Menyiapkan lahan / pembersihan.
4.1.4. Menyiapkan alat ukur.
4.1.5. Menyiapkan bahan-bahan/alat kerja/sarananya.

4.2. Pekerjaan lain yang terkait


4.2.1. Pengenalan lokasi kerja.
4.2.2. Pembersihan lokasi kerja,agar lokasi kerja nyaman dan aman.

4.3. Pelaksanaan
4.3.1. Check dan survey kondisi, posisi dan elevasi pedestal dan angkur yang
nantinya akan dipasang pelat baja sebagai Base-Plate supaya tidak ada
kesalahan pemasangan.

4.3.2. Buat mal posisi angkur yang sudah terpasang dengan bahan kardus atau
triplek yang nantinya akan dibuat sbg acuan untuk melubangi Base Plate
agar presisi dengan tetap selalu memperhatikan marking posisi as pedestal
sesuai gambar rencana.
4.3.3. Secara simultan, pabrikasi Kolom dan Balok baja dapat dilakukan
terpisah dengan mengacu pada gambar kerja dan cutting-list dengan
pekerjaan berupa pemotongan, pelubangan posisi baut dan
pemasangan/pengelasan pelat stiffener, endplate, voute sesuai gambar.
Setelah pabrikasi selesai sudah dapat dilakukan pengecatan dasar
dengan cat anti karat (zinc-chromate).
4.3.4. Setelah Base Plate dilubangi sesuai posisi angkur, kemudian pelat
tsb dipasang dengan metode pemasangan double mur ( di atas dan di
bawah base plate ) dimana mur posisi bawah berfungsi utk melakukan
setting kerataan dan water-pass maupun pegangan sementara base plate
sebelum di grouting, dan mur atas digunakan sebagai pengunci kedudukan
base plate termasuk dlm hal ini waterpass dan verticality.
4.3.5. Setelah pelat base plate sudah cukup kuat, kaku dan rata, kemudian
dapat dimulai instalasi atau pemasangan kolom baja dengan
menggunakan baja H Beam 250. Pekerjaan ini dapat dilakukan secara
simultan dengan pekerjaan grouting pedestal pada posisi bottom base
plate.
4.3.6. Pemasangan kolom menggunakan box tackle agar mudah untuk
penyetelannya.
4.3.7. Setelah kolom H Beam sudah diposisinya, kemudian di cek vertikality
nya dengan menggunakan benang lot sambil di las secara temporary dan
dilakukan pengecekan kembali untuk memastikan vertikality nya, dan
setelah fixed kemudian dilakukan pengelasan secara full. Pada Base
Plate maupun area las-an dilakukan pengecatan dasar dengan Zinc-
chromate.
4.3.8. Beberapa kolom yg terpasang sudah dapat dilakukan instalasi
pemasangan balok portal sesuai dengan elevasi rencana, termasuk
bracing baja siku dan ikatan angin+turn buckle dengan sistem las dan
pemasangan mur+baut.
4.3.9. Saat proses instalasi berlangsung, secara simultan dapat dilakukan pula
pengecatan dasar zinc-chromate pada area las-an, mur+baut maupun
pada permukaan baja yg kondisi zinc-chromate nya rusak akibat
pekerjaan maupun saat distribusi (langsir) material.
4.3.10. Setelah instalasi, inspeksi dan cat dasar zinc-chromate selesai,
kemudian mulai dilakukan pekerjaan finishing cat terakhir ( Top-Coat )
sebanyak 2 layer.
V. LINGKUNGAN
5.1. Lokasi pabrikasi dan instalasi harus bersih dan aman.
5.2. Penerangan cukup.

VI. PROSEDUR PELAKSANAAN PEKERJAAN PENGELASAN


Pengelasan (welding) adalah proses penyambungan dua buah logam atau lebih dengan
menggunakan proses pemanasan setempat, sehingga terjadi ikatan metalurgi antara
logam-logam yang disambung. Proses penyambungan logam dewasa ini banyak
dipakai di industri untuk pekerjaan konstruksi, pembuatan mesin, peralatan pabrik,
konstruksi perpipaan serta pekerjaan lain yang memerlukan sambungan.

Dalam konstruksi baja kita mengenal 2 (dua) jenis bentuk las yaitu :
1. Las Sudut : ini tidak membutuhkan pekerjaan pendahuluan
2. Las Tumpul : bentuknya tergantung dari tebal bagian yang akan disambung

Keterangan 1. LAS SUDUT terdiri dari :


a. Las sudut pipih/datar (paling banyak digunakan)
b. Las sudut cekung
c. Las sudut cembung
Dengan ketentuan tebal las sudut sesuai dengan ketebalan pelat tertipis.
Keterangan 2. LAS TUMPUL :
a. Tebal pelat max. 4mm : digunakan las sebelah, tanpa pekerjaan pendahuluan. Kedua
pelat dilekatkan satu sama lain, selanjutnya di las.
b. Tebal pelat 4 – 8 mm : diadakan las dua belah, tanpa pekerjaan pendahuluan. Mula-
mula pengelasan dilakukan di bagian atas, kemudian dibalik dan di las.
Las ini disebut las – I

c. Tebal pelat 4 – 20 mm : karena tidak bisa dibalik, maka digunakan las – V,


perlu pekerjaan pendahuluan.

Ujung-ujung pelat dipotong sehingga membuat sudut : 70o – 90o C.

Jika benda kerja (pelat) dapat dibalik, maka dari yang 4 – 12 mm dipergunakan las –V
dengan las lawan.
d. Pelat tebal 12 – 30 mm : Jika benda kerja tidak bisa dibalik, dilakukan las-V (las
dari sebelah). Jika benda kerja bisa dibalik, digunakan las – X (las dari 2 belah).
VII. STANDARD HASIL
Menghasilkan instalasi baja sesuai perencanaan, aman dan kuat, hasil pekerjaan
yang bersih ,rapi, dengan mutu yang baik.
IX. Uji Tidak Merusak Material (Non Destructive Test)

• Radiography (X – Ray Test)

X – Ray Testing merupakan test pada hasil lasan yang bertujuan untuk mengetahui struktur
bagian dalam dari lasan. X – Ray Test ini dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya cacat
lasan pada bagian dalam dari lasan itu sendiri, misalnya porosity dan crack. Pemeriksaan
struktur bagian dalam lasan ini dilakukan dengan media sinar X. Dan hasilnya dapat dilihat
pada artifak/film dimana seluruh struktur dari bagian dalam lasan dapat terlihat.

Keuntungan dari penggunaan metode ini adalah hasilnya berupa film fotografi yang
premanen. Film yang digunakan tersebut diletakan pada bagian yang yang berlawanan
pada bagian sambungan terhadap
sumber sinar-X. teknik ini memberikan gambar dengan kualitas yang lebih baik dari
sambungan, tetapi

metode inspeksi ini memiliki kekurangan yang berbeda jika dibandingkan denganUltrasonic
Test (UT) :
1. Lebih mahal tiap satuan panjang dari sambungan (weld).
2. Sangat berbahaya untuk pekerjaan struktur karena adanya radiasi.
3. Tidak dapat digunakan untuk mencari keretakan pada bagian bersudut.
• Dye Penetrant
Dye Penetrant merupakan test untuk mengetahui ada tidaknya crack pada weld(hasil
lasan). Test ini sangat mudah dilakukan dan pelaksanaannya juga sangat singkat. Dye
Penetrant terdiri dari :
1. Pre – Treatment.
2. Penetrant.
3. Cleaning.
4. Developer.

Dye Penetrant Test memiliki beberapa prosedur untuk dilakukan :


1. Pre – Treatment (dapat berupa perlakuan panas terhadap hasil lasan yang
harus dilakukan sebelum test dilakukan)
2. Cleaning, yakni proses pembersihan pada daerah yang akan diperiksa dengan
tujuan agar kotoran yang ada pada daerah tersebut tidak mengalangi cairan
Penetrant (warna merah) danDeveloper (warna putih).
3. Penyemprotan Penetrant pada salah satu sisi dan kemudian
dilanjutkan dengan penyemprotan Developer pada sisi yang
lainnya.
4. Terakhir, akan terlihat hasil dari test yang dilakukan. Jika terdapat/muncul warna
merah seperti warna Penetrant pada sisi yang disemprotkan oleh Developer,
berarti weld (hasil lasan) tidak bagus karena ditemukan adanya crack. Jika tidak
muncul warna merah tersebut, maka hasil lasan tersebut sudah baik. Hasil test ini
didapatkan setelah kurang – lebih 10 sampai 20 menit setelah proses
penyemprotan Penetrant dan Developer.

• PWHT ( Post Weld Heat Treatment )

PWHT merupakan perlakuan panas yang dilakukan untuk mengetahui besarnya suhu
sebelum dilakukannya proses welding. Hal ini dimaksudkan agar pada saat dilakukan
welding, suhu pada baja telah sesuai dengan standar yang digunakan. Untuk mengetahui
berapa besar suhu pada baja dilakukan dengan cara menempelkan kapur khusus untuk
PWHT. Jika kapur tersebut mencair pada saat ditempelkan pada pelat yang sebelumnya
dipanaskan berarti suhu pada pelat tersebut sudah sesuai untuk dilakukan proses welding.
• MPI ( Magnetic Particle Inspection )

Merupakan testing yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya crack padaweld.
Magnetic Particle Inspection dapat dilakukan pada daerah yang tidak datar seperti pada
pipa. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan pemancaran gelombang
elektromagnetik. Dalam melakukan MPI kita harus
melakukan beberapa langkah :
1. Membersihkan area atau daerah weld ( lasan ) sebelum ditest.
2. Setelah dibersihkan, daerah yang akan diperiksa tersebut diberikan sejenis
penetrant ( warna putih ).
3. Kemudian magnet ditempelkan di atasnya.
4. Jika ditemukan adanya garis – garis seperti retak dan berwarna hitam atau
gelap maka dapat dipastikan bahwa hasil dari lasan tersebut terdapat cacat
crack.
Magnetic particle inspection

• Ultrasonic Thickness
Pemeriksaan dengan metode ini dilakukan dengan menggunakan gelombang ultrasonic
dengan frekuensi tinggi yang dipancarkan, biasanya pada frekuensi sekiar 2 MHz.
Gelombang yang tidak diteruskan (dipantulkan) dari dalam pelat akan memberikan reaksi
balik untuk diperiksa. Waktu yang dibutuhkan untuk pemancaran ke dan dari dalam pelat
tersebut dapat ditampilkan dalam layar detektor dalam arah sumbu x. Ukuran dari sinyal
yang kembali memberikan beberapa indikasi dari kualitas pelat tidak diteruskannya
gelombang. Hal ini akan ditampilkan dalam sumbu y.

Prinsip yang sama dapat digunakan untuk sambungan las. Perbedaannya hanya pada
ukurannya yang membatasi lokasi yang akan diperiksa, dimana harus selalu pada tempat
yang permukaannya halus untuk meyakinkan terpancarkannya gelombang unltrasonic.
Pada sambungan unjung (butt weld) dapat diperiksa dengan menggunakan metode ini dan
untuk memeriksa pada bagian dengan bentuk yang tidak merata sudah dikembangkan
dengan menggunakan system komputerisasi. Metode inspeksi ini sangat sensitive dan
merupakan teknik yang baik untuk inspeksi.
Ultrasonic Thickness Gouging Test.

Ultrasonic Thickness Gouging Test atau UT Gouging Test merupakan tes yang
dilakukan pada pelat. UT Gouging Test ini dilakukan untuk mengetahui berapa besar
atau ukuran dari pelat yang diperiksa.

Besarnya toleransi atau batas minimum dari pelat yang diperbolehkan sangat tergantung
pada badan atau biro klasifikasi.

Pada test ini digunakan alat khusus yang mengahasilkan gelombang ultrasonic. Dengan
mengunakan alat tersebut akan didapat berapa besar ketebalan dari pelat yang diminta.
Kemudian hasilnya dapat diberikan secara stastistik melalui laporan UT Gouging, dimana
kita dapat melihat besarnya ketebalan pelat yang diperiksa.
Ultrasonic Thickness Flow Test.

Ultrasonic Thickness Flow Test atau UT Flow Test hampir sama dengan UT Gouging Test,
tetapi pada

UT Flow Test ini kita dapat mengetahui ada tidaknya cacat pada hasil lasan ( welding ).

Kinerja pada alat UT Flow Test juga hampi sama dengan alat yang digunakan pada UT
Gouging Test, dimana pada alat tersebut menghasilkan gelombang ultrasonic. Tetapi pada
alat UT Flow kita dapat mengetahui jika di dalam lasaan (welding) terjadi porosity atau
crack. Alat tersebut akan memperlihatkan pada ketebalan berapa dalam sambungan
(welding) yang terdapat porosity atau crack.

• Vacuum Test

Vacuum Test merupakan test yang dilakukan pada daerah jalur lasan (welding seams)
untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran atau crack. Vacuum Test ini dilakukan hanya
pada welding seams yang ditemukan pada pelat yang datar ( tidak melungkung ) dan
bukan pada pipa.
Setelah proses welding, untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran maka dilakukanvacuum
test, yakni pada daerah welding seams yang baru tersebut dipasangvacuum tester (alat
untuk Vacuum Test). Setelah alat tersebut terpasang, alat tersebut kemudian di vakumkan
(disedot udara di dalamnya) sehingga menghasilkan daya hisap yang tinggi.

• Air Test

Untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran pada tangki dapat dilakukan Air Test(dengan
tekanan udara). Misalnya, jika terjadi proses perbaikan atau repair pada sebuah tangki
dimana terjadi
proses welding maka untuk mengetahui apakah hasil welding dari proses repair
tersebut mengalami kebocoran atau tidak.
Dalam melakukan Air Test, pertama – tama ruang tangki dipastikan sudah kedap udara.
Kemudian tangki tersebut diberikan pressure/tekanan dengan udara. Jika tekanan udara
di dalam tangki tersebut
mengalami penurunan maka dapat dipastikan bahwa tangki tersebut mengalami
kebocoran dan perlu untuk diperbaiki.
Adapun Air Test ini merupakan general test yang dilakukan hanya untuk mengetahui adanya
kebocoran

atau tidak, tetapi tidak mengetahui letak kebocoran pastinya dimana.


• Hydro Test

Test lain yang dapat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya kebocoran pada tangki
adalah Hydro Test (dengan air). Langkah – langkah dalam melakukan Hydro Test
hampir sama dengan Air Test. Pertama – tama tangki sudah dipastikan kedap udara
dan air (tidak ada lubang baik pada pelat
maupun welding seams). Kemudian tangki diisi dengan air. Setelah itu tangki deberikan
tekanan udara, jika ditemui adanya semburan air yang keluar dari tangki maka dapat
dipastikan bahwa tangki tersebut mengalami kebocoran dan perlu segera diperbaiki.

Anda mungkin juga menyukai