28 MANAJEMEN PASIEN DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Ok
28 MANAJEMEN PASIEN DENGAN GANGGUAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT Ok
28
MANAJEMEN PASIEN DENGAN GANGGUAN CAIRAN
DAN ELEKTROLIT
Morgan GE; 2006
KONSEP-KONSEP KUNCI
Tekanan osmatik pada umumnya tergantung dari jumlah partikel solute yang tidak
dapat larut. Hal ini dikarenakan energi kinetic rata-rata dari partikel dalam larutan sama
dengan massa yang mereka miliki.
Pertukaran cairan antara intraselular dan interstisial diatur dengan gaya osmotic yang
dibentuk oleh perbedaan konsentrasi solute yang non-difusif.
Hal yang sangat berbahaya akibat peningkatan volume ekstraselular adalah kegagalan
pertukaran gas yang disebabkan edema pulmoner interstisial, edema alveolar, atau
pengumpulan sejumlah besar cairan pleural dan cairan ascitik.
Penggantian potassium klorida secara intravena harus dilakuan pada pasien dengan
atau berada pada resiko untuk terjadinya manifestasi jantung yang serius atau kelemahan
otot.
Hiperkalsemia yang simptomatik membutuhkan terapi yang cepat. Terapi awal yang
paling efektif adalah dengan melakukan rehidrasi setelah diuresis cepat (output urin 200-
300 ml/jam) dengan memberikan infuse salin intravena dan pemberian loop diuretic untuk
mengakselerasi ekskresi kalsium.
Gangguan cairan dan elektrolit adalah hal yang sangat sering terjadi dalam masa
perioperatif. Sejumlah besar cairan intravena sering dibutuhkan untuk mengkoreksi
kekurangan cairan dan mengkompensasi hilangnya darah selama operasi. Oleh karena itu
ahli cnestesi harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang fisiologi normal cairan dan
elektrolit. Gangguan yang besar terhadap keseimbangan cairan dan elektrolit dapat secara
cepat menimbulkan perubahan terhadap fungsi kardiovaskular, neurologist, dan
neuromuscular. Bab ini akan membicarakan kompartemen-kompertemen cairan tubuh,
gangguan cairan dan elektrolit dan terapinya, dan implikasi-implikasi anestesinya.
Gangguan asam basa akan dibicarakan dalam sub bab.
KOMPARTEMEN CAIRAN
Jumlah air pada seorang laki-laki dewasa kira-kira 60% dari berat badan, sedangkan
pada wanita sebesar 50% dari berat badan.Air ini didistribusikan antara dua kompartemen
besar cairan yang dipisahkan oleh membrane sel menjadi: cairan intra sel (CIS) dan cairan
ekstra sel (CES). Cairan ekstra sel terbagi kedalam kompartemen cairan intravascular dan
cairan interstisial.CAiran yang termasuk dalam cairan interstisial adalah caran yang berda
di luar sel dan di luar endotel vascular. Kontribusi relative dari masing-masing
kompartemen terhadap jumlah total cairan dalam tubuh dan terhadap berat badan dapat kita
lihat pada table 28-1.
Jumlah cairan dalam setiap kompartemen ditentukan oleh komposisi zat yang
terlarut dan konsentrasinya (Tabel 28-2). Perbedaan dari konsentrasi zat terlarut sangat
berhubungan dengan karakteristik fisik dari sekat pemisah yang memisahkan masing-
masing kompartemen. Gaya osmotic dihasilkan dengan `diperangkapnya` zat-zat terlarut
yang membentuk distribusi air antar kompartemen dan yang paling pokok pada masing-
masing volume kompartemen.
CAIRAN INTRASELULER
Membran sel bagian luar memegang peranan penting dalam mengatur volume dan
komposisi intraseluler. Pompa membrane-bound ATP-dependent akan mempertukarkan Na
dengan K dengan perbandingan 3:2. Oleh karena membrane sel relative tidak permeable
tehadap ion sodium dan ion potassium, oleh karenanya potassium akan dikonsentrasikan di
dalam sel sedangkan ion sodium akan dikonsentrasiksn di ekstra sel. Akibatnya, potassium
menjadi factor dominant yang menentukan tekanan osmotic intraseluler, sedangkan sodium
merupakan factor terpenting yang menentukan tekanan osmotic ekstraseluler.
Impermeabilitas membrane sel terhadap protei menyebabkan konsentrasi protein
intraseluler yang tinggi. Oleh karena protein merupakan zat terlarut yang nondifusif
(anion),rasio pertukaran yang tidak sama dari 3 Na dengan 2 K oleh pompa membrane sel
adalah hal yang penting untuk pencegahan hiperosmolaritas intraseluler relative.Gangguan
pada aktivitas pompa Na-K-ATPase seperti yang terjadi pada keadaan iskemi akan
menyebabkan pembengkakan sel.
CAIRAN EKSTRASELULER
Fungsi dasar dari cairan ekstraseluler adalah menyediakan nutrisi bagi sel dan
memindahkan hasil metabolismenya. Keseimbangan antara volume ektrasel yang normal-
terutama komponen sirkulasi (volume intravascular) adalah hal yang sangat penting. OLeh
sebab itu secara kuantitatif sodium merupakan kation ekstraseluler terpenting dan
merupakan factor utama dalam menentukan tekanan osmotic dan volume. Perubahan dalan
volume cairan ekstraseluler berhubungan dengan perubahan jumlah total sodium dalam
tubuh. Hal ini tergantung dari sodium intake, ekskeri sodium renal, hilangnya sodium
ekstra renal (lihat bawah).
Cairan Interstisial
Normalnya sebagian kecil cairan interstisial dalam bentuk cairan bebas. Sebagian
besar air interstisial secara kimia berhubungan dengan proteoglikan ekstraseluler
membentuk gel.Pada umumnya tekanan cairan interstisial adalah negative ( kira-kira -5
mmHg). Bila terjadi peningkatan volume cairan iterstisial maka tekanan interstisial juga
akan meningkat dan kadang-kadang menjadi positif. Pada saat hal ini terjadi, cairan bebas
dalam gel akan meningkat secara cepat dan secara klinis akan menimbulkan edema.
Hanya sebagian kecil dari plasma protein yang dapat melewati celah kapiler, oleh
karena itu kadar protein dalam cairan interstisial relative rendah (2 g/Dl). Protein yang
memasuki ruang interstisial akan dikembalikan kedalam sistim vascular melalui sistim
limfatik.
Caiarn Intravaskular
Cairan intravascular berbentuk sebagai plasma yang dipertahankan dalam ruangan
intravascular oleh endotel vascular. Sebagian besar elektrolit dapat dengan bebas memalui
plasma dan interstisium yang menyebabkan komposisi elektrolit keduanya yang tidak jauh
berbeda. Bagaimanapun juga,ikatan antar sel endotel yang kuat akn mencegah keluarnya
protein dari ruang intravascular. Akibatnya plasma protein (terutama albumin) merupakan
satu-satunya zat terlarut secara osmotic aktif dalampertukaran cairan antara plasma dan
cairan interstisial.
Peningkatan volume ekstraseluler normalnya juga merefleksikan volume
intravascular dan interstisial. Bila tekana interstisial berubah menjadi positif maka akan
diikuti dengan peningkatan cairan ekstasel yang akan menghasilkan ekspansi hanya pada
kompartemen cairan iaterstisial. (gambar 28-1). Pada keadaa ini kompartemen interstisial
akan berperan sebagai reservoir dai kompartemen intravascular. Hal ini dapat dilihat secara
klinis sebagai edema jaringan.
Figure 28–1.
Capillary fluid exchange. The numbers in this figure are in mm Hg and indicate the pressure gradient for the
respective pressures. "Net" refers to the net pressure at either end of the capillary, ie, 13 mm Hg at the
arterial and 7 mm Hg at the venous end of the capillary.
Pertukaran cairan antara ruangan interstisial dan intraselular dibangun oleh daya
osmotic yang diciptakan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut nondifusif. Perubahan
relative pada osmolalitas antara kompartemen intraselular dan interstisial menghasilkan
perpindahan air dari kompartemen yang hipoosmolar menuju kompartemen yang
hiperosmolar.
Osmolalitas CES adalah sama dengan jumlah konsentrasi dari semua zat terlarut.
Oleh karena Na+ dan ionnya merupakan hamper 90% dari jumlah zat terlarut maka
osmolaritasnya dapat diperkirakan melalui perrkiraan berikut:
Selanjutnya, oleh karena CIS dan CES berada dalam keadaan keseimbangan osmotic, maka
konsentrasi sodium plasma secara umum merefleksikan osmolalitas seluruhn tubuh:
Osmolalitas seluruh tubah =Zat terlarut Ekstraseluler + Zat terlarut Intra sel
Berat Badan Total
Dikarenakan sodium dan potassium adalah zat terlarut intasel dan ekstrasel yang terbesar,
maka berturut-turut:
Pendekatan berikutnya:
Berdsarkan prinsip-prinsip ini maka efekisotonik, hipotonik, dan hipertonik pada cairan di
kompartemen dan osmolalitas plasma dapat diperhitungkan (table 28-3). Potensi yang
terpenting dari konsentrasi potassium intrasel dapat tergambarkan dari persamaan ini. Oleh
karenanya kehilangan potassium yang signifikan akan menyebakan hiponatremia.
Pada keadaan patologis, glukosa dan urea mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap osmolalitas ekstrasel. Perkiraan yang lebih akurat dari osmolalitas plasma dapat
kita peroleh dari persamaan berikut:
Dimana [Na+] dinyatakan dLm meq/L danBUN dan Glukosa dinyatakan dalam mg/dl. Urea
merupakan osmol yang tidak efektif dikarenakan sangat mudah menembus membrane sel
dan oleh karenanya biasanya diabaikan dari perhitungan ini:
1
Based on a 70-kg adult male.
TeCH20 = V UNa + UK - 1
PNa +
Dimana TeCH20 mewakili keseimbangan cairan bebas, V adalah volume urin, UNa + dan
UK+ adalah konsentrasin sodium urin dan potassium urin, selanutnya PNa = adalah
konsentrasi sodium plasma.
RASA HAUS
Osmoreseptor di area preoptik lateral dari hipotalamus sanagt sensitive terhadap
perubahan osmolalitas ekstrasel. Aktivasi neuron-neuron ini melalui peningkatan
osmolalitas CES menyebabkan timbulnya rasa haus dan menyebabkan seseorang minum
air. Sebaliknya, keadaan hipoosmolal akan menekan rasa haus.
Rasa haus merupakan mekanisme pertahanan tubuh untuk mengatasi
hiperosmolalitas dan hipernatremia, karena hal ini merupakan satu-satunya mekanisme
untuk meningkatkan intake cairan. Sayangnya, mekanisme rasa haus ini hanya tedapat pada
orang sadar yang memungkinkannya untuk dapat minum.
Penatalaksanaan Hipernatremia
Terapi hipernatermia bertujuan untuk mengembalikan osmolalitas plasma kepada
keadaan normal dengan sekaligus mengkoreksi factor penyebabnya. Defisit cairan harus
diterapi dalam waktu lebih dari 48 jam dengan cairan 5% dekstrosa dalam air (lihat bawah).
Abnormalitas volume ekstrseluler juga haru dikoreksi (gambar 28-3). Pasien hipernatremia
dengan kadar sodium tubuh yang menurun harus diberikan larutan isotonic untuk
mengembalikan volume plasma yang normal sebelum diberikan terapi dengan larutan
hipotonik. Pasien hipernatremik dengan kadar sodium tubuh yang meningkat harus diterapi
dengan loop diuretic dan 5% dekstraso dalam air secara intravena.Teapi diabetes insipidus
telah didiskusikan di atas.
Koreksi hipernatremia secara cepat dapat menimbulkan kejang, edema otak,
kerusakan neurology permanent, dan bahkan kematian. Osmolalitas seru serial harus
diperiksa selama terapi. Secara umum konsentrasi sodium plasma tidak boleh diturunkan
lebih cepat dari 0,5 meq/L/jam.
Contoh: Seorang laki-laki dengan berat badan 70 kg didapatkan mempuyai [Na +]
plasma 160 meq/L. Berapakah deficit cairannya?
Jika diasumsikan hiponatreminya hanya disebabkan oleh karena kehilangan cairan
saja, kemudian menyebabkan total osmol tubuh berubah. Dengan demikian dengan
mengasumsikan kadar normal [Na+] yang dimilikinya sebesar 140 meq/L dan total jumlah
cairan tubuh sebesar 60% berat badan:
Normal TBW x 140 = TBW saat ini x [Na+], atau 70 x 0,6x 140 = TBW saat ini x 160
Untuk menggantikan deficit cairan dalam waktu lebih dari 48 jam diberikan dektrosa 5%
dalam air secara intravena sebanyak 5300ml, atau 110ml/jam.
Sebagai catatan bahwa metode ini mengabaikan deficit cairan isotonis yang terjadi
dalam waktu yang berjalan, dimana jika hal ini ada harus digantikan dengan larutan
isotonic.
Pertimbangan Anestetik
Pada penelitian pada binatang, Hipernatremia akan meningkatkan konsentrasi
alveolar minimum (MAC) dari anestesi inhalasi, tetapi secara klinis signifikan lebih
berhubungan dengan deficit cairan. Hipovolemia akan menonjolkan terjadinya vasodilatasi
atau depresi kardiak oleh obat-obat anestesi dan menjadi predisposisi dari hipotensi dan
hipoperfusi jaringan. Penurunan volume distribusidari obat-obatan mengharuskan
dilakukan pengurangan dosis obat terutam obat-obatan intravena, sedangkan penurunan
cardiac output akan meningkatkatkan uptake dari obat-obatan anestesi inhalasi.
Asymptomatic
Marked hyperlipidemia
Marked hyperproteinemia
Symptomatic
Marked glycine absorption during transurethral surgery
Hyponatremia with an elevated plasma osmolality
Hyperglycemia
Administration of mannitol
Adapted from Rose RD: Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders, 3rd ed. McGraw-Hill, 1989.
1
Terapi Hiponatremia
Seperti halnya hipernatremia begitu pula dengan terapi hiponatremia yang
dilakukan dengan mengkoreksi gangguan dasar dan mengkoreksi [Na+] plasma. Salin
isotonic (bab 29) merupakan terpi pilihan pasien hiponatremia dengan penurunan kadar
sodium tubuh. Saat deficit cairan ekstraseluler dikoreksi maka diuresis ari yang spontan
akan mengembalikan [Na] menjadi normal. Sebaliknya, retriksi cairan merupakan terapi
untuk pasien hiponatremi dengan total sodium tubuh yang normal atau meningkat. Terapi
yang lebih spesifik dapat pula dilakukan seperti pemberian hormone pada pasien dengan
hipofungsi adrenal atau tiroid den tindakan-tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan
cardiac output pada pasien gagal jantung. Demeclocyclin yang merupakan antagonis
aktivitas ADH pada tubulus renal dibuktikan sangat berguna sebagi terapi tambahan untuk
retriksi cairan pada terpi pasien dengan SIADH.
Hiponatremia akut simptomatik membutuhkan terapi yang cepat. Koreksi [Na]
menjadi >130 meq/L biasanya cukup untuk meringankan gejala-gejala. Sejumlah larutan
NaCl diperlukan untuk meningkatkan [Na] plasma lepada nilai yang diinginkan. Defisit
[Na] dapat diestimasi dengan rumus berikut:
Defisit Na+ = Cairan Tubuh Total x ([Na+] yang diinginkan – [Na+] saat ini)
Koreksi hiponatremia yang sangat cepat dapat menyebabkan demyelinisasi pada pons yang
mengakibatkan sekuele neurologist permanent yang serius. Kecepatan untuk mengkoreksi
hiponatremia harus disesuaikan dengan beratnya gejala-gejala. Kecepatan koreksi yang
disarankan adalah:0,5 meq/L/jam atau kurang untuk gejala yang ringan; 1 meq/L/jam atau
kurang untuk gejala-gejala moderat; dan 1,5 meq/L/jam atau kurang untuk Gejala-gejala
yang berat.
Contoh: Seorang wanita dengan berat 80 kg berada dalam keadaan lethargi dengan
[Na] plasma 118 meq/L. Berapa NaCl yang harus diberikan untuk meningkatkan [Na]
plasmanya menjadi 130 meq/L ?
Mekanisme Kontrol
Banyak mekanisme yang terlibat dalam mengatur volume CES dan keseimbangan
cairan normal yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya tetapi dapat pula berfungsi
independent. Sebagai tambahan dalam perubahan ekskresi sodium renal, beberapa
mekanisme juga menghasilkan kompensasi respon hemodinamik yang cepat saat volume
intravascular `efektif` berkurang (bab. 19).
Volume Osmoregulation
Regulati
on
Purpose Control extracellular volume Control extracellular osmolality
+
Mechanism Vary renal Na excretion Vary water intake
Vary renal water excretion
Sensors Afferent renal arterioles Hypothalamic osmoreceptors
Carotid baroreceptors
Atrial stretch receptors
Effectors Renin–angiotensin–aldosterone Thirst
Sympathetic nervous system Antidiuretic hormone
Tubuloglomerular balance
Renal pressure natriuresis
Atrial natriuretic peptide
Antidiuretic hormone
Brain natriuretic peptide
1
Adapted from Rose RD: Clinical Physiology of Acid-Base and Electrolyte Disorders, 3rd ed. McGraw-Hill,
198
HIPOKALEMIA
Hipokalemia didefinisikan sebagai keadaan dimana [K] plasma yang kurang dari
3,5 meq/L dapat terjadi sebagai akibat dari: (1).perpindahan K interkompartemen (lihat
atas), (2).peningkatan hilangnya potassium,atau (3).asupan potassium yang inadekuat (table
28-8). Konsentrasi potassium plasma secara tipikal mempunyai korelasi yang kecil
terhadap potassium total. Penurunan [K] plasma dari 4 meq/L menjadi 3 meq/L biasanya
menggambarkan deficit sebesar 100-200 meq, sedangkan [K] plasma yang berada di bawah
3 meq/L dapat menggambarkan deficit antara 200-400 meq.
Terapi Hipokalemia
Terapi hipokalemia tergantung dari adanya dan beratnya disfungsi organ yang
terjadi. Perubahan EKG yang signifikan seperti perubahan segmen ST atau disritmia
membutuhkan monitoring EKG secara kontinyu, terutama selama pemberian potassium
melalui intravena. Terapi digoksin (dimana dapat menyebabkan hipokalemia itu sendiri)
akan membuat oto jantung seneitif terhadap perubahan konsentrasi ion potassium.
Kekuatan oto harus dinilai juga secara periodik pada pasie yang mengalami kelemahan
otot.
Figure 28–5.
Pertimbangan Anestetik
Hipokalemia merupakan temuan preoperative yang paling sering. Keputusan untuk
melakukan operasi elektif biasanya didasarkan padanilai batas bawah antara 3 dan 3,5
meq/L. Bagaimanapun juga keputusan yang diambil harus didasari pada kecepatan
terjadinyahipokalemia dengan ada atau tidaknya disfungsi organ skunder. Pada umumnya
hipokalemia ringan yang kronik (3-3,5 meq/L) tanpa perubahan EKG yang substansial
tidak akan meningkatkan resiko anestesi. Tetapi hal ini tidak berlaku pada pasien yang
sedang mendapatkan pengobatan digoksin yang mungkin akan meningkatkan resiko
terjadinya toksikasi digoksin akibat hipokalemia; pada sebagian pasien diperlukan [K]
plasma lebih dari 4 meq/L.
Manajemen hipokalemia intraoperatif memerlukan monitoring EKG yang lebih
waspada. Potasium intravena harus diberikan apabila terjadi disritmia atrial atau
ventricular. Larutan intravena yang bebas glukosa harus digunakan dan hindari
hiperventilasi untuk mencegah penurunan [K] lebih lanjut. Peningkatan sensitivitas
pelemas otot dapat terlihat pada beberapa pasien. Dosis pelemas otot harus dikurangi 25-
50%, dan harus digunakan stimulator saraf untuk mengetahui derajat paralysis dan
adekuasi reversalnya.
HIPERKALEMIA
Hiperkalemia terjadi bila kadar [K] plasma lebih dari 5,5 meq/L. Hiperkalemia
jarang terjadi pada individu yang normal oleh karena kapasitas ginjal yang sangat hebat
untuk mengekskresi potassium. Bila terjadi peningkatan asupan potassium secara perlahan,
ginjal dapat menekskresi sebanyak 500 meq potassium perhari. Sistem simpatis dan sekresi
insulin memegang peranan yang penting dalam pencegahan peningkatan [K] plasma secara
akut setelah pemberian potassium.
Hiperkalemia dapat disebabkan oleh: (1).pergeseran ion potassium
interkompartemen, (2).penurunan ekskresi potassium urin, atau walaupun jarang
(3).peningkatan asupan potassium (tabel 28-10). Pengukuran konsentrasi potassium plasma
dapat menjadi tidak benar apabila terjadi hemolisa RBC pada specimen darah (paling
sering berhubungan dengan penggunaan tourniquet yang terlalu lama saat pengambilan
sample). Secara invitro pelepasan potassium dari sel darh putih pada specimen darah dapat
pula menimbulkan kesalahan dalam menunjukkan peningkatan level [K] plasma yang
diukur saat hitung leukosit > 70.000/μL. Hal yang sama terjadi pelepasan potassium dari
platelet yang timbul bil hitung platelet > 1.000.000/μL.
1
ACE, angiotensin-converting enzyme.
Gambar 28–6.
Terapi Hiperkalemia
Hiperkalemia yang lebih dari 6 meq/L harus diterpi karena potensial lethal. Terapi
yang dilakukan ditujukan untuk mengatasi manifestasi yang timbul pada jantung, dan
kelemahan yang terjadi pada otot skeletal, dan mengembalikan [K] plasma menjadi normal.
Terapi yang diberikan tergantung dari tingkatan beratnya danjuga penyebab utama dari
hiperkalemianya. Hiperkalemia yang berhubungan dengan hiperaldosteronism dapat
diterapi dengan pemberian mineralokotikoid. Obat-obatn yang dapat menyebabkan
hiperkalemia harus dihentikan dan intake potassium harus dikurangi atau dihentikan.
Kalsium (5-10 ml kalsium glukonas atau 3-5 ml kalsium klorida 10%) secara
parsial akan mengantagonis efek-efek hiperkalemia terhadap jantung dan sangat berguna
pada pasienhiperkalemia berat. Efeknya timbul secara cepat tetapi mempunyai durasi yang
pendek.Terapi harus selalu dievaluasi pada pasien yang mendapatkan terapi digoksin
karena kalsium dapat mempotensiasi terjadinya toksisitas digoksin.
Bila terdapat asidosis metabolic dapt diberikan sodium bikarbonat secara intravena
(biasanya 45 meq) yang akan meningkatkan penganmbilan potassium oleh sel dan akan
dapat menurunkan [K] plasma dalam 15 menit. Agonis ß2 adrenergik akan meningkatkan
ambilan potassium oleh selular dan mungkin sangat bergunapada keadaan hiperkalemia
akut yang terjadi pada transfuse massif (bab. 29); dosis rendah epinefrin (0,5-2
μg/menit)dapat secara cepat menurunkan [K] plasma dan memberikan efek inotropik pada
keadaan ini. Infus glukosa dan insulin secara intravena (30-50 g glukosa per 10 unit
insulin) juga efektif untuk menaikkan ambilan potassium oleh selular dan , menurunkan
[K] plasma, tetapi membutuhkan waktu sampai 1 jam untuk mencapai efek puncaknya.
Pertimbangan Anestetik
Operasi elektif tidak boleh dilakukan pada pasien dengan hiperkalemia. Pengelolan
anestesi pada pasien hiperkalemia yang menjalani pembedahan diarahkan pada usaha untuk
menurunkan konsentrasi potassium plasma dan mencegah peningkatannya lebih lanjut.
Monitoring EKG harus dilakukan dengan hati-hati. Suksinilkolin merupakan kontra
indikasi begitu pula dengan larutan intravena yang mengandung potassium seperti Ringer`s
Lactat. Pencegahan terjadinya asidosi metabolic atau respiratorikadalah hal yang sangat
penting untuk mencegah peningkatan [K] plasma lebih lanjut. Ventilasi harus dikontrol
dengan anesthesia umum;dengan memberikan hiperventilasi yang ringan. Terakhir, fungsi
neuromuscular juga harus dimonitor ketat oleh karena hiperkalemia dapat memperkuat
efek-efek dari obat pelemas otot.
Walaupun hamper 90% dari jumlah total kalsium tubuh berada dalam tulang namun
pengaturan keseimbangan konsentrasi kalsium ekstraselular yang normal adalah hal yang
penting. Ion-ion kalsium berperan dalam fungsi-fungsi biologis yang penting, seperti pada
kontraksi otot, pelepasan hormone danneurotransmitter, pembekuan darah, dan
metabolisme tulang. Sehingga tidaklah mengejutkan apabila terjadi abnormalitas
keseimbangan kalsium akan menyebabkan gangguan fisiologis.
HIPERKALSEMIA
Terapi Hiperkalsemia
Hiperkalsemia yang telah menimbulkan gejala harus secepatnya diterapi. Terapi
yang paling efektif adalah dengan melakukan diuresis cepat (output urin 200-300 ml/jam)
dengan memberikan infuse salin intravena dan loop diuretic untuk mengakselerasi ekskresi
kalsium. Biasanya diperlukan juga penggantian potassium dan magnesium. Hiperkalsemia
yang berat (>15mg/dL) memerlukan juga biphosphonat (pamidronat 60-90 mg) atau
kalsitonin (2-8 unit/kg bb). Dialisis diperlukan bila pada pasien terdapat kegagalan ginjal
atau jantung. Terspi tambahan tergantung dari penyebabnya dapat diberikan
glukokortikoid, plicamycin (mythramicyn), atau phosfat.
Pertimbangan Anestesi
Hiperkalsemia merupakan kedaruratan medis dan harus dikoreksi, dan jika
memungkinkan dilakukan sebelum dilakukan pemberian anestesi. Level ion Ca harus
dimonitor secara ketat. Jika pembedaha harus dilakukan maka diuresis dengan salin harus
dilanjutkan intraoperatif dengan memperhatikan jangan sampai terjadi keadaan
hipovolemia; disarankan dilakukan monitoring dengan central venous pressure atau artery
pulmonalis pressure pada pasien dengan penurunan cadangan jantung. Pemeriksaan [K]
dan [Mg] serial akan sangat menolong untuk mendeteksi adanya hipokalemia iatrogenic
dan hipomagnesemia. Respon terhadap anestesi tidak dapat diprediksi. Ventilasi harus
dikontrol dengan melalui anestesi umum. Keadaan asidosis harus dicegah agar tidak terjadi
peningkatan [Ca] plasma lebih lanjut.
HIPOKALSEMIA
Terapi Hipokalsemia
Hipokalsemia yang simptomatik merupak keadaan darurat medis dan harus diterapi
secepatnya dengan kalsium klorida intravena (3-5 ml larutan 10%) atau kalsium glukonas
(10-20 ml larutan 10%).(10 ml dari CaCl2 berisi 272 mg Ca, sedangkan 10 ml kalsium
glukonas 10% berisi hanya 93 mg Ca). Untuk mencegah terjadinya presipitasi maka
pemberian calsium intravena tidak boleh diberikan bersamaan dengan larutan yang
mengandung bikarbonat atau phosfat. Disarankan juga untuk melakukan pemeriksaan ion
kalsium secara serial. Pemberian secara bolus yang berulang atau infuse yang kontinyu (Ca
1-2 mg/kg bb/jam) mungkin diperlukan. Konsentrasi magnesium plasma harus diperiksa
untuk menyingkirkan keadaan hipomagnesemia. Pada keadaan hipokalsemia kronis
biasanya diperlukan pemberian kalsium secara oral (CaCO3), dan vitamin D. Terpi untuk
hipophosfatemia akan dibicarakan di bawah.
Pertimbangan Anestesi
Keadaan hipokalsemia harus dikoreksi saat preoperative. Pada pasien dengan
riwayat hipokalsemia,kadar ion kalsium serial harus selalu dimonitor saat
intraoperatif.Alkalosis harus dihindari untuk mencegah penurunan [Ca] lebih lanjut.
Pemberian kalsium intravenamungkin diperlukan setelah pemberian setelah pemberian
secara cepat transfuse darah yang mengandung produk sitrat atau setelah pemberian larutan
albumin dalam jumlah besar. (bab.29). Potensiasi dari efek inotropik negative barbiturate
dan anestetik volatile dapat terjadi. Respon terhadap obet pelemas otot bersifat tidak
konsisten dan memerlukan monitoring ketat dengan stimulator saraf.
Intake phosphor rata-rata pada orang dewasa berkisar 800-1500mg/dL. 80% dari
jumlah tersebut diabsorbsi si bagian proksimal dari usus kecil. Vitamin D akan
meningkatkan absorbsi phosphor. Ginjal merupakan tempat ekskresi phosphor yang utama
dan bertanggungjawab pada pengaturan kadar phosphor total dalam tubuh. Ekskresi
phosphor melalui urin tergantung pada intake dan konsentrasi plasmanya. Sekresi hormone
paratiroid akan meningkatkan ekskresi phosphor melalui urin dengan menghambat
reabsorbsi pada tubulus proksimal dimana efek ini disebabkan untuk menyeimbangi
pelepasan phosfat dari tulang yang diinduksi oleh PTH.
milligram dariPhosfor dasar. Konsentrasi phosphor plasma pada orang dewasa yang normal
berkisar antara 2,5-4,5 mg/dL (0,8-1,45 mmol/L) dan sampai 6 mg/dL pada anak-anak.
Konsentrasi phosphor plasma biasanya diukur pada saat puasa, hal ini dikarenakan intake
karbohidrat akan menurunkan konsentrasi phosphor plasma. Hipophosfatemia akan
meningkatkan produksi vitamin D, sedangkan hiperfosfatemia akan menurunkannya.
Keadaan yang terakhir ini memainkan peranan yang penting pada terjadinya hiperparatiroid
skunder pada pasien dengan gagal ginjal kronik (bab 32).
HIPERPHOSFATEMIA
Terapi Hiperphosfatemia
Pertimbangan Anestetik
Interaksi antara hiperphosfatemia dengan anestesi secara umum belum dapat
dijelaskan, oleh karenanya fungsi ginjal harus dievaluasi secara hati-hati (bab. 32).
Hipokalsemia tidak termasuk dalam hal tersebut.
HIPOPHOSFATEMIA
Terapi Hipophosfatemia
Penggantian phosphor secara oral lebih menjadi pilihan dibandingkan dengan
pemberian secara intravena, hal ini dikarenakan resiko terjadinya hipokalsemia dan
kalsifikasi metastatik. Potasium atau sodium phosfat (2-5 mg elemen phosphor per
kilogram, atau 10-45 mmol secara lambat selama 6-12 jam) secara intravena biasanya
digunakan untuk koreksi hipophosfatemia simptomatik yang berat.
Pertimbangan Anestetik
Manajemen anestesi untuk pasien dengan hipophosfatemia memerlukan
pengetahuan tentang komplikasinya (lihat atas).Keadaan hiperglikemia dan alkalosis
respiratorik harus dihindari untuk mencegah penurunan phosphor plasma yang lebih lanjut.
Fungsi neuromuscular harus dimonitor secara hati-hati bila diberikan obat pelemas otot.
Beberapa pasien dengan hipophosfatemia yang berat memerlukan ventilasi mekanik pada
saat post operatif.
Magnesium merupakan kation intraselular yang penting yang berfungsi sebagai ko-
faktor pada beberapa jalur enzim. Hanya 1-2% dari total magnesium tubuh yang tersimpan
dalam kompartemen ekstraselular; 67% terdapat dalam tulang sedangkan sisanya 31%
terdapat dalam intraselular.
Intake magnesium rata-rata pada orang dewasa berkisar 20-30 meq/hari (240-370
mg/hari). Dari jumlah tersebut hanya 30-40% yang akan diserap terutama di usus kecil
bagian distal. Jalur eliminasinya yang utama adalah melaui ginjal dengan rata-rata 6-12
meq/hari. Reabsorbsi magnesium oleh ginjal sangat efisien. 25% magnesium yang difiltrasi
akan direabsorbsi di tubulus proksimal, sedangkan50-60% akan direabsorbsi dalam loop of
henle pars ascendense. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan reabsorbsi magnesium di
ginjal, yaitu: hipomagnesemia, hormone paratiroid, hipokalsemia, deplesi CES, dan
alkalosis metabolic. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan ekskresi magnesium dari
ginjal, yaitu: hipermagnesemia, ekspansi volume akut, hiperaldosteronism,
hiperkalsemia,ketoasidosis, diuretic, deplesi phosfat,dan minuman alkohol.
HIPERMAGNESEMIA
Peningkata [Mg] plasma hamper selalu berhubungan dengan intake yang berlebihan
(antacid atau laksativ yang mengandung magnesium), kegagaln ginjal (GFR<30ml/menit),
atau keduanya. Hipermagnesemia iatrogenic dapat terjadi selama terapi dengan magnesium
sulfat pada hipertensi gestasional yang terjadi baik pada ibu maupun dengan fetus.
Penyebab yang lebih jarang antaralain insusiensi adrenal, hipotiroid, rhabdomyolisis, dan
pemberian lithium.
Terapi Hipermagnesemia
Semua sumber intake yang mengandung magnesium harus dihentikan (paling sering
antacid).Efek hipermagnesemia secara temporer dapat diantagonis dengan pemberian
kalsium intravena (1g kalsiu glukonas). Pemberian loop diuretic dengan infuse normal salin
dalam 5% dekstrosa akan meningkatkatkan ekskresi Magnesium melalui urin. Diuresis
menggunakan normal salin biasanya tidak dianjurkan pada keadaan hipokalsemia
iatrogenic karena akan mempotensiasi efek hipermagnesemia. Dialisis diperlukan pada
pasien dengan kegagalan ginjal.
Pertimbangan Anestetik
Hipermagnesemia memerlukan monitoring terhadap EKG, tekanan darah, dan
fungsi neuromuscular. Potensiasi dari efek vasodilatasi dan inotropik negative dari zat
anestetik dapat terjadi. Dosis dari obat pelemas otot harus dikurangi 25-50%. Penggunakan
kateter urin diperlukan bila dipergunakan diuretic dan infuse salin untuk meningkatkan
ekskresi kmagnesium (lihat atas). Pemeriksaan kadar [Ca] dan [Mg] serial akan berguna.
HIPOMAGNESEMIA
Terapi Hipomagnesemia
Hipomagnesemia asimptomatik dapat diterapi secara oral (magnesium sulfat
heptahidrat atau magnesium oksida) atau secara intramuscular (magnesium sulfat).
Manifestasi yang serius seperti kejang harus diterapi dengan magnesium sulfat interavena
1-2 g(8-16 meq atau 4-8 mol) diberikan secara lambat dalam waktu 15-60 menit.
Pertimbangan anestetik
Meskipun tidak ada interaksi yang spesifik yang dapat digambarkan, namun
gangguan elektrolit yang biasanya menyertainya harus dikoreksi sebelum pembedahan,
seperti hipokalemia, hipophosfatemia, dam hipokalsemia. Hipomagnesemia yang
ditemukan harus dikoreksi sebelum prosedur eleltif karena dapat berpotensi menimbulkan
aritmia jantung. Sedangkan magnesium mempunyai efek antiaritmia intrinsic dan mungkin
memiki efek ptektif terhadap serebral (bab.25).
Mengapa pasien ini mengalami hiperkloremik dan asidosis (pH darah arterial normal
adalah 7,35-7,45)?
Operasi diversi urin supravesica dilakukan pada segmen usus (ileum, segmen
ileocecal, jejunum, atau kolon sigmoid) yang dibuat untuk saluran atau reservoir. Prosedur
yang paling sederhana dan umum adalah dengan mengisolasi ileum sebagai saluran; ujung
proksimal dianastomosis ke ureter dan ujung distal dibuatkan stoma ke kulit.
Saat urin kontak dengan mukosa usus, terjadi potensi perubahan yang signifikan
pada cairan dan elektrolit. Ileum akan secara aktif mengabsorbsi klorida bertukaran dengan
bikarbonat dan sodium bertukaran dengan potassium atau ion hydrogen. Bila absorbsi
klorida melebihi absorbsi sodium maka konsentrasi klorida plasma akan meningkat
sedangkan konsentrasi bikarbonat plasma akan menurun dan terjadilah asidosis metabolic
hiperkloremik. Sebagai tambahan, kolon akan mengabsorbsi NH4 secara langsung dari urin
yang dapat juga ditimbulkan oleh pemecahan urea oleh bakteri.Hipokalemia timbul jika
jumlah yang signifikan dari Na bertukaran dengan K. Kehilangan potassium melalui
saluran tersebut akan ditingkatkan melalui konsentrasi sodium urin yang tinggi. Defisit
potassium dapat terjadi- walaupun tidak terdapat hipokalemia- dikarenakan pergerakan K
keluar sel (asidosis skunder) dapat mencegah penurunan [K] plasma ekstraselular.