Anda di halaman 1dari 13

GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI

A. PENDAHULUAN
Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan
perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik
dan proses pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang.
Perawat tidak bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri
bersifat subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam
menyikapi nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai
situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan.
Menurut beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang
merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh
Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

B. DEFINISI
Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori
subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan
kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya
kerusakan
Teori Specificity “suggest” menyatakan bahwa nyeri adalah sensori spesifik yang
muncul karena adanya injury dan informasi ini didapat melalui sistem saraf perifer dan
sentral melalui reseptor nyeri di saraf nyeri perifer dan spesifik di spinal cord
Secara umum keperawatan mendefinisikan nyeri sebagai apapun yg menyakitkan
tubuh yg dikatakan individu yg mengalaminya, yg ada kapanpun individu
mengatakannya
C. ISTILAH DALAM NYERI
 Nosiseptor : serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri
 Non-nosiseptor : serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri
 System nosiseptif : system yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap
nyeri
 Ambang nyeri : stimulus yg paling kecil yg akan menimbulkan nyeri

Ns
1
 Toleransi nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yg individu ingin untuk dpt
ditaha

D. SIFAT-SIFAT NYERI
 Nyeri melelahkan dan membutuhkan banyak energi
 Nyeri bersifat subyektif dan individual
 Nyeri tak dapat dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
 Perawat hanya dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan
fisiologis tingkah laku dan dari pernyataan klien
 Hanya klien yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
 Nyeri merupakan mekanisme pertahanan fisiologis
 Nyeri merupakan tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
 Nyeri mengawali ketidakmampuan
 Persepsi yang salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak
optimal
Secara ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
 Nyeri bersifat individu
 Nyeri tidak menyenangkan
 Merupakan suatu kekuatan yg mendominasi
 Bersifat tidak berkesudahan

E. RESPON FISIOLOGIS TERHADAP NYERI


A. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
 Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
 Peningkatan heart rate
 Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
 Peningkatan nilai gula darah
 Diaphoresis
 Peningkatan kekuatan otot
 Dilatasi pupil
 Penurunan motilitas GI
B. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
 Muka pucat
 Otot mengeras
Ns
2
 Penurunan HR dan BP
 Nafas cepat dan irreguler
 Nausea dan vomitus
 Kelelahan dan keletihan

RESPON TINGKAH LAKU TERHADAP NYERI


Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
 Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
 Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
 Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari &
tangan
 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari
kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri)
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat
berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.
Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih
atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks
dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap
nyeri.
Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
 Fase antisipasi-----terjadi sebelum nyeri diterima.
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa
mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinnkan seseorang belajar tentang
nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini
sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
Contoh: sebelum dilakukan tindakan bedah, perawat menjelaskan tentang nyeri yang
nantinya akan dialami oleh klien pasca pembedahan, dengan begitu klien akan
menjadi lebih siap dengan nyeri yang nanti akan dihadapi.
 Fase sensasi-----terjadi saat nyeri terasa.
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka
tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga
akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat
toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil,
sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri
Ns
3
dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri
mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap
nyerinya rendah sudah mencari upay pencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang
berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap
individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan
sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah,
vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan
perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus
melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya,
karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami
nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk
membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
 Fase akibat (aftermath)------terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih
membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat ((aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
F. KLASIFIKASI NYERI
A. Berdasarkan sumbernya
 Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
ex: terkena ujung pisau atau gunting
 Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb.
Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada cutaneus
ex: sprain sendi
 Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen,
cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan
jaringan
B. Berdasarkan penyebab:
Fisik
Ns
4
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
Psycogenic
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah,
tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut

C. Berdasarkan lama/durasinya
 Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi bedah
dan memiliki awitan yan cepat, dengan intensitas bervariasi dari berat sampai
ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan akan adanya cidera
atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang bisa hilang sendiri tanpa
adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Apabila
nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat agresif untuk segera
menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius mengancam proses
penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas perawatan. Rehabilitasi
bisa tertunda dan hospitalisasi bisa memanjang dengan adanya nyeri akuttidak
terk
 Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi, dan biasanya
berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan oleh kanker yang
tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau karena gangguan
progresif lain. Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri
kronik, tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang
mengalami nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang
sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini
biasanya tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidakmampunan fisik
dan psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien
menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis. Individu
yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yan gtidak aman, karena ia
tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke hari.

Ns
5
Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik
Nyeri akut Nyeri kronik
Lamanya dalam hitungan menit Lamanyna sampai hitungan bulan, >
Ditandai peningkatan BP, nadi, dan 6bln
respirasi Fungsi fisiologi bersifat normal
Respon pasien:Fokus pada nyeri, Tidak ada keluhan nyeri
menyetakan nyeri menangis dan Tidak ada aktifitas fisik sebagai
mengerang respon terhadap nyeri
Tingkah laku menggosok bagian yang
nyeri

D. Berdasarkan lokasi/letak
 Radiating pain
Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
 Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari
jaringan penyebab
 Intractable pain
Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
 Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh yang
diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla spinalis
G. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI
 Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon
nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis
dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang
dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani
dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan.
 Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri)
 Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri.
(ex: suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri)
Ns
6
 Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan
bagaimana mengatasinya.
 Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi
persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
 Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
 Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri
yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya
seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi
nyeri.
 Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya
pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
 Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau
teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

H. PROSES KEPERAWATAN
 Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
 Menetapkan data dasar
 Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
 Menyeleksi terapi yang cocok
 Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan
pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu
yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi
perawatan.

Ns
7
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1.Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk
itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu
berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut,
maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri
bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh,
dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau
terasa pada menyebar
Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk
memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien
ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya
saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual.
Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh
Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher
terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang
lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih
kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang
sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami
makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang
dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah
dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum
(tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang
sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Ns
8
Contoh gambar skala nyeri:

Skala wajah wong

Skala nyeri
skala ocher
Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan
apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan
deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan.
Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan
meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga
apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk
miksi dll.
Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu
sendiri.

Ns
9
4. Efek nyeri pada klien
Nyeri merupakan kejadian yang menekan atau stress dan dapat mengubah gaya
hidup dan kesejahteraan psikologis individu. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut
ini untuk mengetahui efek nyeri pada klien:
a. Tanda dan gejala fisik
Perawat mengkaji tanda-tanda fisiologis, karena adanya nyeri yang dirasakan
klien bisa berpengaruh pada fungsi normal tubuh.
b. Efek tingkah laku
Perawat mengkaji respon verbal, gerakan tubuh, ekspresi wajah, dan interaksi
sosial. Laporan verbal tentang nyeri merupakan bagian vital dari pengkajian,
perawat harus bersedia mendengarkan dan berusaha memahami klien. Tidak
semua klien mampu mengungkapkan nyeri yang dirasakan, untuk hal yang
seperti itu perawat harus mewaspadai perilaku klien yang mengindikasikan
nyeri.
c. Efek pada ADL
Klien yang mengalami nyeri kurang mampu berpartisipasi secara rutin dalam
aktivitas sehari-hari. Pengkajian ini menunjukkan sejauh mana kemampuan
dan proses penyesuaian klien berpartisipasi dalam perawatan diri. Penting juga
untuk mengkaji efek nyeri pada aktivitas sosial klien.
5. Status neurologis
Fungsi neurologis lebih mudah mempengaruhi pengalaman nyeri. Setiap faktor
yang mengganggu atau mempengaruhi resepsi dan persepsi nyeri yang normal
akan mempengaruhi respon dan kesadaran klien tentang nyeri. Penting bagi
perawat untuk mengkaji status neurologis klien, karena klien yang mengalami
gangguan neurologis tidak sensitif terhadap nyeri. Tindakan preventif perlu
dilakukan pada klien dengan kelainan neurologis yang mudah mengalami cidera.
o Diagnosa
 Nyeri akut b.d injuri fisik, pengurangan suplai darah, proses melahirkan
 Nyeri kronik b.d proses keganasan
 Cemas b.d nyeri yang dirasakan
 Koping individu tidak efektif b.d nyeri kronik
 Kerusakan mobilitas fisik b.d nyeri muskuloskeletal
 Resiko injuri b.d kekurangan persepsi terhadap nyeri
 Perubahan pola tidur b.d low back pain
Ns
10
o Perencanaan
Perawat mengembangkan perencanaan keperawatan dario diagnosa yang telah dibuat.
Perawat dan klien secara bersama-sama mendiskusikan harapan yang realistis dari
tindakan mengatasi nyeri, derajat pemulihan nyeri yang diharapkan, dan efek-efek
yang harus diantisipasi pada gaya hidup dan fungsi klien. Hasil akhir yang diharapkan
dan tujuan keperawatan diseleksi berdasarkan diagnosa keperawatan dan kondisi
klien. Secara umum tujuan asuhan keperawatan klien dengan nyeri adalah sebagai
berikut:
 Klien merasakan sehat dan nyaman
 Klien mempertahankan kemampuan untuk melakukan perawatan diri
 Klien mempertahankan fungsi fisik dan psikologis yang dimiliki saat ini
 Klien menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan nyeri
 Klien menggunakan terapi yang diberikan dengan aman di rumah
o Intervensi
Manajemen nyeri terdiri dari:
a.Farmakologis (kolaborasi)-------penggunaan analgetik
Mengganggu penerimaan/stimuli nyeri dan interpretasinya dengan menekan fungsi
talamus & kortek serebri.
b. Non farmakologi (mandiri)
 Sentuhan terapeutik
Teori ini mengatakan bahwa individu yang sehat mempunyai keseimbangan
energi antara tubuh dengan lingku;ngan luar. Orang sakit berarti ada
ketidakseimbangan energi, dengan memberikan sentuhan pada klien,
diharapkan ada transfer energi dari perawat ke klien.
 Akupresur
Pemberian penekanan pada pusat-pusat nyeri
 Guided imagery
Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,
tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi
dari klien. Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan.
Tindakan ini dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang
nyeri akut.
 Distraksi

Ns
11
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai
sedang. Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio
(mendengar musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan),
distraksi intelektual (merangkai puzzle, main catur)
 Anticipatory guidence
Memodifikasi secara langsung cemas yang berhubungan dengan nyeri.
Contoh tindakan: sebelum klien menjalani prosedur pembedahan, perawat
memberikan penjelasan/informasi pada klien tentang pembedahan, dengan
begitu klien sudah punya gambaran dan akan lebih siap menghadapi nyeri.
 Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
 Biofeedback
Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi
tentang respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter
terhadap respon tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot
dan migren, dengan cara memasang elektroda pada pelipis.
 Stimulasi kutaneus
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara
ini bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa
dilakukan dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es
dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve
stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan
arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Vol : 1. Jakarta: EGC
Ns
12
Kozier. . Fundamental Of Nursing.
Potter & Perry . 2006. Fundamental Keperawatan. Vol: 2. Jakarta : EGC
elearning.unej.ac.id/courses/IKU13236c49/document/NYERI_handout.doc?
cidReq=IKU13239dc2 - Halaman sejenis

Ns
13

Anda mungkin juga menyukai