Anda di halaman 1dari 40

1.

Pengertian
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan suatu penyakit epidemik akut yang

disebabkan oleh virus yang ditransmisikan oleh Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Penderita yang terinfeksi akan memiliki gejala berupa demam ringan sampai tinggi, disertai
dengan sakit kepala, nyeri pada mata, otot dan persendian, hingga perdarahan spontan (WHO,
2010).

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang dapat terjadi pada anak dan
orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau
tanpa ruam (Soeparman, 2006). DBD disebabkan oleh Arbovirus (Arthropodborn Virus)
melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty). Tanda dan gejala
penyakit DBD adalah : meningkatnya suhu tubuh, nyeri pada otot seluruh tubuh, nyeri, sesak
nafas, batuk, epistaksis, nafsu makan menurun, mual, muntah, petekie, ekimosis, purpura,
perdarahan gusi, hematemesis, hematuria masif, melena dan syok

2. Penyebab
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang termasuk dalam genus
flavavirus merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang semuanya dapat
menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue. Ke- empat serotip ditemukan di
Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotip terbanyak.

3. Manifestasi klinis dan perjalanan penyakit

Infeksi virus dengue

Asimptomatik Simptomatik

Differentiated Dengue Fever Dengue haemorragic


fever Fever Syndrome

Without haemorrahage with Haemorrahage No shock DSS

Dengue Fever DHF


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat
berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau
sindrom syok dengue. Demam berdarah dengue ditandai oleh empat manifestasi
klinik mayor yaitu demam tinggi, manifestasi perdarahan (terutama kulit),
hepatomegali, dan tanda kegagalan sirkulasi (World Health Organisation, 1997).
Yang membedakan DBD dengan demam dengue (DD) adalah, pada DBD
ditemukan permeabilitas pembuluh darah yang tinggi, hipovolemia,
hipotensi,trombositopenia dan diathesis hemoragik.

Fase prarenjatan diawali dengan nadi yang cepat dan lemah, tekanan nadi sempit,
hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah dan berkeringat. Muntah dan nyeri abdomen
persisten meski tidak masuk kriteria WHO juga perlu diwaspadai. Seringkali
terdapat perubahan dari demam menjadi hipotermia disertai berkeringat serta
perubahan status mental (somnolen atau iritabilitas).

Demam Dengue
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih
manifestasi klinis berikut :
1. Nyeri kepala
2. Nyeri retro orbital
3. Mialgia/atralgia
4. Ruam kulit
5. Manifestasi perdarahan (petekie/uji bendung positif)
6. Leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif

Demam berdarah dengue


Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila hal dibawah ini

dipenuhi :
 Demam, riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
 Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut :
- Uji bendung positif
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa
- Hematemesis atau melena
 Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ul)
 Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar usia dan jenis kelamin
- Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilaihematokrit
sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dengue Shock Syndrom (DSS)


Sindrom Renjatan Dengue (SRD) atau dengue shock syndrome (DSS) adalah manifestasi renjatan yang
terjadi pada penderita DBD derajat III dan IV (World
Health Organisation, 1997). Kebanyakan pasien memasuki fase SRD pada saat
atau setelah demamnya turun yaitu antara hari ke 3-7 setelah onset gejala. Pada saat tersebut
penderita dapat mengalami hipovolemi hingga lebih dari 30% dan dapat berlangsung selama
24-48 jam.

Disamping ditemukannya demam, manifestasi perdarahan, trombositipenia, dan tanda


perembesan plasma, pada penderita DBD yang mengalami renjatan juga terdapat tanda
kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab dan dingin, sianosis

sirkumoral, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi rendah, hipotensi, serta penurunan status
mental. Pada keadaan ini curah jantung menurun dan menyebabkan iskemia jaringan,
sehingga menimbulkan hipoksia jaringan bersangkutan.

Metabolisme anaerob yang terjadi selanjutnya, mengakibatkan akumulasi asam laktat dan
berujung pada keadaan asidosis metabolik. Asidosis yang tidak segera mendapat koreksi akan
segera memicu terjadinya pembekuan intravaskuler menyeluruh (PIM) atau DIC (Robbins
dan Kumar, 1995).

DD/
Derajat Gejala Laboratorium
DBD
DD Demam disertai 2 atau lebih Leukopenia Serologi
tanda : sakit kepala, nyeri Trombositopenia, tidak dengue
retro orbital, mialgia, ditemukan kebocoran positif
artralgia. plasma
DBD I Gejala diatas ditambah uji Trombositopenia Serologi
bendung positif (<100.000/ul), bukti dengue
ada kebocoran plasma positif
Trombositopenia
DBD II Gejala diatas ditambah (<100.000/ul), bukti Serologi
perdarahan spontan ada kebocoran plasma dengue
Trombositopenia positif
DBD III Gejala diatas ditambah (<100.000/ul), bukti Serologi
kegagalan sirkulasi (kulit ada kebocoran plasma dengue
dingin, lembab serta Trombositopenia positif
gelisah)

DBD IV Syok berat disertai dengan (<100.000/ul), bukti Serologi


tekanan darah dan nadi ada kebocoran plasma dengue
tidak terukur positif

Patofisiologi Demam Berdarah Dengue (DBD)

Virus dengue yang telah masuk ke tubuh penderita akan menimbulkan viremia.
Hal tersebut menyebabkan pengaktifan komplement sehingga terjadi komplek
imun Antibodi – virus. Pengaktifan tersebut akan membentuk dan melepaskan zat
(3a, C5a, bradikinin, serotinin, trombin, Histamin), yang akan merangsang PGE2
di Hipotalamus sehingga terjadi termoregulasi instabil yaitu hipertermia yang
akan meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air sehingga terjadi hipovolemi.
Hipovolemi juga dapat disebabkan peningkatkan permeabilitas dinding pembuluh
darah menyebabkan kebocoran palsma. Adanya komplek imun antibodi – virus
juga menimbulkan Agregasi trombosit sehingga terjadi gangguan fungsi
trombosit, trombositopeni, coagulopati. Ketiga hal tersebut menyebabkan
perdarahan berlebihan yang jika berlanjut terjadi shock dan jika shock tidak
teratasi terjadi Hipoxia jaringan dan akhirnya terjadi Asidosis metabolik. Asidosis
metabolik juga disebabkan karena kebocoran plasma yang akhirnya tejadi
perlemahan sirkulasi sistemik sehingga perfusi jaringan menurun jika tidak
teratasi terjadi hipoxia jaringan. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-
8 hari. Virus hanya dapat hidup dalam sel yang hidup, sehingga harus bersaing
dengan sel manusia terutama dalam kebutuhan protein. Persaingan tersebut sangat
tergantung pada daya tahan tubuh manusia sebagai reaksi terhadap infeksi dan
terjadi : (1) aktivasi sistem komplemen sehingga dikeluarkan zat anafilaktosin
yang menyebabkan peningkatan permiabilitas kapiler sehingga terjadi perembesan
plasma dari ruang intravaskular ke ekstravaskular, (2) agregasi trombosit
menurun, apabila kelainan ini berlanjut akan menyebabkan kelainan fungsi
trombosit sebagai akibatnya akan
terjadi mobilisasi sel trombosit muda dari sumsum tulang dan (3) kerusakan sel
endotel pembuluh darah akan merangsang atau mengaktivasi faktor pembekuan.
Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan (1) peningkatan permiabilitas kapiler;
(2) kelainan hemostasis, yang disebabkan oleh vaskulopati; trombositopenia; dan
kuagulopati.(Arief Mansjoer &Suprohaita; 2000; 419).

Perubahan patofisiologi pada DBD yang sudah diketahui antara lain perubahan
pada vaskuler, trombosit, koagulasi dan imunologi. Pada perubahan vaskuler
terjadi kerapuhan pembuluh darah dan kenaikan permeabilitas kapiler. Trombosit
pada fase awal penyakit akan terjadi gangguan fungsi, kemudian menyusul
trombositopenia, gangguan agregasi, penurunan betathromboglobulin, kenaikan
PF4 dan umurnya memendek.Koagulopati yang terjadi berupa penurunan
sejumlah faktor koagulasi, dan terjadi pula koagulasi intravaskuler. Perubahan
imunologi seluler dan humoral antara lain munculnya leukopenia, aneosinofilia,
limfosit plasma biru, penurunan limfosit –T dan kenaikan limfosit-B, peningkatan
imunoglobulin dan komplek imun. Saat ini terdapat banyak teori patogenesis DHF
yang menunjukkan belum jelas patogenesis yang sesungguhnya. Patogenesis
tersebut antara lain infeksi sekunder yang berturutan dengan tipe virus yang lain,
yang ada hubungannya dengan ADE, IgM dan makrofag, teori virulensi virus,
teori trombosit-endotel, dan teori mediator.Vaskulopati ditandai dengan terjadinya
kerapuhan pembuluh darah dan peninggian permeabilitas kapiler. Kerapuhan
pembuluh darah dibuktikan dengan uji tourniquet atau Rumpel Leede atau uji
Hess. Uji ini mungkin positif meskipun waktu perdarahan normal. Permeabilitas
kapiler yang meningkat menyebabkan protein plasma dan cairan dari intravaskuler
bocor ke ektravaskuler. Hal tersebut terbukti dengan timbulnya hemokonsentrasi,
efusi pleura, ascites, edema, hipoproteinemia terutama hipoalbuminemia. Biopsi
pada bercak merah di kulit menunjukkan adanya edema perivaskuler pada

mikrovaskulatur terminal di daerah papila kulit, dengan infiltrasi limfosit dan monosit.
Di daerah ini dapat ditemukan antigen dengue, deposit kompolemen

imunoglobulin dan fibrinogen. Pada fase awal timbul vaskulopati dan disfungsi
trombosit, selanjutnya muncul trombositopenia. Fungsi trombosit yang terganggu
berupa penurunan agregasi, kenaikan platelet faetor 4 (PF4) dan penurunan
betathromboglobulin (BTG) disertai memendeknya umur trombosit.

Agregasi trombosit dihambat oleh adanya kompleks imun yang terdiri atas antigen
virus dengue dengan antiodi anti dengue di dalam plasma atau dihambat oleh

fibrinogen degradation product (FDP). Trombositopeni pada DHF dapat


disebabkan karena adanya komplek imun di permukaan trombosit. Komplek imun
tersebut akan menyebabkan rusaknya trombosit yang kemudian akan diambil hati
dan lien. Trombositopeni dapat juga terjadi karena depresi sumsum tulang dan
konsumsi yang berlebihan di sirkulasi.

Koagulopati dibuktikan dengan adanya penurunan faktor fibrinogen, faktor V,


VII, VIII, X dan XII. Pada DHF fase akut terjadi koagulasi intravaskuler dan
fibrinolisis. Telah dibuktikan adanya pemanjangan partial thromboplastin time
(PTT), perpanjangan thrombin time, penurunan fibrinogen dan kenaikan FDP
hersama-sama dengan penurunan antithrombin IIi, alfa-2 antiplasminogen.
Koagulasi intravaskuler ini terutama pada DSS.

Perubahan imunologik pada DHF terdiri atas perubahan imunologik humoral dan
seluler. Perubahan humoral dapat dibuktikan dengan terbentuknya antibodi IgG
yang dipakai sebagai dasar uji haemaglitinasi inhibition (HI) dan Dengue Blot,
dan IgM yang pada umumnya dideteksi dengan IgM Elisa Capture. Selain
komplek imun IgG dan IgM, juga ada komplek imun IgA dan IgE. Perubahan
imunologik seluler adalah terjadinya leukopeni pada fase akut disertai
aneosinofili, kenaikan monosit dan basofili. Limfosit-T menurun dan limfosit-B
meningkat pada fase akut.

Peranan Makrofag

Makrofag adalah salah satu sel target pada infeksi dengue. Pembiakan virus
terjadi di dalam sel ini, semakin banyak makrofag yang diinfeksi virus makin
berat penyakit yang timbul. Berat ringan penyakit dapat diduga dipengaruhi
secara genetis, yaitu dengan cara membantu atau menghambat pertumbuhan virus
dalam monosit. Di Kuba mononuklear orang kulit putih lebih peka dari pada
orang kulit hitam.

Peranan IgM

IgM akan muncul pada fase awal penyakit yang dimulai pada hari keempat.
Infeksi sekunder tidak selalu menimbulkan dengue berat, dengue berat hanya
muncul pada 1-3% kasus. Salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian itu
adalah IgM spesifik terhadap dengue. IgM yang bersifat netralisasi dapat
berikatan dan menetralisasi infeksi sekunder sehingga mencegah timbulnya sakit
yang berat. Bila IgM tidak cukup, maks timbul peningkatan IgG yang akan
menghasilkan dengue bentuk yang berat.

Perubahan patofisiologi mayor yang ditemukan pada kasus-kasus di atas berkisar


pada pertama, peningkatan permeabilitas vaskuler yang mengakibatkan
perembesan plasma, hipovolemia dan berujung pada renjatan. Kedua,

abnormalitas sistem hemostasis akibat vaskulopati, trombositopenia dan


koagulopati. Hal ini menyebabkan berbagai manifestasi perdarahan yang
mengancam kehidupan penderita.
PATOFLOW TERJADINYA SYOK PADA DHF

Arbovirus
(dibawa oleh nyamuk aedes
agegypti)
Kebutuha
Infeksi virus Hiperterm n
dengue i
( Viremia) Oksigen

Aktivasi system
komplemen

Membentuk dan melepaskan zat C3a


dan
C5a

Permeabilitas membrane
meningkat

Agregasi Kerusakan Kebocoran plasma


trombosit endotel ke
Pembuluh darah ekstravaskular
Trombositopenia
Aktivasi factor pembekuan Paru : Efusi pleura Hepar

Perdarahan :Hepatomegali Abdomen : Asites

Haemokonsentrasi
DIC

Syok Hipovolemia
Sesak nafas, mual dan muntah
Gangguan ANOKSIA Meninggal
perfusi jaringan BD memiliki

Fase DB

menurut WHO 2009,di katakan bahwa DBD memiliki beberapa fase yaitu fase
febris dapat berlangsung sekitar 2-7 hari disertai dengan gejala lainnya, Fase
Kritis dan fase pemulihan, Seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.

1.Fase Demam

Pasien biasanya mengalami demam tinggi yang tiba-tiba. Fase demam akut
biasanya berlangsung 2-7 hari dan sering disertai dengan kemerahan pada wajah,
eritema kulit, sakit badan, mialgia, arthralgia dan sakit kepala. Beberapa pasien
mungkin memiliki sakit tenggorokan faring, noreksia, mual dan muntah. Hal
tersebut bisa sulit untuk membedakan secara klinis dari demam berdarah non-
dengue penyakit pada fase awal demam. Tes tourniquet positif dalam fase ini

meningkatkan probabilitas dengue. Selain itu, fitur klinis tidak dapat dibedakan
antara kasus demam berdarah parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan
untuk peringatan tanda-tanda dan parameter klinis lainnya adalah penting untuk
mengenali perkembangan ke fase kritis. Mild manifestasi perdarahan seperti
membran petechiae dan perdarahan mukosa (mis. hidung dan gusi). Massive
pendarahan vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat
terjadi selama tahap ini tetapi tidak umum terjadi. Hepar sering membesar setelah
beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah lengkap adalah
penurunan progresif dalam sel putih yang harus waspada dokter untuk
kemungkinan demam berdarah tinggi.
2. Fase Kritis
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu turun menjadi
37,5-38 C atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3-7
penyakit terjadi peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel dengan tingkat
hematokrit meningkat yang menandai awal fase kritis. Periode kebocoran plasma
klinis signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. leukopenia Progresif diikuti
dengan penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran
plasma. Pada titik pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik,
sementara dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk
sebagai Hasil volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.
Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada derajat
kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu dada x-ray dan USG
perut bisa bermanfaat alat untuk diagnosis. Tingkat kenaikan atas dasar
hematokrit sering mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma. Shock
terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering
didahului oleh tanda-tanda awal. Suhu tubuh dapat di bawah normal saat shock
terjadi. Dengan shock yang berkepanjangan, hasil organ konsekuensi hipoperfusi
di progresif organ penurunan, asidosis metabolik dan koagulasi intravascular
disebarluaskan. Ini pada gilirannya menyebabkan perdarahan parah menyebabkan
hematokrit turun dan menjadi shock berat. Leukopenia biasanya terlihat selama
fase demam berdarah, total jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien
dengan pendarahan hebat.

3. Fase Pemulihan
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
kompartemen cairan ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Pada
umumnya pasien kembali mempunyai nafsu makan, gejala gastrointestinal
mereda,status hemodinamik stabil dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien
mungkin memiliki ruam dari "pulau-pulau putih di laut merah. Beberapa mungkin
mengalami pruritus umum. Bradikardi dan perubahan elektrokardiografi biasa
terjadi selama tahap ini.
Hematokrit yang stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran yang
diserap cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah
penurunan suhu badan sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit
biasanya lebih dari itu dari jumlah sel darah putih. Distress pernapasan dari efusi
pleura masif dan ascites akan terjadi pada setiap saat jika cairan intravena yang
berlebihan telah diberikan. Selama kritis dan / atau pemulihan fase, terapi cairan
yang berlebihan berhubungan dengan edema paru atau kongestif gagal jantung.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
apusan darah tepi.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit : dapat normal atau turun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15%
dari jumlah total leukosit yang ada pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
 Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya di temukan pada hari ke-3
demam
 Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
 Protein/ albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
 SGOT/SGPT: dapat meningkat.
 Ureum kreatinin : bila didapatkan gangguan ginjal
 Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
 Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfuse darah atau
komponen darah
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
2) Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi bila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura ditemui di kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral.

2.3.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


Tidak ada terapi spesifik untuk penderita Demam berdarah dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia bersama dengan Divisi
penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protocol penatalaksanaan DBD
pada pasien dewasa. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
 Protokol 1
Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemerikksaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit, bila :
- Hb,Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran control.
- Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
- Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
 Protokol 2
Pasien dengan tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberika cairan infuse kristaloid dengan rumus :

1500+ (20x(BB dalam Kg-20))

 Protokol 3
Peningkatan Ht > 20% menunjukkan bahwa tubh mengalami deficit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7ml/kg/jam. Pasien dipantau
setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin
meningkat, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam.
Jika setelah pemberian terapi cairan awal 6-7ml/kgBB/jam tidak membaik, yang
ditandai dengan hemtokrit dan nadi meningkat, produksi urin menurun, maka kita
harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10ml/kgBB/jam.
 Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung, perdarahan saluran kemih, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanya 4ml/kgBB/jam. Pada
keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan
DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan
jumlah urin dilakukan dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta
hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit
sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
 Protokol 5
Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa.
Bila berhadapan dengan sindrom syok Dengue maka hal yang perlu diingat adalah
bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravascular harus segera dilakukan.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan
yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, AGD, kadar
natrium, kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievalusi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi
7ml/kgBB/jam.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit turun, berarti terjadi perdarahan internal maka
penderita diberikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.

2.3.9 Langkah-langkah Pencegahan dan Pengendalian


Program pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan melakukan manajemen
lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vector, sehingga kontak antara manusia dan
vector berkurang.
a. Modifikasi lingkungan
 Perbaikan persediaan air.
 Tanki atau reservoir di atas atau bawah tanah anti nyamuk.
b. Manipulasi lingkungan
 Drainase instalasi persediaan air
 Penyimpanan air rumah tangga
 Pot/vas bunga dan jebakan semut
 Bagian luar bangunan
 Keharusan menyimpan air untuk pemadaman kebakaran
 Pembuangan sampah padat
 Pengisian rongga pada pagar
 Botol kaca dan kaleng
c. Perlindungan Diri
 Pakaian pelindung
 Tikar, obat nyamuk bakar dan aerosol
 Penolak serangga

 Insektisida untuk kelambu dan gorden


d. Pengendalian Biologis
 Ikan pemakan larva
 Bakteri penghasil endotoksin
 Siklopoids/sejenis udang-udangan
 Perangkap telur autosidal/ perangkap telur pembunuh
e. Pengendalian Kimiawi
 Pemberian Larvasida kimiawi
 Pengasapan wilayah
2.4 Asuhan Keperawatan Klien dengan DBD

Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat berupa hasil
pengkajian. Setelah pengkajian maka ditegakkan diagosa keperawatan lalu
menyusun rencana tindakan (intervensi) sebagai panduan dalam melakukan
tindakan keperawatan (implementasi). Proses asuhan keperawatan yang terakhir
adalah evaluasi keperawatan untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan
yang telah dilakukan.

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

A. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no. rekam
medis, diagnosa medis.
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Demam tinggi dan mendadak, perdarahan (petekie, ekimosis, purpura pada
ekstremitas atas, dada, epistaksis, perdarahan gusi), kadang – kadang disertai
kejang dan penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan panas, suhu tubuh tinggi secara mendadak dalam waktu 2 – 7 hari,
terdapat bintik merah pada ektremitas dan dada, selaput mukosa mulut kering,
epistaksis, gusi berdarah, pembesaran hepar, kadang disertai kejang dan
penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pernah menderita DHF, malnutrisi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang terserang DHF.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Apakah lingkungan tempat tinggal sedang terserang wabah DHF.

C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital
Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi; nadi cepat, lemah, kecil
sampai tidak teraba; sesak nafas; tekanan darah menurun (sistolik menurun sampai 80 mmHg atau
kurang).
2. Sistem Tubuh
2.1. Pernapasan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem pernapasan
kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas sehingga memerlukan
pemasangan oksigen.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis karena demam
yang tinggi, terdapat suara napas tambahan (ronchi; wheezing), pada derajat 3 dan 4 napas
dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran.
2.2. Kardiovaskuler
Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan mendadak demam tinggi
2 – 7 hari, mengeluh badan terasa lemah, pusing, mual, muntah;
derajat 3 dan 4 orang tua / keluarga melaporkan pasien mengalami
penurunan kesadaran, gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satu-
satunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 terdapat petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 kulit dingin pada

daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya


volume plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, trombositopenia dan diatesis hemorhagic. Derajat 4 shock,
nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
2.3. Persarafan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel karena demam tinggi dan
pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesedaran.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami perdarahan, dan pada derajat
3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesadaran, gelisah, GCS menurun, pupil miosis atau
midriasis, reflek fisiologis atau patologis sering terjadi.
2.4. Perkemihan – Eliminasi Urinaria
Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.
Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah pekat dan
berwarna coklat tua pada derajat 3 dan 4.
2.5. Pencernaan – Eliminasi Fekal
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah / tidak ada nafsu makan, haus, sakit
menelan, derajat 3 nyeri tekan ulu hati, konstipasi.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan, derajat 3
dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit menelan, pembesaran limfe, nyeri tekan
epigastrium, hematemisis dan melena.
2.6. Muskuloskeletal
Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot, persendian dan
punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah memerah, pada derajat 3 dan
4 terdapat kekakuan otot / kelemahan otot dan tulang akibat kejang atau tirah
baring lama.Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 Nyeri pada sendi, otot,
punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat disertai
tanda kesakitan, sedangkan derajat 3 dan 4 pasien mengalami parese atau
kekakuan bahkan kelumpuhan.

D. Data Penunjang
 Hematokrit normal : PCV/ Hm= 3 X Hb sampai meningkat >20 %.
 Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3
 Masa perdarahan dan protombin memanjang.
 Ig G dengue positif
 Hasil pemerikasaan kimia adalah menunjukkan hipoproteinemia,hiponatremia,
hipokloremia.
 Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, neutropenia, aneosinofilia, peningkatan
limfosit, monosit, dan basofil.
 SGOT / SGPT mungkin meningkat.
 Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
 Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia.
4. Resiko / aktual kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemia.
6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah baring.
7. Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan infus).
9. Resiko perdarahan berhubungan dengan koagulopati inheren:
trombositopenia, trauma.
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan / ancaman pada status
kesehatan, ancaman kematian.

11. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan infus).


12. Resiko perdarahan berhubungan dengan koagulopati inheren:
trombositopenia, trauma.
13. Ansietas berhubungan dengan perubahan / ancaman pada status
kesehatan, ancaman kematian.

INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Kriteria evaluasi ( NOC ) :
Pasien akan :
1. Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
2. Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor suhu pasien. 1. Pola demam dapat membantu
dalam diagnosis; kurva demam
lanjut lebih dari 4 hari menunjukan
infeksi yang lain.
2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Peningkatan suhu tubuh
minum ( lebih kurang 2,5 liter/24 mengakibatkan penguapan tubuh
jam ). meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
3. Berikan kompres hangat. 3.
Dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu
tubuh.
4. Anjurkan untuk tidak memakai 4. Pakaian tipis membantu
selimut dan pakaian yang tebal. mengurangi penguapan tubuh.
Kolaborasi :
1. Berikan terapi cairan intravena dan 1. Pemberian cairan sangat penting
obat-obatan sesuai program dokter. bagi pasien dengan suhu tinggi.
2. Berikan antipiretik. 2. Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

DX 2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.


Kriteria evaluasi ( NOC ) :
Pasien akan :
1. Mengatakan nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukan relaksasi, dapat tidur atau istirahat.
3. Menunjukan perilaku mengurangi nyeri.

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui berapa berat
pasien nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Posisi nyaman dan lingkungan
usahakan situasi ruangan yang tenang mengurangi rasa nyeri.
tenang.
3. Berikan tindakan kenyamanan 3. Menurunkan tegangan otot,
seperti perubahan posisi dan meningkatkan istirahat dan
dorong penggunaan tehnik relaksasi, memusatkan perhatian,
relaksasi, seperti imajinasi, dapat meningkatkan kontrol dan
visualisasi, latihan nafas dalam. kemampuan koping.
Kolaborasi :
1. Berikan obat-obat analgetik 1. Analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.

DX. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia.

Kriteria evaluasi ( NOC ) :


Pasien akan :
1. Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.
2. Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan
yang sesuai
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, 1. Untuk menetapkan cara
dan muntah yang dialami pasien mengatasinya.

2. Berikan makanan yang 2. Membantu mengurangi kelelahan


mudah ditelan seperti bubur. pasien dan meningkatkan asupan
makanan .
3. Berikan makanan dalam porsi kecil 3. Untuk menghindari mual.
dan frekuensi sering.
4. Catat jumlah / porsi makanan yang 4. Untuk mengetahui pemenuhan
dihabiskan oleh pasien setiap hari. kebutuhan nutrisi.
Kolaborasi :
1. Berikan obat-obatan 1. Antiemetik membantu pasien
antiemetik sesuai program mengurangi rasa mual dan muntah dan
dokter. meningkatkan toleransi pada makanan.
2. Antasida, contoh Mylanta. 2. Kerja pada asam gaster, dapat
menurunkan iritasi/ resiko perdarahan
3. Vitamin, contoh B komplek, C, 3. Memperbaiki kekurangan dan
tambahan diet lain sesuai indikasi membantu proses penyembuhan.

DX 4 . Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas


pembuluh darah, perdarahan.
Kriteria evaluasi (NOC ) :
Pasien akan :
1. Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan membran mukosa, turgor kulit
baik, tanda vital stabil, dan secara individual haluaran urine adekuat, capilary refill cepat.
Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, 1. Menetapkan data dasar pasien
pucat, takikardi) serta tanda-tanda untuk mengetahui penyimpangan
vital. dari keadaan normal.
2. Observasi tanda-tanda syok. 2. Agar dapat segera dilakukan
tindakan untuk menangani shock.
3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Asupan cairan sangat diperlukan
minum. untuk menambah volume cairan
tubuh.
4. Catat intake dan output cairan. 4. Untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
5. Palpasi nadi perifer, capilary refill, 5. kondisi yang berkontribusi dalam
temperatur kulit, kaji kesadaran, kekurangan cairan ekstraselular
tanda perdarahan. yang dapat menyebabkan kolaps
pada sirkulasi/ syok.
6. Monitor adanya nyeri dada tiba- 6. hemokonsentrasi dan peningkatan
tiba, dispnea, sianosis, kecemasan platelet agregrasi dapat
yang meningkat, kurang istirahat. mengakibatkan pembentukan
emboli sistemik.
7. Kaji kemampuan menelan klien. 7. Kegagalan refleks menelan,
anoreksia, tidak nyaman dimulut,
perubahan tingkat kesadaran
merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan klien
untuk mengganti cairan oral.

Kolaborasi :
1. Berikan cairan intravena sesuai 1. Hipotonik solution ( NaCl 0,45% )
program dokter : NaCl 0,45%, RL digunakan untuk memenuhi
solution. kebutuhan elektrolit.

2. Koloid : dextran, plasma/albumin, 2. Koreksi defisit konsentrasi protein


Hespan. plasma, meningkatkan tekanan
osmotik intravaskular, dan
memfasilitasi kembalinya cairan
kedalam kompartemen pembuluh
darah.
3. Tranfusi Whole blood / tranfusi 3. Mengindikasikan hipovolemia
PRC yang berhubungan dengan
kehilangan darah aktif.
4. Plasma beku segar ( FFP ). 4. Mugkin diperlukan untuk
menggantikan faktor pembekuan
pada adanya defek koagulasi.
5. Berikan sodium bicarbonat jika 5. Diberikan untuk koreksi asidosis
diindikasikan. berat saat koreksi keseimbangan
cairan.
6. Berikan makanan melalui NGT 6. Penambahan penggantian cairan
termasuk cairan sesuai kebutuhan. dan nutrisi ketika terjadi gangguan
menelan.
7. Monitor nilai laboratorium : Hb, 7. Bergantung pada kehilangan cairan
Ht, Trombosit, elektrolit, vena, ketidakseimbangan elektrolit
koagulasi. memerlukan koreksi, peningkatan
Ht, penurunan trombosit
meningkatkan resiko perdarahan.
DX. 5Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.
Kriteria evaluasi :
Pasien akan :
- Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
- Menunjukan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor tanda penurunan trombosit 1. Penurunan trombosit merupakan
yang disertai gejala klinis. tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Aktivitas pasien yang tidak
istirahat/bedrest. terkontrol dapat menyebabkan
resiko perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera 3. Membantu pasien mendapatkan
melapor bila ada tanda perdarahan penanganan sedini mungkin.
lebih lanjut.

4. Awasi tanda vital 4. Peningkatan nadi dengan


penurunan TD dapat menunjukan
kehilangan volume darah sirkulasi.
5. Anjurkan meminimalisasi 5. Pada gangguan faktor pembekuan,
penggunaan sikat gigi, dorong trauma minimal dapat
penggunaan antiseptik untuk menyebabkan perdarahan mukosa.
mulut.
6. Gunakan jarum kecil untuk injeksi 6. Menurunkan resiko perdarahan /
atau pengambilan sampel darah. hematoma.

7. Observasi adanya ptekie, 7. DIC subakut dapat terjadi sekunder


epistaksis, perdarahan gusi, terhadap gangguan faktor
melena. pembekuan.
Kolaborasi :
1. Awasi Hb, Ht, trombosit dan faktor 1. Indikator adanya perdarahan aktif,
pembekuan. hemokonsentrasi, atau terjadinya
komplikasi ( DIC ).
2. Berikan obat sesuai indikasi : vit 2. Meningkatkan sintesis protrombin
K, D,dan C. dan koagulasi. Kekurangan vit C
meningkatkan kerentanan
terjadinya iritasi / perdarahan.
meningkatkan probabilitas dengue. Selain itu, fitur klinis tidak dapat dibedakan
antara kasus demam berdarah parah dan tidak parah. Oleh karena itu pemantauan
untuk peringatan tanda-tanda dan parameter klinis lainnya adalah penting untuk
mengenali perkembangan ke fase kritis. Mild manifestasi perdarahan seperti
membran petechiae dan perdarahan mukosa (mis. hidung dan gusi). Massive
pendarahan vagina (pada wanita usia subur) dan perdarahan gastrointestinal dapat

Universitas Indonesia
terjadi selama tahap ini tetapi tidak umum terjadi. Hepar sering membesar setelah
beberapa hari demam. Kelainan paling awal dalam jumlah darah lengkap adalah
penurunan progresif dalam sel putih yang harus waspada dokter untuk
kemungkinan demam berdarah tinggi.
4. Fase Kritis
Terjadi pada saat penurunan suhu badan sampai normal. Saat suhu turun menjadi
37,5-38 C atau kurang dan tetap di bawah tingkat ini, biasanya pada hari 3-7

penyakit terjadi peningkatan kapiler permeabilitas secara paralel dengan tingkat


hematokrit meningkat yang menandai awal fase kritis. Periode kebocoran plasma
klinis signifikan biasanya berlangsung 24-48 jam. leukopenia Progresif diikuti
dengan penurunan cepat dalam jumlah trombosit biasanya mendahului kebocoran
plasma.
Pada titik pasien tanpa peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik,
sementara dengan peningkatan permeabilitas kapiler dapat menjadi lebih buruk
sebagai Hasil volume plasma yang hilang. Tingkat kebocoran plasma bervariasi.
Efusi pleura dan asites mungkin secara klinis terdeteksi tergantung pada derajat
kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Oleh karena itu dada x-ray dan USG
perut bisa bermanfaat alat untuk diagnosis. Tingkat kenaikan atas dasar
hematokrit sering mencerminkan tingkat keparahan kebocoran plasma.
Shock terjadi ketika volume kritis plasma hilang melalui kebocoran. Hal ini sering
didahului oleh tanda-tanda awal. Suhu tubuh dapat di bawah normal saat shock
terjadi. Dengan shock yang berkepanjangan, hasil organ konsekuensi hipoperfusi di
progresif organ penurunan, asidosis metabolik dan koagulasi intravascular
disebarluaskan. Ini pada gilirannya menyebabkan perdarahan parah menyebabkan
hematokrit turun dan menjadi shock berat. Leukopenia biasanya terlihat selama
fase demam
dengan berdarah,hebat.
pendarahan total jumlah sel darah putih dapat meningkat pada pasien
5. Fase Pemulihan
Jika pasien bertahan pada fase kritis 24-48 jam, reabsorpsi bertahap
kompartemen cairan ekstravaskuler terjadi dalam 48-72 jam berikutnya. Pada
umumnya pasien kembali mempunyai nafsu makan, gejala gastrointestinal
mereda,status hemodinamik stabil dan diuresis terjadi kemudian. Beberapa pasien

Universitas Indonesia
mungkin memiliki ruam dari "pulau-pulau putih di laut merah. Beberapa mungkin
mengalami pruritus umum. Bradikardi dan perubahan elektrokardiografi biasa
terjadi selama tahap ini.
Hematokrit yang stabil atau mungkin lebih rendah karena efek pengenceran yang
diserap cairan. Jumlah sel darah putih biasanya mulai naik segera setelah
penurunan suhu badan sampai yg normal tetapi pemulihan jumlah trombosit
biasanya lebih dari itu dari jumlah sel darah putih. Distress pernapasan dari efusi
pleura masif dan ascites akan terjadi pada setiap saat jika cairan intravena yang
berlebihan telah diberikan. Selama kritis dan / atau pemulihan fase, terapi cairan
yang berlebihan berhubungan dengan edema paru atau kongestif gagal jantung.

2.3.7 Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin yang dilakukan untuk menapis pasien tersangka DBD
adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan
apusan darah tepi.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit : dapat normal atau turun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui limfositosis
relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit plasma biru >15%
dari jumlah total leukosit yang ada pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia hari ke 3-8.
 Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya peningkatan
hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya di temukan pada hari ke-3
demam
 Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau
FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan
darah.
 Protein/ albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
 SGOT/SGPT: dapat meningkat.
 Ureum kreatinin : bila didapatkan gangguan ginjal
 Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.

Universitas Indonesia
 Golongan darah dan cross match: bila akan diberikan transfuse darah atau
komponen darah
 Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
2) Radiologi
Pada foto dada terdapat efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan tetapi bila
terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura ditemui di kedua hemitoraks.
Pemeriksaan foto rontgen dada sebaiknya dalam posisi lateral.

2.3.8 Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue


Tidak ada terapi spesifik untuk penderita Demam berdarah dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi
merupakan tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen
cairan intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia bersama dengan Divisi
penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protocol penatalaksanaan DBD
pada pasien dewasa. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :
 Protokol 1
Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemerikksaan hemoglobin, hematokrit dan trombosit, bila :
- Hb,Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran control.
- Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.
- Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk
dirawat.
 Protokol 2
Pasien dengan tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan massif dan tanpa
syok maka diruang rawat diberika cairan infuse kristaloid dengan rumus :
1500+ (20x(BB dalam Kg-20))

Universitas Indonesia
 Protokol 3
Peningkatan Ht > 20% menunjukkan bahwa tubh mengalami deficit cairan
sebanyak 5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infuse cairan kristaloid sebanyak 6-7ml/kg/jam. Pasien dipantau
setelah 3-4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan
hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin
meningkat, maka jumlah cairan dikurangi menjadi 5ml/kgBB/jam.
Jika setelah pemberian terapi cairan awal 6-7ml/kgBB/jam tidak membaik, yang
ditandai dengan hemtokrit dan nadi meningkat, produksi urin menurun, maka kita
harus menaikkan jumlah cairan infuse menjadi 10ml/kgBB/jam.
 Protokol 4
Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa.
Perdarahan spontan dan massif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung, perdarahan saluran kemih, perdarahan saluran cerna, perdarahan otak atau
perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanya 4ml/kgBB/jam. Pada
keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan
DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan
jumlah urin dilakukan dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta
hemostase harus segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit
sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
 Protokol 5
Penatalaksanaan Sindrom Syok Dengue pada Dewasa.
Bila berhadapan dengan sindrom syok Dengue maka hal yang perlu diingat adalah
bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravascular harus segera dilakukan.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan
yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, hemostasis, AGD, kadar
natrium, kalium dan klorida serta ureum dan kreatinin.

Universitas Indonesia
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievalusi
setelah 15-30 menit. Bila renjatan teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi
7ml/kgBB/jam.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30ml/kgBB dan
kemudian dievaluasi setelah 20-30 menit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti
perembesan plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan
pilihan, tetapi bila nilai hematokrit turun, berarti terjadi perdarahan internal maka
penderita diberikan tranfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.

2.3.9 Langkah-langkah Pencegahan dan Pengendalian


Program pencegahan dan pengendalian dilakukan dengan melakukan manajemen
lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau
meminimalkan perkembangbiakan vector, sehingga kontak antara manusia dan
vector berkurang.
a. Modifikasi lingkungan
 Perbaikan persediaan air.
 Tanki atau reservoir di atas atau bawah tanah anti nyamuk.
b. Manipulasi lingkungan
 Drainase instalasi persediaan air
 Penyimpanan air rumah tangga
 Pot/vas bunga dan jebakan semut
 Bagian luar bangunan
 Keharusan menyimpan air untuk pemadaman kebakaran
 Pembuangan sampah padat
 Pengisian rongga pada pagar
 Botol kaca dan kaleng
c. Perlindungan Diri
 Pakaian pelindung
 Tikar, obat nyamuk bakar dan aerosol
 Penolak serangga
Universitas Indonesia
 Insektisida untuk kelambu dan gorden
d. Pengendalian Biologis
 Ikan pemakan larva
 Bakteri penghasil endotoksin
 Siklopoids/sejenis udang-udangan
 Perangkap telur autosidal/ perangkap telur pembunuh
e. Pengendalian Kimiawi
 Pemberian Larvasida kimiawi
 Pengasapan wilayah
2.4 Asuhan Keperawatan Klien dengan DBD

Asuhan keperawatan diawali dengan mencari data dasar yang akurat berupa hasil
pengkajian. Setelah pengkajian maka ditegakkan diagosa keperawatan lalu
menyusun rencana tindakan (intervensi) sebagai panduan dalam melakukan
tindakan keperawatan (implementasi). Proses asuhan keperawatan yang terakhir
adalah evaluasi keperawatan untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan
yang telah dilakukan.

2.4.1 Pengkajian Keperawatan

A. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no. rekam
medis, diagnosa medis.
B. Riwayat Keperawatan
1. Keluhan Utama
Demam tinggi dan mendadak, perdarahan (petekie, ekimosis, purpura pada
ekstremitas atas, dada, epistaksis, perdarahan gusi), kadang – kadang disertai
kejang dan penurunan kesadaran.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Badan panas, suhu tubuh tinggi secara mendadak dalam waktu 2 – 7 hari,
terdapat bintik merah pada ektremitas dan dada, selaput mukosa mulut kering,
epistaksis, gusi berdarah, pembesaran hepar, kadang disertai kejang dan
penurunan kesadaran.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Universitas Indonesia
Apakah pernah menderita DHF, malnutrisi.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang terserang DHF.
5. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Apakah lingkungan tempat tinggal sedang terserang wabah DHF.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum dan Tanda – Tanda Vital

Adanya penurunan kesadaran, kejang dan kelemahan; suhu tubuh tinggi; nadi
cepat, lemah, kecil sampai tidak teraba; sesak nafas; tekanan darah menurun
(sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang).
Sistem Tubuh
Pernapasan

Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 awal jarang terdapat gangguan pada sistem
pernapasan kecuali bila pada derajat 3 dan 4 sering disertai keluhan sesak napas
sehingga memerlukan pemasangan oksigen.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 kadang terdapat batuk dan pharingitis
karena demam yang tinggi, terdapat suara napas tambahan (ronchi; wheezing),
pada derajat 3 dan 4 napas dangkal dan cepat disertai penurunan kesadaran.
Kardiovaskuler
Anamnesa : Pada derajat 1dan 2 keluhan mendadak demam tinggi

2 – 7 hari, mengeluh badan terasa lemah, pusing, mual, muntah;


derajat 3 dan 4 orang tua / keluarga melaporkan pasien mengalami
penurunan kesadaran, gelisah dan kejang.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 Uji torniquet positif,merupakan satu-
satunya manifestasi perdarahan. Derajat 2 terdapat petekie, purpura,
ekimosis, dan perdarahan konjungtiva. Derajat 3 kulit dingin pada

Universitas Indonesia
daerah akral, nadi cepat, hipotensi, sakit kepala, menurunnya
volume plasma, meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, trombositopenia dan diatesis hemorhagic. Derajat 4 shock,
nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.
2.3. Persarafan
Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 pasien gelisah, cengeng dan rewel
karena demam tinggi dan pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan
tingkat kesadaran.

Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 konjungtiva mengalami perdarahan, dan


pada derajat 3 dan 4 terjadi penurunan tingkat kesadaran, gelisah, GCS menurun,
pupil miosis atau midriasis, reflek fisiologis atau patologis sering terjadi.
Perkemihan – Eliminasi Urinaria

Anamnesa : Derajat 3 dan 4 kencing sedikit bahkan tidak ada kencing.


Pemeriksaan fisik : Produksi urin menurun (oliguria sampai anuria), warna berubah
pekat dan berwarna coklat tua pada derajat 3 dan 4.
Pencernaan – Eliminasi Fekal

Anamnesa : Pada derajat 1 dan 2 mual dan muntah / tidak ada nafsu makan, haus,
sakit menelan, derajat 3 nyeri tekan ulu hati, konstipasi.
Pemeriksaan fisik : Derajat 1 dan 2 mukosa mulut kering, hiperemia tenggorokan,
derajat 3 dan 4 terdapat pembesaran hati dan nyeri tekan, sakit menelan,
pembesaran limfe, nyeri tekan epigastrium, hematemisis dan melena.
Muskuloskeletal

Anamnesa : pada derajat 1 dan 2 pasien mengeluh nyeri otot,


persendian dan punggung, pegal seluruh tubuh, mengeluh wajah
memerah, pada derajat 3 dan 4 terdapat kekakuan otot / kelemahan
otot dan tulang akibat kejang atau tirah baring lama.
Pemeriksaan fisik : Pada derajat 1 dan 2 Nyeri pada sendi, otot,
punggung dan kepala; kulit terasa panas, wajah tampak merah dapat

Universitas Indonesia
disertai tanda kesakitan, sedangkan derajat 3 dan 4 pasien
mengalami parese atau kekakuan bahkan kelumpuhan.

D. Data Penunjang
 Hematokrit normal : PCV/ Hm= 3 X Hb sampai meningkat >20 %.
 Trombositopenia, kurang dari 100.000/mm3.
 Masa perdarahan dan protombin memanjang.
 Ig G dengue positif.
 Hasil pemeriksaa kimiadarahmenunjukkanhipoproteinemia,
n
hiponatremia, hipokloremia.

Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, neutropenia, aneosinofilia,


peningkatan limfosit, monosit, dan basofil.
SGOT / SGPT mungkin meningkat.
Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.

Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia.
Resiko / aktual kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipovolemia.
Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah baring.
Resiko syok berhubungan dengan hipovolemia.
8. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif (pemasangan infus).
9. Resiko perdarahan berhubungan dengan koagulopati inheren: trombositopenia,
trauma.
10. Ansietas berhubungan dengan perubahan / ancaman pada status kesehatan,
ancaman kematian.

Universitas Indonesia
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah
interpretasi informasi, kurang pajanan

INTERVENSI KEPERAWATAN

Dx 1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Kriteria


evaluasi ( NOC ) :
Pasien akan :
Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal, bebas dari kedinginan.
Tidak mengalami komplikasi yang berhubungan.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor suhu pasien. 1. Pola demam dapat membantu
dalam diagnosis; kurva demam
lanjut lebih dari 4 hari menunjukan
infeksi yang lain.
2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Peningkatan suhu tubuh
minum ( lebih kurang 2,5 liter/24 mengakibatkan penguapan tubuh
jam ). meningkat sehingga perlu
diimbangi dengan asupan cairan
yang banyak.
3. Berikan kompres hangat. 3. Dengan vasodilatasi dapat
meningkatkan penguapan yang
mempercepat penurunan suhu
tubuh.
4. Anjurkan untuk tidak memakai 4. Pakaian tipis membantu
selimut dan pakaian yang tebal. mengurangi penguapan tubuh.
Kolaborasi :
1. Berikan terapi cairan intravena dan 1. Pemberian cairan sangat penting
obat-obatan sesuai program dokter. bagi pasien dengan suhu tinggi.
2. Berikan antipiretik. 2. Digunakan untuk mengurangi
demam dengan aksi sentralnya
pada hipotalamus.

Universitas Indonesia
DX 2. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Kriteria evaluasi ( NOC ) :
Pasien akan :
1. Mengatakan nyeri hilang atau terkontrol.
2. Menunjukan relaksasi, dapat tidur atau istirahat.
3. Menunjukan perilaku mengurangi nyeri.

Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami 1. Untuk mengetahui berapa berat
pasien nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, 2. Posisi nyaman dan lingkungan
usahakan situasi ruangan yang tenang mengurangi rasa nyeri.
tenang.
3. Berikan tindakan kenyamanan 3. Menurunkan tegangan otot,
seperti perubahan posisi dan meningkatkan istirahat dan
dorong penggunaan tehnik relaksasi, memusatkan perhatian,
relaksasi, seperti imajinasi, dapat meningkatkan kontrol dan
visualisasi, latihan nafas dalam. kemampuan koping.
Kolaborasi :
1. Berikan obat-obat analgetik 1. Analgetik dapat menekan atau
mengurangi nyeri pasien.

DX 3. Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan : mual, muntah, anoreksia.
Kriteria evaluasi ( NOC ) :
Pasien akan :

1. Mempertahankan berat badan dan keseimbangan nitrogen positif.


2. Menunjukkan perilaku untuk meningkatkan/ mempertahankan berat badan
yang sesuai
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, 1. Untuk menetapkan cara
Universitas Indonesia
dan muntah yang dialami pasien mengatasinya.

2. Berikan makanan yang mudah 2. Membantu mengurangi kelelahan


ditelan seperti bubur. pasien dan meningkatkan asupan
makanan .
3. Berikan makanan dalam porsi kecil 3. Untuk menghindari mual.
dan frekuensi sering.
4. Catat jumlah / porsi makanan yang 4. Untuk mengetahui pemenuhan
dihabiskan oleh pasien setiap hari. kebutuhan nutrisi.
Kolaborasi :
1. Berikan obat-obatan antiemetik 1. Antiemetik membantu pasien
sesuai program dokter. mengurangi rasa mual dan muntah
dan meningkatkan toleransi pada
makanan.
2. Antasida, contoh Mylanta. 2. Kerja pada asam gaster, dapat
menurunkan iritasi/ resiko
perdarahan

3. Vitamin, contoh B komplek, C, 3. Memperbaiki kekurangan dan


tambahan diet lain sesuai indikasi membantu proses penyembuhan.

DX 4 . Kekuranganvolumecairanberhubungandenganpeningkatan permeabilitas
pembuluh darah, perdarahan.
Kriteria evaluasi (NOC ) :
Pasien akan :

1. Mempertahankan keseimbangan cairan dibuktikan oleh kelembapan


membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil, dan secara individual
haluaran urine adekuat, capilary refill cepat.
Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, 1. Menetapkan data dasar pasien
pucat, takikardi) serta tanda-tanda untuk mengetahui penyimpangan
vital. dari keadaan normal.
2. Observasi tanda-tanda syok. 2. Agar dapat segera dilakukan
tindakan untuk menangani shock.
3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Asupan cairan sangat diperlukan
minum. untuk menambah volume cairan
tubuh.
4. Catat intake dan output cairan. 4. Untuk mengetahui keseimbangan
cairan.
5. Palpasi nadi perifer, capilary refill, 5. kondisi yang berkontribusi dalam
Universitas Indonesia
temperatur kulit, kaji kesadaran, kekurangan cairan ekstraselular
tanda perdarahan. yang dapat menyebabkan kolaps
pada sirkulasi/ syok.
6. Monitor adanya nyeri dada tiba- 6. hemokonsentrasi dan peningkatan
tiba, dispnea, sianosis, kecemasan platelet agregrasi dapat
yang meningkat, kurang istirahat. mengakibatkan pembentukan
emboli sistemik.
7. Kaji kemampuan menelan klien. 7. Kegagalan refleks menelan,
anoreksia, tidak nyaman dimulut,
perubahan tingkat kesadaran
merupakan faktor yang
mempengaruhi kemampuan klien
untuk mengganti cairan oral.

Kolaborasi :
1. Berikan cairan intravena sesuai 1. Hipotonik solution ( NaCl 0,45% )
program dokter : NaCl 0,45%, RL digunakan untuk memenuhi
solution. kebutuhan elektrolit.

2. Koloid : dextran, plasma/albumin, 2. Koreksi defisit konsentrasi protein


Hespan. plasma, meningkatkan tekanan
osmotik intravaskular, dan
memfasilitasi kembalinya cairan
kedalam kompartemen pembuluh
darah.
3. Tranfusi Whole blood / tranfusi 3. Mengindikasikan hipovolemia
PRC yang berhubungan dengan
kehilangan darah aktif.
4. Plasma beku segar ( FFP ). 4. Mugkin diperlukan untuk
menggantikan faktor pembekuan
pada adanya defek koagulasi.
5. Berikan sodium bicarbonat jika 5. Diberikan untuk koreksi asidosis
diindikasikan. berat saat koreksi keseimbangan
cairan.
6. Berikan makanan melalui NGT 6. Penambahan penggantian cairan
termasuk cairan sesuai kebutuhan. dan nutrisi ketika terjadi gangguan
menelan.
7. Monitor nilai laboratorium : Hb, 7. Bergantung pada kehilangan cairan
Ht, Trombosit, elektrolit, vena, ketidakseimbangan elektrolit
koagulasi. memerlukan koreksi, peningkatan
Ht, penurunan trombosit
meningkatkan resiko perdarahan.

DX 5. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan


hipovolemia.
Kriteria evaluasi :

Universitas Indonesia
Pasien akan :
1. Mempertahankan/ memperbaiki perfusi jaringan dengan bukti tanda vital
stabil, kulit hangat, nadi perifer teraba, AGD dalam batas normal, kesadaran
normal, keluaran urine adekuat.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Pantau tanda-tanda vital; palpasi 1. Merupakan indikator dari volume
denyut nadi perifer; catat suhu/ sirkulasi dan fungsi organ/ perfusi
warna kulit dan pengisian kapiler; jaringan yang adekuat.
evaluasi waktu dan pengeluaran
urine.
2. Kaji adanya perubahan tingkat 2. Perubahan dapat menunjukkan
kesadaran , keluhan pusing atau ketidakadekuatan perfusi serebral.
sakit kepala.
3. Auskultasi nadi apikal.Awasi 3. Perubahan disritmia dan iskemia
irama jantung dengan EKG. dapat terjadi sebagai akibat
hipotenSi, hipoksia, asidosis,
ketidakseimbangan elektrolit.
Kolaborasi :
1. Berikan oksigen tambahan sesuai 1. Mengatasi hipoksemia dan asidosis
indikasi. selama perdarahan.
2. Pemeriksaan AGD/ awasi nadi 2. Mengidentifikasi hipoksemia,
oksimetri. keefektifan/ kebutuhan untuk
terapi.
3. Berikan cairan IV sesuai indikasi/ 3. Mempertahankan volume sirkulasi
produk darah sesuai kebutuhan. dan perfusi jaringan.

DX 6. Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, tirah baring.


Kriteria evaluasi ( NOC ) : Pasien akan :

1. Melaporkan peningkatan intoleran aktifitas ( ADL ).


2. Menunjukan penurunan tanda fisiologis intoleran, misal nadi, pernafasan, dan
3. TD dalam rentang normal pasien.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji keluhan pasien. 1. Untuk mengidentifikasi masalah-
masalah pasien.
Universitas Indonesia
2. Kaji hal-hal yang mampu atau 2. Untuk mengetahui tingkat
yang tidak mampu dilakukan oleh ketergantungan pasien dalam
pasien. memenuhi kebutuhannya.
3. -Bantu pasien untuk memenuhi 3. Pemberian bantuan sangat
kebutuhan aktivitasnya sehari-hari diperlukan oleh pasien pada saat
sesuai tingkat keterbatasan pasien. kondisinya lemah dan perawat
mempunyai tanggung jawab dalam
pemenuhan kebutuhan sehari-hari
pasien tanpa mengalami
ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat 4. Akan membantu pasien untuk
yang mudah terjangkau oleh memenuhi kebutuhannya sendiri
pasien. tanpa bantuan orang lain.

5. Pertahankan tirah baring bila 5. Mengurangi resiko cedera akibat


diindikasikan, tingkatkan tingkat penurunan trombosit, dan
aktifitas sesuai toleransi. memperbaiki tonus otot tanpa
kelemahan.

DX 7. Resiko terjadinya syok berhubungan dengan hipovolemia. Kriteria


evaluasi :
Pasien akan :

-Menunjukkan membran mukosa / kulit lembab, tanda vital stabil, haluaran urin
adekuat, nadi perifer normal.
Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor keadaan umum pasien. 1. Memantau kondisi pasien selama
masa perawatan terutama pada saat
terjadi perdarahan sehingga segera
diketahui tanda syok dan dapat
segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 2. Tanda vital normal menandakan
sampai 3 jam. keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan. 3. Perdarahan cepat diketahui dan
dapat diatasi sehingga pasien tidak
sampai syok hipovolemik.
4. Palpasi nadi perifer; capilary refill, 4. Kondisi yang berkontribusi dalam
temperatur kulit, kaji kesadaran. kekurangan cairan ekstraselular
yang dapat menyebabkan kolaps
pada sirkulasi/ syok.
5. Lapor dokter bila terdapat tanda 5. Untuk mendapatkan penanganan
syok hipovolemik. lebih lanjut sesegera mungkin.
Kolaborasi :
Universitas Indonesia
1. Cek laboratorium :haemoglobin, 1. Untuk mengetahui tingkat
hematokrit, trombosit. kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien sebagai acuan
melakukan tindakan lebih lanjut.
2. Berikan cairan sesuai program : 2. Koreksi defisit konsentrasi protein
Koloid : dextran, plasma/albumin, plasma, meningkatkan tekanan
Hespan. osmotik intravaskular, dan
memfasilitasi kembalinya cairan
kedalam kompartemen pembuluh
darah.
3. Tranfusi Whole blood/ tranfusi 3. Mengindikasikan hipovolemia
PRC. / FFP yang berhubungan dengan
kehilangan darah aktif.

DX 8. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus). Kriteria


evaluasi :
Pasien bebas tanda infeksi/ inflamasi, eritema, dan demam.
Intervensi :

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Lakukan teknik aseptik saat 1. Tindakan aseptik merupakan
melakukan tindakan pemasangan tindakan preventif terhadap
infus. kemungkinan terjadi infeksi.

2. Observasi tanda-tanda vital. 2. Menetapkan data dasar pasien,


terjadi peradangan dapat diketahui
dari penyimpangan nilai tanda
vital.
3. Observasi daerah pemasangan 3. Mengetahui tanda infeksi pada
infus. pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak 4. Untuk menghindari kondisi yang
adanya pembengkakan atau lebih buruk atau penyulit lebih
plebitis. lanjut.

Kolaborasi :
1. Pemasagan infus kembali sesuai 1. Untuk memenuhi kebutuhan cairan
instruksi dokter. pasien.

DX 9. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia.


Kriteria evaluasi :
Pasien akan :
- Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan.
Universitas Indonesia
- Menunjukan perilaku penurunan resiko perdarahan.
Intervensi:
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Monitor tanda penurunan trombosit 1. Penurunan trombosit merupakan
yang disertai gejala klinis. tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Aktivitas pasien yang tidak
istirahat/bedrest. terkontrol dapat menyebabkan
resiko perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera 3. Membantu pasien mendapatkan
melapor bila ada tanda perdarahan penanganan sedini mungkin.
lebih lanjut.

4. Awasi tanda vital 4. Peningkatan nadi dengan


penurunan TD dapat menunjukan
kehilangan volume darah sirkulasi.
5. Anjurkan meminimalisasi 5. Pada gangguan faktor pembekuan,
penggunaan sikat gigi, dorong trauma minimal dapat
penggunaan antiseptik untuk menyebabkan perdarahan mukosa.
mulut.
6. Gunakan jarum kecil untuk injeksi 6. Menurunkan resiko perdarahan /
atau pengambilan sampel darah. hematoma.

7. Observasi adanya ptekie, 7. DIC subakut dapat terjadi sekunder


epistaksis, perdarahan gusi, terhadap gangguan faktor
melena. pembekuan.
Kolaborasi :
1. Awasi Hb, Ht, trombosit dan faktor 1. Indikator adanya perdarahan aktif,
pembekuan. hemokonsentrasi, atau terjadinya
komplikasi ( DIC ).
2. Berikan obat sesuai indikasi : vit 2. Meningkatkan sintesis protrombin
K, D,dan C. dan koagulasi. Kekurangan vit C
meningkatkan kerentanan
terjadinya iritasi / perdarahan.

DX.10. Ansietas berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan


perdarahan
Kriteria evaluasi :
Pasien akan :
- Melaporkan ansietas menurun sampai tingkat yang dapat ditangani.
- tampak rileks.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Universitas Indonesia
Mandiri :
1. Kaji rasa cemas yang dialami 1. Menetapkan tingkat kecemasan
pasien. yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya 2. Pasien bersifat terbuka dengan
dengan pasien. perawat.
3. Tunjukkan sifat empati. 3. Sikap empati akan membuat pasien
merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk 4. Meringankan beban pikiran pasien.
mengungkapkan perasaannya.
5. Gunakan komunikasi terapeutik. 5. Agar segala sesuatu yang
disampaikan diajarkan pada pasien
memberikan hasil yang efektif.
6. Berikan informasi tentang proses 6. Mengetahui apa yang diharapkan
penyakit dan antisipasi tindakan. dapat menurunkan ansietas.
7. Jadwalkan istirahat dan tidur 7. Membatasi kelemahan, menghemat
adekuat . energi, dan meningkatkan
kemampuan koping.

DX 11. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
Kriteria evaluasi :
Pasien akan :
Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan resiko komplikasi.
Berpartisipasi dalam pengobatan.
Intervensi :
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Jelaskan pentingnya pembatasan 1. Memberikan informasi pada pasien
aktifitas selama periode penurunan untuk merencanakan rutinitas /
trombosit aktifitas tanpa menimbulkan
masalah.
2. Jelaskan gejala yang memerlukan 2. Upaya intervensi untuk
intervensi medik seperti akral/ menurunkan resiko komplikasi
tangan dingin, epistaksis, serius seperti perdarahan, tanda
perdarahan gusi,melena, sesak. syok.
3. Dorong aktifitas sesuai toleransi 3. Mencegah kelemahan, dapat
dengan periode istirahat periodik. meningkatkan penyembuhan dan
perasaan sehat, dan mempermudah
kembali ke aktifitas normal.
4. Diskusikan penghindaran 4. Menurunkan resiko perdarahan
penggunaan sikat gigi, sehubungan dengan trauma dan
menggunakan sikat gigi halus/ obat perubahan koagulasi.
kumur, membersihkan kotoran
hidung dengan keras.
Universitas Indonesia
5. Anjurkan klien menghindari 5. Menurunkan rangsangan pada
makanan / minuman karbonat, asam lambung dan menceegah
pedas dan asam. iritasi
6. Diskusikan perawatan, pengobatan, 6. Memberikan dasar pengetahuan
proses penyakit dan prognosis. dimana pasien dapat membuat
pilihan berdasarkan informasi.
7. Dorong pertanyaan, ekspresi 7. Komunikasi efektif dan dukungan
masalah. turunkan cemas dan tingkatkan
penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai