Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN KEBUTUHAN NYAMAN

TERBEBAS DARI NYERI


diajukan untuk memenuhi tugas CBL I

Dosen pembimbing:
Anggriana TW, M.Kep

Disusun oleh:
Fery Fatur Rahman Saleh
302019097

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
Jln. K. H. Ahmad Dahlan dalam No. 6 Bandung
2021
GANGGUAN KEBUTUHAN AMAN NYAMAN

A. Konsep Dasar
1. Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori nyeri dan emosional yang tidak menyenangkan
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual dan potensial yang tidak
menyenagkan yang terlokalisasi pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut
dengan istilah distruktif dimana jaringan rasanya seperti di tusuk-tusuk, panas
terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan mual (Judha, 2012).
Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan.
Serangan mendadak atau pelan intensitasnya dari ringan sampai berat yang dapat
diantisipasi dengan akhir yang dapat diprediksi dan dengan durasi kurang dari 6 bulan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional); awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas
ringan hingga berat hingga akhir yang dapat diantisipasi atau di prediksi. (NANDA,
2015). Nyeri kronis serangan yang tiba-tiba atau lambat dari intesitas ringan hingga
berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung > 3 bulan
(NANDA, 2012).

2. Faktor yang mempengaruhi nyeri


1)      Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya
pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri
dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak
juga mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan
mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko
tinggi mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya
komplikasi penyakit dan degeneratif.
2)      Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh
menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang
sama. Namun secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna
dalam berespon terhadap nyeri.
3)      Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu
yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup
(introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang.
Dengan demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial
endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4)      Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna
nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap
nyeri.
5)      Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun.
6)      Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
7)      Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
8)      Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
di masa datang.
9)        Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan
hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki
lokus kendali eksternal mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan
mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil
akhir suatu peristiwa.
10)    Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan
dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun
kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

3. mekanisme terjadinya nyeri


Munculnya nyeri sangat berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf
sangat bebas yang memiliki sedikit mielin yang tersebar pada kulit dan mukosa,
khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati, dan kantong empedu.
Reseptor nyeri dapat memberikan respons akibat adanya stimulasi atau rangsangan.
Stimulasi tersebut dapat berupa kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh
zat kimiawi di antaranya seperti histamin, bradikinin, prostaglandin, dan macam-
macam asam seperti adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau
stimulasi yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan.
Selanjutnya, stimulasi yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa
impuls-impuls nyen ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut
A (delta) yang bermielin rapat dan serabut lamban (serabut C). Impuls- impuls yang
ditransmisikan olch serabut delta A mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke
serabut C. Serabut-serabut aferen masuk ke spinal melalui akar dorsal (dorsal rood
serta sinaps pada dorsal horn. Dorsal horn tersebut terdiri atas beberapa lapisan atau
lamina yang saling bertautan. Di antara lapisan dua dan tiga membentuk substantia
gelatinosa yang merupakan saluran utama impuls. Kemudian, impuls nyeri
menyeberangi sumsum tulang belakang pada interneuron dan bersambung ke jalur
spinal asendens yang paling utama, yaitu jalur spinothalamic tract (STT) atau jalur
spinothalamus dan spinoreticular tract (SRT) yang membawa informasi mengenai
sifat dan lokasi nyeri. Dar proses transmisi terdapat dua jalur mekanisme terjadinya
nyeri, yaitu jalur opiate dan jalur nonopiate. Jalur opiate ditandai oleh pertemuan
reseptor pada otak yang terdir; atas jalur spinal desendens dari talamus, yang melalui
otak tengah dan medula, ke tanduk dorsal sumsum tulang belakang yang berkonduksi
dengan nociceptor impuls supresif. Serotonin merupakan neurotransmiter dalam
impuls supresif. Sistem supresif lebih mengaktifkan stimulasi nociceptor yang
ditransmisikan oleh serabut A. Jalur nonopiate merupakan jalur desenden yang tidak
memberikan respons terhadap naloxone yang kurang banyak diketahui
mekanismenya. [ CITATION Uli10 \l 2057 ]

Mekanisme timbulnya nyeri didasari olehproses multipel yaitu nosisepsi, sensitisasi


perifer,perubahan fenotip, sensitisasi sentral, eksitabilitas ektopik, reorganisasi
struktural, dan penurunan inhibisi. Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman
subjektif nyeri terdapat empat proses tersendiri : tranduksi, transmisi, modulasi,dan
persepsi.
Transduksi adalah suatu proses dimanaakhiran saraf aferen menerjemahkan
stimulus(misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif Ada tiga tipe serabut
saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan C.Serabut
yang berespon secara maksimal terhadap stimulasi non noksius dikelompokkan
sebagai serabut penghantar nyeri, atau nosiseptor. Serabut ini adalah A-delta dan
C.Silent nociceptor, juga terlibat dalam proses transduksi, merupakan serabut saraf
aferen yang tidak bersepon terhadap stimulasi eksternal tanpa adanya mediator
inflamasi.
Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu dorsalis
medulla spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak. Neuron aferen
primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal elektrik dan
kimiawi.Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya
berhubungan dengan banyak neuron spinal.
Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related neural
signals). Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula spinalis,dan mungkin
juga terjadi di level lainnya. Serangkaian reseptor opioid seperti mu, kappa, dan delta
dapat ditemukan di kornu dorsalis. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur desending
berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya keotak tengah
(midbrain) dan medula oblongata,selanjutnya menuju medula spinalis. Hasil dari
proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau bahkan penghambatan (blok)
sinyal nosiseptif di kornudorsalis.
Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan hasil
dariinteraksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis, dan
karakteristik individu lainnya.
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syarafbebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secaara potensial
merusak.Reseptor nyeri disebut juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri
(nociseptor) ada yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf
aferen. [ CITATION Bac17 \l 2057 ]

4. Perbedaan Nyeri Akut dan Nyeri Kronis


a. Nyeri akut
Nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius akibat kerusakan jaringan, proses
penyakit, maupun fungsi abnormal otot atau organ viseral. Nyeri akut selalu bersifat
nyeri nosiseptif. Nyeri nosiseptif berfungsi untuk mendeteksi, melokalisasi, dan
membatasi kerusakan jaringan. Nyeri nosiseptif berfungsi membangkitkan refleks
menghindar (withdrawal reflex) guna mencegah terjadinya kerusakan jaringan.
Nyeri nosiseptif terjadi sebelum adanya kerusakan jaringan dan bersifat protektif
untuk mempertahankan keutuhan tubuh kita. Jika telah terjadi kerusakan jaringan,
maka nyeri nosiseptif berubah menjadi nyeri akut, Karena jarak antara nyeri
nosiseptif dan nyeri akut hanya beberapa detik dan mekanismenya pun sama, maka di
dalam klinik nyerl nosiseptif selalu diidentikkan dengan nyer akut.
Nyeri akut adalah nyeri yang bersifat sementara (self-limited) karena akan
menghilang seirama dengan penyembuhannya yang normalnya berlangsung beberapa
hari atau minggu. Bentuk- bentuk yang paling umum dari nyeri akut adalah nyeri
pascatrauma, pascabedah, dan nyeri persalinan serta nyeri yang terkait dengan
penyakit medis akut,seperti infark miokard, pankreatitis, batu ginjal, dll. Nyeri akut
selalu diikuti dengan respons stress neuroendokrin sistemik yang sebanding dengan
intensitas nyeri. Ketika nyeri menetap setelah penyembuhan usai, nyeri akut berubah
menjadi nyeri kronis.
Ada dua jenis nyeri akut, yakni nyeri somatik jika berasal dari jaringan soma dan
nyeri viseral jika nyeri berasal dari organ viseral (jantung, ginjal, usus, dil.).
1) Nyeri somatik: nyeri akibat input nosiseptif pada bagian luar tubuh. Nyeri somatik
dapat berasal dari kulit, ligamentum, tendon, otot, sendi, dan tulang. Nyeri somatik
dapat dibagi lagi menjadi nyeri somatik superfisial dan dalam. Nyeri somatik
superfisial terjadi jika input nosiseptif berasal dari jaringan kulit, subkutan, atau
dinding mukosa. Gejala nyerinya sangat khas, lokalisasinya sangat jelas (dapat
ditunjuk dengan telunjuk), dan digambarkan sebagai sensasi yang tajam, menusuk,
atau berdenyut,
Nyeri somatik dalam, jika nyeri berasal dari otot, tendon, sendi, atau tulang. Berbeda
dengan nyeri somatik superfisial, di sini nyerinya terasa tumpul, dan lokalisasinya
kurang jelas. Selain itu, intensitas nyeri serta lama perlangsungan stimulus dapat
memengaruhi daerah lokalisasinya. Sebagai terlokalisasi pada siku, tetapi luka berat
atau contoh, nyeri akibat luka ringan pada sendi akan berkepanjangan pada siku
sering, menyebabkan nyeri pada seluruh lengan.
2. Nyeri viseral: nyeri yang berasal dari organ internal mayor. Viseral adalah organ
tubuh yang terletak di dalam rongga tubuh seperti rongga abdomen dan rongga
toraks. Nyeri akut viseral disebabkan oleh proses penyakit atau fungsi abnormal yang
mengenai organ internal atau pembungkusnya (misalnya pleura parietal, perikardium,
dan peritoneum). Hanya beberapa organ yang dapat menimbulkan rasa nyeri yang
dalam ini karena adanya perbedaan persarafan organ. Organ visera yang memiliki
nosiseptor, yaitu saraf sensorik yang dapat mentransmisikan nyerl ke otak setelah
cedera, dapat mengakibatkan nyeri visera yang dalam bila terluka. Gambaran klinis
nyeri visceral adalah:
a). Nyeri viseral hanya bisa ditimbulkan oleh beberapa organ viseral.
b). T'idak berhubungan dengan cedera pada organ viseral.
c). Merupakan nyeri rujukan dari organ lain, nyeri yang terkait dengan proses
penyakit yang melibatkan peritoneum atau pleura di sekitar diafragma bagian tengah
dirujuk ke leher dan bahu, sedangkan nyeri dari proses penyakit yang mengenai
permukaan parietal di daerah diafragma perifer dirujuk ke dada atau dinding perut
bagian atas.
d). Bersifat difus dan tidak terlokalisasi, biasanya pada garis tengah (tidak dapat
ditunjuk dengan telunjuk tapi dengan telapak tangan).
e). Disertai dengan refleks otonomik dan motorik yang berlebihan sehingga pasien
nampak sakit berat disertai dengan gejala mual, muntah, berkeringat, serta perubahan
tekanan darah dan nadi.

b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap melampaui proses penyakit akut atau
melebihi waktu penyembuhan normal, yang biasanya berlangsung 3 hingga 6 bulan.
Nyeri kronis dapat berasal dari di mana faktor psikologis lingkungan dan sosial nyeri
nosiseptif, neuropatik, maupun campurannya, memainkan peran utama. Pasien
dengan nyeri kronis sering kali memilliki respons stres neuroendokrin yang kurang
atau tidak ada, tetapi memiliki gangguan tidur dan emosional (suasana hati) yang
menonjol. Nyeri neuropatik secara klasik bersifat serangan (paroxysmal) dan tertusuk
tajam (lacinating) atau seperti terbakar. Ciri khas dari nyeri neuropatik adalah jika
ditemukannya dua macam gejala secara bersamaan, yakni gejala hipolgesia (sensasi
yang berkurang) dan hiperalgesia (sensasi yang bertambah). Jika dikuti dengan
hilangnya input sensorik (misalnya, pada amputasl) ke dalam system saraf pusat,
maka disebut nyeri deaferensasi. Jika sistem simpatis memainkan peran utama,
disebut sebagai symphatically maintained pain.
Nyeri kronis dapat dijumpai pada gangguan muskuloskeletal kronis, gangguan viseral
kronis, lesi saraf perifer, akar saraf, atau ganglion akar dorsalis (termasuk neuropatik
diabetik, kausalgia, nyeri phantom, dan nyeri pasca-herpes), lesi pada sistem saraf
pusat (stroke, cedera pada medulla spinalis, dan multipel sklerosis), dan nyeri kanker.
Nyeri pada gangguan muskuloskeletal (misalnya, rheumatoid arthritis dan
osteoarthritis) secara primer bersifat nosiseptif, sedangkan nyeri yang terkait dengan
gangguan saraf perifer atau sentral bersifat neuropatik. Nyeri yang terkait dengan
beberapa gangguan, misalnya, kanker dan sakit punggung kronis (terutama setelah
pembedahan), merupakan campuran antara nosiseptif dan neuropatik. [ CITATION
Tan19 \l 2057 ]

5. Manajemen Nyeri
a. Farmakologi
Manajemen farmakologi yang dilakukan adalah pemberian analgesik atau obat
penghilang rasa sakit.
Penatalaksanaan farmakalogi adalah pemberian obat-obatan untuk mengurangi nyeri.
Obat-obatan yang diberikan dapat digolongkan kedalam:
1).Analgesik opioid (narkotik)
Analgesik opioid terdiri dari turunan opium, seperti morfin dan kodein. Opioid
meredakan nyeri dan memberi rasa euforia lebih besar dengan mengikat reseptor
opiat dan mengaktivasi endogen (muncul dari penyebab di dalam tubuh) penekan
nyeri dalam susunan saraf pusat. Perubahan alam perasaan dan sikap serta perasaan
sejahtera membuat individu lebih nyaman meskipun nyeri tetap dirasakan (Kozier, et
al., 2010).
Opioid adalah obat yang aman dan efektif. Obat-obatan ini bekerja dengan cara
meningkatkan sensitivitas dan durasi yang lebih lama dalam menurunkan nyeri yang
dialami seseorang (Closs, 1994 dalam Brigss, 2002).
2).Obat-obatan anti-inflamasi nonopioid/nonsteroid (non steroid antiinflamation
drugs/NSAID)
Non opioid mencakup asetaminofen dan obat anti inflamasi non steroid (NSAID)
seperti ibuprofen. NSAID memiliki efek anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik,
sementara asetaminofen hanya memiliki efek analgesik dan antipiretik. Obat-obatan
ini meredakan nyeri dengan bekerja pada ujung saraf tepi di tempat cedera dan
menurunkan tingkat mediator inflamasi serta mengganggu produksi prostaglandin di
tempat cedera (Kozier, et al., 2010).
3). Analgesik penyerta
Analgesik penyerta adalah sebuah obat yang bukan dibuat untuk penggunaan
analgesik tetapi terbukti mengurangi nyeri kronik dan kadang kala nyeri akut, selain
kerja utamanya. Misalnya, sedatif ringan atau penenang dapat membantu mengurangi
ansietas, stres dan ketegangan sehingga pasien dapat tidur dengan baik di malam hari.
Antidepresan digunakan untuk mengatasi gangguan depresi atau gangguan alam
perasaan yang mendasari tetapi dapat juga meningkatkan strategi nyeri yang lain.
Antikonvulsan, biasanya diresepkan untuk mengatasi kejang, dapat berguna dalam
mengendalikan neuropati yang menyakitkan.

b. Manajemen nyeri non farmakologi


merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi atau menghilangkan nyeri
dengan pendekatan non farmakologi (Smeltzer, 2001:223).
Tindakan non farmakologis dapat digunakan sebagai pelengkap dalam pemberian
analgesik, tetapi tindakan non farmakologis tidak ditujukan sebagai pengganti
analgesik (Urden, 2009:145).
Terdapat beberapa jenis tindakan non farmakologis antara lain: teknik relaksasi,
distraksi masase, terapi es dan panas, dan stimulasi saraf elektris transkutan.
1) Relaksasi.
Relaksasi adalah metode pengenda-lian nyeri non farmakologik yang paling sering
digunakan di Inggris. Metode ini menggunakan pendidikan dan latihan pernafasan
dengan prinsip dapat mengurangi nyeri dengan cara mengurangi sensasi nyeri dan
mengontrol intensitas reaksi terhadap nyeri, relaksasi dapat dilakukan dengan cara
ciptakan lingkungan yang tenang, tentukan posisi yang nyaman, konsentrasi pada
suatu obyek atau bayangan visual, dan melepaskan ketegangan.
2) Distraksi.
Distraksi merupakan tindakan yang memfokuskan perhatian pada sesuatu selain pada
nyeri misalnya menonton film. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri
dengan menstimulasi sitem kontrol desendens yang mengaki-batkan lebih sedikit
stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung pada
kemampuan pa-sien untuk menerima dan membangkitkan input sensori selain nyeri .
Asmadi (2008) mengelompokan beberapa teknik distraksi yang dapat dilakukan
antara lain, bernapas lambat dan berirama secara teratur, menyanyi berirama dan
menghitung ketukannya, mendengarkan musik mendorong klien untuk menghayal
(guided imagery) tekniknya sebagai berikut, atur posisi nyaman pada klien, dengan
suara yang lembut mintakan klien untuk memikirkan hal-hal yang menyenangkan
atau pengalaman yang membantu semua indra, minta klien untuk tetap fokus pada
bayangan yang menyenangkan sambil merelaksasikan tubuhnya, bila klien tampak
relaks perawat tidak perlu berbicara lagi.
3)TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
TENS merupakan salah satu teknik pengendalian nyeri non farmakologik karena
teknik tersebut menyebakan pelepasan endorphin, seperti penggunaan placebo
(substansi Inert). Efek placebo timbul dari produksi alamiah (endogen) endorfin
dalam dalam sistem kontrol desenden. Efek ini merupakan respon fisiologis sejati
yang dapat di putar balik oleh nalokson, suatu antagonis narkotik.
4)Terapi Es
Terapi es dapat menurunkan prostaglandin yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri
dan subkutan lain pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi
panas mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan
kemungkinan dapat menurunkan nyeri dengan mempercepat penyembuhan.
5) Massage (pijatan)
Ada beberapa teknik pijatan yang dapat dilakukan yaitu, remasan pada otot bahu,
selang seling tangan memijat punggung dengan tekanan pendek, cepat dan bergantian
tangan, petria-si dengan menekan punggung secara horizontal kemudian pindah
tangan dengan arah yang berlawanan dengan mengguakan gerakan meremas, tekanan
menyikat secara halus tekan punggung dengan menggunakan ujung-ujung jari untuk
mengakhiri pijatan. [ CITATION May16 \l 2057 ]

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pemenuhan Rasa Nyaman


1. Pengkajian Nyeri
Pengkajian nyeri yang tepat dibutuhkan untuk menetapkan data dasar, untuk
menegakkan diagnose keperawatan yang tepat, untuk menyeleksi terapi yang cocok,
dan untuk mengevaluasi respon klien terhadap terapi.
Pengkajian nyeri yang dilakukan meliputi pengkajian data subjektif dan data objektif.
a. Data Subjektif
1) Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan individu.
Individu merupakan penilai terbaik dari nyeri yang dialaminya dan karenanya harus
diminta untuk menggambarkan dan membuat tingkatannya. Penggunaan skala
intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan reliabel dalam menentukan intensitas
nyeri. Sebagian skala menggunakan kisaran 0-10 dengan 0 menandakan “tanpa nyeri”
dan angka tertinggi menandakan “kemungkinan nyeri terburuk” untuk individu
tersebut.
a). Face Pain Scale (FPS)
FPS dimaksuskan untuk mengukur bagaimana tingkat nyeri pasien yang mereka
rasakan. Setiap tampilan ekspresi wajah menunjukkan hubungan dengan nyeri yang
dirasakan. Versi terbaru dari FPS menampilkan gambar 6 wajah bergaris disajikan
dalam orientasi horizontal. Pasien diinstruksikan untuk menunjuk ke wajah yang
paling mencirikan intensitas nyeri yang mereka rasakan.

b). Verbal Rating Scale (VRS)


VRS adalah skala ordinal yang biasanya digambarkan menggunakan 4-6 kata sifat
untuk menggambarkan peningkatan intensitas nyeri. Pasien diminta untuk memilih
kata yang menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan. Metode ini mudah dipahimi
oleh pasien dengan gangguan non kognitif namun tidak memiliki akurasi dan
sensivitas.
c). Numeric Rating Scale (NRS)
NRS digunakan untuk menilai intensitas dan memberi kebebasan penuh klien untuk
mengidentifikasi keparahan nyeri (Potter & Perry 2005). Krebs, Carey, & Weinberger
(2007) mengkategorikan skor NRS 1-3 (nyeri ringan), 4-6 (nyeri sedang), dan 7-10
(nyeri berat).

d). Visual Analog Scale (VAS)


VAS merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri dan memiliki alat
keterangan verbal pada setiap ujungnya(Potter & Perry , 2005:1511). VAS berbentuk
garis horizontal sepanjang 10 cm, dan ujungnya mengindikasikan nyeri yang berat.
Pasien diminta untuk menunjuk titik pada garis yang menunjukkan letak nyeri terjadi
di sepanjang rentang tersebut. Ujung kiri biasanya menandakan “tidak ada” atau
“tidak nyeri”, sedangkan ujung kanan menandakan “berat” atau “nyeri yang paling
buruk”. Untuk menilai hasil, sebuah penggaris diletakkan sepanjang garis dan jarak
yang dibuat pasien pada garis dari “tidak ada nyeri” diukur dan ditulis dalam
sentimeter.

2) Karakteristik nyeri
Adapun karakteristik nyeri menggunakan metode P, Q, R, S, T diantaranya adalah
sebagai berikut.
(a) Faktor Pencetus (P: Provoking Incident)
Pengkajian untuk mengindentifikasi faktor yang menjadi predisposisi nyeri.
Bagaimana peristiwa sehingga terjadi nyeri?
Faktor apa saja yang bisa menurunkan nyeri?
(b) Kualitas (Q: Quality of Pain)
Pengkajian untuk menilai bagaimana rasa nyeri dirasakan secara subyektif. Karena
sebagian besar deskripsi sifat dari nyeri sulit ditafsirkan.
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan pasien?
Bagaimana sifat nyeri yang digambarkan pasien?
(c) Lokasi (R: Region)
Pengkajian untuk mengindentifikasi letak nyeri secara tepat, adanya radiasi dan
penyebabnya.
Dimana (dan tunjukan dengan satu jari) rasa nyeri paling hebat mulai dirasakan?
Apakah rasa nyeri menyebar pada area sekitar nyeri?
(d) Keparahan (S: Scale of Pain)
Pengkajian untuk menentukan seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien.
Pengkajian ini dapat dilakukan berdasarkan skal nyeri dan pasien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit memengaruhi kemampuan fungsinya. Berat ringannya suatu
keluhan nyeri bersifat subyektif.
Seberapa berat keluhan yang dirasakan.
Dengan menggunakan rentang 0-9.
Keterangan:
0 = Tidak ada nyeri
1-2-3 = Nyeri ringan
4-5 = Nyeri sedang
6-7 = Nyeri hebat
8-9 = Nyeri sangat
10 = Nyeri paling hebat
(e) Waktu (T: Time)
Pengkajian untuk mendeteksi berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
Kapan nyeri muncul?
Tanyakan apakah gejala timbul mendadak, perlahan-lahan atau seketika itu juga?
Tanyakan apakah gejala-gejala timbul secara terus-menerus atau hilang timbul.
Tanyakan kapan terakhir kali pasien merasa nyaman atau merasa sangat sehat.

3) Faktor yang meredakan atau memperberat nyeri


Perawat perlu mengkaji faktor-faktor yang memperberat nyeri pasien misalnya
peningkatan aktivitas, perubahan suhu, stres dan yang lainnya, sehingga dengan
demikian perawat dapat memberikan tindakan yang tepat untuk menghindari
peningkatan respon nyeri pada klien. Faktor yang meredakan nyeri, misalnya
gerakan,kurang bergerak, pengerahan tenaga, istirahat, obat-obatan bebas, dan apa
yang dipercaya pasien dapat membantu mengatasi nyerinya. Akan sangat bermanfaat
apabila perawat mengetahui apakah klien mempunyai cara yang efektif untuk
menghilangkan nyeri sepertimerubah posisi, melakukan tindakan ritual (melangkah,
berayun-ayun, menggosik) makan, meditasi, atau mengompres bagian yang nyeri
dengan kompres dingin atau hangat.
4) Efek nyeri terhadap klien
Klien yang merasakan nyeri setiap hari akan mengalami gangguan dalam kegiatan
sehari-harinya. Apabila klien mengalami nyeri maka perawat perlu mengkaji kata-
kata yang diucapkan, respon verbal (meringis, menangis), gerakan wajah dan tubuh
(meringis sambil mengguling ke kanan, melindungi area nyeri), interaksi sosial klien,
dan aktivitas klien.Pada aktivitas sehari-hari nyeri menyebabkan klien kurang mampu
berpartisipasi dalam aktivitas rutin.Seperti pada kehidupan sehari-hari, misalnya
tidur, nafsu makan, konsentrasi, interaksi dengan orang lain, gerakan fisik, bekerja,
dan aktivitas-aktivitas santai.
b. Data Objektif
1) Respon Perilaku
Respons perilaku terhadap nyeri dapat mencakup pernyataan verbal, perilaku vokal,
ekspresi wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dengan orang lain, atau perubahan
respons terhadap lingkungan. Respons perilaku ini sering ditemukan dan kebanyakan
diantaranya dapat diobservasi. Respon perilaku yang ditunjukkan klien yang
mengalami nyeri bermacam-macam.
2) Respons fisiologis antara lain seperti meningkatnya peranfasan dan denyut nadi,
meningkatnya tekanan darah, meningkatnya ketegangan otot, dilatasi pupil,
berkeringat, wajah pucat, mual dan muntah. Respon fisiologis ini dapat digunakan
sebagai pengganti untuk laporan verbal dari nyeri pada klien tidak sadar .Pada saat
impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan thalamus, sistem
saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari repoon stres. Stimulus pada
cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis. Perawat
perlu untuk mengkaji klien berkaitan adanya perubahan-perubahan pada respon
fisiologis terhadap nyeri di atas untuk mendukung diagnosa dan membantu dalam
memberikan terapi yang tepat.
3) Respons Afektif
Respon afektif juga perlu diperhatikan oleh seorang perawat di dalam melakukan
pengkajian terhadap pasien dengan gangguan rasa nyeri. Ansietas (kecemasan) perlu
digali dengan menanyakan pada pasien seperti: “apakah saat ini Anda merasakan
cemas?. Selain itu juga adanya depresi, ketidaktertarikan pada aktivitas fisik dan
perilaku menarik diri dari lingkungan yang perlu diperhatikan. Respons afektif seperti
cemas, marah, tidak nafsu makan, kelelahan, tidak punya harapan, dan depresi juga
terjadi pada klien yang mengalami nyeri. Cemas sering diasosiasikan sebagai nyeri
akut dan frekuensi dari nyeri tersebut dapat diantisipasi. Sedangkan depresi sering
diasosiasikan sebagai nyeri kronis.

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul dengan gangguan rasa nyaman


dan keamanan
Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah suatu penilaian klinis terhadap
adanya pengalaman dan respon individu, keluarga ataupun komunitas terhadap
masalah kesehatan, pada risiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan.
Diagnosis keperawatan adalah bagian vital dalam menentukan proses asuhan
keperawatan yang sesuai dalam membantu pasien mencapai kesehatan yang optimal.
Mengingat diagnosis keperawatan sangat penting maka dibutuhkan standar diagnose
keperawatan yang bisa diterapkan secara nasional di Indonesia dengan mengacu pada
standar diagnosa yang telah dibakukan sebelumnya [ CITATION PPN17 \l 2057 ]
Diagnosa keperawatan menurut [ CITATION PPN17 \l 2057 ] dalam buku Standar
Diagnosa Keperawatan Indonesia adalah Gangguan Rasa Nyaman berhubungan
dengan gejala penyakit.Tanda dan gejala mayor, subjektif: mengeluh mual, merasa
ingin muntah, tidak berminat makan. Gejala dan tanda minor, subjektif: merasa asam
di mulut, sensasi panas/dingin, sering menelan, objektif: saliva meningkat, pucat.
Diagnosa Keperawatan pada kasus 11 adalah :
1. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak murung,
tekanan darah meningkat, pola nafas berubah
2. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Bahan kimia iritatif d.d Kerusakan
jaringan: ukuran luka 5 x 3 x 2 cm, nyeri (+) skala 2 (1-5), kemerahan
3. Hipertermia b.d Proses penyakit d.d Suhu tubuh diatas nilai normal S: 38ºC
4. Resiko ketidakstabilan glukosa darah b.d GDS yang meningkat 380 mg/dl, dan
300 mg/dl

3. Intervensi Keperawatan yang diberikan pada pasien dengan kebutuhan rasa


aman dan kenyamanan
Intervensi keperawatan adalah suatu tindakan yang dirancang oleh perawat, atau
suatu perawatan yang di lakukan berdasarkan penilaian secara klinis dan pengetahuan
perawat yang bertujuan untuk meningkatkan outcome pasien atau klien. Perencanaan
keperawatan mencakup perawatan langsung serta perawatan tidak langsung. Kedua
perawatan ini ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat dan orang-orang
yang dirujuk oleh perawat, dirujuk oleh dokter maupun pemberian layanan kesehatan
lainnya [ CITATION PPN18 \l 2057 ]

NO DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
DX KEPERAWATAN
1 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan MANAJEMEN NYERI
perawatan selama (I.08238)
2x24 jam Tingkat Observasi:
Nyeri menurun, 1. Identifikasi lokasi,
dengan KRITERIA karakteristik, durasi, frekuensi,
HASIL: kualitas, intensitas nyeri
 Keluhan nyeri 5 2. Identifikasi skala nyeri
 Pola nafas 5 3. Identifikasi faktor yang

 Tekanan darah 5 memperingan dan


memperberat nyeri
Terapeutik:
4. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
Terapi musik, teknik imajinasi
terbimbing, dll)
5. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu, ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
6. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:
7. Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
8. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
10. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan PERAWATAN LUKA
kulit/jaringan (D.0192) perawatan selama (I.14564)
2x24 jam integritas Observasi:
kulit dan jaringan 1. Monitor karakteristik luka
meningkat, dengan (mis. Drainase, warna, ukuran,
KRITERIA HASIL: bau)
 Kerusakan jaringan 2. Monitor tanda-tanda infeksi
5 Terapeutik:
 Nyeri 5 3. Lepaskan balutan dan plester
 Kemerahan 5 secara perlahan
4. Cukur rambut di sekitar
daerah luka, jika perlu
5. Bersihkan dengan cairan NaCl
atau pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
6. Bersihkan jaringan nekrotik
7. Berikan salep yang sesuai ke
kulit/lesi, jika perlu
8. Pasang balutan sesuai jenis
luka
9. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka
10. Ganti balutan sesuai jumlah
eksudat dan drainase
Edukasi:
11. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
Kolaborasi:
12. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
3 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan MANAJEMEN
perawatan selama HIPERTERMIA (I.15506)
2x24 jam Observasi:
Termoregulasi 1. Identifikasi penyebab
membaik, dengan hipertermia
KRITERIA HASIL: 2. Monitor suhu tubuh
 Takipnea 1 Terapeutik:
 Suhu tubuh 5 3. Sediakan lingkungan yang
dingin
4. Longgarkan atau lepaskan
pakaian
5. Basahi dan kipasi permukaan
tubuh
6. Berikan cairan oral
7. Ganti linen setiap hari atau
lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis
Edukasi:
8. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
9. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu
4 Ketidakstabilan Kadar MANAJEMEN
A. Kadar glukosa
Glukosa Darah ( D.0027 ) HIPOGLIKEMIA (I.03115)
darah
Dipertahankan Observasi :
pada ...
- Identifikasi tanda dan
ditingkatkan ke...
1. Glukos gejala hipoglikemia
a darah tidak
- Identifikasi kemungkinan
ada deviasi dari
kisaran normal penyebab hipoglikemia
2. Urin
Terapeutik:
glukosa tidak
ada deviasi dari - Berikan karbohidrat
kisaran normal
sederhana, jika perlu
B. Keparahan - Berikan glukagon, jika
hiperglikemia
perlu
dipertahankan pada
.... ditingkatkan - Berikan karbohidrat
ke.... kompleks dan protein
1. Pening
sesuai diet
katan urin
output tidak - Pertahankan kepatenan
ada
jalan nafas
2. Kehilan
gan berat - Pertahankan akses IV,Jika
badan yang
perlu
tidak bisa
dijelaskan tidak - Hubungi layanan medis
ada
darurat, jika perlu
3. Mulut
kering tidak Edukasi :
ada
- Anjurkan membawa
4. Pening
katan glukosa karbohidrat sederhana
darah tidak ada
setiap saat
C. Keparahan - Anjurkan memakai
hipoglikemia :
identitas darurat yang
dipertahankan pada
.... ditingkatkan tepat
ke....
- Anjurkan monitor kadar
1. Gemeta
r tidak ada glukosa darah
2. Berkeri
- Anjurkan berdiskusi
ngat tidak ada
3. Kelema dengan tim perawatan
han tidak ada
diabetes tentang
4. Kejang
tidak ada penyesuaian program
5. Koma
pengobatan
tidak ada
6. Penuru - Jelaskan interaksi antara
nan kadar
diet, insulin/agen oral, dan
glukosa darah
tidak ada olahraga
- Ajarkan pengelolaan
D. Status nutrisi :
Asupan Makanan hipoglikemia
dan cairan
- Ajarkan perawatan
dipertahankan pada
... ditingkatkan mandiri untuk mencegah
pada ....
hipoglikemia
1. Asupan Kolaborasi :
makanan secara
- Kolaborasi
oral
sepenuhnya pemberiandekstrose, jika
adekuat
perlu
2. Asupan
makanan secara - Kolaborasi pemberian
tube feeding
glukagon, jika perlu
sepenuhnya
adekuat
3. Asupan
cairan secara
oral
sepenuhnya
adekuat
4. Asupan
cairan intravena
sepenuhnya
adekuat
5. Asupan
nutrisi
parenteral
sepenuhnya
adekuat

E. Kontrol resiko
dipertahankan pada
… di tingkatkan
pada ….
1. F
aktor resiko
sering atau
secara
konsisten
diidentifikasi
2. F
aktor resiko di
lingkungan
sering atau
secara
konsisten
diidentifikasi
3. F
aktor resiko
individu sering
atau secara
konsisten
diidentifikasi
4. S
trategi yang
efektif dalam
mengontrol
resiko sering
atau secara
konsisten
dikembangkan
5. P
erubahan status
kesehatan
sering atau
secara
konsisten
dimonitor
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. N DENGAN GANGGUAN
KEBUTUHAN NYAMAN TERBEBAS DARI NYERI DI RUANG MELATI
RUMAH SAKIT AL - ISLAM BANDUNG

KASUS 11
AMAN DAN NYAMAN

Tn. N, 57 thn, 2 bulan sebelum masuk RS pasien merasa gatal-gatal pada punggung
kaki kanan dan digaruk, sehingga timbul luka. Pasien mengeluh frekuensi BAK
malam hari sering, banyak makan (+), banyak minum (+), Berat badan menurun
dirasakan mulai pertengahan tahun 2007. Sebulan sebelum masuk RS, kaki pasien
bengkak, bernanah, bau luka di kaki makin besar dan dalam. Pasien hanya
merawatnya dengan menggunakan rivanol dan ditutup perban, tetapi luka tidak
membaik. Saat pengkajian, pasien mengeluhkan nyeri dilukanya skala 5 (0-10), nyeri
seperti senut-senut, terasa jika ada pergerakan dan frekuensinya sering. Sehari setelah
dirawat di RS, pasien merasa sangat terpukul karena dokter mengatakan bahwa
dirinya menderita Diabetes mellitus, pasien membayangkan betapa sulitnya mengatur
makanan tiap hari, kontrol rutin ke RS dan minum obat rutin. Pasien juga sangat
khawatir karena tetangga pasien ada yang menderita DM dan luka di kaki akhirnya
diamputasi. Selama dirawat di RS, pasien mengkonsumsi biji mahoni 3xsehari yang
dibawakan oleh salah satu saudaranya yang menjenguknya. Menurut saudaranya
tersebut, mahoni adalah obat herbal untuk menyembuhkan DM. Namun karena takut
dengan dokter, pasien tidak menceritakan hal ini. Kemarin sore, saudara pasien yang
lain juga menganjurkan pasien banyak makan jengkol, karena jengkol juga bisa jadi
obat diabet. Pengkajian hari ke 3 perawatan di dapatkan.
Pasien tampak murung, agak pucat, BB = 60 Kg, TB = 170 cm, TTV: TD 140/90
mmHg, N: 90x/menit, RR 22 x/mnt, T: 38 oC, Pengkajian kaki: bengkak, kemerahan,
teraba hangat, ukuran luka 5 x 3 x 2 cm, nyeri (+) skala 2 (1-5) Hasil pemeriksaan
kultur Pus: MRSA (+). Hasil laboratorium; GDS = 380 mg%, dan 300 mg%,
Albumin 2,5, Hb 7,8, Leukosit 12.900
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
Nama : Tn. N
No. Medrec : 00001795
Umur : 57 Tahun
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jln. Kiara Condong, Rw 05 Rw 02, Kota Bandung,.
Tanggal masuk : 8 September 2007 jam 010.00 WIB
Rumah Sakit
Tanggal Pengkajian : 9 September 2007 jam 13.30 WIB
Tanggal dilakukan : 10 September 2007 jam 9.00 WIB
Operasi
Diagnosa Medis : Diabetes mellitus
2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. S
Umur : 52 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jln. Kiara Condong, Rw 05 Rw 02, Kota Bandung,
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa/Indonesia
Status Marital : Menikah
Hubungan dengan : Istri
3. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluhkan nyeri dilukanya skala 5 (0-10), nyeri seperti senut-senut,
terasa jika ada pergerakan dan frekuensinya sering.
3) Riwayat kesehatan dahulu
2 bulan sebelum masuk RS pasien merasa gatal-gatal pada punggung kaki kanan
dan digaruk, sehingga timbul luka. Pasien mengeluh frekuensi BAK malam hari
sering, banyak makan (+), banyak minum (+), Berat badan menurun dirasakan
mulai pertengahan tahun 2007. Sebulan sebelum masuk RS, kaki pasien
bengkak, bernanah, bau luka di kaki makin besar dan dalam. Pasien hanya
merawatnya dengan menggunakan rivanol dan ditutup perban, tetapi luka tidak
membaik..
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keturunan
4. Riwayat Psikososial
1) Status Sosial
Klien mengatakan sehari setelah dirawat di RS, pasien merasa sangat terpukul
karena dokter mengatakan bahwa dirinya menderita Diabetes mellitus, Klien
membayangkan betapa sulitnya mengatur makanan tiap hari, kontrol rutin ke RS
dan minum obat rutin. Pasien juga sangat khawatir karena tetangga pasien ada
yang menderita DM dan luka di kaki akhirnya diamputasi.
2) Status Spiritual
Tidak terkaji
5. Riwayat Aktivitas Sehari-hari
N ADL Sebelum Sakit Setelah Sakit
O
1. Nutrisi (Makan dan Makan : Klien - Banyak makan,
minum)→ frekuensi, jenis makan 3x sehari,
- Banyak minum
makanan, jenis minuman, dengan menu nasi
berapa banyak, keluhan dan lauk pauk tidak keluhan.
seadanya, kadang
- Berat badan
juga mengkonsumsi
ikan, daging atau menurun
sayur dan buah,
dirasakan mulai
sebanyak 1 porsi,
dan tidak ada pertengahan
keluhan. tahun 2007
Minum : klien
minum 6 gelas / hari
menggunakan oral,
berupa air putih,
tidak keluhan.
2. Eliminasi (BAB dan BAK) Klien BAK 5x/sehari - Klien BAK 6x
→ frekuensi, karakteristik, , warna kuning /hari, warna
warna, bau, keluhan jernih, tidak ada kuning jernih,
keluhan dan BAB tidak ada
1x/hari, warna keluhan.
kehitaman, lembek, - Dan BAB
tidak ada keluhan. 1x/hari, warna
kehitaman,
lembek, tidak
ada keluhan.
- Pasien mengeluh
frekuensi BAK
malam hari
sering
3. Istirahat tidur → lama tidur Malam (>7 jam), - Siang (<2-3 jam)
malam dan siang, keluhan tidak ada keluhan. - Malam(>7 jam),
tidak ada
keluhan.
4. Aktivitas → olahraga, Tidak Terkaji Tidak Terkaji
bekerja
5. Personal Hygiene (Mandi, Tidak Terkaji Tidak Terkaji
keramas, gosok gigi,
gunting kuku)

6. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda Vital
1) TD (tekanan darah) : 140/90 mmHg
2) N (nadi) : 90x/menit
3) R (respirasi) : 22x/menit
4) S (suhu) : 380C
b. Pemeriksaan Antropometri
1) BB (berat badan) : 60 kg
2) TB (tinggi badan) : 170 cm
3) BMI (Body Mask Index) : (30,6/obesitas)
4) Nyeri : skala 2 (1-5)
c. Pemeriksaan fisik head to toe
a) Kepala:
(1) wajah tampak murung,agak pucat.
b) Mata: (Tidak Terkaji)
(1) bentuk mata simetris, sklera anikterik, warna iris cokelat gelap,
konjungtiva ananemis, keadaan kelopak mata terlihat kehitaman disekitar
kedua mata, refleks mengedip normal.
c) Telinga: (Tidak Terkaji)
(1) Bentuk dan ukuran daun telinga simetris, tidak ada lesi, massa, maupun
nyeri tekan di belakang telinga. Tidak ada perdarahan dan peradangan di
lubang telinga, lubang telinga juga bersih dari kotoran. Fungsi
pendengaran normal.
d) Hidung: (Tidak Terkaji)
(1) Bentuk hidung simetris, tidak ada deformitas, tidak terdapat pernapasan
cuping hidung, mukosa hidung lembap, tidak ada hambatan jalan napas,
tidak ada nyeri tekan pada tulang hidung, sinus frontalis, dan maksilaris,
fungsi penciuman normal.
e) Mulut dan Pharing: (Tidak Terkaji)
(1) Warna bibir merah muda, tekstur lembek, tidak ada tanda hidrasi, tidak
ada lesi dan bengkak. Mukosa lembap, kebersihan mulut terjaga, tidak
terdapat karies gigi dan gigi tidak bolong.
f) Kulit dan otot-otot wajah: (Tidak Terkaji)
(1) Sensasi sentuhan ringan kulit wajah di area oftalmik, maksilaris, dan
mandibularis dalam keadaan normal. Tidak ada nyeri tekan pada otot
temporalis dan otot masseter normal. Klien juga dapat berbicara dengan
baik.
g) Leher dan bahu: (Tidak Terkaji)
(1) Tidak terdapat hiperpigmentasi di leher, bentuknya simetris, tidak ada
pembengkakan.
(2) Tidak ada peningkatan vena jugularis.
h) Dada dan punggung: (Tidak Terkaji)
(1) Bentuk dada simetris, tulang punggung normal, tidak ada lesi, massa, dan
nodul di bagian posterior. Pengembangan paru simetris, dan tidak ada
nyeri tekan. Saat perkusi terdengar suara resonan, hiperesonan dan
dullness. Saat di auskultasi suara paru vesikuler.
i) Abdomen: (Tidak Terkaji)
Tidak terdapat hiperpigmentasi di daerah perut, tidak ada kelainan bentuk,
tidak ada lesi, dan tampak simetris. Saat di auskultasi terdengar bising
usus 5x/menit, saat di perkusi terdengar suara timpani dan dullness, dan
saat di palpasi tidak terdapat nyeri tekan di daerah abnomen.
j) Genitalia: (Tidak Terkaji)
Distribusi rambut pubis merata, saat di inspeksi pada penis dan skrotum
tidak terdapat lesi, peradangan, maupun edema, dan ukurannya normal.
k) Ekstremitas atas : (Tidak Terkaji)
Kulit lembap, tidak terdapat sianosis atau bercak putih pada kuku, tidak
ada lesi, dan tidak mengalami pembengkakan. Bentuknya simetris, tidak
ada massa, tidak mengalami kekakuan, tidak tremor dan tidak terdapat
deformitas, kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah 5, refleks patella
positif, dan tidak terdapat varises pada ekstremitas, akral hangat.
l) Ekstremitas bawah :
Punggung kaki bengkak,kemerahan,teraba hangat, ukuran 5 x 3 x 2 cm,
nyeri (+) skala 2 (1-5)

7. Data Penunjang
Pemeriksaa Hasil Rujukan Interpretasi
n
GDS 380 mg/dl, dan 70-144 mg/dl Meningkat
300 mg/dl
Albumin 2,5 gr/dl 3,5 - 5,9 gr/dL Menurun
Hemoglobin 7,8 gl/dl 14 – 18 gr/dl Menurun
Leukosit 12.900 sel/uL 5000 – 10000 sel/uL Meningkat
a. Pemeriksaan kultur pus : MRSA (+)

A. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: Diabetes mellitus Nyeri akut
- Pasien mengeluhkan nyeri
Do: Kadar glukosa darah meningkat
- Tampak murung
- TD: 140/90 mmHg Kemampuan leukosit menurun

- RR: 22x/menit
Mikroba mudah masuk

Trauma

Luka pada kaki kanan

Mikroba masuk

Inflamasi

Tekanan pada ujung saraf meningkat

Px mengatakan terasa nyeri

Nyeri akut
2 Ds: Kerusakan sel beta Gangguan
- pasien merasa gatal-gatal pada integritas
punggung kaki kanan dan Ketidakseimbangan produksi insulin kulit/jaringan
digaruk, sehingga timbul luka
- Gula dalam darah tidak dapat dibawa
Do: masuk dalam sel
- Kerusakan jaringan: ukuran
luka 5 x 3 x 2 cm Anabolisme protein
- Nyeri (+) skala 2 (1-5)
- Kemerahan Kerusakan pada anti bodi

Kekebalan tubuh menurun

Neuropati sensori perifer

Ulkus pada kaki

Nekrosis luka

Kerusakan integritas jaringan


3 Ds: Faktor nyeri Hipertermia
-
Do: Hipoksia jaringan
- Suhu tubuh diatas nilai
normal S: 38ºC Sianosis
- Takipnea (RR: 22x/menit)
Kompensasi suhu di tubuh naik

Hipertermia
4 Ds : Ketidak patuhan penggunaan Resiko
ketidakstabilan
Insulin Kadar glukosa darah

Pola makan tidak


Do : teratur
- GDS : 380 mg/dl, dan
300 mg/dl (Meningkat) BMI abnormal (obesitas 1)
- TD : 140/90 mmHg
- N :90x/menit
Glukosa tidak dapat masuk
- R : 22x/menit Ke dalam sel
- S : 380C
- BB : 60 kg
- TB : 170 cm 380 mg/dl, dan 300 mg/dl
(Meningkat)
- BMI : (30,6/obesitas)

Resiko ketidakstabilan
Kadar glukosa darah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
5. Nyeri akut b.d Agen pencedera fisiologis d.d mengeluh nyeri, tampak murung,
tekanan darah meningkat, pola nafas berubah
6. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Bahan kimia iritatif d.d Kerusakan
jaringan: ukuran luka 5 x 3 x 2 cm, nyeri (+) skala 2 (1-5), kemerahan
7. Hipertermia b.d Proses penyakit d.d Suhu tubuh diatas nilai normal S: 38ºC
8. Resiko ketidakstabilan glukosa darah b.d GDS yang meningkat 380 mg/dl,
dan 300 mg/dl
C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NAMA PASIEN : Tn. N MEDREC : 00001795


RUANGAN : Melati DIAGNOSA MEDIS : Diabetes M
HARI/TANGGAL : 9 September 2007 jam 13.30 WIB NAMA PERAWAT : Tn.F

N
DIAGNOSA
O TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
DX
1 Nyeri akut (D.0077) Setelah dilakukan perawatan MANAJEMEN NYERI (I.08238)
selama 2x24 jam Tingkat Observasi:
Nyeri menurun, dengan 11. Identifikasi lokasi, karakteri
KRITERIA HASIL: durasi, frekuensi, kualitas, intens
 Keluhan nyeri 5 nyeri
 Pola nafas 5 12. Identifikasi skala nyeri

 Tekanan darah 5 13. Identifikasi faktor y


memperingan dan memperb
nyeri
Terapeutik:
14. Berikan teknik nonfarmakol
untuk mengurangi rasa nyeri (
Terapi musik, teknik imaji
terbimbing, dll)
15. Kontrol lingkungan y
memperberat rasa nyeri (mis. S
ruangan, pencahayaan, kebisinga
16. Pertimbangkan jenis dan sum
nyeri dalam pemilihan stra
meredakan nyeri
Edukasi:
17. Jelaskan penyebab, periode,
pemicu nyeri
18. Jelaskan strategi meredakan nyer
19. Ajarkan teknik nonfarmakol
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi:
20. Kolaborasi pemberian analgetik,
perlu
2 Gangguan integritas Setelah dilakukan perawatan PERAWATAN LUKA (I.14564)
kulit/jaringan (D.0192) selama 2x24 jam integritas Observasi:
kulit dan jaringan 13. Monitor karakteristik luka (
meningkat, dengan Drainase, warna, ukuran, bau)
KRITERIA HASIL: 14. Monitor tanda-tanda infeksi
 Kerusakan jaringan 5 Terapeutik:
 Nyeri 5 15. Lepaskan balutan dan plester se

 Kemerahan 5 perlahan
16. Cukur rambut di sekitar daerah l
jika perlu
17. Bersihkan dengan cairan NaCl
pembersih nontoksik, se
kebutuhan
18. Bersihkan jaringan nekrotik
19. Berikan salep yang sesuai
kulit/lesi, jika perlu
20. Pasang balutan sesuai jenis luka
21. Pertahankan teknik steril
melakukan perawatan luka
22. Ganti balutan sesuai jumlah eks
dan drainase
Edukasi:
23. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
Kolaborasi:
24. Kolaborasi pemberian antibiotic,
jika perlu

3 Hipertermia (D.0130) Setelah dilakukan perawatan MANAJEMEN HIPERTERMIA


selama 2x24 jam (I.15506)
Termoregulasi membaik, Observasi:
dengan KRITERIA HASIL: 10. Identifikasi penyebab hipertermia
 Takipnea 1 11. Monitor suhu tubuh
 Suhu tubuh 5 Terapeutik:
12. Sediakan lingkungan yang dingin
13. Longgarkan atau lepaskan pakaia
14. Basahi dan kipasi permukaan tub
15. Berikan cairan oral
16. Ganti linen setiap hari atau lebih
sering jika mengalami hyperhidro
Edukasi:
17. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi:
18. Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena, jika perlu
4 Ketidakstabilan Kadar MANAJEMEN HIPOGLIKEMIA
F. Kadar glukosa darah
Glukosa Darah (I.03115)
Dipertahankan pada ...
( D.0027 ) ditingkatkan ke... Observasi :
1. Glukosa
- Identifikasi tanda dan gejala
darah tidak ada
deviasi dari kisaran hipoglikemia
normal
- Identifikasi kemungkinan
2. Urin glukosa
tidak ada deviasi dari penyebab hipoglikemia
kisaran normal
Terapeutik:
G. Keparahan hiperglikemia - Berikan karbohidrat sederhan
dipertahankan pada ....
jika perlu
ditingkatkan ke....
1. Peningkatan
urin output tidak ada - Berikan glukagon, jika perlu
2. Kehilangan
- Berikan karbohidrat komplek
berat badan yang
tidak bisa dijelaskan dan protein sesuai diet
tidak ada
- Pertahankan kepatenan jalan
3. Mulut kering
tidak ada nafas
4. Peningkatan
- Pertahankan akses IV,Jika pe
glukosa darah tidak
ada - Hubungi layanan medis daru
jika perlu
H. Keparahan
hipoglikemia : Edukasi :
dipertahankan pada ....
- Anjurkan membawa karbohid
ditingkatkan ke....
1. Gemetar sederhana setiap saat
tidak ada
- Anjurkan memakai identitas
2. Berkeringat
tidak ada darurat yang tepat
3. Kelemahan
- Anjurkan monitor kadar gluk
tidak ada
4. Kejang tidak darah
ada
- Anjurkan berdiskusi dengan
5. Koma tidak
ada perawatan diabetes tentang
6. Penurunan
penyesuaian program
kadar glukosa darah
tidak ada pengobatan
- Jelaskan interaksi antara diet
I. Status nutrisi : Asupan
Makanan dan cairan insulin/agen oral, dan olahrag
dipertahankan pada ...
- Ajarkan pengelolaan
ditingkatkan pada ....
1. Asupan hipoglikemia
makanan secara oral
- Ajarkan perawatan mandiri
sepenuhnya adekuat
2. Asupan untuk mencegah hipoglikemi
makanan secara tube
Kolaborasi :
feeding sepenuhnya
adekuat - Kolaborasi pemberiandekstro
3. Asupan
jika perlu
cairan secara oral
sepenuhnya adekuat - Kolaborasi pemberian glukag
4. Asupan
jika perlu
cairan intravena
sepenuhnya adekuat
5. Asupan
nutrisi parenteral
sepenuhnya adekuat

J. Kontrol resiko
dipertahankan pada … di
tingkatkan pada ….
6. Fakto
r resiko sering atau
secara konsisten
diidentifikasi
7. Fakto
r resiko di
lingkungan sering
atau secara konsisten
diidentifikasi
8. Fakto
r resiko individu
sering atau secara
konsisten
diidentifikasi
9. Strate
gi yang efektif
dalam mengontrol
resiko sering atau
secara konsisten
dikembangkan
10. Perub
ahan status
kesehatan sering
atau secara konsisten
dimonitor
DAFTAR PUSTAKA

Bachrudin, M. (2017). Patofisiologi nyeri (pain). Volume 13 No 1, 8.


Mayasari, C. (2016). Pentingnya pemahaman manajemen nyeri non farmakologi
bagi seorang perawat. Jurnal Wawasan Kesehatan, vol. 1 No. 1, 40-41.
Novrianda, D. (2012). Teknologi ElektronisPengkajian Nyeri Kronispada Anak-
anak dan Remaja. Ners Jurnal Keperawatan Volume 2 No 1, 50.
PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tanra, H., & Musba, A. (2019). Anestesiologi dan terapi intensif. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2010). Keterampilan dasar praktik klinik untuk
kebidanan, ed. 2. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai