PEMBAHASAN
Pada percobaan ini kita membuat sediaan suspensi parasetamol terlebih dahulu.
Dibuat dalam bentuk sediaan suspensi karena kelarutan parasetamol dalam air adalah larut
dalam 70 bagian air (Farmakope III, 1979, Halaman 37). Hal ini sesuai dengan definisi
suspensi, yaitu preparat yang mengandung partikel obat terbagi halus disebarkan secara
merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.(Ansel,
2005,Halaman 354). Suspensi parasetamol yang dibuat 25 mg/ml mengandung CMC Na 0,5
% dan aquadest hingga 60 ml. Tujuan penggunaan CMC Na adalah sebagai peningkat
viskositas dan sebagai suspending agent. Tujuan penggunaan suspending agent ini adalah
untuk menjaga stabilitas sediaan suspensi agar partikel obat tidak cepat mengendap. (Ansel,
2005, Halaman 355).
Kemudian dilakukan pemberian obat pada tikus. Sebelum diberikan sediaan oral
parasetamol, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih 5 jam. Tujuan tikus
dipuasakan adalah agar pengaruh makanan terhadap proses farmakokinetik obat dapat
dihindari. Setelah dipuasakan, tikus ditimbang bobot badannya. Tikus pertama bobotnya
150 gram. Tikus kedua bobotnya 130 gram. Kemudian dilakukan perhitungan dosis
parasetamol dan volume pemberian berdasarkan bobot badan tikus. Tikus pertama dosis
parasetamolnya 6,75 mg dan volume pemberiannya 0,6 ml. Tikus kedua dosis
parasetamolnya 5,85 mg dan volume pemberiannya 0,5 ml. Kemudian sediaan suspensi
parasetamol diberikan secara oral pada kedua tikus menggunakan sonde oral.
Pada sediaan oral (suspensi parasetamol) yang kita berikan pada tikus terjadi proses
farmakokinetika meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi. Yang dimaksud
absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh
atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Penyerapan ini
hanya dapat terjadi bila molekul zat aktif dalam bentuk terlarut. (Aiache, 1993, Halaman 8).
Oleh karena itu parasetamol dibuat dalam bentuk suspensi agar mudah diabsorbsi oleh
tubuh.
Kemudian terjadi proses distribusi. Pada tahap ini zat aktif tersebut (parasetamol)
akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh dan kemudian disalurkan ke tempat kerjanya.
(Aiache, 1993, Halaman 9).
Kemudian terjadi proses metabolisme adalah proses perubahan senyawa obat
sehingga lebih mudah larut dalam air dalam organisme dan biasanya terjadi di dalam hati.
Sehingga obat menjadi aktif dan dapat dieksresikan melalui saluran eksresi. (Mutschler,
1991, Halaman 20).
Kemudian obat dikeluarkan atau dieksresikan. Eksresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Pada percobaan ini
bahan berkhasiat adalah parasetamol. (Mutschler, 1991, Halaman 34).
Pada beberapa individu absorbsi obat setelah dosis oral tunggal tidak terjadi dengan
segera, sehubungan dengan faktor-faktor fisiologik seperti waktu pengosongan lambung dan
pergerakan usus. Penundaan waktu absorbsi sebelum permulaan absorbsi obat orde kesatu
terjadi terkenal sebagai lag time. (Shargel, 2012, Halaman 146).Lag time untuk suatu obat
dapat diamati jika dua garis residual yang diperoleh dengan cara residual kurva kadar
plasma absorpsi obat – waktu berpotongan pada suatu titik setelah t=0 pada sumbu x.
Waktu pada titik perpotongan pada sumbu x merupakan lag time. Lag time t=0 menyatakan
permulaan absorpsi obat yang menyatakan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
konsentrasi efektif minimum. (Shargel, 2012, Halaman 146).
Lag time ini akan dihilangkan dengan digunakannya persamaan Cp = Be –Kt – Ae –Kat .
Dimana A dan B intersep pada sumbu y setelah ekstrapolasi garis-garis residual berturut-
turut untuk absorpsi dan eliminasi. (Shargel, 2012, Halaman 147).