Anda di halaman 1dari 3

I.

PEMBAHASAN

Pada praktikum biofarmasi-farmakokinetik kali ini kami melakukan percobaan


farmakokinetika sediaan oral. Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui dan
memahami prinsip dan cara menentukan profil farmakokinetika sediaan oral pada tikus.

Pada percobaan ini kita membuat sediaan suspensi parasetamol terlebih dahulu.
Dibuat dalam bentuk sediaan suspensi karena kelarutan parasetamol dalam air adalah larut
dalam 70 bagian air (Farmakope III, 1979, Halaman 37). Hal ini sesuai dengan definisi
suspensi, yaitu preparat yang mengandung partikel obat terbagi halus disebarkan secara
merata dalam pembawa dimana obat menunjukkan kelarutan yang sangat minimum.(Ansel,
2005,Halaman 354). Suspensi parasetamol yang dibuat 25 mg/ml mengandung CMC Na 0,5
% dan aquadest hingga 60 ml. Tujuan penggunaan CMC Na adalah sebagai peningkat
viskositas dan sebagai suspending agent. Tujuan penggunaan suspending agent ini adalah
untuk menjaga stabilitas sediaan suspensi agar partikel obat tidak cepat mengendap. (Ansel,
2005, Halaman 355).

Kemudian membuat kurva baku parasetamol. Caranya adalah parasetamol 50 mg


ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Kemudian ditambahkan
etanol 90% dan aquadest 100 ml, kemudian dikocok selama 15 menit. Tujuan penambahan
Etanol adalah untuk melarutkan parasetamol, karena parasetamol larut dalam 7 bagian
alkohol (Farmakope III, 1979, Halaman 37). Sedangkan tujuan pengocokan adalah agar
obat dapat larut secara homogen. Kemudian ditambahkan aquadest hingga 100 ml.
Kemudian diencerkan di pipet 2 ml masukkan kedalam labu takar 50 ml tambahkan
aquadest sampai tanda batas. Pembuatan seri pengenceran masing-masing dipipet 1,2,3,4
dan 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 10 ml. Kemudian di pipet 2 ml
masukkan kedalam tabung reaksi yang sduah berisi EDTA. Kemudian di sentrifugasi
dengan kecepatan 4000 rpm selama 15 menit dan diambil bagian supernatan masukkan
kedalam tabung reaksi tambahkan metanol dan asam asetat 1%. Sampel di sentrifugasi lagi
diambil bagian supernatan dan tambahkan etanol. Baca nilai absorbansi dengan
menggunakan spektrofotometri.

Kemudian dilakukan pemberian obat pada tikus. Sebelum diberikan sediaan oral
parasetamol, tikus dipuasakan terlebih dahulu selama kurang lebih 5 jam. Tujuan tikus
dipuasakan adalah agar pengaruh makanan terhadap proses farmakokinetik obat dapat
dihindari. Setelah dipuasakan, tikus ditimbang bobot badannya. Tikus pertama bobotnya
150 gram. Tikus kedua bobotnya 130 gram. Kemudian dilakukan perhitungan dosis
parasetamol dan volume pemberian berdasarkan bobot badan tikus. Tikus pertama dosis
parasetamolnya 6,75 mg dan volume pemberiannya 0,6 ml. Tikus kedua dosis
parasetamolnya 5,85 mg dan volume pemberiannya 0,5 ml. Kemudian sediaan suspensi
parasetamol diberikan secara oral pada kedua tikus menggunakan sonde oral.

Sebelum melakukan pengambilan darah, praktikan harus menggunakan perlengkapan


pelindung (masker, jas lab dan sarung tangan). Tujuannya adalah untuk melindungi
praktikan dari kuman penyakit yang mungkin saja terdapat pada tikus yang akan diambil
darahnya (sampel). (Alexander, 2008). Setelah itu, dilakukan pengambilan darah pada tikus
melalui kelopak mata pada menit ke 15;30;45;60 menit. Pengambilan darah dilakukan
dengan cara memasukkan pipet kapiler kedalam kelopak mata. Setelah itu darah yang
didapat disentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 15 menit. Tujuan sentrifugasi
adalah untuk mendapatkan supernatan yang mengandung obat. Kemudian dipipet 0,5 ml
dan diencerkan dengan campuran metanol : asam asetat 1% (80:20). Kemudian
disentrifugasi kembali. Setelah itu, supernatan dipipet 0,5 ml, kemudian ditambahkan etanol
2 ml. Kemudian kadar parasetamol dianalisis dengan spektrofotometer uv-vis pada panjang
gelombang 244nm. Parasetamol dapat dianalisis dengan spektrofotometri karena
parasetamol memiliki ikatan rangkap terkonjugasi. (Munson, 1991). Kemudian ditentukan
kadar parasetamol, persamaan dan parameter farmakokinetiknya.

Pada sediaan oral (suspensi parasetamol) yang kita berikan pada tikus terjadi proses
farmakokinetika meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi. Yang dimaksud
absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat ke dalam tubuh
atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik. Penyerapan ini
hanya dapat terjadi bila molekul zat aktif dalam bentuk terlarut. (Aiache, 1993, Halaman 8).
Oleh karena itu parasetamol dibuat dalam bentuk suspensi agar mudah diabsorbsi oleh
tubuh.

Kemudian terjadi proses distribusi. Pada tahap ini zat aktif tersebut (parasetamol)
akan disebarkan ke seluruh bagian tubuh dan kemudian disalurkan ke tempat kerjanya.
(Aiache, 1993, Halaman 9).
Kemudian terjadi proses metabolisme adalah proses perubahan senyawa obat
sehingga lebih mudah larut dalam air dalam organisme dan biasanya terjadi di dalam hati.
Sehingga obat menjadi aktif dan dapat dieksresikan melalui saluran eksresi. (Mutschler,
1991, Halaman 20).

Kemudian obat dikeluarkan atau dieksresikan. Eksresi suatu obat dan metabolitnya
menyebabkan penurunan konsentrasi bahan berkhasiat dalam tubuh. Pada percobaan ini
bahan berkhasiat adalah parasetamol. (Mutschler, 1991, Halaman 34).

Pada beberapa individu absorbsi obat setelah dosis oral tunggal tidak terjadi dengan
segera, sehubungan dengan faktor-faktor fisiologik seperti waktu pengosongan lambung dan
pergerakan usus. Penundaan waktu absorbsi sebelum permulaan absorbsi obat orde kesatu
terjadi terkenal sebagai lag time. (Shargel, 2012, Halaman 146).Lag time untuk suatu obat
dapat diamati jika dua garis residual yang diperoleh dengan cara residual kurva kadar
plasma absorpsi obat – waktu berpotongan pada suatu titik setelah t=0 pada sumbu x.
Waktu pada titik perpotongan pada sumbu x merupakan lag time. Lag time t=0 menyatakan
permulaan absorpsi obat yang menyatakan waktu yang diperlukan obat untuk mencapai
konsentrasi efektif minimum. (Shargel, 2012, Halaman 146).

Lag time ini akan dihilangkan dengan digunakannya persamaan Cp = Be –Kt – Ae –Kat .
Dimana A dan B intersep pada sumbu y setelah ekstrapolasi garis-garis residual berturut-
turut untuk absorpsi dan eliminasi. (Shargel, 2012, Halaman 147).

Anda mungkin juga menyukai