Anda di halaman 1dari 18

KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian Sectio Caesar


Seksio caesarea merupakan prosedur operatif, yang di
lakukan di bawah anestesi sehingga janin, plasenta dan ketuban di
lahirkan melalui insisi dinding abdomen dan uterus. Prosedur ini
biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai (mis, usia kehamilan
lebih dari 24 minggu). (Buku Ajar bidan, Myles, edisi 14.2011.
hal:567).
Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi
abdomen. Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan
distres pada janin atau jika telah terjadi distres janin. Sebagian
kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin,
plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan
ibu. Sectio sesarea dapat merupakan prosedur elektif atau
darurat .Untuk sectio caesarea biasanya dilakukan anestesi spinal
atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka persiapan dan
pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi
efek depresif obat anestesi pada bayi .(Buku pre operatif .arif
muttaqin.2010.hal:507)
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada
dinding abdomen (laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi).
Definisi ini tidak mencakup pengeluaran janin dari rongga abdomen
pada kasus rupture uteri atau pada kasus kehamilan abdomen.
(obstetri williams,2005).
Kesimpulan dari ketiga pengertian diatas yaitu, Sectio
caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi dinding abdomen.
Teknik ini digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada
janin atau jika telah terjadi distres janin. Sebagian kelainan yang
sering memicu tindakan ini adalah malposisi janin, plasenta previa,
diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu.
B. Etiologi Sectio Caesar
Indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan
indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat
diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin
yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa
tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan
yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami.
Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses
persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga
panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul
menjadi abnormal.
2. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi

2
inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm
di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal
ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi
yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi
kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan
kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit
bernafas.
6. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar,
anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
b. Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian
kepala yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini
jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5%.
c. Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada
pada posisi terendah dan tetap paling depan. Pada
penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

3
2) Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala difundus uteri dan
bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki
tidak sempurna dan presentasi kaki.

C. Patofisiologi
SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat
di atas 500 gr dengan sayatan pada dinding uterus yang masih
utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala panggul,
disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk
ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi
post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan.
Akibat kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk
oxsitosin yang tidak adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar
hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi
kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan
luka dengan prinsip steril. Nyeri adalah salah utama karena insisi
yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi
bisa bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih
banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin
sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang
tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati,
sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap
tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar.
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif
akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot nafas silia yang

4
menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan
dengan menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk
lambung akan terjadi proses penghancuran dengan bantuan
peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga
tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun
maka peristaltik juga menurun. Makanan yang ada di lambung akan
menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka
pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang
pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat
pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

D. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan
dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah
pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4.  Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit.

E. Komplikasi
1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama
beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat,
misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi
terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya
setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya
infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi

5
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam
hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan
jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru – paru
3) Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah
kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga
pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri.
Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik.

F. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan
mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi,
atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar
Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
2. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan
makanan peroral.Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
3. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

6
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah
operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan
kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca
operasi.pasien bisa dipulangkan
4. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan
tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan
menyebabkan perdarahan.Kateter biasanya terpasang 24 - 48
jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita.
5. Pemberian obat-obatan
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-
beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran
pencernaan
1) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
c. Obat-obatan lain

7
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum
penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I
vit. C.
6. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila
basah dan berdarah harus dibuka dan diganti.
7. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah
suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.

8
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas klien dan penanggung
2. Keluhan utama klien saat ini
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien
multipara
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin
terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur
pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi
sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada
kemampuan sebagai wanita.Menunjukkan labilitas
emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat
anestesi spinalepidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena
trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek
anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.

9
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan
utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus.Aliran lokhea
sedang.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma
pembedahan (Doengoes,2001).
2. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep
diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi
(Doengoes,2001).
3. Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
4. Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
5. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
6. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
7. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi

C. Intervensi Keperawatan
1. Dx 1 : Ketidaknyamanan : nyeri, akut berhubungan dengan
trauma pembedahan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri.
b) Tampak rileks mampu tidur.
c) Skala nyeri 1-3
Intervensi :
1. Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan
perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis.

10
Rasional : pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan
nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung.
Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membantu
membedakan nyeri paska operasi dari terjadinya
komplikasi.
2. Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai
penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
Rasional : meningkatkan pemecahan masalah, membantu
mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas.
3. Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan
prilaku.
Rasional : pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan
gelisah, serta tekanan darah dan nadi meningkat.
Analgesia dapat menurunkan tekanan darah.
4. Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik
nyeri.
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum,
kontraksi uterus kuat dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari
berikutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi
faktor-faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi
multipara, overdistersi uterus.
5. Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan
berikan gosokan punggung dan gunakan teknik pernafasan
dan relaksasi dan distraksi.
Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian
dari sensasi nyeri. Meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan distraksi tidak menyenangkan, meningkatkan
rasa sejahtera.
6. Lakukan nafas dalam dengan menggunakan prosedur-
prosedur pembebasan dengan tepat 30 menit setelah
pemberian analgesik.

11
Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya pernapasan.
Pembebasan menurunkan regangan dan tegangan area
insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan
berkenaan dengan gerakan otot abdomen.
7. Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makanan
atau cairan berbentuk gas; misal : kacang-kacangan, kol,
minuman karbonat.
Rasional : menurunkan pembentukan gas dan
meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan
ketidaknyamanan karena akumulasi gas.
8. Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh.
Memudahkan berkemih periodik setelah pengangkatan
kateter indwelling.
Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal
memerlukan 4-7 hari dan overdistensi kandung kemih
menciptakan perasaan dan ketidaknyamanan.
2. Dx 2 : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman
pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan
tidak terpenuhi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan
ansietas dapat berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan perasaan ansietas
b) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun
c) Kelihatan rileks, dapat tidur / istirahat dengan benar.
Intervensi :
1. Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan
Rasional : memberikan dukungan emosional; dapat
mendorong mengungkapkan masalah.
2. Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah.

12
Rasional Mendorong pasien atau pasangan untuk
mengungkapkan keluhan atau harapan yang tidak terpenuhi
dalam proses ikatan/menjadi orang tua.
3. Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi
mekanisme koping baru yang lazim dan perkembangan
strategi koping baru jika dibutuhkan.
Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positif
terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
4. Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien
dan bayi.
Rasional : khayalan yang disebabkan informasi atau
kesalahpahaman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
5. Mulai kontak antara pasien/pasangan dengan baik sesegera
mungkin.
Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin
berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap
sesuatu yang tidak diketahui, atau menganggap hal yang
buruk berkenaan dengan keadaan bayi.
3. DX 3 : Perubahan Perfusi Jaringan b.d perdarahan
Tujuan : diharapkan suplai/ kebutuhan darah ke jaringan
terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Conjunctiva tidak anemis
 Akral hangat
 Hb normal
 Muka tidak pucat
 Tidak lemas
 TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80
mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
Intervensi :
1) Jelaskan penyebab terjadi perdarahan

13
R/ Pasien paham tentang kondisi yang dialami
2) Monitor tanda-tanda vital
R/ Tensi, nadi yang rendah, RR dan suhu tubuh yang tinggi
menunjukkan gangguan sirkulasi darah
3) Kaji tingkat perdarahan setiap 15 – 30 menit
R/ Mengantisipasi terjadinya syok
4) Kolaborasi pemberian cairan infus isotonic
R/ Cairan infus isotonik dapat mengganti volume darah
yang hilang akiba perdarahan.
5) Kolaborasi pemberian tranfusi darah bila Hb rendah
R/ Tranfusi darah mengganti komponen darah yang hilang
akibat perdarahan.
4. DX 4 : Devisit Volume Cairan b.d perdarahan
Tujuan: Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara
intake dan output baik jumlah maupun kualitas.
Kriteria Hasil :
 Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-
37,50 c, RR : < 40 x/mnt )
 Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak
cowong, UUB tidak cekung.
Intervensi:
1) Kaji kondisi status hemodinamika.
R/ Pengeluaran cairan akibat operasi yang berlebih
merupakan faktor utama masalah
2) Ukur pengeluaran harian
R/ Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian
ditambah dengan jumlah cairan yang hilang selama masa
post operasi dan harian
3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian
R/Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan
massif

14
4) Evaluasi status hemodinamika
R/ Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui
pemeriksaan fisik.
5) Pantau intake dan output
R/ dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat
keluaran tak adekuat untuk membersihkan sisa
metabolisme.
5. DX 5 : Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya
komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara
mandiri
Intervensi :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
R/ Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti, tetapi
perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah
kondisi klien lebih buruk
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi
tubuh umum
R/ Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan
pulsasi organ reproduksi, tetapi dapat mempengaruhi kondisi
luka post operasi dan berkurangnya energy
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
R/ Mengistiratkan klilen secara optimal.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan
kemampuan /kondisi klien
R/ Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus imminens,
istirahat mutlak sangat diperlukan
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan
aktivitas
R/ Menilai kondisi umum klien.

15
6. DX 6 : Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
Tujuan : Memperbaiki integritas kulit dan proteksi jaringan
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Intervensi :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
R/ Jaringan kulit yang mengalami kerusakan dapat
mengganggu suplai nutrien dan sangat rentan terhadap
tekanan serta trauma.
2) Lakukan latihan gerak secara pasif
R/ Meningkatkan mobilisasi
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
R/ maserasi pada kulit yang sehat dapat menyebabkan
pecahnya kulit
4) jaga kelembaban kulit
R/ untuk tetap menjaga kulit yang sehat agar tetap lembab
7. DX 7 : Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, luka post operasi
Tujuan: Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan dan
luka operasi.
Kriteria Hasil :Tidak ada tanda – tanda infeksi, seperti : merah,
panas, bengkak, fungsio laesa
Intervensi :
1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna,
dan bau dari luka operasi.
R/Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat
dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau
tidak enak mungkin merupakan tanda infeksi.
2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan luka selama
masa post operasi.
R/ Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan luka.
3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart.
R/ Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.

16
4) Lakukan perawatan luka
R/ Inkubasi kuman pada area luka dapat menyebabkan
infeksi.
5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi
R/ Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda
nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri
mungkin merupakan gejala infeksi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E. .2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Gary,F C.20016.Williams obstetric edisi 21. Jakarta : EGC

Mochtar, R, 2012. sinopsis obstetric, jilid I. Jakarta: EGC

Myles textbook for midwives.2011.Buku ajar bidan Edisi :14. Jakarta :EGC

Muttaqin,A dan Kumala sari.20014. Buku pre operatif. Jakarta :EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2013. Ilmu kebidanan, penyakit kandun gan
dan keluarga berencana untuk pendidikan bidan. Jakarta: EGC

Prawirohardjo, S. 2012. buku acuan nasional pelayanan kesehatan


maternal dan neonatal, Jakarta: Bina Pustaka FKUI

Prawirohardjo, S. 2012. buku panduan praktis pelayanan kesehatan


maternal dan neonatal. Jakarta: Bina Pustaka FKUI

Taber, M.D.2014. Kedaruratan obstetric dan ginekologi. Jak

18

Anda mungkin juga menyukai