Anda di halaman 1dari 7

Bantahan Tokoh Muslim Mustafa Azami terhadap pemikiran Scacht.

Abstrak
Dalam sejarah dunia khususnya dunia islam telah banyak dihasilkan penelitain
tentang orientalisme, diantara nama yang paling populer adalah Joseph Franz Schacht,
ia menggambarkan sikap skeptis terhadap bentuk bentuk kritik periwayatan hadits, dia
mengkaji hadits dengan menggunakan metode penilitian yang mentah mentah. Joseph
Schacht berkiblat pada pendapat pendahulunya yaitu IgnacGoldhizer. Namun
pendapat keduanya dapat dipatahkan oleh Mustafa Azami.

Biografi singkat Joseph schacht dan karya karyanya


Orientalisme Jeman spesialis dalam bidang fiqh Islam ini, lahir pada 15 maret
1902 si Rottbur Jerman. Schacht memulai study di perguruan tinggi dengan
mendalami filologi klasik, teologi dan bahasa-bahasa Timur di Universitas Prusla dan
leipzig, pada Tahun 1923, Schcht memperoleh gelar sarjana tingkat pertama di
Universitas Prusla. Kemudian mendapat akta mengajar di perguruan tinggi, dan
bertugas sebagai dosen di Universitas Frayburg, Barat Daya jerman, dan menjadi guru
besar pada tahun 1929. pada tahun 1932 Scahaht pindah ke Universtas Kingsburg dan
pada 1934 ia diundang untuk mengajar di Universitas Mesir, sekarang Universitas
Kairo.
Di Universitas Kairo ini , Schact ditugaskan untuk mengajar fiqh, bahasa arab,
dan bahasa Suryani, di bagian Bahasa Arab Fakultas Sastra. Dia mengajar di
Universitas Mesir hingga tahun 1939. Ketika terjadi perang dunia II pada September
1939, dia pindah dari Mesir ke London, dan bekerja di radio BBC London, Inggris
dan melancarkan propaganda melawan Jerman. Sejak dari Mesir, ia menunjukan
perlawananya terhadap pemerintahan Nazi jerman. Ketidaksepemahaman dia dengan
pemerintah Nazi Jerman terlihat sejak menetap dan mengajar di Fakultas Sastra
Mesir.
Selama menetap di Inggris dia menikah dengan wanita Inggris, dan pada tahun
1947, Schaht resmi menjadi warga negara Inggris. Dia tidak pernah kembali ke negara
asalnya hingga perang usai yaitu pada tahun 1945. sekalipu dia menunjukkan
permusuhanya terhadap penguasa Nazi Jerman dan tetap menjadi warga negara
Inggris hingga meninggalnya, namun sikap yang ditunjukkan itu tidak mendapat
balasan apapun dari pemerintah Inggris. Meskipun Schacht sendiri menjadi guru besar
pada dua Universitas di Jerman, Scacht melanjutkan sudinya ke Universitas Oxford
dan memperoleh gelar magister dan doktor. Sekalipun dengan prestasi akdemik yang
cukup tinggi, dia tidak diangkat sebagai guru besar bukan hanya di Universitas
Oxford itu sendiri, melainkakn Universitas yang berada di Inggris. Akhitnya pada
1954 ia meninggalkan Inggris, menuju ke Belanda.
Scacht menjadi guru besar di Universitas Leiden hingga tahun 1959. Selama
menetap di Leiden, ia bersama dengan pakar lainya mengawasi cetakan kedua Dairat
al Maarif al-Islamiyyah.kemudian pada musim semi tahun 1959 Schaht berpindah ke
New York, dan menjadi guru besar di Universitas Coulombia, yang dipegangnya
hingga meninggal pada awal 1969.
Scacht termasuk pakar yang cukup produktif, meskipun ia dikenal sebagai pakar
fiqh, namun ia juga banyak menulis karya dalam bidang bidang lain, seperti Teologi,
sejarah,Ilmu Pengetahuan, dan filsafat dunia Islam, juga kajian tentang manuskrip
manuskrip Arab.
Dalam kajian manuskrip Arab ini, Schaht meneliti manuskrip yang terdapat di
Istanbul, Kairo, Fas, dan Tunis, misalnya tulisan Scacht tentang manuskrip yang
tersimpan di berbagai perpustakaan Istanbul dan sekitarnya, yang dinuat dalam
majalah As-Syamiyyah Juz 5, manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Istanbul dan
Kairo, yang dimuat di kajian Akademi Ilmu Prusia, bagian Filologi dan sejarah
(Berlin) “Perpustakaan Manuskrip Ibadhiyyah”, dalam majalah Africa (1965)
manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Qoiruwan dan Tunis, dimuat di majalah
Arabica (1967) manuskrip yang tersimpan di perpustakaan Marakesy, yang dimuat
majalaj Hesperis Tamuda, (1968).
Dalam bidang kajian fiqh, karya Schahct meliputi: al-Khosaf; Kitab al Hiyal wa
al Makharij; Abu Hatim al Qozwini Kitab al Khyal fi al Fiqh; Kitab Idzkar al Huquq
wa ar Rahn; As Shahawi: Kitab As-Syafaat: Asy Syaibani; Kitab al-Makharij fi al
Hiyal; Ath Tobari: Ikhtilaf Al Fuqoha’. dalam bidang Teologi dan Akidah, Schaht
menulis buku Der Islam yang menugngkapkan sseluk beluk akidah islam secara
ringkas dan makalah yang berjudul “Sumber sumber baru sejarah Ilmu Kalam Islam,
yang diterbitakn oleh Nouvelle Clio.
Dari sekian bidang yang pernah dimunculkan, ternyata kajain Scacht yagn paling
menonjol adalah pada bidang fiqh Islam. Karya utama dalam bidang ini berjudul The
Origins of Muhammadan Jurisprudence sebanyak 300 halaman, yang merujuk pada
kitab Ar Risalahnya Imam Asy Syafi’i. buku utama Scacht berjudul Perkembangan
Sejarah Fiqh Islam. Dia juga menyelesaikan kerja Bergstrasser berjudul Fiqh Islam
secara rinci, yang masih dalam bentuk manuskrip.

Analisis corak pemikiran Josep Franz Schacht


Dalam dua bukunya “The origin of Muhammadan Jurisprudence” yang dianggap
sebagai karya monumental dan dianggap sebagai kitab suci kedua untuk tokoh-rokoh
orientalis dan dalam bukunya “An Introduction to Islamic Law”. keduanya mengritik
metode dan stanfar memverifikasi keaslian hadits yang pertama kali disampaikan oleh
Imam Syafi’I. yang kemudian di kembangkan oleh murid-muridnya pada abad VIII
dan IX, dikenal sebagai abad awal dalam pembentukan yurispudensi Islam.
Pemikiran Scacht tentang keaslian hadits dapat diringkas dalam beberapa point:
pertama, sistem isnad dimulai pada awal abad kedua atau paling awal abad pertama,
kedua: sistem isnad ditempatkan secara sembarangan oleh mereka yang ingin
memproyeksikan mundur dan doktrin mereka ke sumber-sumber klasik. Ketiga: isnad
isnad secara bertahap telah meningkatkan pemalsuan. Dan keempat: isnad
sebelumnya sam sekali tidak lengkap, tetapi semua celah diisi pada periode klasik.
Untuk mendukung dasar-dasar pemikiranya, Schacht meyediakan tiga teori utama
yang dapat digunakan untuk mrnguji keaslian hadits, yaitu:
a. Teori Projecting Back
Dalam teori in, dalam hal pembuktian keaslian ssebuah hadits dapat dilakukan
dengan merekonstruksi hadits melalui menelusuri sejarah hubungan antara hukum
islam dan hadits. Yaitu dalam pementukan hukum islam ada upaya untuk
memproyrksikan pendapat qadhi kepada tokoh-tokoh yang berhak melegitimasi
mereka yang berada dibelakang mereka kepada Nabi Muhammad. Lebih jelas ia
memberikan pemahaman bahwa jika sebuah hadits ditemukan yang terkait hukum
islam, maka hadits tersebut dibuat oleh orang-orang yang hidup setelah Amir bin
Syurahbil As Sya’bi atau lebih dikenal sebagagi Ash Sya’bi, seorang Tabi’in
terkemuka di 104 H.
b. Teori E Silento
Dalam teori ini “That legal hadith not adducted in a juristic dispute did not exist
prior to that dispute” yang berarti bahwa membuktikan hadits itu otentik atau tidak,
dapat dilakukan secukupnya dengan menunjukkan bahwa hadits tidak pernah
dijadikan argumen dalam pembahasan fuqaha. Dalam artian bahwa jika sebuah hadits
pertama kali ditemukan tanpa sanad lengkap dan kemudian ditulis dengan isnad
lengkap, maka isnad juga dikategorikan salah.
c. Teori Common Link
Common link adalah istilah yang sering digunakan untuk membahas tentang
hadits dari mereka yang mendengar hadits dari pihak yang berwenang untuk
membahas hadits. Kemudian mereka menyampaikan hadits kepada sejumlah murid
dan kebanyakan dari meeka akan menyampaikan lagi. Istilah lain dari teori ini adalah
teori penghubung. Teori bermula dari anggapan bahwa semakin banyak jalur
transmisi maka hadits akan diklaim valid.
Sebenarnya Schachz banyak mungutip dan berkibkat pada Orientalis sebelumnya
yaitu Ignac Goldhizer. Pikiran Goldhizer mempunyai dampak yang sangat luas pada
studi Islam. Dampaknya tidak hanya pada Orientalis termasuk Scacht, akan tetapi
juga dikalangan pemikir muslim sendiri, misaslnya pemikir muslim Ahmad Amin
dalam bukunya yang berjudul fajrul islam ia meragukan beberapa teori karena teori
Goldhizer.
Dalam bukuya “Muhammadenische Studies” ia mengatakan “bagian terbesar dari
hadits tak lain adalah hasil perkembangan islam pada abad pertama dan kedua baik
dalam bidang keagamaan, politik maupun sosial. Tidaklah benar pendapat yang
mengatakan bahwa hadits merupakan dokumen islam yang sudah ada sejak masa dini
(masa pertumbuhan) melainkan ia adalah penruh perkembangan islam pada masa
kematangan.
Dalam pemikiranya tentang hadits, Goldhizer tidak lebih dari catatan di bidang
agama, sejarah, sosial di abad pertama dan kedua Hijriyyah. Dia juga memastikan
bahwa hampir tidak mungkin memastikan hadits dapat dinyatakan otentik dari Nabi
Muhammad atau para sahabatnya. Pandangan pandangan Goldhizer tentang hadits
sebagai berikut
a. Sebagian besar hadits hasil perkembangan Islam dibidang politik dan sosial
b. Para sahabat dan Tabi’in berperan dalam pemalsuan hadits.
c. Adanya rentang waktu yang jauh membuka peluang bagi tokoh tokoh dari
berbagaisektu untuk membuat hadits dengan tujuan memperkuat aliran mereka, tidak
aliran, teoritis, atau praktis.
d. Dalam bidang dudut pandang kritik dari kalangan muslim berbeda dari sudut
pandang kritik non-muslim.
e. Goldhizer menggambarkan keenam buku hadits tersebut sebagai kumpulan
berbagai jenis hadits yang tersebar, yang oleh pengusungnya dianggap sahih dan asli.
Beberapa argumen atau pandangan Goldhizer tentang hadits sebagai berikut.
Pertama penggunaan istilah “hadits”. menurut Goldhizer hadits adalah sebuah
cerita dan komunikasi, yang tidak hanya berlaku diantara orang orang yang menyebut
kehidupan religius sebagai sebuah hadits. Tetapi yang dimaksud adalah informasi
historis baik yang bersifat sekuler maupun religius, baik yang terjadi di masa lalu atau
waktu tertentu. Dalam mencari akar kata hadits, Goldhizer tidak ingin
menghubungkanya dengan aspek keagamaan. Sehingga dia beranggapan bahwa hadits
sudah mengalami pergeseran dalam konteks makna.
Kedua metode penelitain hadits yang lemah. Ia mengungkapkan bahwa penilitian
hadits yang dilakukan oleh para sarjana klasik tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah, disebabkan karena penggunaan metode yang lemah, yaitu hanya
terfokus pada metpde kritik sanad, dan sedikit fokus ke matan.
Ketiga masalah dalam kodifikasi hadits. Menurutnya keraguan untuk meyakini
hadits telah ada sejak Nabi Muhammad, para sahabat dan tabiin. Jadi ia
menyimpulkan bahwa hadits adalah karya para Ulama dari era setelah kematian Nabi,
yang kemudian sengaja diedarkan pada fenomena-fenomena sosial dan kasus aktual
yang terjadi di masyarakat.
Keempat hadits sebagai refleksi ajaran. Ia berpendapat bahwa hadits yang
mengandalkan Nabi Muhammad dan para sahabat yang berkumpul dalam koleksi
hadits, bukanlah laporan otentik, karena menurutnya hampir tidak mungkin
menyaring begitu banyak materi hadits hingga diperoleh sangat sedikit yang asli dari
Nabi Muhammad.
Bantahan Tokoh Muslim Mustafa Azami terhadap pemikiran Scacht.
Tokoh muslim yang membantah pemikiran orientalis dalam tulisan ini adalah
Mustafa Azami. Dia lahir memiliki nama lengkap Syrkh muhammad Mustafa al-
Azami. Lahir di kota Mano, Azamgarh Uttar Pradesh, India utara pada Tahun 1932.
azami adalah dosen bahasa Arab untuk no-Arab di Qatar. Pada tahun 1957, Azami
diangkat menjadi sekretaris Perpustakaan Nasional di Qatar. Pada tahun 1964, Azami
melanjutkan studinya di Universitas Cambridge di Inggris, sampai memperoleh gelar
doktr pada tahun 1966 dengan desertasi berjudul “Studies in Early Literature with a
Critical Edition of Some Early Teks” (Kajian tentang Literatur Hadis pada masa dini
dengan Edisi Kritis dari sejumlah Naskah kuno.
Azami membantah teori common link yang dikembangkan oleh Scacht,
menurutnya pendekatan yang digunakan oleh Schahct sangat umum, Scacht hanya
mengambil contoh satu hadis untuk memebenarkan dan membuktikan teorinya yang
kemudian diterapkan pada hadits secara keslluruhan. Yang mendapat nilai yang tidak
ilmiah.
Alasan ketidak relewan teori common link yang disampaikan oleh Scacht dalam
bukunya “An Introduction to the islamic law” dan “The origins of Muhammad
Jurisprudence” adalah pertama Schahct salah dalam menggambarkan diagram
periwayatan. Kedua tampaknya Scacht tidak memahami dan kurang teliti dalam
memahami teks hadits yang diambilnya dari Ikhtilaf al-Hadits tersebut.
Selain itu Azami juga keberatan ketika Schaht terlalu dini menganalisa ada dan
tidak adanya periwayatan dengan teori Common link. Harusnya keseluruhan jalur
periwayatan harus dikumpulkan terlebih dahulu, sehingga akan di dapatkan Common
Link yang sesungguhnya. Namun Scacht hanya melakukan penarikan suatu
periwayatan pada jalur parsial, yang menjadi pokoknya adalah asalkan ada dalam
tingkatan tabiin.
Azami berpendapat bahwa teori Common link adalah teori rekayasa, sebab dalam
teks hadits fenomena diatas jarang terjadi, jika terjadi pun hal itu bukan berarti bahwa
hadits yang telah diriwayatkan oleh perawi Common link adalah hadits palsu.
Karenanya daripada dianggap palsu, lebih tepatnya adalah dinilai sebagai hadits
gharib.
Dalam teori lain yang dikemukakan oleh Scacht yaitu Projecting back yang
berguna unutk menelusuri asal-usul dan otentitas hadits yang didasarkan pada
perkembangan sanad yang telah ada dalam tradisi pakar hadits. Saat hadits telah
dinyatakan sebagai doktrin yang telah dipalsukan maka terdapat kemungkinan bahwa
telah dilakukan projecting back. Inti dari teori ini adalah suatu upaya baik dari alasan
fiqih klasik atau dari para ahli hadits untuk mengaitkan berbagai doktrin mereka yang
otoritasnya lebih tinggi pada masa lalu, misalnya seperti Tabi’in Sahabat dan berakhir
pada Nabi Muhammad.
Projecting back sendiri ialah meningkat melalui tahap demi tahap oleh
pemalsuan, isnad yang tidak lengkap akan dilengkapi pada waktu koleksi-koleksi
klasik. Penyabaran isnad telah senagaja dilakukan dengan menciptakan isnad
tambahan dami mendukung matan hadits yang telah sama. Sehingga dalam kondisi
itu, isnad akan cenderung membesar, serta memiliki jumlah perawi yang semakin
banyak.
Azami berpendapat bahwa teori memproyeksikan kembali tidak dapat digunakan
sesbagai variabel untuk mengritik suatu hadits, karena teori ini telah menimbulkan
penyimpangan dan meninggalkan berbagai pertanyaan. Setidaknya ada tig alasan
yang Azami membantah teori Schaht. Pertama; dengan mengandalakan seorang
temanyang lebih muda yang berarti jika seorang narator hadits ingin memalsukan
hadits isnad mengapa tidak dengan mengandalkan sosok yang lebih muda.
Kedua: banyak hadits yang tidak sama, baik dari segi komposisi maupun isinya
dalam literatur hadits yang dimiliki oleh para teolog, seperti Sunni, Syiah dan
Khowarij. Ketiga: mayoritas perawi hadits berasal dari berbagai negara yang tidak
sama dan berada di tempat tempat kecil sehingga tidak mungkin membayangkan
pertmuan dan kolusi mereka meluaskan isnad.

Kesimpulan
Pendapat Schacht menunjukan skeptisme tentang bentuk-bentuk kritik terhadap
teks hadits. Scacht menganggap seluruh sistem isnad mungkin valid untuk melacak
hadits kepada para ulama abad ke dua, tatapi rantai transmisi membentang kembali ke
masa Rasulullah dan para sahabatnyadapat dianggap valid. Dalam artian dia
menafsirkan hadits dengan menggunakan pemikiran mentah-mentah. Pendapat dan
teori yan dikemukakan oleh Scacht dalam menafikan keorisinalitasn hadits, dapat
disanggah dengan jenius oleh Azzami.
Meskipun demikian munculnya Scacht kembali membuka mata kaum muslimin,
hendaknya mereka kembali dan aktif mengkaji warisan warisan ilmuwan Muslim
terdahulu. Hendaknya kita berhenti dalam bersikap berpecah belah antar sesama kaum
muslimin.

Anda mungkin juga menyukai