OLEH :
KELOMPOK 13
ITEKES BALI
Kampus I : Jalan Tukad pakerisan No. 90 Panjer
Kampus II : jalan Tukad Balian No. 180 Renon
Denpasar-Bali
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………………………….. 1
1.2 TUJUAN……………………………………….……………………………1
BAB II PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………………... 41
A. KESIMPULAN………………………………………………………… 41
B. SARAN………………………………………………………………… 41
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………… 42
ii
iii
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Kata anestesi berasal dari bahasa yunani yang berarti keadaan tanpa rasa sakit.
Anestesiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang mendasari berbagai tindakan yang
meliputi pemberian anestesi ataupun analgesi, pengawasan keselamatan pasien dioperasi atau
tindakan lainnya, bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat, pemberian
terapi inhalasi, dan penanggulangannya nyeri menahun. Anestesi dibagi menjadi 2
kelompok yaitu Anestesi Lokal dan Anestesi Umum. Pada anestesi lokal hilagnya rasa sakit
tanpa disertai hilangnya kesadaran, sedangkan pada anestesi umum hilangnya rasa sakit
disertai hilang kesadaran.
Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah
dilakukan sejak zaman dahulu
termasuk pemberian alcohol dan opodium secara oral. Setiap obat anestesi mempunyai
variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan, dan keadaan secara
klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu, batas keamanan
pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satu pun
obat anestetik dapat memberikan efek yang diinginkan tanpa disertai efek samping, bila
diberikan secara tunggal.
Anestesi lokal menghambat impuls konduksi secara reversibel sepanjang akson saraf dan
membran eksitabel lainnya yang menggunakan saluran natrium sebagai alat utama
pembangkit potensi aksi. Secara klinik, kerja ini dimamfaatkan untuk menghambat sensasi
sakit dari-atau impuls vasokonstriktor simpatis ke bagian tubuh tertentu. Kokain, obat
anestesi pertama, yang diisolasi oleh niemann pada tahun 1860. Kokain dikenal dana
pengunaan klinik oleh koller, pada tahun 1884, sebagai suatu anestesi oftalmik.
1.2 Tujuan
1. Memahami tentang anestesi khususnya anestesi lokal
2. Mengetahui penggunaan anestesi lokal
1
3. Dapat mengetahui jenis obat-obat anestesi lokal
A. ANESTESI LOKAL
2.1 DEFINISI
Obat anestesi lokal adalah suatu ikatan kimia yang mampu menghambat konduksi saraf
perifer apabila obat ini disuntikan didaerah perjalanan serabut saraf dengan dosis tertentu tanpa
menimbulkan kerusakan permanen pada serabut saraf tersebut.
2.2 SEJARAH
Penggunaan anastesi lokal untuk pencegahan rasa sakit selama operasi, dimulai lebih dari
100 tahun yang lalu sewaktu Kaller (1884) seorang opthalmologist di Wina, mencatat kegunaan
dari kokain suatu ester dari asam para amino benzoat (PABA), dalam menghasilkan anestesi
korneal. penerimaan anastesi lokal sangat cepat dan anastesi lokal yang baru segera muncul
mengikuti ditemukannya kokain.
Anastesi injeksi yang pertama adalah ester lain dari PABA yaitu Procaine yang disintesa oleh
Einhorn pada tahun 1905. Obat ini terbukti tidak bersifat addiksi dan jauh kurang toksik
dibanding kokain. Ester-ester lain telah dibuat termasuk Benzocaine, Dibucaine, Tetracaine dan
Chloroprocaine, dan semuanya terbukti sedikit toksisitasnya, tetapi kadang-kadang menunjukkan
sensitisasi dan reaksi alergi.
Penelitian untuk anastesi lokal terus berlangsung sehingga banyak obat-obat dengan berbagai
keuntungan dapat digunakan pada saat ini.
Membran sel dari axon saraf mengandung Chanel Natrium dan Kalium yang mengontrol
alur ion antara cairan extraselular dengan cairan intraselular Efek dari anestesi lokal adalah
menghambat kerja chanel Natrium.
Saat sel saraf dalam kondisi istirahat/inaktif, chanel Natrium juga dalam kondisi istirahat
atau dalam stadium nonkonduksi dengan potensial membrane istirahat adalah -70 mV.Saat
2
terjadi depolarisasi membrane maka chanel Natrium terbuka, ion Natrium mengalir masuk
kedalam sel dan potensial membrane naik menjadi +35 mV. Setelah depolarisasi chanel Natrium
segera menjadi inaktif/tidak aktif dan potensial istirahat membrane kembali ke nilai semula.
Seluruh rangkaian aktifitas ini disebut sebagai potensial aksi.
Anestesi lokal pada membrane sel stadium inaktif terikat pada chanel Natrium dan
mencegah konduksi ion. Ketika molekul-molekul anestesi lokal telah terikat dalam jumlah yang
cukup maka membrane tidak mampu mencapai ambang potensial aksi sehingga potensial aksi
tidak tercapai.
Sel saraf perifer terdiri dari sel bermyelin A dan B serta sel tak bermyelin tipe C. Secara
umum serat saraf yang lebih kecil lebih cepat diblok daripada yang lebih besar, begitu juga serat
saraf tak bermyelin yang lebih kecil lebih mudah diblok daripada serat saraf bermyelin yang
lebih besar.
pka :
Obat anestesi lokal yang mempunyai pka mendekati PH fisiologis mis: 7,4 akan mempunyai
konsentrasi basa nonionisasi yang tinggi dan akan mudah menembus membran sel syaraf
sehingga “ onset of action “ akan lebih cepat.
Lipid Solubility :
Kemampuan obat anastesi lokal untuk menembus lingkungan hydrophobic sehingga makin
mudah larut dalam lemak, maka “duration of action” semakin panjang.
Protein Binding :
Obat anastesi lokal berikatan dengan plasma protein (α1-acid glycoprotein), maka “duration of
action” obat anastesi lokal menjadi lebih panjang.
3
Oleh karena itu sangat hati-hati pada pasien dengan plasma protein yang rendah, dan obat akan
bebas dalam sirkulasi darah sehingga akan timbul efek toksik pada pasien.
Semakin besar diameter saraf semakin tinggi dosis anastesi lokal yang diperlukan untuk blokade
impuls
4
B Lightly 1-4 3-15 Preganglionic
autonomic
5
1. Poten dan bersifat sementara (reversibel)
2. Sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
3. Batas keamanan harus lebar, sebab anestesi lokal akan diserap dari tempat
suntikan.
5. Masa kerja harus cukup lama, sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
7. Zat anestesi lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat disterilkan tanpa
mengalami perubahan.
6
2. Golongan amida (-NHCO-) Lidokain (xylocaine, lignocaine), mepivakain (carbocaine),
prilokain (citanest), bupivakain (marcaine), etidokain (duranest), dibukain (nupercaine),
ropivakain (naropin), levobupivacaine (chirocaine).
7
Jenis Anastesi Lokal
ESTER AMIDE
Procaine Lidocaine
Tetracaine Mepivacaine
Chloroprocaine Bupivacaine
8
Piperocaine Etidocaine
Dibucaine Propitocaine
9
Disfungsi sistem saraf pusat sering merupakan gejala awal toksiksitas anestesi lokal.
Awalnya dapat berupa gejala pusing, perioral dan lidah yang mati rasa, selanjutnya dapat terjadi
tinnitus, gangguan penglihatan, agitasi dan anxietas, depresi sistem saraf pusat dapat terjadi
dengan kehilangan kesadaran, henti napas, dan kejang yang dapat diatasi dengan pemberian
bantuan napas dan benzodiazepam.
Obat anestesi lokal bisa menembus barier darah-otak sehingga menunjukan efek stabilisasi yang
sama pada sel-sel neuron otak, khasiat ini dapat dimanfaatkan untuk mengobati status
epileptikus
Pada jantung, obat anestesi lokal mempunyai efek stabilisasi jaringan konduksi jantung
sehingga berkhasiat untuk memperpanjang periode refrakter, memperpanjang waktu konduksi
dan menekan kepekaan otot jantung. Oleh karena itu obat ini dapat bermanfaat untuk aritmia
ventrikuler. Pada pembuluh darah dapat menyebabkan vasodilatasi arteriole sehingga dapat
menurunkan langsung tekanan darah bila diberikan langsung secara intravena.
Dosis kecil anestesi lokal dapat merangsang pusat napas sehingga menaikan frekuensi
pernapasan sedangkan pada dosis besar dapat mengakibatkan penurunan frekuensi pernapasan
dan volume tidal,sampai henti napas.Obat anestesi lokal juga mempunyai efek seperti atropine,
yaitu efek spasmolitik yang menyebabkan dilatasi bronkus dan efek antihistamin ringan pada
saluran napas.
Anestesi permukaan
10
Digunakan dengan cara menempatkan anestesi lokal pada mukosa, jaringan atau rongga
tubuh dengan cara oles, semprot atau tetes. Contoh pada pemasangan kateter saluran kemih,
cabut gigi pada anak-anak, tindakan diagnostik mata.
Anestesi infiltrasi
Anestesi lokal disuntikan mengelilingi area yang akan dieksplorasi. Contoh pada
sirkumsisi, amputasi jari, rekonstruksi kulit.
Anestesi regional
Anestesi lokal disuntikkan di daerah perjalanan urat saraf yang mempersarafi daerah
yang akan dieksplorasi
Contoh : anestesi spinal epidural, anestesi spinal sub arakhnoid, anestesi blok fleksus brakhialis.
Secara umum anestesi lokal mempunyai rumus dasar yang terdiri dari 3 bagian: gugus
amin hidrofil yang berhubungan dengan gugus residu aromatik lipofil melalui suatu gugus
antara. Gugus amin selalu berupa amin tersier atau amin sekunder. Gugus antara dan gugus
aromatik dihubungkan dengan ikatan amid atau ikatan ester. Maka secara kimia anestesi lokal
digolongkan atas senyawa ester dan senyawa amid.
11
Obat baru pada dasarnya adalah obat lama dengan mengganti, mengurangi atau
menambah bagian kepala, badan, dan ekor. Di Indonesia yang paling banyak digunakan ialah
lidokain dan bupivakain.
PROKAIN
Dibuat pertama kali oleh Einhorn tahun 1905, nama lainnya novokain atau neokain.
Berupa Kristal putih larut dalam air atau alcohol bersifat basa. Dalam bentuk larutan tahan
terhadap panas sehingga bisa disterilkan. Dihidrolisis oleh enzim kholinesterase. Sering diangap
sebagai standart baik dalam hal potensi maupun toksiksitas suatu anestesi lokal ditetapkan indeks
anestesinya = 1. Dibandingkan dengan kokain maka toksiksitasnya adalan ¼ kali toksiksitas
kokain.
Pengunaan klinis dosisnya tergantung cara pemberian, pada infiltrasi lokal diberikan
larutan 0,5% - 1,0% dengan dosis maksimal 1 gram (200 mL), blok fleksus diberikan larutan
1,0% sebanyak 30 mL, blok epidural diberikan larutan 1,0% sebanyak 15-50 mL dan untuk blok
subarachnoid diberikan larutan 5% sebanyak 2 mL.
LIDOKAIN
Disintesis pertama kali oleh Lofgren pada 1943, dsebut juga dengan nama xylokain.
Sangat mudah larut dalam air dan sangat stabil dapat disterilkan beberapa kali dengan autoklaf
tanpa resiko kehilangan potensi, tidak iritatif terhadap jaringan walaupun diberikan dalam
konsentrasi 88%. Diperlukan waktu 2 jam untuk hilang sama sekali dari tempat suntikan.
Toksiksitasnya 1,5 kali prokain. Mempunyai afinitas tinggi terhadap jaringan lemak. Daya
penetrasi sangat baik, mula kerja dua kali lebih cepat dan lama kerja dua kali lebih lama daripada
prokain. Apabila lidocaine dikombinasikan dengan epinefrin maka efek kerja obat lebih lama
(butuh waktu 4 jam untuk hilang sama sekali dari tempat suntikan).
Pengunaan klinis :
12
Untuk anestesi lokal diberikan larutan 0,5%, blok saraf yang kecil : larutan 1%, blok saraf yang
lebih besar : larutan 1,5%, blok epidural 1,5% - 2%, untuk blok subarachnoid diberikan larutan
hiperbarik 5%. Dosis orang dewasa : 50 mg – 750 mg (7-10 mg/KgBB). Dapat juga digunakan
untuk mengatasi aritmia ventrikuler.
Sediaan : ampul lidocain 2%, jelly 2%, spray 10%, kombinasi lidokain 2% + epinefrin 12,5 mcg
(lidocain comp)
Info tambahan : penambahan vasokonstiktor seperti adrenalin mengurangi aliran darah setempat,
menurunkan kecepatan absorbsi anestetik local, dan memperpanjang efek lokalnya. Penggunaan
adrenalin untuk tujuan ini harus hati-hati, karena bila berlebihan dapat terjadi nekrosis iskemik.
Adrenalin tidak boleh ditambahkan pada penyuntikan di jari dan appendages. Bila digunakan
adrenalin, kadar akhirnya harus 1 dalam 2000.000 (5 mcg/ml).
- Hipotensi
- Pembekakan akibat penumpukan cairan
- Mual muntah
- Pusing
- Tremor
- Sakit kepala
- Kesemutan
- rasa terbakar
- iritasi kulit
PRILOKAIN
13
Disebut juga sebagai xylonest atau citanest, Ditemukan oleh Lofgrewn dan Tegner
selanjutnya digunakan secara klinis tahun 1959 oleh Gordh.
Efek iritasi lokal pada tempat suntikan lebih kecil dibandingkan lidokain bahkan jauh
lebih kecil daripada prokain. Toksiksitas kira-kira 60% daripada toksisitas lidokain dan
potensinya sama dengan lidokain.
Mengalami metabolisme di hati dan ginja oleh amidase. Dimetabolisme lebih cepat
dibandingkan lidokain pada pengunaan dosis tingggi diatas 600 mg dapat menimbulkan
methaemoglobinemia sehingga timbul gejala sianosis yang dapat hilang sendiri dalam waktu 24
jam.
Dibandingkan lidokain daya penetrasinya lebih baik, mula kerja lebih cepat , lama
kerjanya lebih lama dan efektif pada konsentrasi 0,5% - 5,0%.
Pengunaan klinis untuk infiltrasi lokal larutan 0,5%, blok fleksus larutan 2,0% - 3,0%,
blok epidural digunakan larutan 2,0%-4,0% untuk blok subarachnoid digunakan larutan 5,0%.
Dosis maksimal tanpa adrenalin dapat diberikan sampai 400 mg dan dengan adrenalin dapat
diberikan maksimal 600 mg.
BUPIVAKAIN (MARCAIN)
Disebut juga markain, disintesis tahun 1957 oleh Ekstam dan digunakan pertama kali
secara klinis oleh Telivuo pada tahun 1963.
Ikatan dengan HCL mudah larut dalam air, sangat stabil dan dapat diautoklaf berulang.
Potensinya 3-4 kali dari lidokain dengan lama kerja 2-5 kali lidokain. Sifat sensorisnya lebih
dominan dibandingkan hambatan motorik. Dieksresikan melalui ginjal sebagian kecil dalam
bentuk utuh dan sebagian besar dalam bentuk metabolitnya.
Pengunaan klinis untuk infiltrasi lokal digunakan larutan 0,25%, blok saraf kecil
digunakan larutan 0,25%, blok saraf yang lebih besar digunakan larutan 0,5%, blok epidural dan
blok spinal digunakan larutan 0,5% - 0,75%. Dosis 1-2 mg/KgBB.
14
Sediaan : ampul 5 mg/ml : bucain, decain spinal 0,5%, marcain, recain vial 100 mg/20 ml
: buvanest 0,5%
Efek samping yang terjadi setelah pemberian bupivakain adalah mual dan muntah,
menggigil, sakit kepala, dan nyeri punggung. Segera laporkan kepada dokter jika efek samping
semakin memburuk atau timbul kondisi sebagai berikut:
Reaksi alergi, seperti gatal, macam ruam, pembengkakan di wajah, bibir, lidah
dan tenggorokan serta sesak nafas
Cemas dan gelisah
Tremor
Telinga berdengung
Gangguan penglihatan
Mati rasa atau kesemutan di sekita area mulut
Gangguan berbicara
Sulit buang air kecil
Sesak nafas
Detak jantung melambat atau makin cepat
kejang
KOKAIN
Merupakan anestesi lokal golongan ester derivate dari daun Erythroxylon coca
digunakan sebagai anestesi lokal topika ldan lokal vasokonstritor, pada Moffatt’s solution (2 ml
8% cocain, 2 ml 1% sodium bicarbonate, 1 ml 1:1000 adrenalin) telah digunakan untuk obat
tetes hidung. Dosis maximal adalah 1,5 mg/KgBB atau 100mg.Dapat menimbulkan Hipertensi,
aritmia dan memprovokasi hyperthermia
Kokain dapat diserap dengan baik melalui mukosa membran dan ikatan dengan protein
sangat baik yaitu hampir 95%. Pada dosis tinggi dapat menyebabkan perasaan binggung,
15
halusinasi, kejang,arritmia dan rupture cardiac.dihirolisis di hati menjadi bentuk inaktif lalu
dieksresikan melalui urine.
Menurut De Jong respons yang tidak enak / tidak dapat dikendalikan dari anastesi lokal
sering disebut “reaksi” yang dibagi terpisah dalam 2 kategori, yaitu:
reaksi sistemik dan
reaksi lokal.
Reaksi sistemik terjadi jika obat menyebar dalam darah dan memungkinkannya mencapai
organ-organ yang jauh. Efek sistemik yang disebabkan oleh zat anastesi lokal paling banyak
melibatkan susunan syaraf pusat (SSP) dan sistem kardiovaskuler sebagai mana sudah dijelaskan
sebelumnya.
Pada umumnya SSP lebih sensitif terhadap anastesi lokal daripada kardiovaskuler. Oleh
karena itu manifestasi pada SSP cenderung terjadi lebih cepat.
Reaksi sistemik tergantung dari dosis, sehingga makin tinggi konsentrasi obat anastesi lokal
dalam darah, makin jelas responsnya. Oleh karena itu tindakan untuk menurunkan kadar anastesi
lokal dalam darah (seperti penggunaan gabungan dengan dosis kecil suatu vasokonstriktor untuk
mengurangi absorbsi) dapat mengurangi reaksi sistemik.
1. Minta bantuan
2. Inisial focus :
Airway manajemen; Ventilasi dengan 100% O2
Atasi Kejang; Gunakan sebaiknya benzodiazepam, hindari pemakaian propofol
pada pasien dengan instabilitas kardiovascular.
Siapkan peralatan dan obat-obat pendukung kardiopulmonal
3. Manajemen arritma jantung
16
Dibutuhkan tenaga yang menguasai tehnik BCLS dan ACLS dengan peralatan
dan obat pendukungnya.
Hindari vasopressin, Calsium chanel blocker, betablocker ataupun anestesi local.
Kurangi dosis epinefrin < 1 mcg/KgBB
4. Terapi emulsi lipid 20%(pada pasien dengan berat badan > 70 Kg);
Bolus cepat intravena 1,5 ml/KgBB
Infuse kontinu 0,25 ml/KgBB/menit (kurang lebih 18 ml/menit)
Bolus dapat diulangi sampai dua kali bila kardiovaskuler masih kolaps
Infuse kontinu dapat dinaikan jadi 0,5ml/KgBB/menit
Infuse kontinu dipertahankan paling tidak selama 10 menit setelah tercapai
stabilitas sirkulasi
Direkomendasikan pemberian emulsi lipid kurang lebih sebanyak 10 ml/Kg BB
dalam 30 menit pertama.
17
Epinefrin mengurangi kecepatan absorbsi anastesi lokal sehingga akan mengurangi juga
toksisitas sistemiknya.
Dalam klinik, larutan suntik anastesi lokal biasanya mengandung epinefrin (1 dalam 200.000
bagian), norepinefrin (1 dalam 100.000 bagian). Pada umumnya zat vasokonstriktor ini harus
diberikan dalam kadar efektif minimal.
Reaksi lokal:
1. Nyeri pada penyuntikan
2. Rasa terbakar
3. Anastesia persisten
4. Infeksi
5. Edema
6. Toksisitas lokal
18
KESIMPULAN
Efek obat anestesi lokal menyebabkan analgesik sementara namun analgesik yang
komplit/penuh pada bagian-bagian tertentu dari tubuh.
Lidokain yang merupakan salah satu obat anestesi lokal golongan amida mempunyai
onset dan durasi yang pendek. Sedangkan bupivakain (marcain) merupakan obat anestesi
local golongan amida yang berikatan dengan HCL mudah larut dalam air, sangat stabil
dan dapat diautoklaf berulang. Potensinya 3-4 kali dari lidokain dengan lama kerja 2-5
kali lidokain. Sifat sensorisnya lebih dominan dibandingkan hambatan motorik
Adapun fungsi adrenalin dalam anestesi lokal yaitu sebagai vasokonstriktor yang
berfungsi untuk memperpanjang daya kerja anestesia lokal.
19
Daftar Pustaka
1. Joseph, M.N, MDet.all. 2012. American Society of Regional Anesthesia and Pain
Medicine (ASRA), checklist for managing lokal anesthetic systemic toxicity.
2. Tom Peck. et all. Pharmacology for Anaesthesia and Intensive Care. 3rd edition.
Cambridge Univessity Press,.p.163-174
3. Miller, R.D. 2005. Miller’s Anesthesia. 6th ed. Elsevier Churchill Livingstone.
p.580-582
4. Kapitanyan,Raffi MD. Local Anesthetic Toxicity
5. Sawynok , J. 2003. Local Anesthetics in Topical and Peripherally Acting Analgesics.
Pharmacological reviews.Vol 55 no.1. p.7
6. Ehrenfeld,J.M MD, MPH et all.2010. Anesthesia Student Survival Guide. A case-Base
Approach. Springer. chapter 6.p 67-74
7. Mangku, Gde. Diktat Kumpulan Kuliah Buku I. Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana. hal 85-89
8. Mangku, Gde. Pedoman Praktis Anestesia-Analgesia (Buku III). Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. hal 35-38
9. Bricker,S. MA, MBChB, FRCA.2004. The Anaesthesia Science Viva Book.. Cambridge
University Press. p162-167
10. Anonim. Local Anesthesia; From Wikipedia, The Free Encyclopedia
11. Kopert,W.MD. et all.2004.Perioperative Intravenous Lidocaine Has Preventive Effects
on Postoperative Pain and Morphine Consumption After Major Abdominal Surgery; The
International Anesthesia Research Society.p.1050-1055
12. Buvanendran,A. and Kroin,J.S. 2009. Multimodal Analgesia for controlling acute
postoperative pain. Departement of Anesthesiology,.Rush University Medical
center.Chicago. Illinois. USA.
13. Duke,J MD. MBA. 2011. Anesthesia Secrets 4th ed. Denver Health Medical Center.
Denver, Colorado. Mosby Elsevier.p.105-111
14. Wilson,I. et all. 2002. Update in Anesthesia, A Journal for Anaesthetists in developing
countries. No 14.
15. McConachie,I. 2002 Anaesthesia for the high risk patient. Greenwich Medical Media
Limited. London. P. 65-75
20
21