Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) NOSOCOMIAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pasien Safety
Dosen Pengampu: Drs.Ngadiyono, S.Kp.Ns. M.H.Kes

Oleh:
Kelompok 5
1. Duwi Kristiana P1337424420040
2. Marantika Fitriani P1337424420047
3. Eva Erviana P1337424420054
4. Desinta Hayu Pramesthi P1337424420060
5. Riana Imawati P1337424420060
6. Intan Nuraini Haka P1337424420067
7. Dewi Karunia Widhia P1337424420166
8. Tiara Bella Murbha A P1337424420173
9. Delvia Lutfiawaliah P1337424420177
10. Nada Amalia Mudrikah P1337424420181
11. Alfiatur Rofi'ah P1337424420182
12. Adinda Rizki Tiffali P1337424420195
13. Eryca Dea Laksmi S P1337424420201
2

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN


DAN PROFESI BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan karunia-
Nya yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan
makalah dengan judul “Pencegahan dan pengendalian Infeksi (PPI) Nosokomial”
dengan baik.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan digunakan dengan
sebaik baik nya. Kami menyadari bahwa makalah ini masih belum senpurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.

Semarang, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. LatarBelakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................4
A. Pengertian Infeksi Nosocomial.....................................................................4
B. Penularan Infeksi...........................................................................................4
C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosocomial......................................6
D. Kewaspadaan Isolasi.....................................................................................7
E. Kebersihan Tangan.....................................................................................11
F. Pengobatan dan Komplikasi infeksi Nosokomial.......................................13
G. Asepsis atau Teknik Aseptik.......................................................................14
H. Langkah-langkah Pemprosesan Peralatan...................................................14
BAB III PENUTUP...............................................................................................19
A. Kesimpulan.................................................................................................19
B. Saran............................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang
”Health-care Associated Infections (HAIs)” merupakan komplikasi
yang paling sering terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs selama ini dikenal
sebagai Infeksi Nosokomial atau disebut juga sebagai Infeksi di rumah
sakit ”Hospital-Acquired Infections” merupakan persoalan serius karena
dapat menjadi penyebab langsung maupun tidak langsung kematian
pasien. Kalaupun tak berakibat kematian, pasien dirawat lebih lama
sehingga pasien harus membayar biaya rumah sakit yang lebih banyak.
HAIs adalah penyakit infeksi yang pertama muncul (penyakit
infeksi yang tidak berasal dari pasien itu sendiri) dalam waktu antara 48
jam dan empat hari setelah pasien masuk rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya, atau dalam waktu 30 hari setelah pasien
keluar dari rumah sakit. Dalam hal ini termasuk infeksi yang didapat dari
rumah sakit tetapi muncul setelah pulang dan infeksi akibat kerja terhadap
pekerja di fasilitas pelayanan kesehatan.
Angka kejadian terus meningkat mencapai sekitar 9% (variasi 3-
21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh
dunia.Kondisi ini menunjukkan penurunan mutu pelayanan kesehatan.
Tak dipungkiri lagi untuk masa yang akan datang dapat timbul tuntutan
hukum bagi sarana pelayanan kesehatan, sehingga kejadian infeksi di
pelayanan kesehatan harus menjadi perhatian bagi Rumah Sakit.
Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien
merupakan kelompok yang berisiko mendapat HAIs. Infeksi ini dapat
terjadi melalui penularan dari pasien kepada petugas, dari pasien ke pasien
lain, dari pasien kepada pengunjung atau keluarga maupun dari petugas
kepada pasien. Dengan demikian akan menyebabkan peningkatan angka
morbiditas, mortalitas, peningkatan lama hari rawat dan peningkatan biaya
rumah sakit.

1
2

Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) sangat


Penting untuk melindungi pasien, petugas juga pengunjung dan keluarga
dari resiko tertularnya infeksi karena dirawat, bertugas juga berkunjung ke
suatu rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Keberhasilan
program PPI perlu keterlibatan lintas profesional: Klinisi, Perawat,
Laboratorium, Kesehatan Lingkungan, Farmasi, Gizi, IPSRS, Sanitasi dan
Housekeeping, dan lain-lain sehingga perlu wadah berupa Komite
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
Beberapa rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan lahan praktik bagi mahasiswa/ siswa serta peserta magang dan
pelatihan yang berasal dari berbagai jenjang pendidikan dan institusi yang
berbeda-beda. Tak diragukan lagi bahwa semua mahasiswa/ siswa dan
peserta magang/ pelatihan mempunyai kontribusi yang cukup besar dalam
penularan infeksi dan akan beresiko mendapatkan HAIs. Oleh karena itu
penting bagi mahasiswa/siswa, peserta magang/ pelatihan, termasuk juga
karyawan baru memahami proses terjadinya infeksi, mikroorganisme yang
sering menimbulkan infeksi, serta bagaimana pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Sebab bila sampai terjadi infeksi
nosokomial akan cukup sulit mengatasinya, pada umumnya kuman sudah
resisten terhadap banyak antibiotika. Sehingga semua mahasiswa/ siswa,
peserta magang/ pelatihan yang akan mengadakan praktik di rumah sakit
dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, termasuk juga karyawan baru
yang akan bertugas harus diberikan Layanan Orientasi dan Informasi
(LOI) tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam makalah ini
adalah:
1. Apa pengertian dari infeksi nosocomial itu?
2. Bagaimana prinsip dan pencegahan infeksi nosocomial?
3. Apa tujuan dari pencegahan infeksi nosocomial?
3

4. Apa yang dimaksud asepsis dan teknik aseptic?


5. Bagaimana langkah-langkah pemrosesan peralatan perawatan pasien?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian infeksi nosocomial
2. Mengetahui prinsip dan pencegahan infeksi nosocomial
3. Mengetahui tujuan pencegahan infeksi nosocomial
4. Mengetahui pengertian asepsis dan teknik aseptic
5. Mengetahui langkah-langkah pemprosesan peralatan perawatan pasien
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Infeksi Nosocomial


Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nomos yang
artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion adalah
tempat untuk merawat/ rumah sakit. Jadi infeksi nosocomial dapat
diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit.

B. Penularan Infeksi
Pengetahuan tentang rantai penularan infeksi sangat penting karena
apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat
dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi
penularan adalah:
1. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia dapat berupa bakteri , virus,
ricketsia, jamur dan parasit. Dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
patogenitas, virulensi, dan jumlah (dosis, atau load).
2. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang
paling umumadalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah,
air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada manusia: permukaan
kulit, selaput lendir saluran nafas atas, usus dan vagina.
3. Port of exit (Pintu keluar) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi : saluran pernafasan,
saluran pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan
membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
4. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport
agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada
beberapa cara penularan yaitu :

4
5

a. Kontak (contact transmission):


1) Direct/Langsung: kontak badan ke badan transfer kuman
penyebab secara fisik pada saat pemeriksaan fisik,
memandikan pasen
2) Indirect/Tidak langsung (paling sering): kontak melalui
objek (benda/alat) perantara: melalui instrumen, jarum,
kasa, tangan yang tidak dicuci
b. Droplet : partikel droplet > 5 μm melalui batuk, bersin, bicara,
jarak sebar pendek, tdk bertahan lama di udara, “deposit” pada
mukosa konjungtiva, hidung, mulut contoh : Difteria, Pertussis,
Mycoplasma, Haemophillus influenza type b (Hib), Virus
Influenza, mumps, rubella
c. Air borne : partikel kecil ukuran < 5 μm, bertahan lama di
udara, jarak penyebaran jauh, dapat terinhalasi, contohnya:
Mycobacterium tuberculosis, virus campak, Varisela (cacar
air), spora jamur
d. Melalui Vehikulum : Bahan yang dapat berperan dalam
mempertahankan kehidupan kuman penyebab sampai masuk
(tertelan atau terokulasi) pada pejamu yang rentan. Contoh: air,
darah, serum, plasma, tinja, makanan
e. Melalui Vektor : Artropoda (umumnya serangga) atau binatang
lain yang dapat menularkan kuman penyebab cara menggigit
pejamu yang rentan atau menimbun kuman penyebab pada
kulit pejamu atau makanan. Contoh: nyamuk, lalat, pinjal/ kutu,
binatang pengerat
5. Port of entry (Pintu masuk) adalah Tempat dimana agen infeksi
memasuki pejamu (yang suseptibel). Pintu masuk bisa melalui:
saluran pernafasan, saluran pencernaan, saluran kemih dan
kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
6. Penjamu rentan (suseptibel) adalah orang yang tidak memiliki
daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta
6

mencegah infeksi atau penyakit. Faktor yang mempengaruhi:


umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar
yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan imunosupresan.
Sedangkan faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis
kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup,
pekerjaan dan herediter.

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosocomial


Proses terjadinya infeksi bergantung kepada interaksi antara
suseptibilitas penjamu, agen infeksi (pathogenesis, virulensi dan dosis)
serta cara penularan. Identifikasi factor resiko pada penjamu dan
pengendalian terhadap infeksi tertentu dapat mengurangi insiden
terjadinya infeksi (HAIs), baik pada pasien ataupun pada petugas
kesehatan.
Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
1. Peningkatan daya tahan penjamu, dapat pemberian imunisasi aktif
(contoh vaksinasi hepatitis B), atau pemberian imunisasi pasif
(imunoglobulin). Promosi kesehatan secara umum termasuk nutrisi
yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh.
2. Inaktivasi agen penyebab infeksi, dapat dilakukan metode fisik
maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah pemanasan (pasteurisasi
atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya. Metode kimiawi
termasuk klorinasi air, disinfeksi peralatan dan lingkungan, serta
penggunaan antibiotika.
3. Memutus mata rantai penularan. Merupakan hal yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya
bergantung kepeda ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur
yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam
suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari
2 pilar/ tingkatan, yaitu “Standard Precautions” (Kewaspadaan
7

Standar) dan “Transmission based Precautions” (Kewaspadaan


berdasarkan cara penularan)
4. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis”/
PEP) terhadap petugas kesehatan. Berkaitan pencegahan agen infeksi
yang ditularkan melalui darah atau cairan tubuh lainnya, yang sering
terjadi karena luka tusuk jarum bekas pakai atau pajanan lainnya.
Penyakit yang perlu mendapatkan perhatian adalah hepatitis B,
Hepatitis C, dan HIV.
Kasus infeksi nosocomial yang bersumber pada rumah sakit dan
lingkungannya, dapat dicegah dan dikendalikan dengan memperhatikan
tiga sikap pokok berikut:
1. Kesadaran dan rasa tanggung jawab para petugas bahwa dirinya dapat
menjadi sumber penularan atau media perantara dalam setiap prosedur
dan tindakan medis (diagnosis dan terapi), sehingga dapat
menimbulkan terjadinya infeksi nosocomial.
2. Selalu ingat akan metode mengeliminasi mikroba patogen melalui
tindakan aseptik, disinfeksi dan sterilisasi.
3. Di setiap unit pelayanan perawatan dan unit tindakan medis, khususnya
kamar operasi dan kamar bersalin, harus terjaga mutu sanitasinya.

D. Kewaspadaan Isolasi
Mikroba penyebab HAIs dapat ditransmisikan oleh pasien
terinfeksi/ kolonisasi kepada pasien lain dan petugas. Bila kewaspadaan
isolasi diterapkan benar dapat menurunkan risiko transmisi dari pasien
infeksi/ kolonisasi. Tujuan kewaspadaan isolasi adalah menurunkan
transmisi mikroba infeksius di antara petugas dan pasien. Kewaspadaan
Isolasi harus diterapkan kewaspadaan isolasi sesuai gejala klinis,sementara
menunggu hasil laboratorium keluar.
Kewaspadaan Isolasi merupakan kombinasi dari :
1. Standard Precautions / Kewaspadaan Standar
gabungan dari:
8

a. Universal Precautions/ Kewaspadaan universal


b. Body Substance Isolation/ Isolasi substansi/ cairan tubuh
Berlaku untuk semua pasien, kemungkinan atau terbukti infeksi,
setiap waktu di semua unit pelayanan kesehatan.
c. Transmission-based precautions/ kewaspadaan berbasis transmisi
Dipakai bila rute transmisi tidak dapat diputus sempurna hanya
Standard precautions.
Kewaspadaan standar diberlakukan terhadap semua pasien,
tidak tergantung terinfeksi/ kolonisasi. Kewaspadaan standar disusun
untuk mencegah kontaminasi silang sebelum diagnosis diketahui dan
beberapa merupakan praktek rutin, meliputi:
a. Kebersihan tangan/ hand hygiene
b. Alat Pelindung Diri (APD) : sarung tangan, masker, goggle (kaca
mata pelindung), face shield (pelindungwajah), gaun
c. Peralatan perawatan pasien
d. Pengendalian lingkungan
e. Pemrosesan peralatan pasien dan penatalaksanaan linen
f. Kesehatan karyawan / Perlindungan petugas kesehatan
g. Penempatan pasien
h. Hygiene respirasi/ Etika batuk
i. Praktek menyuntik yang aman
j. Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi
2. Transmission based Precautions/ kewaspadaan berdasarkan cara
penularan
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi tujuannya untuk
memutus rantai penularan mikroba penyebab infeksi. Diterapkan pada
pasien gejala/ dicurigai terinfeksi atau kolonisasi kuman penyebab
infeksi menular yang dapat ditransmisikan lewat udatra, droplet,
kontak kulit atau permukaan terkontaminasi.
9

Kewaspadaan berdasarkan transmisi dapat dilaksanakan secara


terpisah ataupun kombinasi karena suatu infeksi dapat ditransmisikan
lebih dari satu cara.
a. Kewaspadaan transmisi kontak
Penempatan pasien :
1) Kamar tersendiri atau kohorting (Penelitian tidak terbukti
kamar tersendiri mencegah HAIs)
2) Kohorting (management MDRo )
APD petugas:
1) Sarung tangan bersih non steril, ganti setelah kontak bahan
infeksius, lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar
pasien dan cuci tangan menggunakan antiseptik
2) Gaun, lepaskan gaun sebelum meninggalkan ruangan
Transport pasien:
Batasi kontak saat transportasi pasien
b. Kewaspadaan transmisi droplet
Penempatan pasien :
1) Kamar tersendiri atau kohorting, beri jarak antar pasien >1m
2) Pengelolaan udara khusus tidak diperlukan, pintu boleh
terbuka
APD petugas:
Masker Bedah/Prosedur, dipakai saat memasuki ruang rawat
pasien
Transport pasien:
1) Batasi transportasi pasien, pasangkan masker pada pasien saat
transportasi.
2) Terapkan hygiene respirasi dan etika batuk
c. Kewaspadaan transmisi udara/ airborne
Penempatan pasien :
1) Di ruangan tekanan negatif
2) Pertukaran udara > 6-12 x/jam,aliran udara yang terkontrol
10

3) Jangan gunakan AC sentral, bila mungkin AC + filter HEPA


4) Pintu harus selalu tertutup rapat.
5) Kohorting
6) Seharusnya kamar terpisah, terbukti mencegah transmisi, atau
kohorting jarak >1 m
7) Perawatan tekanan negatif sulit, tidak membuktikan lebih
efektif mencegah penyebaran
8) Ventilasi airlock à ventilated anteroom terutama pada varicella
(lebih mahal)
9) Terpisah jendela terbuka (TBC), tidak ada orang yang lalu
lalang
APD petugas:
1) Minimal gunakan Masker Bedah/Prosedur
2) Masker respirator (N95) saat petugas bekerja pada radius <1m
dari pasien
3) Gaun
4) Goggle
5) Sarung tangan (bila melakukan tindakan yang mungkin
menimbulkan aerosol)
Transport pasien
1) Batasi transportasi pasien, Pasien harus pakai masker saat
keluar ruangan
2) Terapkan hyangiene respirasi dan etika batuk
Catatan: Kohorting adalah menempatkan pasien terinfeksi atau
kolonisasi patogen yang sama di ruang yang sama, pasien lain tanpa
patogen yang sama dilarang masuk.
Peraturan untuk kewaspadaan isolasi harus dihindarkan transfer
mikroba pathogen antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat
inap. Hal yang perlu diterapkan adalah sebagai berikut:
1. Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan
sekresi dari seluruh pasien
11

2. Dekontaminasi tangan sebelum dan sesudah kontak diantara pasien


satu lainnya
3. Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan
tubuh)
4. Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan terhadap bahan
infeksius
5. Pakai sarung tangan saat atau kemungkinan kontak darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi, disinfeksi tangan segera
setelah melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6. Penanganan limbah feses, urine, dan sekresi pasien lain di buang ke
lubang pembuangan yang telah disediakan, bersihkan dan disinfeksi
bedpan, urinal dan obtainer/container pasien lainnya.
7. Tangani bahan infeksius sesuai Standar Prosedur Operasional (SPO)
8. Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen pasien yang infeksius
telah dibersihkan dan didisinfeksi benar.

E. Kebersihan Tangan
Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di RS.
Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah
penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi nosokomial.
Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar pengendalian
infeksi. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah.
Dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub berbasis alkohol.
Kebersihan tangan merupakan prosedur terpenting untuk mencegah
transmisi penyebab infeksi (orang ke orang;objek ke orang). Banyak
penelitian menunjukkan bahwa cuci tangan menunjang penurunan insiden
MRSA, VRE di ICU.
Kondisi yang dibutuhkan untuk mencuci tangan antara lain:
1. Segera setelah tiba di rumah sakit
2. Sebelum masuk dan meninggalkan ruangan pasien
12

3. Sebelum dan sesudah kontak pasien atau benda yang terkontaminasi


cairan tubuh pasien
4. Di antara kontak pasien satu dengan yang lain
5. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien
6. Sesudah ke kamar kecil
7. Sesudah kontak darah atau cairan tubuh lainnya
8. Bila tangan kotor
9. Sebelum meninggalkan rumah sakit
10. Segera setelah melepaskan sarung tangan
11. Segera setelah membersihkan sekresi hidung
12. Sebelum dan setelah menyiapkan dan mengkonsumsi makanan
Alternatif Kebersihan Tangan
1. Handrub berbasis alkohol 70%:
a. Pada tempat dimana akses wastafel dan air bersih terbatas
b. Tidak mahal, mudah didapat dan mudah dijangkau
c. Dapat dibuat sendiri (gliserin 2 ml 100 ml alkohol 70 %)
2. Jika tangan terlihat kotor, mencuci tangan air bersih mengalir dan
sabun harus dilakukan.
3. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik,
sehingga jika tangan kotor harus mencuci tangan sabun dan air
mengalir.
4. Setiap 5 kali aplikasi handrub harus mencuci tangan sabun dan air
mengalir.
5. Mencuci tangan sabun biasa dan air bersih mengalir sama efektifnya
mencuci tangan sabun antimikroba.
6. Sabun biasa mengurangi terjadinya iritasi kulit.
Enam langkah kebersihan tangan :
1. Langkah 1: Gosokkan kedua telapak tangan
2. Langkah 2: Gosok punggung tangan kiri dengan telapak tangan kanan,
dan lakukan sebaliknya
13

3. Langkah 3: Gosokkan kedua telapak tangan dengan jari-jari tangan


saling menyilang
4. Langkah 4: Gosok ruas-ruas jari tangan kiri dengan ibu jari tangan
kanan dan lakukan sebaliknya
5. Langkah 5: Gosok Ibu Jari tangan kiri dengan telapak tangan kanan
secara memutar, dan lakukan sebaliknya
6. Langkah 6: Gosokkan semua ujung-ujung jari tangan kanan di atas
telapak tangan kiri, dan lakukan sebaliknya

F. Pengobatan dan Komplikasi infeksi Nosokomial

Jika dicurigai penyebab infeksi adalah bakteri, dokter akan


memberikan antibiotik secara empiris. Terapi antibiotik secara empiris
adalah pemberian antibiotik di awal, sebelum jenis bakteri penyebab
infeksi diketahui dengan pasti. Harapannya, antibiotik tersebut dapat
mengontrol atau membunuh bakteri penyebab infeksi sambil menunggu
hasil kultur keluar. Setelah hasil kultur keluar, pemberian antibiotik dan
obat lain akan disesuaikan dengan jenis bakteri atau kuman yang
menyebabkan infeksi nosokomial.

Jika infeksi nosokomial disebabkan oleh infeksi luka operasi atau


ulkus dekubitus, akan dilakukan operasi debridement. Prosedur ini berguna
untuk mengangkat jaringan yang terinfeksi dan rusak agar infeksi tidak
menyebar.Terapi suportif, seperti pemberian cairan, oksigen, atau obat
untuk mengatasi gejala, akan diberikan sesuai kondisi dan kebutuhan
pasien. Terapi suportif dilakukan untuk memastikan agar kondisi pasien
tetap stabil.Bila memungkinkan, seluruh alat yang meningkatkan risiko
terjadinya infeksi akan dicabut atau diganti.

Infeksi nosokomial yang tidak segera ditangani dapat menyebabkan


berbagai komplikasi berupa:
14

a. Endokarditis

b. Osteomielitis

c. Peritonitis

d. Meningitis

e. Sepsis

f. Abses paru

g. Gagal organ

h. Gangren

i. Kerusakan permanen pada ginjal

G. Asepsis atau Teknik Aseptik


Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab
penyakit. Asepsis/ teknik aseptik merupakan segala upaya yang dilakukan
untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan
berpotensi menimbulkan infeksi. Tujuan dari tindakan asepsis ini adalah
untuk mengurangi atau menghilangkan mikroorganisme yang terdapat
pada permukaan benda hidup atau benda mati. Tindakan ini meliputi
antisepsis, desinfeksi dan sterilisasi.

H. Langkah-langkah Pemprosesan Peralatan


Ada tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses
peralatan dan benda-benda lain dalam upaya pencegahan infeksi anta lain:
1. Dekontaminasi
15

Dekontaminasi adalah proses untuk menghilangkan/ memusnahkan


mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada peralatan medis/
objek, sehingga aman untuk penggunaan selanjutnya. Ini adalah
langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan, sarung
tangan dan benda lain yang terkontaminasi. Segera setelah digunakan,
masukkan benda-benda yang terkontaminasi ke dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit. Ini akan dengan cepat mematikan virus
hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-benda tersebut terendam
sluruhnya dalam larutan klorin. Daya kerja larutan klorin akan cepat
menurun sehingga harus diganti minimal setiap 24 jam sekali atau
lebih cepat, jika terlihat telah kotor atau keruh.
2. Cuci dan bilas
Pencucian adalah cara paling efektif untuk menghilangkan sebagian
besar mikroorganisme pada peralatan/ perlengkapan yang kotor atau
yang sudah digunakan. Baik sterilisasi ataupun DTT menjadi kurang
efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika benda-benda yang
terkontaminasi tidak dapatdicuci segera setelah dekontaminasi, bilas
peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan menghilangkan
bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama secepat mungkin.
3. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dan sterilisasi
a. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
DTT adalah cara efektif untuk membunuh mikroorganisme
penyebab penyakit dari peralatan, sterilisasi tidak selalu
memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT dapat dilakukan
dengan cara merebus, mengukus atau kimiawi. Ini dapat
menghilagkan semua organisme kecuali beberapa bakteri
endospora yaitu sebesar 95%.
1) DTT dengan cara merebus
a) Gunakan panci dengan penutup yang rapat.
b) Ganti air setiap kali mendisinfeksi peralatan.
16

c) Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya


terendam dalam air.
d) Mulai panaskan air.
e) Mulai hitung waktu saat air mendidih.
f) Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih
setelah penghitungan waktu mulai.
(1) Rebus selama 20 menit.
(2) Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku
khusus.
(3) Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan
sebelum digunakan atau disimpan (jika peralatan dalam
keadaan lembab maka keadaan disinfeksi tingkat tinggi
tidak terjaga).
(4) Pada saat peralatan kering, gunakan segera atau simpan
dalam wadah disinfeksi tingkat tinggi dan berpenutup.
Peralatan bisa disimpan sampai satu inggu asalkan
penutupnya tidak dibuka.
2) DTT dengan mengukus
DTT pada sarung tangan dengan uap panas dilakukan tanpa
diberi bubuk talk.
a) Gunakan panci perebus yang memiliki tiga susun nampan
pengukus.
b) Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT
selesai, sarung tangan dapat dipakai tanpa membuat
kontaminasi baru.
c) Letakkan sarung tangan pada nampan pengukus yang
berlubang di bawahnya. Agar mudah dikeluarkan dari
panci, letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya ke
arah tengah panci.
d) Ulangi proses tersebut hingga semua nampan terisi dengan
menyusun tiga nampan pengukus yang bersisi air.
17

e) Letakkan penutup di atas panci paling atas dan panaskan air


hingga mendidih.
f) Catat lama waktu pengukusan jika uap air keluar dari panci.
g) Kukus sarung tangan selama 20 menit.
h) Angkat nampan pengukus paling atas dan goyangkan
perlahan-lahan agar air yang tersisa menetes keluar.
i) Letakkan nampan pengukus di atas panci yang kosong di
sebelah kompor.
j) Ulangi langkah tersebut hingga semua nampan pengukus
yang berisi sarung tangan tersusun di atas panci perebus
yang kosong. Letakkan penutup di atasnya agar sarung
tangan menjadi dingin dan kering tanpa kontaminasi.
k) Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan
dalam panci selama 4-6 jam.
l) Jika sarung tangan tidak segera dipakai, letakkan sarung
tangan dalam wadah DTT lalu tutup rapat.
3) DTT kimiawi
a) Letakkan peralatan dalam keadaan kering (sudah
didekontaminasi dan cuci-bilas) ke dalam wadah yang
berisi larutan kimia.
b) Pastikan peralatan terendam semua selama 20 menit.
c) Catat waktu perendaman.
d) Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan di
wadah DTT yang berpenutup.
e) Setelah kering peralatan dapat digunakan atau di simpan
dalam wadah DTT yang bersih.
b. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran
semua bentuk kehidupan mikroba yang dilakukan termasuk
endospora. Ada dua metode yang tercatat pada pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas kesehatan yaitu
18

sterilisator uap tekanan tinggi (autoklaf) dan sterilisator panas


kering (oven).
Hal-hal yang perlu diperlu diperhatikan dalam sterilisasi:
1) Sterilisator harus siap pakai, bersih dan masih berfungsi.
2) Peralatan yang akan disterilisasi harus dibungkus dan diberi
label yang jelas dengan menyebutkan jenis peralatan, jumlah,
tanggal pelaksanaan steril.
3) Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril.
4) Tidak boleh menambahkan peralatan dalam sterilisator sebelum
waktu mensteril selesai.
5) Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan
korentang.
6) Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka
bungkusnya. Bila terbuka harus dilakukan sterilisasi ulang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Infeksi nosocomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau
terjadi di rumah sakit.
2. Komponen penularan penyakit meliputi agent, reservoir, pintu keluar
dan masuk, cara penularan dan penjamu.
3. Tangan merupakan media transmisi patogen tersering di rumah sakit.
Menjaga kebersihan tangan dengan baik dan benar dapat mencegah
penularan mikroorganisme dan menurunkan frekuensi infeksi
nosokomial. Kepatuhan terhadap kebersihan tangan merupakan pilar
pengendalian infeksi.
4. Teknik yang digunakan adalah teknik cuci tangan 6 langkah dan 4
gerakan serta dapat memakai antiseptik, dan air mengalir atau handrub
berbasis alkohol.
5. Asepsis/ teknik aseptik merupakan segala upaya yang dilakukan untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan berpotensi
menimbulkan infeksi.
6. Langkah pemprosesan peralatan meliputi dekontaminasi, cuci bilas dan
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) baik dengan cara merebus, mengukus
dan kimiawi atau sterilisasi (panas kering dan autoklaf)..

B. Saran
Dalam meningkatkan pelayanan dan keamanan pasien
dibutuhkan kesadaran bagi tenaga kesehatan untuk menerapkan prinsip-
prinsip pencegahan infeksi. Hal ini tidak hanya akan bermanfaat untuk
tenaga kesehatan untuk melindungi dirinya sendiri, tetapi juga pasien. Tak
lepas juga dengan diperhatikan tata cara pemprosesan peralatan perawatan
yang benar agar kuman mikroorganisme dapat dihilangkan sehingga
meminimalisir resiko infeksi nosocomial tersebut.

19
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2008. Infeksi Nosokomial Problematika dan pengendaliannya. Jakarta:


Salemba Medika.
JNPK-KR. 2008. Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta:
Pane, M. D.C. 2020. Infeksi Nosokomial. https://www.alodokter.com/infeksi-
nosokomial, diakses pada 16 Oktober 2020.
Wikipedia. 2019. Aseptik. https://id.m.wikipedia.org, diakses pada 20 Oktober
2020.

20

Anda mungkin juga menyukai