Anda di halaman 1dari 25

-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 1

Kata “IJTIHAD” memiliki akar


yang sama dengan kata
“JIHAD” yaitu dibangun dari Kata “IJTIHAD” berasal dari kata
akar kata “JAHADA” kerja “IJTAHADA” (bekerja
dengan sungguh-sungguh), yaitu
(mengerahkan kemampuan). bersungguh-sungguh dengan
mengeluarkan seluruh
kesanggupan dalam
menyelesaikan sesuatu urusan
yang berat.
10/27/2020 -nandang hmz- aqidah islam 2
Lanjutan

Menurut istilah Ulama Ushul


Fiqih, “ijtihad ialah
menghabiskan segenap
kemampuan dan kesanggupan
untuk memeroleh sesuatu
hukum syara yang praktis
dengan jalan mengeluarkannya
(meng-istinbat-kannya) dari al-
Qur‟an dan As-Sunnah.”

-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 3


Lanjutan

Imam al-Amidi menyebutkan: Ijtihad adalah


mencurahkan semua kemampuan untuk mencari
hukum syara‟ yang bersifat zhanni (dugaan) sampai
merasa dirinya tidak mampu mencari tambahan
kemampuannya itu.
orang yang melakukan ijtihad disebut MUJTAHID.
tempat ketiga setelah Al-Qur‟an.

-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 4


Dasar hukum Ijtihad ialah dalil AL-QUR‟AN, SUNNAH.
Dasar ijtihad dalam al-Qur‟an antara lain : QS: An-Nisa : 83;
asy-Syura‟: 38; al-Hasyr : 2;
Sedangkan dasar Ijtihad dalam Sunnah Rasul saw, antara lain
sebagaimana dinyatakan dalam HR. Tirmidzi dan Abu Dawud,
ketika Rasulullah saw, mengutus Muadz bin Jabbal ke Yaman.

-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 5


• Ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang
mutlak (absolut). Sebab ijtihad merupakan
aktifitas akal pikiran manusia yang relatif.
• Keputusan yang ditetapkan melalui ijtihad
mungkin berlaku untuk satu orang tapi tidak
berlaku untuk orang lain. Berlaku untuk satu
masa/tempat tapi tidak berlaku pada
masa/tempat yang lain.
-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 6
Lanjutan

3. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan


ibadah mahdhah (khusus), sebab urusan ibadah
mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.

4. Keputusan Ijtihad tidak boleh bertentangan dengan


Al-Qur‟an dan Al-Sunnah.
5. Dalam proses berijtihad agar dipertimbangkan faktor-
faktor motivasi, akibat, kemaslahatan umum,
kemanfaatan bersama dan nilai-nilai menjadi ciri jiwa
ajaran Islam.

-nandang hmz- aqidah islam 10/27/2020 7


QIYAS (Reasoning by Analogy)
IJMAK (Consensus, Ijtihad Kolektif)

ISTIHSAN (Preference)

MASHALIHUL MURSALAH (Utility)

SUDUDZ DZARIAH
ISTISHAB SUDUDZ DZARIAH
8
Apakah Di Zaman Sekarang Ijtihad Masih
Diperlukan…..?

nandang hmz - mk akidah 9


KEPERLUAN IJTIHAD PADA MASA KINI

Meski Al-Quran sudah diturunkan secara sempurna dan


1 lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia
diatur secara detail oleh Al-Quran maupun Al-Hadist.

Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al-


Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat
masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-
2 aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam
kehidupan beragama sehari-hari, yang terkait dengan
persoalan-persoalan kemasyarakatan (muamalah, bukan
ibadah mahdhah).
Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat
Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa
waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji
apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada
3 dan jelas ketentuannya dalam Al-Quran atau Al-
Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan
tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada
sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran atau Al-
Hadits itu.
Namun, jika persoalan tersebut merupakan perkara
yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya dalam
Al-Quran dan Al-Hadist, pada saat itulah maka umat
4 Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang
berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang
mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.

Ijtihad dijadikan sebagai


sumber hukum islam yang
5 ketiga sesudah Al-Qur‟an
dan As-Sunnah.

The End
Antara lain:

IJMAK (Consensus, Ijtihad Kolektif)

Menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau


sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah
kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad
Saw. sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang
hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil
dari Ijma‟ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para
ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti
seluruh umat.
QIYAS (Reasoning by Analogy)

Berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya.


Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya
untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang
mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.
Contoh: Pada surat Al-Isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan „ah‟,
„cis‟, atau „hus‟ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena
dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul
karena sama-sama menyakiti hati orang tua.
IHTIHSAN (Preference)

Berarti suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas


lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang
dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan
pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat
dibenarkan.
Contoh: menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli
yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut
Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan)
bahwa jual beli diperbolehkan dengan system pembayaran di awal,
sedangkan barangnya dikirim kemudian.
MASHALIHUL MURSALAH (Utility)

Menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapum menurut istilah


adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia.
Contoh: Dalam Al-Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang
memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal
ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

Catatan : Perbedaan istihsan dan mashalihul mursalah ialah


Ihtihsan mempertimbangkan dasar kemaslahatan (kebaikan)
disertai dalil al-Qur‟an/al-Hadis yang umum. Sedang mashalihul
mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan
dengan tanpa adanya dalil yang tertulis secara eksplisit dalam
al-Qur‟an/al-Hadis.
‘URT (Habitude)

berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus


(adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Contoh: Dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan
uang sebagai pembayaran atas barang yang telah
diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena
harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan
pembeli.
ISTISHAB

Berarti melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada


dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang
mengubah kedudukan hukum tersebut.
Contoh: Seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah
berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus
berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum
berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena
shalat tidak sah bila tidak berwudhu.
SUDUDZ DZARIAH

menurut bahasa berarti menutup jalan, sedangkan menurut


istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah
menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.
Contoh: Adanya larangan meminum-minuman keras
walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak
memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar
jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga
mabuk bahkan menjadi kebiasaan.
TINGKATAN IJTIHAD
(DR. YUSUF QARDHAWI)

IJTIHAD INTIQAAI IJTIHAD INSYAAI


(ELEKTIS) (KONSTRUKTIF)

pilihan terhadap penemuan hukum baru


pendapat ulama fiqh terhadap suatu masalah,
terdahulu yang lebih yang mana pada waktu
kuat atau utama dari dahulu belum ada
pendapat-pendapat seorang FUQAHA (ahli
para ulama lainnya fiqh) memfatwakannya,
tentang fatwa atau baik permasalahan itu
hukum sesuatu. bersifat lama ataupun
baru.
Menurut Wahbah Al-Juhaili ada 7 tingkatan
1) MUJTAHID MUTHLAQ MUSTAQIL (MUJTAHID
INDEPENDEN).
Seorang mujtahid mustaqil memiliki kemampuan untuk
membuat kaidah-kaidah fikih berdasarkan kesimpulan
terhadap perenungan dalil Al-Quran dan Sunah.
Selanjutnya, kaidah-kaidah ini digunakan sebagai
landasan dalam membangun pendapatnya. Di antara
ulama yang telah mencapai derajat mujtahid
mustaqil adalah para imam mazhab yang empat.
2) MUJTAHID MUTLAQ GHAIRU MUSTAQIL (MUJTAHID MUTHLAQ
YANG TIDAK BERIJTIHAD SENDIRI)
Mereka adalah orang yang telah memenuhi persyaratan dalam
berijtihad secara independen, namun mereka belum membangun
kaidah sendiri tetapi hanya mengikuti metode imam mazhab dalam
berijtihad.
Mereka memiliki kemampuan menetapkan hukum dari beberapa
dalil sesuai dengan kaidah yang ditetapkan pemimpin mazhab. Bisa
jadi, mereka berselisih pendapat dalam beberapa masalah yang
terperinci di bidang fikih, namun secara prinsip, mereka mengikuti
imam mazhab.
3) MUJATAHID MUQAYYAD (MUJTAHID TERIKAT).
Mereka adalah kelompok ulama mujtahid yang memiliki
kemampuan untuk mengkiaskan/ menganalogikan keterangan-
keterangan yang disampaikan oleh imam mazhab, untuk
memecahkan permasalahan baru yang tidak terdapat dalam
keterangan-keterangan ulama mazhab.
Pendapat hasil ijtihad ulama pada tingkatan ini disebut dengan “ al
wajh”. Terkadang, dalam satu mazhab, para ulama dalam mazhab
tersebut berbeda pendapat, sehingga sering dijumpai dalam
penjelasan di buku fikih, pada suatu permasalahan terdapat
sekian wajh. Artinya, dalam permasalahan itu terdapat sekian
pendapat dalam mazhab tersebut.
4) MUJTAHID TAKHRIJ
Mereka adalah deretan ulama yang men-takhrij beberapa
pendapat dalam mazhab. Kemampuan mereka dalam menguasai
prinsip dan pengetahuan mereka dalam memahami landasan
mazhab telah menjadi bekal bagi mereka untuk menguatkan salah
satu pendapat.

5) MUJTAHID TARJIH
Mereka adalah kelompok mujtahid yang memiliki kemampuan
memilih pendapat yang lebih benar dan lebih kuat, ketika terdapat
perbedaan pendapat, baik perbedaan antara imam mazhab atau
perbedaan antara imam dengan muridnya dalam satu mazhab.
6) MUJTAHID FATWA
Mereka adalah para ulama yang memahami pendapat mazhab,
serta menguasai segala penjelasan dan permasalahan dalam
mazhab, sehingga mereka mampu memenentukan mana pendapat
yang paling kuat, agak kuat, dan lemah. Namun, mereka belum
memiliki kepiawaian dalam menentukan landasan kias dari
mazhab.

7) THABAQAT MUQALLID (ORANG YANG TAKLID).


Al muqallidin adalah orang yang tidak mempunyai kemampuan
untuk membuat perbedaan antara pendapat yang lemah dan yang
kuat, serta tidak dapat membedakan antara yang rajih dan yang
marjuh.

Anda mungkin juga menyukai