Anda di halaman 1dari 59

THOHAROH

Definisi
 Secara morfologi (bahasa): Thoharoh berarti An-Nazhofah (pembersihan) atau An-Nazahah
(pensucian).

 Secara Etimologi (istilah): Membersihkan diri dari najis (kotoran) dan hadats.
Atau  mensucikan diri dari segala macam sifat/ perangai/ akhlak/ perilaku yang kotor/ tidak
terpuji.

Macam-Macam Thoharoh
( WUDHU, TAYAMUM, DAN MANDI)

1. Wudhu

a. Pengertian Wudhu

Wudhu (Arab: ‫ الوضوء‬al-wuḍū’) adalah salah satu cara mensucikan anggota tubuh dengan air. Seorang
muslim dwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan shalat. Berwudhu bisa pula menggunakan debu
yang disebut dengan tayammum .

Dan secara garis umum diartikan , Wudhu adalah mensucikan diri dari segala hadast kecil sesuai dengan
aturan syariat islam .

b. Syarat – Syarat Wudhu

Syarat – syarat wudhu dibagi menjadi tiga bagian :

1. Syarat Wajib wudhu : adalah syarat yang mewajibkan orangmukallaf untuk berwudhu, dimana apabila
syarat itu atau sebagian padanya hilang, ia tidak wajib melakukan wudhu.

Adapun syarat wajib wudhu, antara lain adalah :

1) Baligh (Dewasa)

2) Masuknya waktu shalat.

3) Bukan orang yang mempunyai wudhu.

4) Mampu melaksanakan wudhu.


2. Syarat Sah wudhu

Antara lain :

1) Air yang digunakan itu adalah thahur (mensucikan).

2) Orang yang berwudhu itu Mumayyiz

3) Tidak terdapat pengahalang yang dapat mengahalangi sampainya air ke anggota wudhu yang hendak
dibasuh.

3. Syarat Wajib dan Sahnya sekaligus

Adapun syarat wajib dan sahnya sekaligus, antara lain:

1) Akil

2) Sucinya perempuan dari darah haid dan nifas.

3) Tidak tidur atau lupa

4) Islam

c. Rukun Wudhu

Antara lain :

1. Niat

2. Membasuh / mengusap anggota wajib wudhu.

Dalam Al-Qur’an dalam surat Al-Maidah ayat 6 yang berbunyi:

َ‫ضىأ َ ْو َعل‬ َ ْ‫ُواوإِ ْن ُك ْن ُتمْ َمر‬


َ ‫اط َّهر‬ ْ َ‫ُواب ُرءُوسِ ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُكمْإِل‬
َّ ‫ىال َكعْ َب ْين َِوإِ ْن ُك ْن ُت ْم ُج ُنبًا َف‬ ِ ‫ْسح‬ ْ َ‫اغسِ لُواوُ جُو َه ُكمْ َوأَ ْي ِد َي ُكمْإِل‬
َ ‫ىال َم َرافِق َِوام‬ َّ ‫ِين َءا َم ُنواإِ َذاقُمْ ُتمْإِلَىال‬
ْ ‫صاَل ِة َف‬ َ ‫َياأَ ُّي َهاالَّذ‬
ٍ ‫ُوابوُ جُو ِه ُك ْم َوأَ ْيدِي ُك ْم ِم ْن ُه َماي ُِريدُاللَّ ُهلِ َيجْ َعلَ َعلَ ْي ُك ْم ِم ْن َح َر‬
‫ج َولَ ِك ْني ُِري ُدلِ ُي‬ ِ ‫ِيدا َط ِّيبًا َفامْ َسح‬
ً ‫ُواصع‬َ ‫ىس َف ٍرأَ ْو َجا َءأَ َح ٌد ِم ْن ُكمْ ِم َن ْالغَائِطِ أ َ ْواَل َمسْ ُتمُال ِّن َسا َء َفلَمْ َت ِجدُوا َما ًء َف َت َي َّمم‬
َ
‫ُون‬ َّ َ
َ ‫طه َِّر ُك ْم َولَ ِك ْني ُِري ُدلِ ُيطه َِّر ُكمْ َولِ ُي ِت َّمنِعْ َم َت ُه َعلَ ْي ُك ْملَ َعل ُك ْم َت ْش ُكر‬ َ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan
tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.
Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan
ni`mat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.
Dari ayat diatas dapat kita simpulkan bahwa anggota wajib wudhu antara lain:

1. Seluruh bagian muka

2. Kedua tangan sampai kedua siku – siku

3. kepala, baik seluruhnya maupun sebagian dari padanya

4. kedua kaki sampai dengan kedua mata kaki

• Tertib

d. Sunnat Wudhu

Adapun sunatnya wudhu ada 10 perkara yaitu :

1. Membaca Basmallah pada permulaanya

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangannya

3. Berkumur sesudah membasuh kedua telapak tangan

4. Meratakan didalam mengusap kepala

5. Mengusap bagian kedua telinga

6. Memasukan air kedalam selah – selah rambut jenggot

7. Memasukan air pada selah – selah jari kedua tangan dan kaki

8. Mendahulukan anggota wudhu yang kanan daripada yang kiri

9. Mengulang tiga kali pada setiap anggota yang dibasuh atau diusap

10. Sambung – menyambung

e. Hal – hal makruh dalam Wudhu

Adapun hal – hal yang makruh dalam wudhu antara lain:

Berlebih – lebihan dalam menuangkan air, misalnya , sampai lebih dari cukup dan ini apabila air tersebut
mubah (boleh dipakai) atau milik orang yang berwudhu itu sendiri. Jika air itu jelas hanya tersedia untuk
wudhu, seperti air yang tersedia dimasjid, maka menggunakanya dengan berlebih – lebihan adalah
haram.

f. Hal- hal yang membatalkan Wudhu


Ada beberapa perkara atau hal yang dapat membatalkan wudhu, diantaranya adalah:

1. Keluar sesuatu dari dua pintu (kubul dan dubur) atau salah satu dari keduanya baik berupa kotoran,
air kencing , angin, air mani atau yang lainnya.

2. Hilangnya akal, baik gila, pingsan ataupun mabuk.

3. Bersentuhan kulit laki-laki dengan kulit perempuan yang bukan muhrim.

4. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan bathin telapak tangan, baik milik sendiri maupun milik
orang lain. Baik dewasa maupun anak-anak.

Tidur, kecuali apabila tidurnya dengan duduk dan masih dalam keadaan semula (tidak berubah)

2. Mandi

a. Pengertian Mandi Besar

Mandi besar, mandi junub atau mandi wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih (air
mutlak) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang harus dihilangkan
sebelum melakukan ibadah sholat

b. Hal – hal yang mewajibakan Mandi

1) Mengeluarkan air mani baik disengaja maupun tidak sengaja

2) Melakukan hubungan seks / hubungan intim / bersetubuh

3) Selesai haid / menstruasi

4) Melahirkan (wiladah) dan pasca melahirkan (nifas)

5) Meninggal dunia yang bukan mati syahid

Bagi mereka yang masuk dalam kategori di atas maka mereka berarti telah mendapat hadas besar
dengan najis yang harus dibersihkan. Jika tidak segera disucikan dengan mandi wajib maka banyak
ibadah orang tersebut yang tidak akan diterima Allah SWT .

c. Rukun – rukun Mandi


Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi karena wajib untuk dilakukan :

1. Membaca niat : “Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil akbari fardlol lillaahi ta’aalaa” yang artinya “AKu niat
mandi wajib untuk menghilangkan hadas besar fardlu karena Allah”.

2. Membilas/membasuh seluluh badan dengan air (air mutlak yang mensucikan) dari ujung kaki ke ujung
rambut secara merata.

3. Hilangkan najisnya bila ada .

d. Sunat – sunat mandi

Berikut ini adalah hal-hal yang boleh-boleh saja dilakukan (tidak wajib hukum islamnya) :

1) Sebelum mandi membaca basmalah.

2) Membersihkan najis terebih dahulu.

3) Membasuh badan sebanyak tiga kali

4) Melakukan wudhu/wudlu sebelum mendi wajib

5) Mandi menghadap kiblat

6) Mendahulukan badan sebelah kanan daripada yang sebelah kiri

7) Membaca do’a setelah wudhu/wudlu

8) Dilakukan sekaligus selesai saat itu juga (muamalah)

Tambahan :

Orang yang sedang hadas besar tidak boleh melakukan shalat, membaca al’quran, thawaf, berdiam di
masjid, dan lain-lain.

e. Mandi sunat
1) Mandi untuk Shalat jum’at

2) Mandi untuk Shalat hari raya

3) Sadar dari kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila, dbb

4) Muallaf (baru memeluk/masuk agama islam)

5) Setelah memendikan mayit/mayat/jenazah

6) Saat hendak Ihram

7) Ketika akan Sa’i

8) Ketika hendak thawaf

9) dan lain sebagainya

f. Hal- hal yang haram dilakukan oleh orang yang junub sebelum melakukan Mandi

Bagi seseorang yang sedang dalam keadaan junub diharamkan melakukan suatu perbuatan yang bersifat
syar’iyah yang tergantung pada wudhu sebelum orang tersebut mandi besar.

3. Tayammum

a. Pengertian

Tayammum adalah mengusap muka dan dua belah tangan dengan debu yang suci.

Tayammum dilakukan sebagai pengganti wudhu jika seseoarang yang akan melaksanakan shalat tidak
menemukan air untuk berwudhu .

b. Syarat – Syarat Tayammum

Seseoarang dibolehkan untuk bertayammum jika:

a. Islam

b. Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak bertemu

c. Berhalangan mengguankan air, misalnya karena sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh
sakitnya

d. Telah masuk waktu shalat

e. Dengan debu yang suci


f. Bersih dari Haid dan Nifas

c. Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum

Adapun Sebab – sebab disyari’atkannya Tayammum adalah :

1. Tidak ada air untuk dipakai bersuci.

2. Tidak mampu menggunakan air atau dalam keadaan membutuhkan air.

d. Rukun Tayammum

a. Niat:

Nawaitut-tayammuma li istibaahatish-shalaati fardhal lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku berniat bertayammum untuk dapat mengerjakan shalat, fardhu karena Allah.”

b. Mengusap muka dengan debu tanah, dengan dua kali usapan

c. Mengusap dua belah tangan hingga siku-siku dengan debu tanah

d. Memindahkan debu kepada anggota yang diusap

e. Tertib

e. Sunat Tayammum

1. Membaca basmalah

2. Mendahulukan anggota yang kanan daripada yang kiri

3. Menipiskan debu

f. Hal – hak yang membatalkan Tayammum

1. Segala hal yang membatalkan wudhu

2. Melihat air sebelum shalat, kecuali yang bertayammum karena sakit

3. Murtad, keluar dari Islam

Dalil-Dalil Thoharoh
 Dalil naqli tentang suruhan bersuci adalah sebagaimana firman Allah SWT dalam
1. Surat Al-Anfal ayat 11 :

" Dan (ingatlah ketika) Dia menurunkan kepada kamu hujan daripada langit untuk
mensucikan kamu dengannya “

2. “ Dan pakaianmu bersihkanlah.” (Al Muddatsir: 4)

3. “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang gemar bertaubat, dan menyukai


orang-orang yang mensucikan diri (Al-Baqarah : 222).

4. “ Bersuci adalah separuh dari iman. (HR.Muslim)

 Rasulullah SAW bersabda :

" Agama islam itu diasaskan di atas kebersihan "

 Ahli fiqh bersepakat mengatakan harus bersuci dengan air yang suci (mutlaq) sebagaimana
firman Allah:
 ‫َوهُ َو الَّ ِذي أَرْ َس َل ال ِّريَا َح بُ ْشرًا بَ ْينَ يَ َديْ َرحْ َمتِ ِه َوأَ ْن َز ْلنَا ِمنَ ال َّس َما ِء َما ًء طَهُورًا‬

Artinya:
"Dialah yang meniupkan angin (sebagai) pembawa kabar gembira dekat sebelum
kedatangan rahmatNya (hujan); dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih."

Adab Istinja’
1. Makna Istinja’
Apa yang dimaksud dengan istinja’? Istinja’ adalah menghilangkan sesuatu yang keluar dari
dubur dan qubul dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan
benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu.
2. Istinja’ dengan menggunakan air
Air adalah seutama-utama alat bersuci, karena ia lebih dapat mensucikan tempat keluarnya
kotoran yang keluar dari dubur dan qubul, dibandingkan dengan selainnya. Berkaitan dengan
orang-orang yang bersuci dengan menggunakan air, Alloh Ta’ala menurunkan firman-Nya:

“Janganlah kamu sholat dalam masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang
didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu
sholat di dalamnya. Di dalam masjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri.
Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. at Taubah :108)
Berkata Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu: “Mereka istinja’ dengan menggunakan air, maka
turunlah ayat ini di tengah-tengah mereka.” (Hadits shohih riwayat Abu Dawud)
3. Istinja’ dengan menggunakan batu
Istinja’ dengan menggunakan batu, kayu, kain dan segala benda yang menempati
kedudukannya-yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dibur dan qubul-
diperbolehkan menurut kebanyakan ulama. Salman al-Farisi radhiallahu ‘anhu berkata:
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan
kotoran binatang dan tulang.” (HR. Muslim)
Pengkhususan larangan pada benda-benda tersebut menunjukkan bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam membolehkan istinja’ dengan menggunakan batu dan benda-
benda lain yang dapat membersihkan najis yang keluar dari dubur dan qubul. Kapan
seseorang dikatakan suci ketika menggunakan batu dan selainnya? Seseorang dikatakan suci
apabila telah hilang najis dan basahnya tempat disebabkan najis, dan batu terakhir atau yang
selainnya keluar dalam keadaan suci, tidak ada bekas najis bersamanya.
Beristinja’ dengan menggunakan batu dan selainnya tidaklah mencukupi kecuali dengan
menggunakan tiga batu. Salman al Farizi radhiallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wassalam melarang kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang
dari tiga batu.” (HR. Muslim)
4. Istinja’ dengan tulang dan benda dimuliakan
Seseorang tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tulang, sebagaimana yang
telah disebutkan dalam hadits Salman radhiallahu ‘anhu di atas. Mengapa dilarang istinja’
dengan tulang? Ulama mengatakan illah (sebab) dilarangnya istinja’ dengan menggunakan
tulan ialah:
a. Apabila tulang untuk istinja’ berasal dari tulang yang najis, tidaklah ia akan
membersihkan tempat keluarnya najis tersebut, justru semakin menambah najisnya
tempat tersebut.
b. Apabila bersal dari tulang yang suci lagi halal, maka ia merupakan makanan bagi
binatang jin, dan harus kita muliakan dan kita hormati. Dalam hadits riwayat Muslim dari
jalur Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Janganlah kalian istinja’ dengan menggunakan kotoran binatang dan tulang, sebab ia
merupakan bekal saudara kalian dari kalangan jin.”
Berdasarkan illah (sebab) yang disebutkan di atas, maka dikiaskan kepadanya makanan
manusia dan binatang, karena bekal manusia dan kendaraannya harus lebih dihormati. Dan
sedemikian juga segala benda yang dituliskan di dalamnya ilmu agama Islam, karena ia lebih
mulia dari sekedar bekal fisik manusia, terlebih lagi bila didalamnya tertulis al-Qur’an,
sunnah dan nama-nama Alloh.
5. Istinja’ dengan tangan kanan
Tidaklah diperbolehkan istinja’ dengan menggunakan tangan kanan, karena tangan kanan
dipergunakan untuk sesuatu yang mulia, berdasarkan kepada kaidah-kaidah umum syari’at
Islamiyyah dalam menggunakan tangan dan kaki. Dan dalam masalah istinja’ ini, ada larang
secara khusus dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam yang disampaikan oleh sahabat
Salman al Farisi radhiallahu ‘anhu, yakni: “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam melarang
kami dari istinja’ dengan menggunakan tangan kanan atau kurang dari tiga batu.” (HR.
Muslim)

6. Disunnahkan buang hajat di tempat yang jauh dari manusia


Hal ini dimaksudkan agar uaratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang hajat). Ini
merupakan suatu adab dan sopan santun yang mulia, di dalamnya terdapat penjagaan
kehormatan seseorang, sebagaimana telah dimaklumi. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam sebagai suri tauladan utama kita, telah mencontohkan hal ini, sebagaimana yang
telah dikabarkan oleh sahabat Jabir bin Abdullah radhiallahu ‘anhuma:” Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam pergi sehingga tidak terlihat oleh kami, lalu menunaikan
hajatnya.” (HR. Bukhari, Muslim)
Namun apabila seseorang buang hajat di tempat tertutup, sehingga tidak ada seorang pun
yang bisa melihatnya, maka hal itu telah mencukupinya, karena telah didapatkan maksud dari
menjauhkan diri dari manusia, yaitu agar auratnya tidak dilihat oleh orang lain (ketika buang
hajat).
7. Memilih tempat empuk untuk buang air kecil
Bilamana seseorang melakukan buang air kecil di tanah lapang atau padang pasir, maka
hendaknya ia memilih tempat yang empuk, agar air kencingnya tidak terpercik kembali ke
anggota tubuhnya sehingga ternajisi oleh kencing tersebut.
Kalau seseorang mengatakan: Bukankah asalnya tidak ada percikan air kencing ke tubuh,
mengapa kita harus menjaga diri seperti ini?
Jawab: Karena hal ini tentu saja lebih menyelamatkan diri orang yang buang air kecil. Lagi
pula, kencing di tempat yang cadas, terkadang akan membuka pintu was-was. Maksudnya,
dia akan terhinggapi rasa takut terkena percikan air kencing, lalu semakin bertambah
perasaan tersbeut dan kemudian berubah menjadi was-was, yang tidaklah mengetahui akibat
dan kesudahannya kecuali Alloh. Semoga Alloh menyelamatkan kita dari was-was.
8. Kapan membaca do’a masuk tempat buang air
Ketika seseorang hendak masuk ke WC atau tempat yang dipersiapkan untuk buang air besar
atau bunag air kecil, disunnahkan untuk membaca do’a masuk tempat buang air. Jika
seseorang bertanya: Bagaimana jika buang airnya di tempat terbuka atau tanah lapang?
Jawab: Ulama mengatakan, jika seseorang buang air di tanah lapang atau tempat terbuka,
maka ia membaca do’anya ketika pada langkah terakhir sebelum dia buang air atau ketika dia
hendak duduk untuk buang air.
Do’anya adalah “Bismillah" atau "Allahumma inni a’udzu bika minal khubutsi wal
khobaits"
“Dengan menyebut nama Alloh, saya berlindung dari setan laki-laki dan setan perempuan.”
Lafazh “bismillah” terambil dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dalam
Sunan-nya dengan derajat shohih. Ulama mengatakan:”Tempat buang air adalah tempat
yang jelek dan tempat yang jelek adalah tempat syaitan, karena itulah sangat tepat bilamana
masuk tempat tersebut disyari’atkan untuk meminta perlindungan terhadap Alloh Ta’ala dari
kejelekan syaitan laki-laki dan perempuan, agar tidak terkena gangguan kejelekannya.”
9. Hikmah do’a ketika keluar tempat buang air
Ketika seseorang keluar dari tempat buang air, disyari’atkan untuk mengucapkan doa:
“Ya Alloh, aku memohon ampunan-Mu.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dll)
Apa hikmah disyari’atkannya mengucapkan istighfar ketika keluar dari tempat buang air?
Jawab: Ulama mengatakan, di antara hikmah yang paling nampak ialah ketika seseorang
diringankan dari kotoran dan gangguan fisik, ia teringat gangguan dosa, lantas ia memohon
agar Alloh Ta’ala meringankan dirinya dari gangguan dan dosa yang dilakukannnya.
10. Beberapa tempat yang dilarang untuk buang air
Ada beberapa tempat yang kita dilarang buang air padanya, di antaranya:
a. Di tempat berteduh dan di jalan umum
Diharamkan buang air besar dan kecil di tempat ini karena akan mengganggu orang yang
memanfaatkan tempat tersebut untuk berjalan ataupun berteduh. Alloh Ta’ala berfirman:

“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan
yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa
yang nyata.” (QS. al Ahzab:58)
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah kalian dari dua
perkara yang menyebabkan laknat!” Para sahabat bertanya:”Wahai Rasulullah, apa
dua perkara yang menyebabkan laknat tersebut?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wassalam menjawab: “Orang yang buang hajat di jalan manusia dan tempat berteduh
mereka.” (HR. Muslim)
b. Di bawah pohon yang dimanfaatkan manusia
Hal ini karena akan mengganggu terhadap orang yang akan memanfaatkan pohon
tersebut, baik dalam hal memetik buah yang dapat di manfaatkan maupun mengambil
kayu atau dahannya; dan seorang muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya,
sebagaimana keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang muslim
dilarang memudharatkan orang lain dan membalas kemudharatan dengan kemudharatan
yang semisalnya..
c. Di sumber air
Hal ini karena mengotori sumber air tersebut dan bahkan bisa jadi akan menajiskannya,
jikalau najis yang keluar dari orang yang buang hajat tersebut sampai kepada derajat
mengubah rasa, warna, atau bau dari air yang ada di sumber air tersebut. Di samping itu,
buang air di tempat ini juga akan mengganggu orang yang akan memanfaatkan sumber
air tersebut; sedang seorang muslim tidaklah boleh mengganggu sesamanya, sebagaimana
keumuman ayat 58 dari surat al-Ahzab di atas, dan juga seorang muslim dilarang
memudharatkan orang lain dan membalas kemudharatan dengan kemudharatan yang
semisalnya.
Selain itu, kencing di sumber air merupakan salah satu hal yang dapat menyebabkan
laknat, sebagaimana disebutkan dalam hadits hasan yang diriwayatkan oleh Abu Dawud;
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Takutlah kalian dari tiga perkara
yang menyebabkan laknat!! Yaitu: buang air besar di sumber air, jalan raya, dan tempat
berteduh.”
d. Di lubang
Seseorang ketika buang iar kecil di tanah lapang, dilarang melakukan kencing di lubang
tempat serangga atau binatang melata lainnya. Larangan disini bersifat makruh, bukan
haram, karena itulah ia menjadi diperbolehkan jikalau berhajat kepadanya dan tidak ada
tempat yang lain kecuali lubang tersebut. Dasar dari larangan ini adalah:
1) Hadits Qotadah dari Abdullah bin Sirjis, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi
wassalam melarang kencing di lubang. Dikatakan kepada Qotadah: “Ada apa dengan
lubang?” Beliau menjawab: “Dikatakan, bahwa lubang adalah tempat tinggan bagi
jin.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah: “Hadits ini
didho’ifkan oleh sebagian ulama dan dishohihkan oleh sebagian yang lain. Dan paling
rendahnya, hadits ini berderajat hasan, karena para ulama menerimanya dan berhujjah
dengannya.” (Syarh Mumthi 1/119)
2) Ditakutkan terdapat serangga dan hewan melata lainnya yang bertempat tinggal di
tempat tersebut dan kencing kita akan merusak tempat tinggalnya atai ia akan keluar
dan menyakiti kita, sedangkan kita sedang kencing atau barangkali ia keluar secara
tiba-tiba lalu kita menghindarinya dan akhirnya kita tidak selamat dari percikan
kencing kita atau yang lebih besar dari pada hal itu.

A. Hal-hal yang disyariatkan dalam istinja


1. Disunnahkan beristinja` dengan menggunakan air, karena dia lebih menyucikan dan lebih
membersihkan tempat keluarnya najis. Inilah yang ditunjukkan dalam kebanyakan hadits
tentang istinja` Nabi -shallallahu alaihi wasallam- dan ini juga yang merupakan sebab
Allah memuji para sahabat di masjid Quba dalam firman-Nya, “Di dalamnya ada orang-
orang yang senang untuk bersuci.” (QS. At-Taubah: 108) (HR. Abu Daud dari Abu
Hurairah).
2. Dianjurkan masuk ke wc dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan. Telah tsabit dari
Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bahwa beliau masuk masjid dengan kaki kanan dan
keluar dengan kaki kiri, dari sini para ulama mengkiaskan bahwa memasuki tempat yang
kotor adalah dengan kaki kiri dan keluar darinya dengan kaki kanan. Jadi dalil
permasalahan ini dan yang semisalnya adalah dengan kias, karenanya kalau ada
seseorang yang masuk ke wc dan keluar darinya dengan kaki kanan karena berdalil
bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- senang memulai dengan yang kanan (HR.
Muslim dari Aisyah) maka insya Allah hal tersebut juga tidak mengapa.
3. Sebelum masuk ke wc, disunnahkan membaca doa: “Bismillah, Allahumma inni a’udzu
bika minal khubutsi wal khobaits (Bismillah, Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari
setan lelaki dan setan wanita).”
4. Diwajibkan untuk menjaga aurat ketika istinja, jangan sampai auratnya terlihat oleh orang
lain, selain istri dan budaknya. Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “Jagalah
auratmu kecuali dari istrimu dan budakmu.” (HR. Abu Daud dari Muawiah bin Haidah).
Karenanya Nabi -shallallahu alaihi wasallam-, kalau beliau ingin buang air maka beliau
pergi menjauh sampai tidak ada seorang pun yang melihat beliau. (HR. Abu Daud dari
Jabir). Tapi setelah dibangunnya wc di rumah beliau, maka beliau pun buang air di
dalamnya, sebagaimana yang ditunjukkan dalam hadits Ibnu Umar .
5. Diwajibkan untuk menjaga tubuh dan pakaian dari najis ketika buang air. Al-Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pernah
melewati dua kubur yang kedua penghuninya tengah disiksa. Maka beliau bersabda,
“Adapun salah satu dari keduanya, maka dia tidak berbersih ketika buang air.”
6. Disunnahkan menggosokkan tangan kiri ke tanah atau mencucinya dengan sabun setelah
melakukan istinja`. Abu Hurairah berkata, “… Lalu beliau beristinja` dengannya (air)
kemudian menggosokkan tangannya ke tanah.” (HR. Abu Daud).
Imam Ibnul Mundzir berkata, “Maka disunnahkan bagi orang yang telah beristinja`
dengan air untuk mencuci tangannya dengan asynan (pembersih tangan) atau selainnya,
atau menggosokkannya ke tanah, untuk membersihkannya dan menghilangkan bau najis
kalau bau itu masih tersisa di tangannya. ”

B. Hal-hal yang dilarang dalam istinja`


1. Dimakruhkan berbicara dengan pembicaraan yang berhubungan dengan keagamaan. Hal
ini berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala, “Demikianlah bagi yang memuliakan
syiar-syiar Allah, maka itu termasuk dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 22) Juga ada
seorang sahabat yang pernah memberi salam kepada Nabi -shallallahu alaihi wasallam-
dalam keadaan beliau kencing, maka beliau tidak menjawab salamnya (HR. Muslim dari
Ibnu Umar) Maka ini menunjukkan makruhnya hal tersebut, dan ini merupakan pendapat
Ibnu Abbas, Ma’bad Al-Jubani, Atha` dan Mujahid. Ikrimah berkata, “Jangan dia berzikir
dengan lisannya di dalam wc, akan tetapi dengan hatinya.”
2. Berdasarkan dalil-dalil di atas, maka dimakruhkan juga membawa mushaf atau buku atau
yang semisalnya, kalau di dalamnya terdapat ayat Al-Qur`an atau zikir kepada Allah.
3. Tidak buang hajat di jalan dan tempat bernaungnya manusia.
Dalilnya adalah hadits dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Hati-hatilah dengan al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia)!” Para sahabat
bertanya, “Siapa itu al la’anain (orang yang dilaknat oleh manusia), wahai Rasulullah?”
Beliau bersabda, “Mereka adalah orang yang buang hajat di jalan dan tempat
bernaungnya manusia.”[HR. Muslim no. 269.]
4. Tidak buang hajat di air yang tergenang.
Dalilnya adalah hadits Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kencing di air tergenang.” [HR.
Muslim no. 281.] Salah seorang ulama besar Syafi’iyah, Ar Rofi’i mengatakan,
“Larangan di sini berlaku untuk air tergenang yang sedikit maupun banyak karena sama-
sama dapat mencemari.” Dari sini, berarti terlarang kencing di waduk, kolam air dan
bendungan karena dapat menimbulkan pencemaran dan dapat membawa dampak bahaya
bagi yang lainnya. Jika kencing saja terlarang, lebih-lebih lagi buang air besar.
Sedangkan jika airnya adalah air yang mengalir (bukan tergenang), maka tidak mengapa.
Namun ahsannya (lebih baik) tidak melakukannya karena seperti ini juga dapat
mencemari dan menyakiti yang lain

Manfaat Dalam Medis Dan Kesehatan

1. Manfaat Wudlu

Kulit merupakan organ yang terbesar tubuh kita yang fungsi utamanya  membungkus
tubuh serta melindungi tubuh dari berbagai ancaman kuman,  racun, radiasi juga
mengatur suhu tubuh, fungsi ekskresi ( tempat  pembuangan zat-zat yang tak berguna
melalui pori-pori ) dan media  komunikasi antar sel syaraf untuk rangsang nyeri, panas,
sentuhan  secara tekanan. Begitu besar fungsi kulit maka kestabilannya ditentukan  oleh
pH (derajat keasaman) dan kelembaban. Bersuci merupakan salah satu  metode menjaga
kestabilan tersebut khususnya kelembaban kulit. Kalu  kulit sering kering akan sangat
berbahaya bagi kesehatan kulit terutama  mudah terinfeksi kuman. Dengan bersuci berarti
terjadinya proses  peremajaan dan pencucian kulit, selaput lendir, dan juga lubang-
lubang  tubuh yang berhubungan dengan dunia luar (pori kulit, rongga mulut,  hidung,
telinga). Seperti kita ketahui kulit merupakan tempat  berkembangnya banya kuman dan
flora normal, diantaranya Staphylococcus  epidermis, Staphylococcus aureus,
Streptococcus pyogenes, Mycobacterium  sp (penyakit TBC kulit). Begitu juga dengan
rongga hidung terdapat  kuman Streptococcus pneumonia (penyakit pneumoni paru),
Neisseria sp,  Hemophilus sp. Seorang ahli bedah diwajibkan membasuh kedua belah 
tangan setiap kali melakukan operasi sebagai proses sterilisasi dari  kuman. Cara ini baru
dikenal abad ke-20, padahal umat Islam sudah  membudayakan sejak abad ke-14 yang
lalu. Luar Biasa!!

2. Keutamaan Berkumur Berkumur-kumur

dalam bersuci berarti  membersihkan rongga mulut dari penularan penyakit. Sisa
makanan sering  mengendap atau tersangkut di antara sela gigi yang jika tidak 
dibersihkan ( dengan berkumur-kumur atau menggosok gigi) akhirnya akan  menjadi
mediasi pertumbuhan kuman. Dengan berkumur-kumur secara benar  dan dilakukan lima
kali sehari berarti tanpa kita sadari dapat mencegah  dari infeksi gigi dan mulut.

3.Istinsyaq berarti menghirup air dengan  lubang hidung

melalui rongga hidung sampai ke tenggorokan bagian hidung (nasofaring).  Fungsinya


untuk mensucikan selaput dan lendir hidung yang tercemar oleh  udara kotor dan juga
kuman.Selama ini kita ketahui selaput dan lendir  hidung merupakan basis pertahanan
pertama pernapasan. Dengan istinsyaq  mudah-mudahan kuman infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) dapat  dicegah.

4. Pembersihan telinga sampai  dengan pensucian kaki beserta telapak kaki

Untuk mencegah berbagai infeksi cacing yang masih menjadi masalah  terbesar di negara
kita.
MANFAAT TAYAMUM

Ada jenis ”kotoran” yang tidak terlihat oleh mata, jauh lebih berbahaya bila tidak segera di
”buang”.”Kotoran” itu bernama elektron, yang apabila terlalu banyak terakumulasi di tubuh kita
bisa merusak kesetimbangan sistem elektrolit cairan di dalam tubuh kita.Molekul molekul air
H2O yang bersifat polar sangat mudah menyerap elektron elektron yang terakumulasi di tubuh
kita.Hanya dengan mengusapkan air ke permukaan kulit saja, maka ”kotoran” elektron itu
dengan mudah ”terbuang” dari tubuh kita. Ternyata, hanya dengan membasuh kulit tubuh dengan
air itulah kelebihan elektron di permukaan tubuh kita akan dinetralkan. Dengan teori ”kotoran”
elektron listrik statis inilah akhirnya rahasia di balik tayamum sebagai pengganti wudhu menjadi
jelas. Bahwa air yang dibasuhkan ke kulit tubuh akan menetralkan listrik statis di tubuh kita, dan
penetralan itu bisa diganti dengan menebalkan tangan ke tanah dan mengusapkan debu wajah
dan telapak tangan.

Hal-Hal Yang Membatalkan

Hadats dan Najis


Hadas
ialah keadaan tidak suci yang mengenai pribadi seseorang muslim, menyebabakan
terhalangnya orang itu melakukan shalat. Artinya Shalat dan tawaf yang dilaksanakan tidak sah
karena dirinya dalam keadaan berhadas.

hadas terbagi dua, yaitu;


1. Hadas kecil.
Mengeluarkan sesuatu dari dubur dan atau kubul yang berupa;
 Air kencing.
 Tinja.
 Kentut.

Sebab hadas kecil adalah sebab yang membatalkan wudhu. Maka kesan daripada berhadas kecil
adalah terbatalnya wudhu dan diharamkan untuk melakukan perkara-perkara berikut:
 Menunaikan sembahyang fardhu atau sunat dan amalan lain yang seumpamanya seperti
sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.

 Tawaf Ka‘bah, fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.

 Memegang dan menyentuh kesemua bagian Al-Qur’an atau sebagiannya saja walaupun
sepotong ayat.

2. Hadas Besar

Sebab hadas besar pula adalah berjunub, keluar haidh atau nifas dan melahirkan anak.

Apabila seseorang berhadas besar kerana berjunub, maka dia diharamkan untuk melakukan
perkara-perkara berikut:

a. Menunaikan sembahyang sama ada fardhu atau sunat dan amalan lain yang
seumpamanya seperti sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.

b. Tawaf Ka‘bah, sama ada fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.

c. Memegang dan menyentuh kesemua bahagian Al-Qur’an atau sebahagiannya sahaja


walaupun sepotong ayat.

d. Membaca Al-Qur’an dengan niat membacanya kecuali dengan niat zikir, berdoa, memuji
Allah dan memulakan sesuatu ataupun dengan tujuan mengajar.

e. Beri‘tikaf di dalam masjid.

Apabila seseorang berhadas besar kerana keluar haidh dan nifas, maka dia diharamkan untuk
melakukan perkara-perkara berikut:

a. Menunaikan sembahyang fardhu atau sunat dan amalan lain yang seumpamanya seperti
sujud tilawah, sujud syukur, khutbah Jumaat dan solat jenazah.

b. Berpuasa.

c. Tawaf Ka‘bah, fardhu ataupun sunat kerana dihukum sebagai sembahyang.

d. Memegang dan menyentuh kesemua bagian Al-Qur’an atau sebagiannya saja walaupun
sepotong ayat.

e. Membaca Al-Qur’an dengan niat membacanya kecuali dengan niat zikir, berdoa, memuji
Allah dan memulakan sesuatu ataupun dengan tujuan mengajar.

f. Masuk, duduk dan beri‘tikaf di dalam masjid walaupun dengan wudhu.


g. Bersetubuh

h. Talaq.

Cara Menghilangkan Hadas

 Untuk menghilangkan hadath kecil ialah dengan berwudhu’ atau tayammum apabila tidak
dapat melakukan wudhu.

 Untuk menghilangkan hadath besar ialah dengan mandi atau bertayammum sebagai ganti
daripada mandi

Najis
najis menurut bahasa apa saja yang dipandang kotor dan menjijikkan. Sedangkan
menurut syara, makna najis ialah suatu kotoran yang dapat menghalangi sahnya shalat atau
tawaf.

Jenis-Jenis Najis

1. Najis ringan (Najis mukhaffafah)

air kencing kanak-kanak lelaki yang tidak makan selain menyusu dan belum mencapai umur dua
tahun.cara mensucikanya cukup dengan cara memercikan air pada yang tempat yang terkena
najis.

ِ ‫اريَ ِة َوي َُرشُّ ِم ْن بَ ْو ِل اَ ْل ُغ‬


‫الم‬ ِ ‫يُ ْغ َس ُل ِم ْن بَ ْو ِل اَ ْل َج‬
Dari As-Sam'i radhiyallahu anhu berkata bahwa Nabi SAW bersabda,"Air kencing bayi
perempuan harus dicuci, sedangkan air kencing bayi laki-laki cukup dipercikkan air saja. (HR.
Abu Daud, An-Nasai dan Al-Hakim)

2. Najis sedang (Mutawasithah)

yang termasuk dalam najis ini adalah segala sesuatu yang keluar dari dubur atau qubul manusia
atau binatang, barang cair yang memabukan, bangkai kecuali bangkai manusia. najis ini masih
dibagi lagi menjadi dua yaitu :

(a) najis 'Ainiyah, yaitu najis yang berujud (nampak dan dapat dilihat), misalnya kotoran
manusia atau hewan.

(b). Najis hukmiyah, yaitu najis yang tidak berujud (tidak tampak dan tidak terlihat). Seperti
bekas kencing dan arak yang mengering.
Cara membersihkan najis Mutawasithah adalah dibasuh tiga kali agar sifat-sifat najisnya hilang
(warna, rasa, bau).

3. Najis berat (Mughalladah)

seperti air liur anjing dan babi. Cara mencuci benda yang terkena najis ini, hendaklah dicuci
(dibasuh) tujuh kali dan dicampur dengan tanah pada saat dicuci untuk yang pertama kalinya.

ِ ‫ت أُوالهُ َّن بِالتُّ َرا‬


-‫ب‬ ٍ ‫طَهُو ُر إِنَا ِء أَ َح ِد ُك ْم إِ ْذ َولَ َغ فِي ِه اَ ْل َك ْلبُ أَ ْن يَ ْغ ِسلَهُ َس ْب َع َمرَّا‬
‫أَ ْخ َر َجهُ ُم ْسلِ ٌم‬
Sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan mencucinya tujuh kali, salah
satunya dengan tanah. (HR. Muslim)

4. Najis yang dimaafkan ( najis Ma’fu),

Tiada sebarang najis yang dimaafkan. Walaupun begitu, syara` memberi kemaafan terhadap kadar
benda najis yang sedikit yang sulit untuk dielakkan, begitu juga untuk memudahkan dan bertolak ansur
kepada umatnya. Oleh yang demikian, najis-najis berikut adalah najis yang dimaafkan:

a. Najis yang tidak dapat dilihat oleh pandangan sederhana seperti darah yang sedikit dan percikan
air kencing.

b. Darah jerawat, darah bisul, darah kudis atau kurap dan nanah.

c. Darah binatang yang tidak mengalir darahnya seperti kutu, nyamuk, agas dan pijat.

Tujuan
Untuk menunjang ibadah shalat yang sempurna

Shalat
A. Macam-Macam
a. SHALAT FARDHU

Macam-Macam Shalat Fardhu

I. Shalat Lima Waktu


Pengertian Shalat
Shalat menurut bahasa berarti doa. Menurut istilah ahli fiqih berarti:
Perbuatan (gerak), dan perkataan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam dengan syarat-syarat tertentu.

Dasar Hukum Melakukannya


Perintah wajib shalat berdasar pada firman Allah SWT di antaranya:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-
orang yang ruku’”.
(Q.S. Al-Baqarah: 43)
Waktu-Waktu Shalat Fardhu dan Jumlah Raka’atnya
Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang berfirman.”
(Q.S. An-Nisa[4] : 103)
Nabi SAW bersabda:
“Jibril as. Mengimaniku di rumah dua kali, ia shalat zhuhur bersamaku
ketika matahari condong (ke Barat) sedikit, shalat Ashar ketika bayangan
sudah sama dengan bedanya (panjangnya), shalat ketika orang yang
berbuka, shalat ‘isya’ ketika orang yang puasa sudah tidak boleh makan
dan minum.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadist lain, Nabi SAW bersabda:

“Waktu Zhuhur ialah bila matahari telah tergelincir sampai baying-


bayang seseorang itu sama panjang dengan badannya, yaitu sebelum
dating waktu ‘Ashar. Waktu ‘Ashar adalah selama matahari belum
menguning cahayanya. Waktu shalat Magrib ialah selama awan merah
belum lenyap. Waktu shalat ‘Isya ialah sampai tengah malam kedua, dan
waktu shalat Shubuh mulai terbit fajar sampai matahari hamper terbit.
Jika matahari telah terbit, maka hentikanlah shalat, karena ia terbit di
antara kedua tantuk syetan.” (H.R. Muslim)

Berdasarkan kedua hadist di atas, dapat dirinci waktu-waktu shalat sebagai


berikut:
1. Waktu Shalat Zhuhur dimulai dari tergelincirnya matahari dari tengah-
tengah langit sampai bayangan sesuatu yang ada di bawahnya hamper
sama panjangnya.
2. Waktu Shalat ‘Ashar dimulai dari bayangan suatu benda sama panjangnya
dengan benda itu sendiri sampai matahari hamper terbenam atau cahaya
matahari belum berwarna kuning .
3. Waktu Shalat Maghrib dimulai dari matahari terbenam sampai mega
merah hampir hilang.
4. Waktu Shalat ‘Isya dimulai dari hilangnya mega merah sampia fajar
shadiq hampipr terbit.
5. Waktu Shalat Subuh dimulai dari terbit fajar sampai matahari hamper
tebit.

Adapun jumlah raka’atnya adalah sebagai berikut:

1. Shalat Zhuhur empat raka’at


2. Shalat Ashar empat raka’at
3. Shalat Maghrib tiga raka’at
4. Shalat ‘Isya empat raka’at
5. Shalat Subuh dua raka’at

II. Shalat Jum’at


Perintah wajib shalat jumu’ah, berdasar firman SWT:
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseur untuk melaksanakan
shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah,
dan tinggalkanlah dagangan. Yang demikian itu lebih baik bagi kamu
mengetahui.” (Q.S. Al-Jumu’ah [62]: 9)

Nabi bersabda:
“Barang siapa yang meninggalkan shalat Jum’at tiga kali dengan
meremehkan, sungguh Allah telah mencap (menutup) atas hatinya.” (H.R.
Abu Dawud)

Syarat wajib Jum’at


Shalat Jum’at diwajibkan kepada orang islam yang:
1. Merdeka (bukan hamba, budak)
2. Baligh (dewasa)
3. Berakal
4. Laki-laki
5. Sehat
6. Bermukim (tidak bepergian)

Nabi bersabda:

“Shalat jum’at diwajibkan kepada semua orang islam kecuali 4


golongan: 1. Hamba sahaya, 2. Orang Perempuan, 3. Anak-anak, 4.
Orang sakit.” (H. R. Abu Dawud)

Orang yang sedang berpergian juga tidak terkena kewajiban shalat jum’at
berdasarkan sabda nabi:

“Tidak ada kewajiban shalat jum’at atas orang yang sedang bepergian”.

Syarat sah mendirikan shalat Jum’at


Mendirikan shalat Jum’at harus memenuhi 3 syarat, yaitu:

1. Di kampung (tempat tinggal yang tetap)


2. Jumlah orang mencapai 40 orang
3. Telah masuk waktu

Apabila tidak ada syarat-syarat tersebut, maka shalat Jum’at tetap


dilaksanakan, tetapi setelahnya harus shalat Zhuhur yang disebut dengan
shalat mu’adah.

Waktu shalat Jum’at

Waktu shalat Jum’at ialah sesudah tergelincirnya matahari. Sahabat Anas


meriwayatkan bahwa:

“Nabi SAW melakukan shalat jumuah ketika matahari tergelincir (ke


barat)”

Rukun Jum’at

Rukun (fardlinya) Jum’at, yaitu:

1. Khutbah dua kali, di antara keduanya diselingi dengan duduk sejenak.


2. Shalat dua raka’at dengan berjama’ah.

Khutbah dikerjakan lebih dahulu, baru shalat dua raka’at.

Jabir bin Samurah meriwayatkan:

“Adalah nabi SAW berkhutbah 2 khutbah, duduk si antara keduanya, dan


beliau berkhutbah dengan berdiri”.

Dalam riwayat yang lain:

“Bahwasanya Nabi SAW berkhutbah 2 khutbah, beliau membawa Qur’an


dan memberi peringatan pada orang banyak”.
Rukun Khutbah

Rukun khutbah ada 5, yaitu:

1. Memuji kepada Allah dengan melafadhkan kata-kata pujian.


2. Membaca shalawat kepada nabi Muhammad.
3. Berwasiat kepada hadirin untuk taqwa.
4. Mendoakan kepada semua orang mukmin (baik yang sudah mati maupun
yang masih hidup).
5. Membaca Al-Qur’an (paling sedikit satu ayat)

Syarat Khutbah

Syarat khutbah ada 6, yaitu:

1. Sudah masuk waktunya (sesudah matahari condong ke barat).


2. Mendahulukan khutbah dua dari shalat.
3. Berdiri dalam khutbah
4. Duduk diantara kedua khutbah
5. Suci dari hadast dan najis pada pakaian, badan dan tempat.
6. Suaranya keras, sehingga terdengar oleh 40 orang

Sunat Jum’at

Sunat Jum’at ada 4, yaitu:

1. Mandi
2. Membersihkan badan
3. Memakai pakaian putih
4. Memotong kuku dan memakai wangi-wangian
Nabi bersabda:

“Apabila di antara kalian menghadiri shalat jum’at, maka mandilah.”


(H.R. Bukhari dan Muslim)

Nabi bersabda:

“Barang siapa yang madi pada hari Jum’at memakai pakaian yang
paling baik (dari yang dimiliki), memakai harum-haruman bila punya,
kemudian pergi jum’at dengan tidak melangkahi pundak orang, kemudian
shalat Tahiyatul Masjid, dan diam di kala imam khutbah sampai selesai
shalat, maka ia diampuni dosa-dosanya, dosa antara hari Jum’at itu
dengan Jum’at sebelumnya.” (H.R. Ibnu Hibban dan Muslim)

b. Shalat Sunnah
1. Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengikuti shalat fardhu.
Dikerjekan sebelum dan sesudah shalat fardhu.
a. Shalat rawatib muakkad
Shalat sunat rawatib mu 'akkad adalah shalat sunat rawatib yang sangat
dianjurkan untuk dikerjakan karena sangat penting. Shalat sunatrawatib mu'akkad
ada 10 rakaat, yaitu:
- 2 rakaat sebelum shalat subuh.

USHALLII SUNNATASH SHUBHI RAK'ATAINI QABLIY-YATAN


LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya:
"Aku (niat) shalat sunat qabliyyah subuh 2 rakaat, karena Allah Ta'ala." 
- 4 rakaat sebelum shalat zhuhur.

USHALLII SUNNATAZH ZHUHRI RAK'ATAINl QABLIYYATAN


LILLAAHI TA'AALAA,
Artinya:
Aku (niat) shalat sunat qabliyyah zhuhur 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

 
- 2 rakaat sesudah shalat zhuhur.

USHALLII SUNNATAZH ZHUHRI RAK'ATAINl BA'DIYYATAN LILLAAHI


TA'AALAA.
Artinya: ' '
"Aku (niat) shalat sunat ba'diyyah zhuhur 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

- 2 rakaat sesudah shalat maghrib

USHALLII SUNNATAL MAGHRIBI RAK'ATAIN BA'DIYYATAN


LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya:
"Aku (niat) shalat sunat ba'diyyah maghrib 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

- 2 rakaat sesudah shalat isya.

USHALLII SUNNATAL 'ISYAA'I RAK'ATAINI BA'DIY-YATAN LILLAAHI


TA'AALAA.
Artinya:
"Aku (niat) shalat sunat ba'diyyah isya 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

b. Shalat rawatib ghairu muakkad


Shalat sunat rawatib ghairu mu'akkad adalah shalat sunat rawatib yang
dianjurkan untuk dikerjakan, tetapi tidak sepenting shalat sunat rawatib mu'akkad.
Yang termasuk shalat sunat rawatib ghairu mu'akkad adalah:
- 2 rakaat sebelum shalat zhuhur.
- 4 rakaat sebelum ashar.

USHALLII SUNNATAL ASHRI RAK'ATAINI QABLIYYATAN LILLAAHI


TA'AALAA.
Artinya:
" Aku (niat) shalat sunat qabliah ashar 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

- 2 rakaat sebelum shalat maghrib.


USHALLII SUNNATAL MAGHRIBI RAK'ATAINl QAB-LIYYATAN
LILLAAHI TA'AALAA.
Artinya: " .'
"Aku (niat) shalat sunat qabliyyah maghrib 2 rakaat, karena Allah Ta'ala”

- 2 rakaat sebelum shalat isya.

USHALLII SUNNATAL 'ISYAA'I RAK'ATAINI QABLIYYATAN


LILLAAHITA'AALAA.
Artinya:
"Aku (niat) shalat sunat qabliyyah isya 2 rakaat, karena Allah Ta'ala”

2. Shalat Tahajjud
Shalat tahajjud ialah shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam, dimulai
sesudah Isya sampai terbit fajar. Terutama dilakukan sepertiga malam yang akhir,
kira-kira dari puku 01.00 hingga menjelang masuk waktu Subuh.
Shalat sunnah tahajjud bisa dikerjakan sedikitnya dua rakaat dan boleh sebanyak-
banyaknya tidak terbatas. Shaat tahajjud dilakukan dengan syarat sesudah bangun
dari tidur malam, walaupun hanya tidur sebentar.
Manfaat shalat tahajjud yaitu keselamatan dan kesenangan dunia dan akhirat.
Diantara manfaat tersebut adalah :
1. Wajahnya akan memancarkan keimanan
2. Berjalan di atas shirath bagaikan kilat
3. Dibangkitkan dari kuburnya dengan wajah yang bercahaya
4. Akan dijauhi dari segala macam bahaya
5. Diberi kitab amal di tangan kanannya
6. Setiap perkataannya berarti dan dituruti semua orang
7. Dimudahkan hisabnya
8. Akan diberikan perhatian dan kecintaan dari orang yang mengenalnya.

Niat shalat tahajjud :

USHALLII SUNNATATTAHAJJUDI RAK'ATAINI LILLAAHI TA'AALAA.


Artinya: (di dalam hati pada saat takbjratul ihram).
"Aku (niat). shalat sunat tahajud 2 rakaat, karena Allah Ta'ala"

3. Shalat Sunnah Hajat


Shalat sunnah hajat adalah shalat yang dikerjakan karena mempunyai keperluan,
dan ingin keperluannya tersebut dikabulkan oleh Allah.

Niat shalat hajat :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِ”ْن ال َحا َج ِة ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USHALLISUNNATA HAJATI RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah hajat 2 rakaat karena Allah Ta’ala”

4. Shalat Sunnah Istikharah


Shalat Istikharah adalah shalat sunnah untuk memohon kepada Allah swt. Supaya
dipilihkan salah satu yang terbaik di antara pilihan.
Niat shalat istikharah :

USHALLISUNNATA ISTIKHAARATI RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA


Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah istikharah 2 rakaat karena Allah Ta’ala”
5. Shalat Sunnah Dhuha
Shalat Dhuha adalah sholat sunat yang dilakukan setelah terbit matahari sampai
menjelang masuk waktu zhuhur.

Niat shalat dhuha :

USHALLISUNNATA DHUHA RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA


Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah dhuha 2 rakaat karena Allah Ta’ala”

6. Shalat Istisqa’
Shalat Istisqa’ adalah shalat sunat untuk memohon hujan dan disunnahkan bagi
orang yang bermukin dan musafir, ketika sangat membutuhkan air, dikarenakan
tidak ada hujan atau tidak mengairnya sumber air.

Niat shalat istisqa’ :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَ ْين” االستسقاء ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USSHALLISUNNATA ISTISQAA-I RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah istisqa’ 2 rakaat karena Allah Ta’ala”
7. Shalat Tahiyatul Masjid
Shalat tahiyatu masjid adalah shalat yang dilakukan untuk menghormati masjid,
ketika masuk masjid dalam keadaan berwudhu dan sebelum duduk di masjid.

Niat shalat tahiyatul masjid :

USHALLII SUNNATA TAHIYYATIL MASJIDI RAK'ATAINI LILLAAHI


TA'AALAA.
Artinya: (di dalam hati pada saat takbiratul ihram!)
"Aku (niat) shalat sunat tahiyat masjid 2 rakaat, karena Allah Ta'ala."

8. Shalat Sunnah Taubat


Shalat sunnah taubat adalah shalat yang dilakukan setelah seseorang berbuat dosa
atau merasa berbuat dosa, dan menyesalinya lalu bertaubat kepada Allah swt.

Niat shalat taubat :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِ”ْن التوبة ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USSHALLISUNNATA TAUBATI RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah taubat 2 rakaat karena Allah Ta’ala”

9. Shalat Sunnah Tasbih


Shalat sunnah tasbih adalah shalat sunnag untuk mensucikan Allah dari segala
sekutunya agar bertambahnya iman dan terhindar dari perbuatan syirik.
Niat shalat tasbih :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِ”ْن التسبيح ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USSHALLISUNNATA TASBIIHI RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah tasbih 2 rakaat karena Allah Ta’ala”
10. Shalat Sunnah Wudhu
Shalat sunnah wudhu adalah shalat yang dilakukan selesai melakukan wudhu.

Niat shalat sunnah wudhu :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِْن الوضوء ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USSHALLISUNNATA WUDHUU-I RAK’ATAINI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah wudhu 2 rakaat karena Allah Ta’ala”

11. Shalat Sunnah Mutlak


Shalat sunnah mutlak dapat dikerjakan di sembarang waktu. Niat shalat sunnah
tidak menyebutkan bilangan rakaat. Boleh melakukannya dua, empat rakaat, dan
seterusnya.

Niat shalat sunnah mutlak :

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ المطلق ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USSHALLISUNNATA MUTHLAQI LILLAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku berniat shalat sunnah mutlaq karena Allah Ta’ala”

12. Shalat sunnah tarawih


Shalat tarawih adalah shalat yang dikerjakan pada maam hari di bulan Ramadhan,
dan hukumnya sunat muakkad, boleh dikerjakan sendiri atau berjama’ah.
Shalat ini dilakukan setelah shalat Isya sampai waktu fajar. Bila raka’atnya dua
puluh raka’at, sebagaimana amalan yang diteruskan Khalifah Umar bin Khaththab
yang disepakati oleh ijma’.

Niat shalat tharawih:

َ ُ‫ ماءموما َر ْك َعتَي ِْن التراويح ُسنَّةَ أ‬/ ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ اماما‬


‫صلِّي‬
USHALLI SUNNATAT TARAAWIIHI RAK’ATAINI
(MAKMUUMAN/IMAAMAN) LILLAHI TA’AALAA
Artinya:
“Aku niat shalat sunat tarawih dua rakaa’at (makmuman/imaman) karna Allah”

13. Shalat sunnah witir


Shalat witir umumnya sunat muakkad, yaitu shalat sunat yang sangat diutamakan.
Waktunya sesudah shalat Isya sampai terbitnya fajar. Biasanya shalat witir
dirangkaikandengan shalat tarawih. Bilangan raka’atnya adalah: 1, 3, 5, 7, 9, dan
lain-lain.
Jika shalat witir itu banyak, maka boleh dikerjakan dua raka’at dengan satu salam,
kemudioan yang terakhir satu raka’atdengan satu salam. Jumlah 11 raka’at, adalah
sudah cukup, seperti yang biasa dikerjakan oleh baginda Nabi Muhammad Saw.
Pada bulan Ramadhan, yaitu setelah tanggal 15 Ramadhan, disunatkan pada
raka’at yang terakhir dari shaat witir, yaitu sesudah I’tidal pada raka’at yang
terakhir, disunatkan membaca do’a qunut dan kemudian selesailah sampai salam.

Niat shalat witir dua raka’at:

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِْن الوتر ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USHALLI SUNNATAL WITRI RAK’ATAINI LILLAHI TA’ALAA
Artinya:
“Aku niat shalat sunat witir 2 raka’at karna Allah Ta’ala”

Niat shalat witir satu raka’at:

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ ركعة الوتر ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USHALLI SUNNATAL WITRI RAK’ATAN LILLAHI TA’AALAA
Artinya:
“Aku niat shlat witir satu raka’at karna Allah Ta’ala”

14. Shalat Sunnah Hari Raya (Shalat Id)


Shalat ini dikerjakan ketika hari raya yaitu : Idul Fitri 1 Syawal dan Idul Adha 10
Dzulhijah. Waktu shalat Id dimulai dari terbit matahari sampai matahari condong
(dzuhur).

Niat shalat Id :
- Shalat Idul Fitri

َ ُ‫ ماءموما َر ْك َعتَي ِْن الفطر لعيد ُسنَّةَ أ‬/ ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ اماما‬
‫صلِّي‬
USSHALLI SUNNATA LI’IIDIL FITHRI RAK’ATAINI
(MAKMUUMAN/IMAAMAN) LILLAAHI TA’ALA
Artinya :
“Aku niat shalat sunnah Idul Fitri 2 rakaat (makmuman/imaman) karena Allah
Ta’ala”

- Shalat Idul Adha

َ ُ‫ ماءموما َر ْك َعتَي ِْن االضح لعيد ُسنَّةَ أ‬/ ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ اماما‬
‫صلِّي‬
USSHALLI SUNNATA LI’IIDIL ADHA RAK’ATAINI
(MAKMUMMAN/IMAAMAN) LILLAHI TA’ALA
Artinya :
“Aku niat shalat sunnah Idul Adha 2 rakaat (makmuman/imaman) karna Allah
Ta’ala”

15. Shalat Dua Gerhama (Kusufaani)


Shalat kusufani adalah shalat yang dikerjakan karena ada gerhana bulan dan
matahari. Ketika gerhana bulan dilakukan shalat Khusuf, sedangkan ketika
gerhana matahari dilakukan shalat Kusuf.

Niat shalat Kusufaani :


- Shalat Khusuf

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِ”ْن الكسوف ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USHALLI SUNNATA KHUSUFI RAK’ATAINI LILLAHI TA’ALA
Artinya :
“Aku niat shalat sunnah gerhana bulan 2 raka’at karena Allah Ta’ala”

- Shalat Kusuf

َ ُ‫تَعا َ َل هَّلِل ِ َر ْك َعتَي ِ”ْن التسبيح ُسنَّةَ أ‬


‫صلِّي‬
USHALLI SUNNATA KUSUFI RAK’ATAINI LILLAHI TA’ALA
Artinya :
“Aku niat shalat sunnah gerhana matahari 2 raka’at karena Allah Ta’ala”

16. Shalat Jenazah


Pada pelaksanaan shalat jenazah hendaklah berdiri menghadap kiblat, jenazah
diletakkan di hadapan imam dengan melintang dan kepalanya berada di
sebelah kanan. Jika jenazahnya laki-laki, maka hendaklah imam berdiri
menghadap kiblat dekat kepala mayat. Kalau jenazahnya perempuan, imam
berdiri menghadap kiblat dekat perut mayat.
Shalat jenazah tidak dilakukan dengan rukuk, sujud, adzan dan iqamat.

Niat shalat jenazah :


USHALLI’ALAA HAADZAL MAYYITI/MAYYITATI ARBA’A
TAKBIIRAATIN FARDHAL KIFAAYATI LILLAAHI TA’AALAA
Artinya :
“Aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah”

17. Shalat Ghaib


Shalat ghaib dilakukan ketika yang meninggal berada di tempat yang jauh
walaupun sudah lewat waktu seminggu atau lebih.
Cara shalat ghaib pada mayat itu caranya sama sebagai mana shalat jenazah
biasa. Hanya berbeda pada niatnya.

Niat shalat ghaib :


USHALLI’ALAA MAYYITI (FULAN = NAMA MAYAT) AL GHAAIBI
ARBA’A TAKBIRAATIN FARDHAL LILLAHI TA’AALAA
“Aku niat shalat ghaib atas mayat (nama disebut) fardhu kifayah karena
Allah”

c. Shalat Jama’ah

Hukum Shalat Berjama’ah


Shalat berjama’ah adalah fardhu ‘ain atas setiap individu kecuali yang
mempunyai udzur.
Dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Demi Dzat yang
jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh saya hendak menyuruh untuk dicarikan
kayu bakar, saya akan menyuruh (para sahabat) mengerjakan shalat, lalu ada
yang mengumandangkan adzan untuk shalat (berjama’ah), kemudian saya
menyuruh sahabat (lain) agar mengimami mereka, kemudian aku akan
berkeliling memeriksa orang-orang (yang tidak shalat berjama’ah), kemudian
akan aku bakar rumah-rumah mereka. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-
Nya, andaikata seorang diantara mereka mengetahui bahwa dia akan
mendapatkan daging yang gemuk atau dua paha unta yang baik, niscaya ia akan
hadir dalam shalat isya’ (berjama’ah).”  (Muttafaqun ‘alaih: Fathul Bari II: 125
no: 644 dan lafadz ini lafadz, Muslim 1: 451 no: 651 sema’na, ‘Aunul Ma’bud II:
251 no: 544, Ibnu Majah I: 259 no: 79l Ibnu Majah tidak ada kalimat terakhir, dan
Nasa’i II: 107 persis dengan lafadz Imam Bukhari). 

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, telah datang kepada Nabi saw. seorang sahabat
buta seraya berkata, “ Ya Rasulullah, sesungguhnya saya tidak mempunyai
penuntun yang akan menuntunku ke masjid.”  Kemudian ia memohon kepada
Rasulullah agar beliau memberi rukhsah (keringanan) kepadanya, sehingga ia
boleh shalat (wajib) di rumahnya. Maka beliau pun kemudian memberi rukhsah
kepadanya. Tatkala ia berpaling (hendak pulang), beliau memanggilnya, lalu
bertanya, "Kamu mendengar suara adzan untuk shalat?” Jawabnya,”Iya, betul.” 
Sabda beliau (lagi), “ (Kalau begitu) wajib kamu memenuhi seruan adzan itu!“
(Shahih: Mukhtashar Muslim no: 320, Muslim I: 452 no: 653, dan Nasa’i II: 109).

Dari Abdullah (Ibnu Mas’ud) r.a, ia berkata, “Barang siapa senang bertemu Allah
di hari kiamat kelak dalam keadaan muslim, maka hendaklah dia memperhatikan
shalat lima waktu ketika dia diseru mengerjakannya, karena sesungguhnya Allah
telah mensyairi’atkan kepada Nabimu sunanul huda (sunnah sunnah yang
berdasar petunjuk), dan sesungguhnya shalat lima waktu (dengan berjama’ah)
termasuk sunnanul huda. Andaikata kamu sekalian shalat di rumah kalian
(masing-masing), sebagaimana orang yang menyimpang ini shalat (wajib)
dirumahnya, berarti kamu telah meninggalkan sunnah Nabimu, manakala kamu
telah meninggalkan sunnah Nabimu, berarti kamu telah sesat. Tak seorang pun
bersuci dengan sempurna, kemudian berangkat ke salah satu masjid dan sekian
banyak masjid-masjid ini, melainkan pasti Allah menulis baginya untuk setiap
langkah yang ia lakukan satu kebaikan dan dengannya Dia mengangkatnya satu
derajat dan dengannya (pula) Dia menghapus satu kesalahannya. Saya telah
melihat kamu (dahulu), dan tidak ada yang seorangpun yang meninggalkan shalat
berjama’ah dan kalangan sahabat, kecuali orang munafik yang sudah dikenal
kemunafikannya, dan sungguh telah ada seorang laki-laki dibawa ke masjid
dengan dipapah oleh dua orang laki-laki hingga didirikannya di shaf.” (Shahih:
Shahih Jinu Majah no: 631, Muslim I : 453 no: 257 dan 654, Nasa’i II: 108, unul
Ma’bud II: 254 no: 546 dan Ibnu Majah I: 255 no: 777).

Dari Ibnu Abbas dan Nabi saw., beliau bersabda, “Barang siapa mendengar
panggilan (adzan), lalu tidak memenuhinya, maka sama sekali tiada shalat
baginya, kecuali orang-orang yang berudzur.” (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:
645, Ibnu Majah I: 260 no: 793, Mustadrak Hakim I: 245 dan Baihaqi III: 174)

Keutamaan Shalat Berjama’ah


Dari Ibnu Umar r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, ”Shalat jama’ah melebihi
shalat sendirian dengan (pahala) dua puluh tujuh derajat.” (Muttafaqun ‘alaih
Fathul Bari II: 131 no: 645, Muslim I: 450 no: 650, Tirmidzi I: 138 no: 215,
Nasa’i II no: 103 dan Ibnu Majah I: 259 no: 789).

Dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Shalatnya seseorang
dalam jama’ah melebihi shalatnya di rumahnya dan di pasarnya dua puluh lima
lebih, yang demikian itu terjadi yaitu apabila ia berwudhu’ dengan sempurna
lalu pergi ke masjid hanya untuk shalat (jama’ah). Maka ia tidak melangkah satu
langkahpun, kecuali karenanya diangkat satu derajat untuknya dan karenanya
dihapus satu kesalahan darinya. Manakala para malaikat senantiasa
mencurahkan rahmat kepadanya (dengan berdo’a kepada Allah), ALLAHUMMA
SHALlI ‘ALAIH, ALLAHUMMARHAMHU (ya Allah limpahkanlah barakah
kepadanya, dan curahkanlah barakah kepadanya).” Dan senantiasa seorang di
antara kamu dianggap berada dalam shalat selama menunggu (pelaksanaan)
shalat berjama’ah.” (Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 131 no: 647, Muslim I :
459 no: 649 dan ‘Aunul Ma’bud 11:265 no: 555).

Dari Abu Hurairah r.a dan Nabi saw. bersabda, “Barang siapa berangkat sore
dan pagi ke masjid (untuk shalat jama’ah), niscaya Allah menyediakan baginya
tempat tinggal di surga setiap kali ia berangkat sore dan pagi (ke masjid).”
Muttafaqun ‘Alaih: Fathul Bari II: 148 no: 662 dan Muslim I : 463 no: 669)

Bolehkah Kaum Wanita Pergi Shalat Berjamah Di Masjid?


Kaum wanita boleh pergi ke masjid untuk mengikuti shalat jama’ah dengan syarat
mereka harus menjauhkan diri dan hal-hal yang dapat menimbulkan gejolak
syahwat dan yang kiranya mengumandang fitnah, yaitu berupa perhiasan dan
wangi-wangian (Fiqhus Sunnah I: 193).

Dari Ibnu Umar r.a. dan Nabi saw. bersabda, “Janganlah kamu sekalian
mencegah istri-istrimu (pergi ke) masjid-masjdi namun (ingat) rumah-rumah
mereka lebih baik bagi mereka.” (Shahih : Shahih Abu Daud no: 530, ‘Aiunul
Ma’bud II: 274 no: 563 dan al Fathur Rabbani V : 195 no: 1333).

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap wanita yang
memakai wangi-wangian, maka jangan hadir shalat Isya’ bersama kami.”
(Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 2702, Muslim I: 328 no: 444, ‘Aunul
Ma’bud XI: 231 no: 4157, dan Nasa’I VIII: 154).

Darinya (Abu Hurairah) r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Janganlah kami
menghalangi hamba-hamba Allah yang perempuan untuk (pergi ke) masjid-
masjid Allah, namun (ingat) hendaklah mereka berangkat (ke masjid) tanpa
memakai parfum.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 529, ‘Aunul Ma’bud
11:273 no: 561, al-Fathur Rabbani V: 193 no: 1328).
Rumah-Rumah Mereka Lebih Baik Bagi Mereka
Kaum perempuan, sekalipun boleh pergi ke masjid, namun shalat wajib di
rumahnya adalah lebih utama.

Dari Ummu Humaid as-Sa’idiyah bahwa ia perah datang kepada Rasulullah saw.
seraya berkata, “Ya Rasulullah, sejatinya saya ingin shalat bersamamu.“ Jawab
beliau, “Sungguh aku mengetahui bahwa engkau ingin sekali shalat bersamaku,
namun shalatmu di rumahmu lebih baik daripada shalatmu di dalam kamarmu,
shalatmu di dalam kamarmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di
kampungmu, shalatmu di kampungmu lebih baik bagimu daripada shalatmu di
masjid kaummu, dan shalatmu di masjid kaummu lebih baik bagimu daripada
shalatmu dimasjidku ini." (Hasan: al-Fathur Rabbani V: 198 no: 1337 dan Shahih
Ibnu Khuzai’mah III: 95 no: 1689).

d. Shalat Munfarid
Shalat munfarid adalah shalat yang dilakukan sendirian tidak ada imam dan
tidak ada makmum. Biasanya bacaannya tidak dikeraskan.

e. Rukhsah/Keringanan
Untuk Orang Sakit
Islam adalah agama yang mudah. Islam tidak akan mempersulit umatnya.
Namun terdapat ibadah yang tidak boleh ditinggalkan walau dalam keadaan
apapun, yaitu ibadah shalat. Shalat tidak boleh ditinggalkan walau seseorang
dalam keadaan sakit sangat parah. Oleh karena itu Allah memberikan
keringanan (rukhsah) bagi orang yang sakit, yang tidak dapat menunaikan
shalat dengan berdiri. Berikutadalah hadist yang diriwayatkan oleh Imran bin
Hushain ra., Saya menderita sakit wasir, kemudian saya bertanya kepada
Rasulullah Saw. mengenai shalat sya, lalu Rasullah Saw. bersabda,
Kaanat bii bawaasiiru fasaaltun nabiyya shallallaahu ‘alaihi wasallama ‘anish
shalaati, faqaala: shalli qaaiman, faillam tastathi’ faqaa’idan, faillam tastathi’
‘alaa jambika. (Rawaahul Bukhaari)
“Kerjakanlah shalat dengan berdiri, jika tidak mampu shalatlah dengan duduk,
dan jika tidak mampu shalatlah dengan duduk, dan jika tidak mampu shalatlah
dengan berbaring”. (H.R. Bukhari).

Seseorang wanita yang tidak mampu melaksanakan shalat dengan berdiri,


diperbolehkan shalat dengan duduk. Jika dengan duduk pun tidak mampu
maka ia diperbolehkan dengan berbaring. Meskipun shalat dengan duduk
ataupun berbaring, tetapi syarat-syarat sah shalat seperti menutup aurat, suci
dari hadast dan lain-lain, tetap harus dipenuhi.

1. Shalat dengan duduk


Tata cara shalat dengan duduk sebagai berikut.
a. Duduk dilakukan dengan cara duduk iftirasy
b. Berniat dalam hati dan takbiratul ihram
c. Kedua tanga bersedekap di atas dada, lalu bembaca do’a iftitah,
dilanjutkan surat Al-Fatihah dan surat/ayat Al-Qur’an
d. Takbir sambil mengangkat tangan kemudian ruku’, dengan jalan sedikit
membungkukan badan sambil membaca doa ketika rukuk.
e. I’tidal, yaitu duduk kembali seperti semula tetapi tanpa bersedekap seraya
membaca “Sami’allaahu liman hamidah” sambil mengangkat tangan pada
saat perpindahan antara rukuk dan I’tidal. Kemudian membaca do’a
i’tidal.
f. Takbir sambil mengangkat tangan kemudian sujud seperti biasa dan
membaca doa sujud. Namun, jika tidak mampu, sujud dapat dilakukan
dengan sedikit merendahkan badan dari sikap rukuk.
g. Takbir tanpa mengangkat tangan kemudian duduk di antara dua sujud dan
membaca doa duduk diantara dua sujud.
h. Takbir tanpa mengangkat tangan lalu kembali sujud.
i. Takbir tanpa mengangkat tangan lalu, kembali duduk untuk melaksanakan
raka’at kedua. Demikian seterusnya hingga salam.

2. Shalat dengan berbaring


Tata cara shalat dengan berbaring sebagai berikut :
a. Hendaklah berbaring di atas rusuk sebelah kanan dengan membujur ke
arah utara dan selatan. Telinga ditindih oleh kepala sambil menghadap
muka, dada, perut, kaki kea rah kiblat, lali berniat dan bertakbir seperti
biasa.
b. Ruku’ dan sujud cukup dengan isyarat kepala atau dengan pelupuk mata.
Bila tidak mampu, maka rukuk dan sujud dikerjakan dengan hati selama
akan masih sehat. Demikianlah caranya hingga member salam.
c. Shalat dapat pula dilakukan dengan terlentang. Kedua kaki diluruskan kea
rah kiblat, kepala diganjal dengan bantal agar muka dapat menghadap ke
kiblat. Rukuk, I’tidal, sujud, dan seterusnya dapat dilakukan dengan
isyarat kepala serta kelopak mata.
Jika seseorang melaksanakan shalat dengan duduk, tetapi tiba-tiba di
tengah shalatnya ia merasa semakin sehat maka ia harus menyelesaikan
shalat dengan berdiri.
Diriwayatkan dari Aisyah ra.,
Maa ra-aitu rasuulallaahi shallallaahu ‘alaihi wasallama qaala yaqrau fii
syai-in min shalaatillaili jaalisann qaththu hattaa dakhala fissinni fakaana
yajlisu fiihaa fayaqra-u hattaa iszaa baqiya arba’uuna au tsalaatsuuna
ayatan qaama faqara-ahaa tsumma sajada.
“Dia tidak pernah melihat Rasulullah saw. melaksanakan shalat sunnah di
malam hari dalam keadaan duduk, kecuali pada usia tuanya. Ketika itu
Rasulullah saw. membaca Al-Fatihah dengan duduk, lalu menjelang rukuk
beliau berdiri dengan membaca surat kira-kira 30 atau 40 ayat, kemudian
beliau rukuk”. (HR. Bukhari).

Untuk Orang Sehat/Musafir


A. Shalat Qashar
Shalat qashar artinya shalat yang diringankan bilangan rakaatnya,
yaitu di antara shalat fadhu yang lima, yang mestinya empat rakaat
dijadikan dua raka’at saja. Shalat lima waktu yang boleh diqashar
hanya Dhuhur, Ashar, dan Isya. Adapun Maghrib dan Subuh tetap
sebagaimana biasa, tidak boleh diqashar.
Hukum shlat qashar dalam mazhab Syafi’I boleh, bahkan lebih
baik bagi orang yang dalam perjalanan serta cukup syarat-
syaratnya.
Syarat-Syarat Sah Shalat Qashar
a. Perjalanan yang dilakaukan bukan perjalanan maksiat
(terlarang). Perjalanan yang bukan maksiat seperti pergi haji,
silahturrahim atau berniaga dan lain-lain.
b. Perjalanan itu berjarak jauh, sekurang-kurangnya 80,640 Km
atau lebih (perjalanan sehari semalam)
c. Berniat qashar ketika takbiratul ihram.
B. Shalat Jamak
Shalat jamak artinya shalat yang dikumpulkan. Yang dimaksud
adalah dua shalat fardhu yang lima itu, dikerjakan dalam satu
waktu. Umpamanya: Shalat Dzhuhur dan Ashar dikerjakan di
waktuDhuhur atau di waktu Ashar.
Hukum shalat jamak ini “boleh” bagi orang yang dalam perjalanan,
dengan syarat-syarat seperti yang telah disebutkan pada shalat
qashar
o Jamak Taqdim (Dahulu) dan Jamak Takhir
(Terkemudian)
Jamak Taqdim adalah shalat Dhuhur dan Ashar yang
dikerjakan pada waktu Dhuhur, Shalat Maghrib dan Isya
dikerjakan pada waktu Maghrib.
Jamak Takhir adalah shalat Dhuhur dan Ashar yang
dikerjakan pada waktu Ashar, Shalat Maghrib dan Isya
dikerjakan pada waktu Isya.
o Syarat Jamak Taqdim
Syarat Taqdim menurut pendapat sebagian ulama ada 3,
yaitu:
a. Hendaklah dimulai dengan shlat yang pertama
(Dhuhur sebelum Ashar atau Maghrib sebelum Isya),
karena waktunya adalah waktu yang pertama.
b. Berniat jamak dilakukan pada waktu yang pertama.
c. Berturut-turut, sebab keduanya seolah-olah satu
shalat.
o Syarat Jamak Takhir
a. Pada waktu yang pertama hendaklah niat akan
melakukan shalat pertama diwaktu yang kedua, supaya
ada maksud bersungguh-sungguh akan mengerjakan
shalat pertama itu dan tidak ditinggalkan begitu saja.
b. Orang yang menetap (tidak dalam perjalanan) boleh
juga shalat jamak taqdim karena hujan, dengan syarat
seperti yang telah ditentukan pada jamak taqdim.
c. Diisyaratkan pula bahwa shlat yang kedua itu
berjama’ah di tempat yang jauh dari rumahnya, ia
mendapat kesukarang pergi ketempat itu karena hujan.
C. Cara Melakukan Shalat Jamak Sekaligus Qashar
Waktu Dhuhur (Jamak Taqdim)
a. Mengerjakan shalat dhuhur 2 raka’at, pada raka’at kedua
langsung membaca tasyahud akhir kemudian salam.
b. Kemudian setelah salam berdiri kembali untuk
mengerjakan shalat Ashar 2 raka’at kemudian salam.

D. Lafal Niat Shalat Jamak Dan Qashar


1. Niat Shalat Dhuhur dan Ashar dengan jamak taqdim:
Ushalli fadhazh zhuhri arba’a raka’aatim majmuu’am bil ‘ashri
lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat dhuhur 4 raka’at dijamak dengan Ashar
karena Allah”.
2. Niat Shalat Ashar dan Dhuhur dengan jamak takhir:
Ushalli Fardhal ashri arba’a raka’aatim majmuu’am bizhzhuhri
lillahi ta’aala
“Aku niat shalat Ashar empat raka’at dijamak dengan Dhuhur
karena Allah”
3. Niat Shalah Maghrib dan Isya jamak taqdim:
Ushalli fardhal maghribi tsalaatsa raka’aatim majmuu’am bil
isyaa-I lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Maghrib tiga raka’at dijamak dengan Isya
karna Allah”
4. Niat shalat Isya dan Maghrib dengan jamak takhir
Ushalli fardhal ‘isya-I arba’a raka’aatim majmuu’am bil
maghribi lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Isya empat raka’at dijamak dengan Maghrib
karna Allah”
5. Niat Shalat Dhuhhur dengan Qashar:
Ushalli fadhazh zhuhri raka’taini qashral lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Dhuhur dua raka’at dengan qashar karna
Allah”
6. Niat Shalat Ashar dengan qashar
Ushalli fardhal ashri raka’taini qashral lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Ashar dua raka’at denga qashar karna
Allah”
7. Niat shalat Isya dengan qashar:
Ushalli fardhal ‘isya-i raka’taini qashral lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Isya dua raka’at dengan qashar karna Allah”
8. Niat shalat Dhuhur dan Ashar dengan qashar sekaligus jama
taqdim:
Ushalli fardhazh zhuhri raka’taini qashran majmuu’am bil ashri
lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Dhuhur dua raka’at qashar dan jamak
dengan Ashar karna Allah”
9. Niat shalat Isya dan Maghrib dengan qashar sekaligus jamak
taqdim:
Ushalli fardhal ‘isyaa-I raka’taini qashran majmuu’am bil
maghribi lilaahi ta’aala
“Aku niat shalat Isya dua raka’at qashar dan jamak dengan
Maghrib karna Allah”

B. Hukum Shalat

Hukum membaca surat Al-Fatihah dalam shalat


Setiap orang yang shalat wajib membaca surat Al-Fatihah, baik imam
ataupun makmum; baik shalat sendirian, maupun shalat berjamah; baik shalat yang
bacaanya pelan (sirriyah) maupun yang bacaanya keras (jahriyah); pada shalat wajib
maupun shalat sunnah. Surat Al-Fatihah wajib dibaca dalam setiap rakaat, kecuali
makmum yang terlambat (masbuq) apabila mendapati imam dalam keadaan ruku' dan ia
tidak sempat membaca surat Al-Fatihah, maka ia tidak wajib membacanya.
Bagi yang tidak bisa membaca surat Al-Fatihah, maka hendaklah ia membaca
ayat Al-Qur'an yang mana saja. Apabila ia tidak bisa membaca Al-Qur'an sama
sekali, hendaklah ia membaca: Subhanallah, walhamdulillah, wa laa ilaaha
illallah, allahu akbar, wa laa hawla walaa quwwata illa billah. "Maha suci Allah, segala
puji baginya, dan tidak ada illah (Tuhan) yang berhak disembah dengan benar kecuali
Allah, Allah Maha Besar, dan tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan dari
Allah" (HR. Abu Daud dan Nasa'i)([1]).

Apabila makmum ketinggalan awal shalat, maka hendaklah ia


segera mengikuti imam, dan setelah imam salam ia
menyempurnakan yang rakaat yang tertinggal.

Apa yang dilakukan bagi yang berhadats dalam shalat:


Apabila berhadats ketika sedang shalat, atau ingat bahwa ia berhadats, maka ia harus
pergi dan tidak perlu salam ke kanan dan ke kiri.
Dari Aisyah ra dari Nabi SAW bersabda: "Apabila salah seorang kalian shalat lalu
berhadats, maka hendaklah memegang hidungnya, kemudian pergi (dari tempat
shalatnya)." (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)([2]).

Disunnahkan membaca satu surat penuh dalam setiap rakaat,


dan membaca surat sesuai dengan urutan Al-Qur'an, akan tetapi
boleh juga membagi satu surat untuk dua rakaat, atau membaca
beberapa surat dalam satu rakaat, mengulangi satu surat dalam dua rakaat, dan
mendahulukan satu surat atas surat lain, akan tetapi tidak terlalu sering, namun
melakukannya sekali-sekali. Orang yang shalat boleh membaca awal surat, akhirnya, dan
tengahnya dalam shalat fardhu dan sunnah.

Ada dua tempat yang dianjurkan bagi orang yang shalat untuk
berhenti sejenak:
Pertama: setelah takbiratul ihram untuk membaca doa istiftah
Kedua: setelah selesai membaca surat sebelum ruku', untuk mengembalikan
nafas.
Doa istiftah ada tiga macam: yang paling utama adalah yang mengandung pujian kepada
Allah SWT seperti subhanakallahumma…, berikutnya yang mengandung penyebutan
tentang ibadah kepada Allah SWT seperti wajjahtu wajhiya…, kemudian yang
mengandung doa seperti allahumma baa'id….
Haram mengakhirkan shalat hingga habis waktunya kecuali bagi
yang berniat menjama' shalat, atau dalam kondisi sangat takut, atau
karena sakit, dan orang yang shalat haram melihat ke langit.

dimakruhkan dalam shalat:


Makruh hukumnya menoleh pada waktu shalat kecuali ada keperluan seperti takut dan
semisalnya. Makruh memejamkan mata, menutup muka, duduk seperti duduknya anjing,
meletakkan tangan di pinggang, melihat hal-hal yang membuatnya lalai, menghamparkan
kedua lengannya ketika sujud. Makruh menahan kecing atau buang air besar, atau buang
angin. Jangan shalat di depan makanan yang ia inginkan dan ia bisa memakannya. Jangan
memanjangkan baju atau celana hingga dibawah matakaki (isbal), menutup mulut dan
hidungdengan kain, menguap dalam shalat. Meludah di masjid adalah suatu kesalahan,
dan kaffarahnya adalah membenamkannya, dan tidak boleh meludah ke arah kiblat dalam
shalat dan di luar shalat.

Lebih baik bagi orang yang merasa ingin buang air besar atau kecil, atau berasa akan
keluar angin, berhadats terlebih dahulu kemudian wudhu' dan shalat. Jika tidak ada air
maka bertayammumlah kemudian mengerjakan shalat, yang demikian ini akan lebih
khusyu'.
Menoleh dalam shalat adalah curian yang dicuri oleh setan dari shalat seseorang.
Menoleh ada dua macam: dengan badan, dan dengan hati, untuk mengobati menoleh
dengan hati yaitu dengan meludah ke kiri tiga kali, dan mohon perlindungan kepada
Allah SWT dari setan yang terkutuk, sedangkan yang dengan badan, maka dengan
mengahadap langsung ke kiblat dengan seluruh badannya.
Hukum meletakkan sutrah (pembatas) dalam shalat:
Disunnahkan bagi imam dan yang shalat sendirian, shalat dekat dengan sutrah, seperti
tembok, atau tiang, atau batu, atau tongkat, atau tombak dan
sebagainya, baik laki-laki maupun wanita, di kampung halaman maupun dalam
perjalanan, shalat wajib maupun sunnah. Adapun makmum, maka sutrah imam sudah
termasuk sutrah bagi yang dibelakangnya, atau imam menjadi sutrah bagi makmum.

Haram lewat di antara orang yang shalat dengan sutrahnya, dan orang yang shalat harus
menolak orang yang lewat, baik di Makkah maupun di tempat lain, kalau memaksa, maka
orang yang lewat berdosa, sedangkan pahala orang yang shalat tidak berkurang insya
Allah.

Imam dan orang yang shalat sendirian batal jika ada wanita, keledai, atau anjing hitam
yang lewat di depannya, jika tidak ada sutrah. Jika salah satu dari yang disebutkan tadi
lewat di depan makmum, maka sahalat makmum maupun imam tidak batal, dan
barangsiapa yang shalat menggunakan sutrah, hendaknya mendekat padanya; agar setan
tidak lewat antara dia dengan sutrah.

Tempat-tempat mengangkat kedua tangan:


1. Dari Abdullah bin Umar ra berkata: "Aku melihat Nabi SAW memulai shalat dengan
bertakbir, lalu Beliau mengangkat kedua tangannya ketika bertakbir sehingga
meletakkannya sejajar dengan kedua pundaknya, dan apabila takbir untuk ruku'
melakukan hal yang serupa, dan apabila mengucapkan sami'allahu liman hamidah
melakukan hal serupa, dan membaca rabbana lakal hamdu." (HR. Bukhari Muslim).
2. Dari Nafi' bahwasanya apabila Ibnu Umar shalat beliau bertakbir, dan mengangkat
tangannya, dan apabila ruku' beliau mengangkat tangannya, dan apabila mengatakan
sami'allahu liman hamidah beliau mengangkat tangannya, dan apabila bangun dari rakaat
kedua beliau mengangkat tangannya.

Yang boleh dilakukan pada waktu shalat:


Dibolehkan bagi orang yang sedang shalat melingkarkan imamah, atau gutrah
(penutup kepala bagi laki-laki), membungkus diri dengan kain, maju, mundur, dan naik
ke mimbar dan turun, meludah ke sebelah kiri bukan ke sebelah kanan atau kiri di luar
masjid. Apabila berada dalam masjid, maka meludah ke pakaian, dan boleh membunuh
ular, kalajengking dan semisalnya, menggendong anak kecil.
Ketika shalat boleh sujud pada bajunya, atau imamahnya, atau sorbannya kalau ada sebab
tertentu seperti panas dan semisalnya. Apabila orang laki-laki dimintai izin ketika shalat,
maka ia bisa memberi izin dengan bertasbih, sedangkan wanita, memberi izin dengan
menepukkan tangannya. Apabila bersin ketika shalat disunnahkan bertahmid, dan apabila
mendapat nikmat ketika sedang shalat, maka hendaklah mengangkat tangan dan
bertahmid. Orang yang shalat sendirian apabila membaca dengan keras maka
mengucapkan 'Amin' dengan keras, dan apabila membaca pelan, maka mengucapkan
'Amin' dengan pelan pula.
Orang yang shalat sendirian baik laki-laki maupun wanita boleh memilih antara
memelankan bacaan dalam shalat jahriyah atau mengeraskan asalkan tidak mengganggu
orang yang sedang tidur, orang sakit dan semisalnya. Wanita boleh mengeraskan
suaranya jika tidak ada laki-laki yang bukan mahram di sekitarnya.

([1]) Sunan Abu Daud no (832), Sunan Nasa'I no (924).


([2]) Sunan Abu Daud no (1114), Shahih Ibnu Majah no (1222)

C. Tata Cara Shalat

Tatacara Shalat Solat Wajib dan Praktiknya

 Syarat-syarat Sah Solat


 Praktik Solat 
o Berdiri Tegak Lurus
o Takbiratul Ihram
o Do'a Iftitah
o Ta'awwudz
o Al Fatihah
o Ruku
o I'tidal
o Sujud Pertama
o Duduk di Antara dua sujud
o Sujud Kedua
o Berdiri Pada Rakaat Kedua
o Ruku di Rakaat Kedua
o Bangun dari Ruku
o Sujud Petama pada rakaat kedua
o Duduk diantara dua sujud di rakaat kedua
o Sujud Kedua pada rakaat kedua
o Duduk tahiyyat
o Memberi Salam

Syarat-syarat Sah Solat

Apabila kita sudah mempunyai air wudhu bererti kita sudah siap untuk mengerjakan
solat. Kita boleh solat dimana saja asalkan di tempat suci. Suci disini maksudnya adalah
tidak bernajis. Boleh menggunakan alas seperti sajadah atau apa saja yang bersih,
sekalipun tidak memakai alas sama sekali, seperti di atas bumi. Meskipun demikian, yang
penting dipersiapkan sebagai persyaratan shalat ialah:

1. Menutup aurat bagi lelaki iaitu antara pusat dengan lutut. Aurat wanita, seluruh badan,
kecuali muka dan telapak tangan. Menutup aurat boleh dengan apa saja asal suci, tidak
tembus pandang seperti plastik bening atau benda semacam lainnya.
2. Menghadap ke arah kiblat, yaitu Ka'bah di Makkah. Bila tidak memungkinkan, misalnya
di atas kereta api, kapalterbang atau tak diketahui sama sekali, maka hadapkanlah wajah
kita ke mana saja yang kita merasa condong bahawa itu adalah kiblat.
3. Harus mengetahui dengan yakin sudah berada dalam waktu solat yang hendak dikerjakan.
4. Yakin bahawa badan, pakaian, dan tempat solat suci dari najis.
5. Suci dari hadas besar dan hadas kecil.
D. Hal-Hal Yang Membatalkan

HAL YANG MEMBATALKAN SHOLAT

1. Berbicara ketika sholat


2. Tertawa
3. Makan dan minum
4. Berjalan terlalu banyak tanpa ada keperluan
5. Tersingkapnya aurat
6. Memalingkan badan dari kiblat
7. Menambah rukuk, sujud, berdiri atau duduk secara sengaja
8. Mendahului imam dengan sengaja

E. Manfaat Dalam Medis dan Kesehatan

Manfaat Kesehatan Sholat Berdiri lurus adalah pelurusan tulang belakang, dan menjadi
awal dari sebuah latihan pernapasan, pencernaan dan tulang. Takbir merupakan latihan
awal pernapasan. Paru-paru adalah alat pernapasan, Paru kita terlindung dalam rongga
dada yang tersusun dari tulang iga yang melengkung dan tulang belakang yang
mencembung. Susunan ini didukung oleh dua jenis otot yaitu yang menjauhkan lengan
dari dada (abductor) dan mendekatkannya (adductor). Takbir berarti kegiatan
mengangkat lengan dan merenggangkannya, hingga rongga dada mengembang seperti
halnya paru-paru. Dan mengangkat tangan berarti meregangnya otot-otot bahu hingga
aliran darah yang membawa oksigen menjadi lancar. Dengan ruku’, memperlancar aliran
darah dan getah bening ke leher oleh karena sejajarnya letak bahu dengan leher. Aliran
akan semakin lancar bila ruku’ dilakukan dengan benar yaitu meletakkan perut dan dada
lebih tinggi daripada leher. Ruku’ juga mengempiskan pernapasan.

Pelurusan tulang belakang pada saat ruku’ berarti mencegah terjadinya pengapuran.
Selain itu, ruku’ adalah latihan kemih (buang air kecil) untuk mencegah keluhan prostat.
Pelurusan tulang belakang akan mengempiskan ginjal. Sedangkan penekanan kandung
kemih oleh tulang belakang dan tulang kemaluan akan melancarkan kemih. Getah bening
(limfe) fungsi utamanya adalah menyaring dan menumpas kuman penyakit yang
berkeliaran di dalam darah.

Sujud Mencegah Wasir Sujud mengalirkan getah bening dari tungkai perut dan dada ke
leher karena lebih tinggi. Dan meletakkan tangan sejajar dengan bahu ataupun telinga,
memompa getah bening ketiak ke leher. Selain itu, sujud melancarkan peredaran darah
hingga dapat mencegah wasir. Sujud dengan cepat tidak bermanfaat. Ia tidak mengalirkan
getah bening dan tidak melatih tulang belakang dan otot. Tak heran kalau ada di sebagian
sahabat Rasul menceritakan bahwa Rasulullah sering lama dalam bersujud.

Duduk di antara dua sujud dapat mengaktifkan kelenjar keringat karena bertemunya
lipatan paha dan betis sehingga dapat mencegah terjadinya pengapuran. Pembuluh darah
balik di atas pangkal kaki jadi tertekan sehingga darah akan memenuhi seluruh telapak
kaki mulai dari mata kaki sehingga pembuluh darah di pangkal kaki mengembang.
Gerakan ini menjaga supaya kaki dapat secara optimal menopang tubuh kita. Gerakan
salam yang merupakan penutup sholat, dengan memalingkan wajah ke kanan dan ke kiri
bermanfaat untuk menjaga kelenturan urat leher. Gerakan ini juga akan mempercepat
aliran getah bening di leher ke jantung.
Manfaat Sholat Malam hari biasanya dingin dan lembab. Kalau ditanya, paling enak tidur
di waktu tersebut. Banyak lemak jenuh yang melapisi saraf kita hingga menjadi beku.
Kalau tidak segera digerakkan, sistem pemanas tubuh tidak aktif, saraf menjadi kaku,
bahkan kolesterol dan asam urat merubah menjadi pengapuran. Tidur di kasur yang
empuk akan menyebabkan urat syaraf yang mengatur tekanan ke bola mata tidak
mendapat tekanan yang cukup untuk memulihkan posisi saraf mata kita.
Jadi sholat malam itu lebih baik daripada tidur. Kebanyakan tidur malah menjadi
penyakit. Bukan lamanya masa tidur yang diperlukan oleh tubuh kita melainkan kualitas
tidur. Dengan sholat malam, kita akan mengendalikan urat tidur kita.

Sholat Lebih Canggih dari Yoga “Apakah pendapatmu sekiranya terdapat sebuah sungai
di hadapan pintu rumah salah seorang diantara kamu dan dia mandi di dalamnya setiap
hari lima kali. Apakah masih terdapat kotoran pada badannya?”. Para sahabatmenjawab :
“Sudah pasti tidak terdapat sedikit pun kotoran pada badannya”. Lalu beliau bersabda :
“Begitulah perumpamaansholat lima waktu. Allah menghapus segala keselahan mereka”.
(H.R Abu Hurairah r.a). Jika manfaat gerakan sholat kita betul, maka sangat luar biasa
manfaatnya dan lebih canggih daripada yoga. Sangat disayangkan tidak ada universitas
yang berani atau sengaja mengembangkan teknik gerakan sholat ini secara ilmiah. Belum
lagi manajemen yang terkandung dalam bacaan sholat. Seperti doa iftitah yang berarti
mission statement (dalam manajemen strategi). Sedangkan makna bacaan Alfatihah yang
kita baca berulang sampai 17 kali adalah objective statement. Tujuan hidup mana yang
lebih canggih dibandingkan tujuah hidup di jalan yang lurus, yaitu jalan yang penuh
kebaikan seperti diperoleh para orang-orang shaleh seperti nabi dan rasul?

Dr. Gustafe le Bond mengatakan bahwa Islam merupakan agama yang paling sepadan
dengan penemuan-penemuan ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan etika sains
harus didukung dengan kekuatan iman. Semoga sholat kita makin terasa manfaatnya.
Daftar Pustaka
http://aboen.or.id/9-hal-yang-membatalkan-sholat.asp

http://tanbihul_ghafilin.tripod.com/panduanlengkapsembahyang.htm

alhakim.wordpress.com/2007/06/29/manfaat-sholat-secara-medis

http://alislamu.com/ibadah/4-shalat/137-bab-shalat-jamaah.html

Kitab Mattlaal Badrain oleh Syeikh Muhammad bin Daud Al-Fatani

Ringkasan Ibadah oleh Ibnu Rahmat

Kitab Minhajul Muslim oleh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi

Fiqh Syafii oleh Hj.Idris Ahmad S.H. 

Tuntunan shalat lengkap Oleh Abdullah AfifThaifur

http://tuntunansholatdankumpulandoa.blogspot.com

http://ohislam.com

http://lifestyle.infospesial.net/read/584/manfaat-gerakan-shalat-dan-wudhu.html
SISTEM AL-ISLAM I
MODUL 1 : THOHAROH

Anggota : 1. Ghisqy Arsy Mulki (2011730136)

2. Intan Azzahra (2011730141)

3. Lia Dafia (2011730148)

4. M. Hafidz Ramadhan (2011730

5. Miftah Rizqi (2011730155)

6. Tohari (2011730165)
7. Vera Desniarti (2011730166)

8. Vidia Amrina Rasyada (2011730167)

Tutor : DR.dr. Busjra M. N, MS


PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2011/2012

Anda mungkin juga menyukai