Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Purpura nontrombositopenik merupakan kelainan perdarahan didapat pada

anak yang paling sering dijumpai, purpura nontrombositopenik merupakan kelainan

otoimun yang menyebabkan munculnya suatu autoantibodi terhadap trombosit.

Diagnosis purpura nontrombositopenik ditegakkan dengan menyingkirkan

kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Pemeriksaan aspirasi sumsum

tulang tidak rutin dilakukan pada purpura nontrombositopenik hanya untuk kasus

yang meragukan. 1

Pada anak umumnya purpura nontrombositopenik bersifat akut dan dapat

sembuh spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Tata laksana purpura

nontrombositopenik khususnya purpura nontrombositopenik akut pada anak masih

kontroversial. Pengobatan umumnya dilakukan hanya untuk meningkatkan jumlah

trombosit, namun tidak menghilangkan risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan

perjalanan menjadi purpura nontrombositopenik kronis. Pengobatan juga potensial

menimbulkan efek samping yang cukup serius. Perlu dilakukan suatu studi

prospektif acak yang meneliti manfaat secara klinis berbagai pengobatan purpura

nontrombositopenik pada anak. 3

Pemahaman yang tepat tentang perjalanan alamiah purpura

nontrombositopenik kronis pada anak sangat bermanfaat bagi suatu pengobatan

yang rasional. 3

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Purpura nontrombositopenik ialah suatu penyakit perdarahan didapat

(acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, ditandai

dengan trombositopenia (trombosit <150.000/mm3), Purpura, gambaran darah tepi yang

umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya.1

Klasifikasi purpura nontrombositopenik adalah akut dan kronik disebut kronik

bila trombositopenia menetap lebih dari 6 bulan. Diperkirakan purpura

nontrombositopenik merupakan salah satu penyebab kelainan perdarahan didapat

yang banyak ditemukan oleh dokter anak, dengan insiden penyakit simtomatik

berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak pertahun.2

2.2 Etiologi

Penyebab purpura nontrombositopenik adalah kelainan autoimun sehingga

penghancuran trombosit dalam sistem retikuloendotelial meningkat. Kelainan ini

biasanya menyertai infeksi virus atau imunisasi yang disebabkan oleh respon sistem

imun yang tidak tepat (inappropriate). Akhir-akhir ini purpura nontrombositopenik

juga sering disebut sebagai immune thrombocytopenic purpura (purpura

trombositopeni imun). Diagnosis purpura nontrombositopenik sebagian besar

ditegakkan berdasarkan gambaran klinis adanya gejala dan atau tanda perdarahan,

2
disertai penurunan jumlah trombosit (trombositopenia). 3

Pemeriksaan laboratorium lainnya dapat membantu menyingkirkan

kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain. Meskipun purpura

nontrombositopenik pada anak umumnya bersifat akut, dan biasanya membaik

dengan sendirinya dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, namun sejak

seperempat abad yang lalu terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang

pemberian prednison secara rutin pada penderita purpura nontrombositopenik.

Dengan diperkenalkannya beberapa pengobatan baru akhir-akhir ini, semakin

meramaikan perbedaan pendapat tersebut. Permasalahan dalam tata laksana purpura

nontrombositopenik adalah apakah seharusnya pada semua penderita purpura

nontrombositopenik, terutama anak-anak perlu diberikan pengobatan. Pada sebagian

pasien, meskipun telah mendapatkan pengobatan tetap tidak membaik sampai lebih

dari 6 bulan dan mengalami perjalanan penyakit menjadi purpura nontrombositopenik

kronis. 5

Makalah ini membahas tentang purpura nontrombositopenik pada anak,

terutama mengenai patofisiologi, tata laksanaan dan kontroversinya. 5

2.3 Epidemiologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo sejak

bulan Juli 2003 sampai Mei 2006. Anak yang turut dalam penelitian ini berusia 0-18

tahun. Diagnosis purpura nontrombositopenik ditegakkan bila terdapat gejala

perdarahan mukokutan disertai jumlah trombosit <150.000/uL; purpura

nontrombositopenik akut apabila jumlah trombosit kembali normal = 150.000/uL


3
sebelum 6 bulan sedangkan purpura nontrombositopenik kronik bila trombositopenia

terjadi persisten lebih dari 6 bulan sejak awal gejala. Pasien mengalami remisi

sempurna apabila jumlah trombosit = 150.000/uL selama atau sesudah terapi.3

Informasi yang diambil dari rekam medik meliputi nama, nomor rekam medik,

tanggal lahir, tanggal mulai gejala, tanggal masuk ke RSCM, jumlah trombosit saat

diagnosis, jumlah trombosit saat kontrol, usia saat awal gejala, prosedur diagnostik

terutama aspirasi sumsum tulang, terapi yang diberikan, respons terhadap terapi,

komplikasi purpura nontrombositopenik berupa perdarahan, kematian, dan keluaran

akhir. Pasien mengalami perdarahan serius apabila perdarahan yang terjadi cukup

banyak dan masih berlangsung, sehingga memerlukan perawatan dan transfusi

trombosit dan atau transfusi sel darah merah. 3

Pasien purpura nontrombositopenik baru yang terekam dalam data registrasi

pasien 104 dari 758 pasien baru yang datang berobat ke Divisi Hematologi-Onkologi

Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM sejak Juli 2003 sampai Mei 2006. Rekam

medik yang berhasil ditemukan 77 pasien, terdiri dari 66 pasien PTI baru dan 11 pasien

purpura nontrombositopenik kronik yang dirujuk ke RSCM untuk mendapatkan tata

laksana lebih lanjut. Penelitian ini mengevaluasi lebih lanjut 66 pasien purpura

nontrombositopenik baru yang terdiri dari 43 laki-laki dan 23 perempuan (1,8:1).

Rentang usia berkisar antara 1 bulan sampai 14,9 tahun, dengan rerata 4,78 tahun. Rerata

awitan penyakit pada usia 4,59 tahun dan puncaknya pada usia 2-5 tahun. 5

4
2.4 Faktor Resiko

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko pengembangan purpura


nontrombositopenik adalah:

1. Usia 

Penyakit purpura nontrombositopenik ini terutama menyerang anak-anak dan dewasa


muda, dengan sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak antara 2 dan 6 tahun.

2. Seks 

Purpura nontrombositopenik sedikit lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada
anak perempuan.

3. Ras 

Anak-anak kulit putih dan Asia lebih mungkin mengembangkan purpura


nontrombositopenik daripada anak-anak kulit hitam.

4. Musim 

Purpura nontrombositopenik menyerang terutama di musim gugur, musim dingin dan


musim semi, tetapi jarang di musim panas.

2.5 Diagnosa

2.5.1 Anamnesa

Pada umumnya pasien purpura nontrombositopenik tampak sehat, namun tiba-

tiba mengalami perdarahan pada kulit (petekie atau purpura) atau pada mukosa hidung

(epistaksis).10 Perlu juga dicari riwayat tentang penggunaan obat atau bahan lain
5
yang dapat menyebabkan trombositopenia. Riwayat keluarga umumnya tidak

didapatkan.11

2.5.2 Pemeriksaan Dermatologi

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan

tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan

konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya. Perlu dipikirkan kemungkinan

suatu penyakit lain, jika ditemukan adanya pembesaran hati dan atau limpa, meskipun

ujung limpa sedikit teraba pada lebih kurang 10% anak dengan purpura

nontrombositopenik.10

2.5.3 Pemeriksaan Penunjang

Selain trombositopenia, pemeriksaan darah tepi lainnya pada anak dengan

purpura nontrombositopenik umumnya normal sesuai umurnya. 5 Pada lebih kurang

15% penderita didapatkan anemia ringan karena perdarahan yang dialaminya

Pemeriksaan hapusan darah tepi diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan

pseudotrombositopenia, sindrom trombosit raksasa yang diturunkan (inherited giant

platelet syndrome), dan kelainan hematologi lainnya. Trombosit yang imatur


6
(megatrombosit) ditemukan pada sebagian besar penderita. Pada pemeriksaan dengan

flow cytometry terlihat trombosit pada purpura nontrombositopenik lebih aktif

secara metabolik, yang menjelaskan mengapa dengan jumlah trombosit yang sama,

perdarahan lebih jarang didapatkan pada purpura nontrombositopenik dibanding

pada kegagalan sumsum tulang.10

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang pada anak dengan dugaan purpura

nontrombositopenik, masih menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ahli.

Umumnya peme- riksaan ini dilakukan pada kasus-kasus yang meragukan, namun

tidak pada kasus-kasus dengan manifestasi klinis yang khas. Pemeriksaan sumsum

tulang dianjurkan pada kasus-kasus yang tidak khas misalnya pada 6

• Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang tidak

umum, misalnya demam, penurunan berat badan, kelemahan, nyeri tulang,

pembesaran hati dan atau limpa.

• Kelainan eritrosit dan leukosit pada pemeriksaan

darah tepi

• Kasus yang akan diobati dengan steroid, baik

sebagai pengobatan awal atau yang gagal diterapi dengan imunoglobulin

intravena. 6

Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan pada penderita purpura

nontrombositopenik adalah mengukur antibodi yang berhubungan dengan trombosit

(platelet-associated antibody) dengan menggunakan direct assay. Namun

pemeriksaan ini juga belum dapat membedakan purpura nontrombositopenik primer

7
dengan sekunder, atau anak yang akan sembuh dengan sendirinya dengan yang akan

mengalami perjalanan menjadi kronis. Diagnosis purpura nontrombositopenik

ditegakkan dengan menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang

lain.10 Bentuk sekunder kelainan ini didapatkan bersamaan dengan systemic lupus

erythematosus (SLE), sindroma antifosfolipid, leukemia atau limfoma, defisiensi IgA,

hipogamaglobulinemia, infeksi HIV atau hepatitis C, dan pengobatan dengan

heparin atau quinidine.11

2.6 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya trombositopenia pada purpura nontrombositopenik

ternyata lebih kompleks dari yang semula diduga. Kerusakan trombosit pada purpura

nontrombositopenik melibatkan otoantibodi terhadap glikoprotein yang terdapat pada

membran trombosit. Sehingga terjadi penghancuran terhadap trombosit yang

diselimuti antibodi (antibody-coated platelets) oleh makrofag yang terdapat pada

limpa dan organ retikuloendotelial lainnya. Megakariosit dalam sumsum tulang bisa

normal atau meningkat pada purpura nontrombositopenik. Sedangkan kadar

trombopoitin dalam plasma yang merupakan progenitor proliferasi dan maturasi dari

trombosit mengalami penurunan yang berarti, terutama pada purpura

nontrombositopenik kronis.6

Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara purpura

nontrombositopenik akut dan kronis, menimbulkan dugaan adanya perbedaan

mekanisme patofisiologi terjadinya trombositopenia di antara keduanya. Pada

purpura nontrombositopenik akut, telah dipercaya bahwa penghancuran trombosit

8
meningkat karena adanya antibodi yang dibentuk saat terjadi respon imun terhadap

infeksi bakteri/virus atau pada pemberian imunisasi, yang bereaksi silang dengan

antigen dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama terjadinya

respon imun terhadap infeksi, dapat berperan dalam terjadinya penekanan terhadap

produksi trombosit. Pada purpura nontrombositopenik kronis mungkin telah terjadi

gangguan dalam regulasi sistem imun seperti pada penyakit otoimun lainnya, yang

berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit. Saat ini telah

diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein permukaan trombosit pada purpura

nontrombositopenik, di antaranya GP IIb- IIa, GP Ib, dan GP V. Namun bagaimana

antibodi antitrombosit meningkat pada purpura nontrombositopenik, perbedaan secara

pasti patofisiologi purpura nontrombositopenik akut dan kronis, serta komponen

yang terlibat dalam regulasinya masih belum diketahui. Hal tersebut di atas

menjelaskan mengapa beberapa cara pengobatan terbaru yang digunakan dalam

penatalaksanaan purpura nontrombositopenik memiliki efektifitas terbatas,

dikarenakan mereka gagal mencapai target spesifik jalur imunologis yang

bertanggung jawab pada perubahan produksi dan destruksi

trombosit.10

2.7 Patogenesis

HSP merupakan vaskulitis pada pembuluh darah kecil yang dimediasi

Imunoglobulin A (IgA).9 Imunoglobulin A (IgA) jelas memiliki peranan penting

dalam patogenesis HSP, ditandai dengan peningkatan konsentrasi IgA serum,

kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah dan mesangium renal. 10,11

9
Diketahui pula adanya aktivasi komplemen jalur alternatif yang berperan. Deposit

kompleks imun dan aktivasi komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi

pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi, saluran cerna.8,10

Faktor-faktor kemotaktik memicu leukosit polimorfonuklear menginvasi dan

menginfiltrasi pembuluh darah sehingga terjadi destruksi endotel. Hal ini

mengakibatkan terjadinya purpura di kulit, nefritis, dan artritis. Vaskulitis yang

terjadi pada dinding saluran cerna menyebabkan edema dan perdarahan saluran cerna,

yang jika terlambat ditangani berkemungkinan menyebabkan intususepsi. 8,10,11 Karena

kerusakan pembuluh darah, terjadi ekstravasasi eritrosit ke jaringan di sekitar

pembuluh darah yang terlibat, mengakibatkan terbentuknya purpura yang teraba.8 Hal

ini juga akan mengakibatkan ekstravasasi dari eritrosit yang bermanifestasi secara

histologis sebagai vaskulitis leukositoklastik.7,8

Meskipun etiologi HSP masih belum jelas, terdapat bukti yang mendukung

mekanisme imunopatologis. IgA telah diyakini sebagai pemegang peranan inflamasi

yang paling penting pada HSP. Ini telah ditunjukkan dengan adanya peningkatan

level IgA serum dan kompleks imun yang mengandung IgA pada mayoritas pasien,

dan deposit IgA yang jelas terlihat pada dinding pembuluh darah organ yang terlibat.

Abnormalitas yang luas dari IgA telah dijelaskan, termasuk level IgA yang berubah,

level IgA kelas Ab seperti IgA RF, IgA ANCA, kompleks imun IgA, dan deposit IgA

pada biopsi ginjal dan kulit. IgA muncul dalam dua isotipe, IgA1 dan IgA2. Sebanyak

60% IgA dalam sekresi adalah IgA2 dan umumnya polymeric, sedangkan IgA serum

dominan IgA1 dan 90% monomeric. Pada penderita HSP, terdapat deposisi IgA1

polymeric yang dominan di kulit, gastrointestinal, dan kapiler glomerulus 7,11,12.


10
Penyakit HSP yang aktif ditandai dengan konsentrasi sitokin TNF-α (Tumor Necrosis

Factor α) dan IL-6 (interleukin-6) yang meningkat dalam serum.9

Secara histopatologis, pada kulit terdapat vaskulitis leukositoklastik dengan

infiltrasi perinuklear dari sel-sel polimorfonuklear dan mononuklear. Dapat juga

ditemukan nekrosis pembuluh darah kecil dan trombus platelet. Lesi renal dari

Henoch-Schonlein nefritis menunjukkan glomerulonefritis proliferatif fokal dan

segmental. Proliferasi dari sel-sel ekstrakapiler dapat menimbulkan formasi

crescent.8,11

2.8 Diagnosa Banding

Diagnosa Banding dari Purpura nontrombositopenik antara lain3:

1. Dermatitis Medikamentosa

2. Vaskulitis Alergi

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Farmakologi

Pengobatan yang biasa diberikan pada anak dengan purpura nontrombositopenik

meliputi kortikosteroid peroral, imunoglobulin intravena (IVIG), dan yang terakhir,

anti-D untuk kasus dengan rhesus D positif. Pengobatan tersebut potensial

memberikan efek samping yang serius, sehingga penting bagi kita untuk mem-

pertimbangkan risiko-risiko tersebut agar tidak merugikan pasien (primum non

nocere).8

11
Sebelum era IVIG, kortikosteroid per oral merupakan pengobatan utama

pada purpura nontrombositopenik karena dipercaya dapat menghambat penghancuran

trombosit dalam sistem retikuloendotelial dan mengurangi pembentukan antibodi

terhadap trombosit, serta mempunyai efek stabilisasi kapiler yang dapat

mengurangi perdarahan. Buchanan dan Holtkamp (1984) melakukan penelitian

tentang efektifitas kortikosteroid peroral pada dosis standar (2 mg/kgbb/ hari) sebagai

pengobatan purpura nontrombositopenik akut. Berdasarkan jumlah trombosit, waktu

perdarahan, dan gejala klinis, tidak didapatkan perbedaaan yang bermakna antara

kelompok prednison dan plasebo kecuali pada pengobatan hari ke-7. Penelitian

terbaru menunjukkan respon yang lebih cepat (secepat IVIG) dalam menaikkan

jumlah trombosit pada dosis prednison yang lebih tinggi (4 mg/kgbb/hr) jangka

pendek.7

2.9.2 Non-Farmakologi

Tata laksana purpura nontrombositopenik pada anak meliputi tindakan suportif.

Tindakan suportif merupakan hal yang penting dalam penatalaksanaan purpura

nontrombositopenik pada anak, di antaranya membatasi aktifitas fisik, mencegah

perdarahan akibat trauma, menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit

atau merubah fungsinya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah memberi

pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.10

Sebagian besar kasus purpura nontrombositopenik pada anak tidak perlu dirawat

di rumah sakit, oleh karena dapat sembuh sempurna secara spontan dalam waktu

12
kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus purpura nontrombositopenik pada anak

didapatkan perdarahan kulit yang menetap, perdarahan mukosa, atau perdarahan

internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau pengobatan segera.

Transfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak efektif, karena trombosit

yang ditransfusikan langsung dirusak.5

2.9.3 Edukasi

1. Karena purpura nontrombositopenik ini biasanya disertai dengan trombositopenia,

maka di antaranya membatasi aktifitas fisik, mencegah perdarahan akibat trauma

perlu di tekankan kepada pasien atau keluarganya agar tidak menimbulkan

pendarahan yang dapat menyebabkan memperparah keadaan.

2. Pasien atau keluarganya harus ikut serta mendukung pengobatan yang di berikan

dokter. Oleh karenanya menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit

atau merubah fungsinya.

3. Memberi pengertian pada pasien dan atau orang tua tentang penyakitnya.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang paling sering terjadi dari purpura nontrombositopenik adalah 10:

1. Pendarahan pada kepala, yang merupakan penyebab kematian utama pada

pasien purpura nontrombositopenik

2. Kehilangan darah dalam jumlah luar biasa

3. Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Pneumococcus yang berupa radang

selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (sepsis)


13
2.11 Prognosis

Prognosis Respons terapi dapat mencapai 50%-70% dengan kortikosteroid.

Pasien purpura nontrombositopenik dewasa hanya sebagian kecil dapat mengalami

remisi spontan penyebab kematian pada purpura nontrombositopenik biasanya

disebabkan oleh perdarahan intrakranial yang berakibat fatal berkisar pada 2,2%

untuk usia lebih dari 40 tahun dan sampai 47,8% untuk pasien purpura

nontrombositopenik usia lebih dari 60 tahun.6

14
BAB III

KESIMPULAN

Purpura nontrombositopenik ialah suatu penyakit perdarahan didapat

(acquired) sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan, ditandai

dengan trombositopenia (trombosit <150.000/mm3), purpura, gambaran darah tepi yang

umumnya normal, dan tidak ditemukan penyebab trombositopenia yang lainnya.

Pada pemeriksaan fisik biasanya hanya didapatkan bukti adanya perdarahan

tipe trombosit (platelet-type bleeding), yaitu petekie, purpura, perdarahan

konjungtiva, atau perdarahan mukokutaneus lainnya.

Insidens purpura nontrombositopenik ditemukan lebih banyak pada anak laki-

laki dari pada anak perempuan (1,8:1). Rerata usia awitan purpura

nontrombositopenik 4,78 tahun; puncak kejadian pada usia 2-5 tahun. Perdarahan

yang terbanyak berupa petekie, diikuti dengan epistaksis, perdarahan mukosa mulut,

perdarahan subkonjungtiva, hematemesis/melena, dan hematuria. Sebagian besar

kasus sembuh dalam 6 minggu. Sebagian besar pasien mendapat terapi

kortikosteroid, baik sebagai terapi tunggal atau kombinasi. Semua pasien berusia di

bawah 1 tahun mengalami remisi dan tidak ada yang menjadi kronik.

15
DAFTAR PUSTAKA

1.Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenic purpura. N Engl J Med 2002;

346:995-1007.

2. Chu YW, Korb J, Sakamoto KM. Idiopathic thrombocytopenic purpura. Ped in

rev 2000; 21:95-103.

3. Watts RG. Idiopathic thrombocytopenic purpura: A 10year natural history study at

the children hospital of Ala- bama. Clin ped 2004; 46:691-702.

4. Kuhne T, Buchanan GR, Zimmerman S, Michaels LA, Kohan R, Berchtold W, et

al. A comparative study of 2540 infants and children with newly diagnosed idio-

pathic thrombocytopenic purpura (ITP) from the In- tercontinental Childhood

ITP Study Group. J Pediatr 2003; 143:605-8.

5. Andriastuti M, Amalia P, Windiastuti E, Abdulsalam M, Gatot D. Karakteristik

pasien purpura nontrombositopenik akut. Diajukan pada Pertemuan Ilmiah

Tahunan IDAI di Batam tanggal 12-14 Juli 2004. [abstrak]

6. Dickerhoff R, Ruecker AV. The clinical course of immune thrombocytopenic

purpura in children who did not receive intravenous immunoglobulins or

sustained prednisone treatment. J Pediatr 2000; 137:629-32.

7. Blanchette V, Imbach P, Andrew M, Mc Millan J, Wang E, dkkl. Randomised

trial of intravenous immunoglo- bulin G, intravenous anti D and oral prednisone

in child- hood acute immune thrombocytopenic purpura. Lan- cet 94; 344:703-

7.

16
8. Blanchette V, Luke B, Andrew M, Sommerville-Nielsen S, Barnard D, de Veber

B, et al. A prospective, random- ized trial of high dose intravenous

immunoglobulin therapy, oral prednisone therapy, and no therapy in child- hood

acute immune thrombocytopenic purpura. J Pediatr 1993; 123:989-95.

9. Beardsley DS, Nathan DG. Platelet abnormalities in infancy and childhood.

Dalam: Nathan DG, Orkin SH, penyunting. Nathan and Oski's Hematology of

infancy and childhood. Edisi ke-5. Philadelphia: WB Saunders Co;1998. h.

1585-1630.

10. George JN, Woolf SH, Raskob GE, Wasser JS, Aledort LM, Ballem DJ, et

al. Immune thrombocytopenic pur- pura: A practice guideline developed by

explicit method for the American Society of Hematology. Blood 1996; 88:3-40.

11. Lowe EJ, Buchanan GR. Idiopathic thrombocytopenic purpura diagnosed during

the second decade of life. J Pediatr 2002; 141:253-8.

17

Anda mungkin juga menyukai