Anda di halaman 1dari 22

MATA KULIAH PAI I


 
MATERI/KULIAH VIII

TAUHIDULLAH
RUKUN IMAN I (IMAN KEPADA ALLAH (LANJUTAN)
HAKIKAT IMAN KEPADA ALLAH, IMAN KEPADA ALLAH
MELALUI NAMA-NAMANYA, DAN SIFAT-SIFAT-NYA

Dosen Pengampu
Nandang HMZ, Drs., M.Si.

Unisba
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

Iman kepada Allah adalah asas pokok ajaran Islam, merupakan akar dan
muara seluruh amal dan ibadah. Allah Swt adalah satu-satunya Dzat yang berhak
disembah dan tidak ada sekutu bagi-Nya, semua sembahan selain-Nya adalah batil.
Perhatikan firman Allah Swt dalam QS. Al-Anfal (8): 2-4 di bawah ini:

‫ﻮن ا َّ ِ َﻦ ا َذا ُذ ِﻛ َﺮ ا َّ ُ َو ِﺟﻠَ ْﺖ ُﻗﻠُﻮﲠُ ُ ْﻢ َوا َذا ﺗُ ِﻠ َﯿ ْﺖ َﻠَ ْ ِﳱ ْﻢ ا ٓ َ ﺗُ ُﻪ َزا َدﲥْ ُ ْﻢ اﳝَﺎ ً َو َ َﲆ‬ َ ُ ‫اﻧ َّ َﻤﺎ اﻟْ ُﻤ ْﺆ ِﻣ‬
ِ ْ ِٕ َ ِٕ َ ِ
‫ﻘ‬ ‫ﯾ‬ ِٕ َّ ُ ِٕ
‫ﻮن‬ ُ َ ِ
َ ُ ‫( او ﺌﻚ ُﱒ اﻟ ُﻤ ْﺆﻣ‬3) ‫ﻮن‬‫ﻟ‬ ُٔ ُ ِ ‫ﯾ‬
َ ‫ﺎﱒ ُ ْﻨﻔﻘ‬ ُ ْ ِ
ْ َ ‫اﻟﺼﻼ َة َوﻣ َّﻤﺎ َر َزﻗ‬ َّ ‫ﻮن‬ َ ُ ‫( ا َﻦ ﳰ‬2) ‫ﻮن‬
ُ ِ َّ ‫ﯾ‬
َ ‫َر ِ ّ ِﲠ ْﻢ َ َﺘ َﻮﳇ‬
ٌ ‫َﺣﻘًّﺎ ﻟَﻬ ُْﻢ د ََر َﺟ‬
(4) ‫ﺎت ِﻋ ْﻨﺪَ َر ِ ّ ِﲠ ْﻢ َو َﻣ ْﻐ ِﻔ َﺮ ٌة َو ِر ْز ٌق َﻛ ِﺮ ٌﱘ‬
Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah
gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman
mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu)
orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rezeki
yang Kami berikan kepada mereka. Itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi
Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia

Wujud Allah Swt bersifat Muthlaq, artinya Dia adalah sumber keberadaan segala
sesuatu. Jadi mustahil adanya alam semesta dan tatanannya tanpa keberadaan-Nya.
Tanda-tanda akan wujud-Nya sedemikian jelas dan terasa sehingga dapat ditunjukkan
dengan akal, hati, fitrah, dan pancaindra manusia. Akan tetapi wujud Dzat Allah Swt
yang bersifat Ghaib, hanya dapat disentuh oleh iman. Al-Quran mengisyaratkan
bahwa kehadiran Allah ada dalam diri setiap Insan dan hal tersebut merupakan
fitrah (bawaan) manusia sejak asal kejadiannya. Sebagaimana dalam firman Allah
QS. Al-Rum (30):30,

َ ِ ‫َف َٔا ِﻗ ْﻢ َو ْ َ َﻚ ِﻟ ِّ ِﻦ َﺣ ِﯿ ًﻔﺎ ِﻓ ْﻄ َﺮ َت ا َّ ِ اﻟ َّ ِﱵ ﻓَ َﻄ َﺮ اﻟﻨَّ َﺎس َﻠَ ْﳱَﺎ َﻻ ﺗَ ْﺒ ِﺪﯾ َﻞ ِﻟ َ ﻠْ ِﻖ ا َّ ِ َذ‬


َ ‫ا ّ ِ ُﻦ اﻟْ َﻘ ِ ّ ُﲓ َوﻟَ ِﻜ َّﻦ َٔا ْﻛ َ َﱶ اﻟﻨَّ ِﺎس َﻻ ﯾ َ ْﻌﻠَ ُﻤ‬
‫ﻮن‬
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui

Fitrah Allah, menurut Tafsir Departemen Agama adalah: "Ciptaan Allah.


Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, itu hanyalah lantaran pengaruh lingkungan".
‫ـ‬Jika seseorang duduk termenung seorang diri, dan pikirannya mulai tenang,
penalarannya mulai jernih kemudian mulai bertanya: "Siapakah yang menciptakan
alam semesta ini? Apa tujuan penciptaan-Nya? Mengapa manusia mengalami tua,
sakit dan mati? Setelah kematian apa yang terjadi?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut menciptakan kesadaran, betapa lemahnya
manusia dihadapan-Nya, dan betapa kuasa dan perkasa Dia yang Maha Agung itu.
Suara yang didengar itu, adalah suara fitrah manusia. Setiap orang memiliki fitrah,
yang tercipta begitu adanya dari sejak manusia lahir. Apabila suara fithrah yang
putih bersih itu direnungkan dan benar-benar tertancap di dalam jiwanya, maka
akan terbangun keimanan. Pada saat iman telah bersemi, maka ketergantungan
terpateri sepenuhnya kepada Allah Swt semata. Tiada tempat bertaruh diri, tiada

-2-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

tempat menancapkan harapan dan tiada tempat mengabdi, kecuali kepada-Nya, Lâ


haula wa lâ quwwata illâ billâhi ‘aliyyil-‘azhîm (tiada daya dan tiada pula kuasa,
kecuali bersumber dari Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung). Dan demikian
tidak ada lagi rasa takut yang menghantui atau mencengkram, tiada pula rasa sedih
akan mencekam. Sebagaimana dalam firman-Nya QS. Fushshilat (41): 30:

ُ ِ ‫ا َّن ا َّ ِ َﻦ ﻗَﺎﻟُﻮا َرﺑُّﻨَﺎ ا َّ ُ ُ َّﰒ ْاﺳ َﺘ َﻘﺎ ُﻣﻮا ﺗَ َﺘ َ َّﲋ ُل َﻠَ ْ ِﳱ ُﻢ اﻟْ َﻤ َﻼﺋِ َﻜ ُﺔ َٔا َّﻻ َ َﲣﺎﻓُﻮا َو َﻻ َ ْﲢ َ ﻧﺰُﻮا َو َٔا‬
‫ْﴩوا‬
ُ َّ ِ ْ ِِٕ
‫ون‬
َ ُ‫ﺪ‬َ ‫ُﻮ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﱲ‬
ْ ُ ‫ﻨ‬
ْ ‫ﻛ‬ ‫ﱵ‬ِ ‫ﻟ‬ ‫ا‬ ‫ﺔ‬ َّ ‫ﻨ‬‫ﺠ‬َ ‫ﻟ‬ ‫ﺎﺑ‬
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka
dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu"
Bisa saja dalam hidup ini manusia mengalami keraguan tentang wujud-Nya,
bahkan boleh jadi keraguan tersebut mengantarnya untuk menolak kehadiran
Tuhan, Allah, dan meninggalkan keimanan. Kemudian keraguan akan beralih
menjadi kegelisahan, kebimbangan dan cemas karena bertentangan dengan fitrah
manusia. Hal ini seperti halnya kisah Fira'un ketika ruhnya akan meninggalkan
jasadnya. Dalam al Quran surat Yunus (10): 90-91 dijelaskan sikap Fir'aun yang ingin
beriman setelah sakaratul maut di depan matanya, maka Allah Swt menolaknya.

‫ﴎاﺋِﯿ َﻞ اﻟْ َﺒ ْﺤ َﺮ ﻓَأَﺗْ َﺒ َﻌﻬ ُْﻢ ِﻓ ْﺮ َﻋ ْﻮ ُن َو ُﺟ ُﻮ ُد ُﻩ ﺑ َ ْﻐ ًﯿﺎ َو َ ْﺪ ًوا َﺣ َّﱴ ا َذا َٔاد َْر َﻛ ُﻪ اﻟْﻐ ََﺮ ُق‬ َ ْ ‫َو َﺟ َﺎو ْز َ ِﺑ َ ِﲏ ا‬
ِٕ ِٕ
ْ‫( ا ٓ ْاﻟٓ َن َوﻗَﺪ‬90) ‫ﴎاﺋِﯿ َﻞ َو َٔا َ ِﻣ َﻦ اﻟْ ُﻤ ْﺴ ِﻠ ِﻤ َﲔ‬ ‫ﺑ‬ ِ ْ ٓ ِ َّ َّ َ َ
َ ْ ‫ﻗَﺎ َل ا ٓ َﻣ ْ ُﺖ َٔاﻧ َّ ُﻪ ﻻ ا َ اﻻ ا ي ا َﻣ َﺖ ِﺑﻪ َ ُﻨﻮ ا‬
ِٕ ْ ِٕ ِٕ ُ
(91) ‫َﻋ َﺼ ْ َﺖ ﻗَ ْ ُﻞ َوﻛ ْﻨ َﺖ ِﻣ َﻦ ا ُ ﺴﺪ َﻦ‬
ِ ِ ْ
‫ﻔ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻟ‬
Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir´aun
dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga
ketika Fir´aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". Apakah sekarang (baru kamu
percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk
orang-orang yang berbuat kerusakan
Ayat tersebut sekaligus membuktikan bahwa kehadiran Tuhan merupakan
fitrah manusia yang merupakan kebutuhan hidupnya. Kalaupun ada yang mengingkari
wujud tersebut, maka pengingkaran tersebut bersifat sementara. Dalam arti bahwa
pada akhirnya (sebelum jiwanya berpisah dengan jasadnya) ia akan mengakui-Nya.
Kebutuhan untuk makan, dapat ditangguhkan lebih lama daripada kebutuhan
minuman, tetapi kebutuhan pemenuhan seksual bisa lebih lama ditangguhkan daripada
kebutuhan pada makan dan minum; demikian seterusnya. Kebutuhan yang paling
lama dapat ditangguhkan adalah kebutuhan tentang keyakinan akan adanya Allah
Swt. Tuhan Yang Maha Esa (Quraish Shihab).
Muara iman adalah fitrah manusia, dengan keyakinan bahwa Allah Swt adalah
Dzat Yang Ghaib, tidak mungkin dibuktikan dengan pancaindra, mengapa demikian?
Allah Swt adalah Dzat Yang Maha Agung dan Maha Suci, tidak terbatas oleh ruang
dan waktu. Sementara orang yang menuntut bukti wujud dengan pembuktian material,

-3-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

seakan-akan menginginkan, Allah Swt tampil dalam batasan ruang waktu. Dijelaskan
dalam QS. Al-A'raf (7): 143.

‫ﺎل ﻟَ ْﻦ‬َ َ‫ﻚ ﻗ‬َ ‫ب أَِرِﱐ أَﻧْﻈُْﺮ إِﻟَْﻴ‬ ِّ ‫ﺎل َر‬َ َ‫ﻮﺳﻰ ﻟِ ِﻤﻴ َﻘﺎﺗِﻨَﺎ َوَﻛﻠﱠ َﻤﻪُ َرﺑﱡﻪُ ﻗ‬
َ ‫َوﻟَ ﱠﻤﺎ َﺟﺎءَ ُﻣ‬
ُ‫ف ﺗَـَﺮِاﱐ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ َﲡَﻠﱠﻰ َرﺑﱡﻪ‬
ِ
ْ ‫اﳉَﺒَ ِﻞ ﻓَِﺈن‬
َ ‫اﺳﺘَـ َﻘﱠﺮ َﻣ َﻜﺎﻧَﻪُ ﻓَ َﺴ ْﻮ‬ ْ ‫ﺗَـَﺮِاﱐ َوﻟَ ِﻜ ِﻦ اﻧْﻈُْﺮ إِ َﱃ‬
َ َ‫ﺻﻌِ ًﻘﺎ ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ أَﻓ‬ ِ
‫ﻚ‬َ ‫ﺖ إِﻟَْﻴ‬
ُ ‫ﻚ ﺗُـْﺒ‬
َ َ‫ﺎل ُﺳْﺒ َﺤﺎﻧ‬ َ َ‫ﺎق ﻗ‬ َ ‫ﻮﺳﻰ‬ َ ‫ﻟ ْﻠ َﺠﺒَ ِﻞ َﺟ َﻌﻠَﻪُ َد ًّﻛﺎ َو َﺧﱠﺮ ُﻣ‬
‫ﲔ‬ ِ‫وأَ َ أَﱠو ُل اﻟْﻤ ْﺆِﻣﻨ‬
Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
َ ُ َ
tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: "Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". Tuhan berfirman: "Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah
ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagaimana sediakala) niscaya kamu
dapat melihat-Ku". Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu,
dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah
Musa sadar kembali, dia berkata: "Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau
dan aku orang yang pertama-tama beriman"
Peristiwa tersebut membuktikan bahwa manusia agungpun tidak mampu
untuk melihat-Nya dalam kehidupan dunia ini. Dalam kenyataan sehari-hari kita
sering mengakui keberadaan sesuatu tanpa harus melihatnya, seperti: angin, energi
listrik, gelombang suara dan gambar, udara, nyawa, dan Iain-Iain. Kita mengakui
keberadaan angin tanpa melihat wujudnya hanya merasakan bekas-bekasnya, kita
memanfaatkan gelombang suara dan gambar lewat telivisi, medsos, dan sebagainya.
Jadi, sesuatu yang tidak terlihat belum tentu tidak ada.
Sayyidina Ali bin Thalib pernah ditanya oleh seorang sahabat bernama Zilib
Al-Yamani, dia bertanya "Apakah engkau pernah melihat Tuhan?" Ali menjawab:
"Bagaimana saya menyembah yang tidak pernah saya lihat?" Bagaimana engkau
melihatnya, tanyanya kembali? Ali menjawab: "Dia tak bisa dilihat oleh mata dengan
pandangannya yang kasat, tapi bisa dilihat oleh hati dengan hakikat keimanan."
Karena mata hati jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan
mata, pandangan mata seringkali mengelabui seperti kayu terlihat bengkok di dalam
sungai, bintang yang besar terlihat kecil dari kejauhan dan Iain-Iain.
Kalau manusia tidak mungkin melihat Allah Swt secara langsung dengan
mata kepala, maka Al-Quran menggunakan seluruh wujud sebagai bukti keberadaan-
Nya, sehingga disebut sebagai ayat-ayat Allah Swt dalam bentuk al-kaun (alam).
Banyak ayat yang memerintahkan manusia untuk melakukan pengamatan dan
penalaran agar diketemukan kesimpulan, bahwa alam raya ini tidak mungkin
terwujud tanpa ada yang mewujudkannya. Dzat yang menciptakan ini adalah Yang
Maha Esa, yaitu Allah Swt. Perhatikan firman Allah Swt di bawah ini:

ِ ُ‫َو َﻣﺎ َٔا ْر َﺳﻠْﻨَﺎ ِﻣ ْﻦ ﻗَ ْ ِ َ ِﻣ ْﻦ َر ُﺳﻮلٍ ا َّﻻ ﻧ ُﻮ ِ اﻟَ ْﯿ ِﻪ َٔاﻧ َّ ُﻪ َﻻ ا َ َ ا َّﻻ َٔا َ ﻓَﺎ ْﻋ ُﺒﺪ‬
‫ون‬
ِٕ ِٕ ِٕ
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
ِٕ
kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka
sembahlah olehmu sekalian akan Aku" (QS. Al-Anbiyâ`i [2] 25)

-4-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

-5-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

-6-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

-7-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

Studi Beberapa Nama Allah dan Aplikasinya Dalam Kehidupan


Sebagaimana telah dikemukan di atas nama-nama yang mulia itu bukanlah
sekedar nama kosong yang tidak mengandung makna dan sifat, justeru ia adalah
nama-nama yang menunjukkan kepada makna yang mulia dan sifat yang agung.
Setiap nama menunjukkan kepada sifat.
Kita ambil contoh beberapa nama sebagai berikut:

1) Al-‘Azîz ( ‫اﻟ َْﻌ ِﺰ ُﻳﺰ‬


: Maha Perkasa)
Al-‘Azîz atau Maha Perkasa menunjukkan bahwa Allah Swt mempunyai
kekuatan dan keperkasaan yang tidak ada tandingannya. Sebagai Zat Yang Maha
Perkasa, keperkasaan Allah Swt tidak pernah berkurang dan abadi.
Berbeda dengan keperkasaan yang dimiliki oleh manusia. Keperkasaan
manusia bersifat sementara dan bisa tergantikan oleh keperkasaan manusia lainnya.
Suatu pepatah mengatakan: Di atas langit ada langit atau faoqo dzi ilmin ‘alîm (di
atas yang berilmu ada yang lebih berilmu). Siapakah yang paling tinggi? la adalah
Allah Swt. Manusia yang diberi sedikit keperkasaan dan kelebihan tidak boleh
sombong. Keperkasaan dan kelebihannya semata-mata pemberian Allah Swt. Alang-
kah baiknya bila keperkasaan dan kelebihannya itu digunakan untuk menambah
rasa syukur kepada Allah Swt dan berbuat baik kepada yang lemah.
Firman Allah Swt dalam Al-Quran:

ْ َ ‫ﻮن ِﻣ ْﻦ ُدو ِﻧ ِﻪ ِﻣ ْﻦ‬


‫ﳾ ٍء َوﻫ َُﻮ اﻟْ َﻌ ِﺰ ُﺰ اﻟْ َﺤ ِﻜ ُﲓ‬ َ ‫ا َّن ا َّ َ ﯾ َ ْﻌ َ ُﲅ َﻣﺎ ﯾ َ ْﺪ ُﻋ‬
ِٕ
Sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang mereka seru selain Allah. Dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana (QS. Al-‘Ankabut [29]: 42).
Seorang mukmin dapat meneladani Al-‘Azîz dengan cara menjadi orang kuat
secara fisik dan mental. Orang yang hendak menjadikan dirinya kuat secara fisik
harus senantiasa menjaga kesehatannya. Dia tidak makan dan minum yang haram,
serta menjauhi makanan dan minuman yang merusak fisik. Orang yang hendak kuat
secara mental harus terus melatih diri untuk bisa mengendalikan diri dari diper-
budak oleh hawa nafsunya.
Hamba Allah Swt yang kuat tersebut tidak menggunakan kekuatannya itu
untuk merugikan, menyakiti, dan mencelakai orang lain. Dia juga tidak sombong karena
dia meyakini bahwa masih banyak orang lain yang lebih kuat dari dirinya. Sebaliknya,
orang yang meneladani Al-‘Azîz selalu ingin agar kemampuan yang dimilikinya dapat
bermanfaat untuk membantu orang lain.

2) Al-Wahhâb ( ‫ﱠﺎب‬
ُ ‫اﻟ َْﻮﻫ‬
: Maha Pemberi)
Al-Wahhâb atau Maha Pemberi yaitu Allah Swt memberi nikmat, rezeki dan
memenuhi segala kebutuhan makhluk-Nya di alam ini. Allah Swt memberi tanpa
henti dan tidak mengharap apapun dari makhluk-Nya, keuntungan atau imbalan,
yang memberikan segala kepada setiap orang, di mana saja, kapan saja.
Allah Swt memberikan kepada manusia kebutuhan, baik kebutuhan jasmani
maupun kebutuhan rohaninya. Dia berikan rizki, ilmu, kesehatan, rasa cinta, ke-
bahagiaan, dan kebebasan bagi manusia.
Allah Swt memberikan mulai dari kebutuhan yang kecil hingga yang besar.
Dialah Pencipta semua yang dibutuhkan manusia, kebutuhan mereka, dan pemuas-
an kebutuhan itu. Seandainya Al-Wahhâb bukan pemberi seperti itu, tentu tak se-
orang pun yang menerima apapun menghalang-halangi. Dan jika Dia memberi ke-

-8-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

pada orang lain, maka tak ada satu pun kekuatan di dunia ini yang dapat mengalihkan
kebaikan itu kepadamu.
Firman Allah :

ُ ‫َرﺑَّﻨَﺎ َﻻ ُ ِﺰ ْغ ُﻗﻠُﻮﺑَﻨَﺎ ﺑ َ ْﻌﺪَ ا ْذ ﻫَﺪَ ﯾْ َ َﺎ َوﻫ َْﺐ ﻟَﻨَﺎ ِﻣ ْﻦ َ ُ ﻧ َْﻚ َر ْ َﲪ ًﺔ اﻧ ََّﻚ َٔاﻧ َْﺖ اﻟْ َﻮﻫ‬
‫َّﺎب‬
ِٕ
(Mereka berdo`a): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong
ِٕ
kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
Pemberi (karunia)” (QS. Ali Imran [3] : 8).
Kita dapat meneladani Al-Wahhâb dengan suka memberikan sesuatu kepada
orang lain yang membutuhkan. Seperti halnya Allah Swt, ketika memberi kita tidak
boleh mengharap balasan apapun. Allah Swt telah menyediakan balasan yang lebih
dari apa yang telah diberikan kepada orang lain. Rasa ikhlas dan yakin bahwa Allah
Swt tidak akan pernah lalai kepada makhluk-Nya yang telah berbuat kebaikan akan
memberikan ketenangan dalam hati.
Al-Wahhâb juga memberi isyarat bahwa manusia diberi kesempatan untuk
memohon kepada-Nya. Manusia selalu mempunyai keinginan dan harapan. Manusia
tidak dapat mencapai apa yang menjadikeinginannya hanya dengan berusaha dan
bekerja keras. Manusia juga harus memohon dan berdoa kepada Allah Swt. Dengan
memohon bantuan Allah Swt untuk mewujudkan keinginannya tadi, menandakan
bahwa isi bukanlah manusia yang sombong. Hanya Allah Swt yang berhak mewujud-
kan segalanya.

3) Al-Fattâh ( ‫ﱠﺎح‬
ُ ‫اﻟْ َﻔﺘ‬
: Maha Pemberi Keputusan atau Maha Pembuka Hati)
Al-Fattâh artinya Maha pemberi keputusan, maksudnya segala apa yang ter-
jadi di dunia ini Allah saja yang berhak memutuskannya.
Selain itu Al-Fattâh artinya Maha Pembuka dan pemberi jalan keluar. Dialah
Pembuka dan Pemberi jalan keluar, Yang membuka semua yang terkunci, terikat,
dan sulit. Di antara sekian banyak permasalahan dalam kehidupan, baik mengenai
perkuliahan maupun problem hidup, tentu ada yang kita rasakan sulit dalam menye-
lesaikannya. Ada hal-hal yang sulit yang tidak dapat kita ketahui jalan keluarnya.
Allah Al-Fattâh membuka semuanya. Bagi hamba Allah Swt yang taat dan
beriman, tak ada satupun masalah yang tidak diberikan jalan keluarnya. Jika Allah
sudah berkehendak memberikan pencerahan dan jalan keluar, maka siapapun tak
dapat menghalanginya.
‫ُﻗ ْﻞ َ ْﳚ َﻤ ُﻊ ﺑ َ ْﯿ َ َﺎ َرﺑُّﻨَﺎ ُ َّﰒ ﯾ َ ْﻔ َ ُﺢ ﺑ َ ْﯿ َ َﺎ ِﺎﺑﻟْ َﺤ ّ ِﻖ َوﻫ َُﻮ اﻟْ َﻔ َّ ُﺎح اﻟْ َﻌ ِﻠ ُﲓ‬
Katakanlah: "Tuhan kita akan mengumpulkan kita semua, kemudian Dia memberi
keputusan antara kita dengan benar. Dan Dia-lah Maha Pemberi keputusan lagi
Maha Mengetahui. (QS. Saba’[34] : 26)

4) Al-Qayyûm ( ‫ﻮم‬
ُ ‫اﻟْ َﻘﻴﱡ‬
: Maha berdiri sendiri)
Al-Qayyûm atau Maha Berdiri Sendiri menunjukkan bahwa Allah Swt tidak
membutuhkan bantuan dari siapun dalam menciptakan dan mengatur seluruh alam.
Pengaturan alam oleh Allah Swt ini tak hanya menyangkut kehidupan di
alam nyata. Allah Swt juga mengatur kehidupan makhluk-makhluk di alam gaib,
seperti malaikat, jin, setan, surga, dan neraka. Tidak ada yang mampu melakukan
semuanya kecuali Allah Swt. Bayangkan saja, jika kita menjadi seorang ketua kelas,
terkadang merasa sulit dan kewalahan mengatur teman satu kelas. Namun tidak

-9-
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

demikian halnya dengan Allah Swt. Allah Swt mampu mengatur seluruh jagad raya
ini sejak mulai diciptakan hingga waktu yang tidak kita ketahui.

‫ا َّ ُ َﻻ ا َ َ ا َّﻻ ﻫ َُﻮ اﻟْ َﺤ ُّﻲ اﻟْ َﻘ ُّﻮ ُم‬


Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Yang hidup kekal lagi
ِٕ ِٕ
terus menerus mengurus makhluk-Nya. (QS. Ali Imran [3]:2)
Seorang mukmin dapat meneladani Al-Qayyûm dengan cara menjadi orang
mandiri yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dia tidak menggan-
tungkan hidupnya kepada orang lain. Orang yang demikian adalah orang yang mem-
punyai mental rajin bekerja dan tekun. Seorang mukmin juga dapat menerapkan Al-
Asmâ` al-Husnâ Al-Qayyûm dengan melepaskan diri dari ketergantungan kepada
selain Allah. Ada pepatah yang mengatakan bahwa "Janganlah bersandar pada
sebatang pohon yang akan menjadi kering dan tumbang. Janganlah bergantung pada
manusia, karena mereka akan menjadi tua dan mati." Tempat bergantung dan
bersandar yang sebenarnya hanyalah kepada Allah Swt, karena Dia Zat Yang Maha
Abadi, Maha Pemurah, dan Maha Mandiri.

5) Al-Hâdî ( ِ َ‫ اﳍ‬: Maha Pemberi Petunjuk)


‫ﺎدى‬
Al-Hâdi atau Maha Pemberi Petunjuk yaitu Allah Swt memberi petunjuk atau
hidayah kepada siapapun di antara hamba-Nya yang Dia kehendaki. Petunjuk yang
paling utama bagi manusia berupa agama yang benar di sisi-Nya. Dengan agama
yang benar, kehidupan manusia menjadi terarah. Tidak tersesat, dan sampai pada
tujuan hidup yang sebenarnya. yakni kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Hanya Allah Swt-lah yang dapat memberikan petunjuk. Allah Swt paling
mengetahui siapa yang patut mendapat petunjuk dan siapa yang belum patut men-
dapatkan petunjuk. Seorang Rasul sekalipun tidak akan dapat memberikan petunjuk
atau hidayah itu.
Firman Allah :

‫اﻧ ََّﻚ َﻻ ﲥَ ْ ِﺪي َﻣ ْﻦ َٔا ْﺣ َ ْﺒ َﺖ َوﻟَ ِﻜ َّﻦ ا َّ َ ﳞَ ْ ِﺪي َﻣ ْﻦ َﺸَ ﺎ ُء َوﻫ َُﻮ َٔا ْ َ ُﲅ ِﺎﺑﻟْ ُﻤﻬْ َﺘ ِﺪ َﻦ‬
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu
ِٕ
kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah
lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashash [28]: 56)
Kita dapat meneadani Al-Hâdi dengan membuka diri ketika orang lain
meminta bantuan dan nasehat. Berilah nasehat yang baik, jangan memberi nasehat
menyesatkan. Ajaran Islam memerintahkan kita untuk saling menasehati dengan ke-
sabaran dan kebaikan. Jadi, ketika kita berdakwah untuk mengajak orang lain maka
lakukan dengan cara-cara yang ramah dan lemah lembut.

6) Al-Salâm ( ‫ﺴ َﻼ ُم‬
‫ اﻟ ﱠ‬: Maha Memberi Keselamatan)
Di dunia ini Allah Swt mensejahterakan seluruh makhluk-Nya. Dengan demi-
kian Allah Swt tidak hanya menciptakan kemudian memelihara makhluk-makhluk-
Nya.
Firman Allah

‫اﻟﺴ َﻼ ُم اﻟْ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ُﻦ اﻟْ ُﻤﻬَ ْﯿ ِﻤ ُﻦ اﻟْ َﻌ ِﺰ ُﺰ اﻟْ َﺠ َّﺒ ُﺎر‬ ُ ‫ﻫ َُﻮ ا َّ ُ ا َّ ِ ي َﻻ ا َ َ ا َّﻻ ﻫ َُﻮ اﻟْ َﻤ ِ ُ اﻟْ ُﻘﺪ‬
َّ ‫ُّوس‬ ِٕ ِٕ
- 10 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

ِ ْ ‫اﻟْ ُﻤ َﺘ َﻜ ِ ّ ُﱪ ُﺳ ْﺒ َ َﺎن ا َّ ِ َ َّﲻﺎ‬


َ ‫ُﴩ ُﻛ‬
‫ﻮن‬
Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja, yang Maha suci, yang Maha Sejahtera,
yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha Memelihara, yang Maha Perkasa, yang
Maha Kuasa, yang memiliki segala Keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan (QS. Al Hasyr [59]: 23)
Manusia dapat meneladani Al-Asmâ` Al-Husnâ ini dengan cara senantiasa
menciptakan suasana damai, aman dan membahagiakan sesama manusia. Untuk
menebarkan kesejahteraan dapat dimulai dari hal-hal sederhana seperti setiap
bertemu orang lain menyapa, tersenyum dan mengucap salam. Dengan demikian
kita tidak boleh menimbulkan rasa gelisah, khawatir, dan membuat susah orang lain.
Apalagi sampai mengancam keselamatan (meneror) orang lain, hal ini sangat
dilarang dalam ajaran Islam.
Orang mukmin yang meneladani Al-Salâm telah membersihkan hatinya dari
rasa benci, iri hati, khianat, dan dendam sehingga segala perkataan, sikap, dan
perilakunya senantiasa membuat kedamaian dan kesejahteraan bagi orang lain. Dia
mampu menjaga semua anggota tubuhnya dari melakukan perbuatan yang salah
dan haram, dan telah menyelamatkan dirinya dari menjadi budak hawa nafsunya.
Jika seorang mukmin telah mencapai tingkatan tersebut, Allah Swt akan melin-
dunginya dari semua kesulitan, kekurangan, dan aib.

7) Al-Khâliq ( ‫اﳋَﺎﻟِ ُﻖ‬


ْ: Maha Pencipta)
Al-Kâliq adalah Allah Swt Maha Pencipta. Allah Swt kuasa menciptakan
segala sesuatu, mulai dari yang sangat kecil sampai yang sangat besar. Mulai dari
yang tampak sampai yang tidak tampak. Allah Swt dapat menciptakan makhluk mati
(abiotik) maupun makhluk hidup (biotik). Allah menciptakan segala sesuatu tanpa
ada yang sia-sia, semuanya bermanfaat.
Terlebih lagi ketika Allah Swt menciptakan manusia sebagai makhluk yang
dikatakan-Nya sebagai makhluknya yang paling baik, makhluk yang paling sempurna,
maka kita harus bersyukur kepada-Nya.
Allah telah menciptakan segalanya bagi manusia. Seluruh isi alam baik
makhluk hidup maupun yang tidak hidup serta tatanan yang menyertainya, merupa-
kan manfaat dan hikmah bagi manusia. Orang mukmin harus harus menemukan
manfaat dan hikmah ini, kemudian menggunakannya, dan merasa beruntung karena
menjadi bagian yang sangat penting dan berperan dari penciptaan ini.
Firman Allah Swt :
‫ﳾ ٍء َو ِﻛﯿ ٌﻞ‬ ّ ِ ُ ‫ﳾ ٍء َوﻫ َُﻮ َ َﲆ‬
َْ ‫ﰻ‬ ّ ِ ُ ‫ا َّ ُ َﺎ ِﻟ ُﻖ‬
َْ ‫ﰻ‬
Allah menciptakan segala sesuatu dan dia memelihara segala sesuatu (QS. Al-Zumar
[39]: 62)
Sebagai seorang mukmin kita dapat meneladani Al-Asmâ` Al-Husnâ ini
dengan menjadi orang-orang yang kreatif melahirkan karya-karya yang bermanfaat
bagi hidup dan kehidupan.

8) Al-Ghaffâr (‫اﻟْﻐ ﱠﻔﺎر‬


: Maha Pengampun), ( ‫اﻟْﻐﻔﻮر‬
) : Al-Ghafûr
Arti dari Al-Ghaffâr adalah Maha Pengampun. Allah Swt adalah Zat Yang
Maha Pengampun. Allah Swt memperlihatkan kebaikan dan keindahan, dan me-
nyembunyikan keburukan. Coba renungkan, berapa banyak keburukan yang telah

- 11 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

kita lakukan selama ini, namun Allah Swt menyembunyikannya, dan barangkali
hanya diri kita dan Allah Swt sajalah yang mengetahui.
Dosa adalah sesuatu yang buruk. Sedangkan Allah Swt menciptakan alam ini
dengan penuh kebaikan dan keserasian. Dosa-dosa yang dilakukan oleh manusia
itulah yang sebenarnya membuat keserasian dan kebaikan itu menjadi terganggu.
Oleh karena itu jangan heran kalau seseorang melakukan perbuatan dosa, maka dia
akan merasalkan gelisah dan gundah di dalam hatinya. Kecuali hatinya sudah men-
jadi sangat jahat dan keras, maka dia merasa semakin bangga dan sombong setelah
berbuat dosa. Bagaimana cara untuk menghapus dosa yang telah kita lakukan
sehingga hati kembali menjadi tenang? Allah mengajarkan kita untuk bertaubat.
Taubat merupakan kesadaran atas keburukan yang dilakukan terhadap orang lain
maupun terhadap diri sendiri, bersamaan dengan usaha mengubah hal yang buruk,
atau setidak-tidaknya, menyembunyikannya.
Dengan Zat-Nya Yang Maha Pengampun maka Allah akan menerima taubat
itu dan memberi memaafkanya. Firman Allah dalam surah Thaha (2): 82:

‫َوا ِ ّﱐ ﻟَ َﻐﻔَّ ٌﺎر ِﻟ َﻤ ْﻦ َ َب َوا ٓ َﻣ َﻦ َو َ ِﲻ َﻞ َﺻﺎ ِﻟ ً ﺎ ُ َّﰒ ا ْﻫ َﺘﺪَ ى‬


Dan sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, ِٕ
beramal saleh, kemudian tetap di jalan yang benar (QS. Thaha [20]: 82).
Kita dapat meneladani Al-Ghaffâr dengan terus memupuk sifat pemaaf, yang
dengan lapang dada dapat memaafkan kesalahan orang lain, baik kesalahan orang
tua, saudara, teman, bahkan kesalahan orang yang menganggap kita sebagai musuh.
Meneladani Al-Ghaffâr juga dapat dengan cara tidak membeberkan aib, cacat, dan
kesalahan orang lain, memiliki rasa belas kasihan untuk tidak menganggap kesa-
lahan sebagai kesalahan. Orang seperti itu mengamalkan cara ini kepada orang-
orang yang telah diampuni Allah Yang Maha Pengampun.

9) Al-`Adl ( ‫اﻟْﻌﺪل‬
: Maha Adil)
Al-Adl berarti Maha Adil. Keadilan Allah Swt bersifat mutlak, tidak dipe-
ngaruhi apapun dan siapapun. Keadilan Allah Swt juga didasari dengan ilmu Allah
Swt yang Maha Luas, sehingga tidak mungkin keputusan Allah Swt itu salah.
Walaupun kalau dilihat dari sudut pandang manusia hal itu rasanya kurang adil,
namun bila dipahami, direnungkan, dan dihayati dengan penuh rasa iman dan
taqwa, maka apa yang diputuskan Allah itu merupakan keputusan yang sangat adil.
Dengan demikian, jangan pernah berpikiran bahwa adanya orang yang kaya dan
miskin, orang normal dan cacat, orang berkulit putih dan hitam, serta perbedaan-
perbedaan lainnya merupakan ketidakadilan Allah Swt. Justru itulah keadilan dari
Allah Swt. Bayangkan! apa jadinya dunia ini kalau segala sesuatu itu sama, tak ada
perbedaan sama sekali dan tak ada perubahan, pasti dunia ini sangat mebosankan.
Firman Allah :

َّ ‫َوﺗَ َّﻤ ْﺖ َ ِﳇ َﻤ ُﺖ َرﺑ ّ َِﻚ ِﺻ ْﺪﻗًﺎ َو َ ْﺪ ًﻻ َﻻ ُﻣ َ ِّﺪ َل ِﻟ َ ِﳫ َﻤﺎ ِﺗ ِﻪ َوﻫ َُﻮ‬


‫اﻟﺴ ِﻤﯿ ُﻊ اﻟْ َﻌ ِﻠ ُﲓ‬
Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan
adil. Tidak ada yang dapat menubah-ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang
Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui (QS. Al-An’am [6]: 115)
Kita dapat meneladani al-Adl dengan cara berbicara, bersikap, dan berting-
kah laku terhadap orang lain dengan baik. Kalau kita merasa sakit hati bila diejek,

- 12 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

maka orang lain juga sakit hatinya ketika diejek. Oleh karena itu jangan pernah
mengejek orang lain. Jangan melakukan sesuatu yang didasari atas rasa marah,
dendam, atau kepentingan diri sendiri, karena hal itu menjadikan seseorang berlaku
tidak adil.

10) Al-Shabûr (‫اﻟﺼﺒﻮر‬: Maha Sabar)


Allah Swt adalah Zat yang Mahasabar. Dengan kesabaran-Nya Dia tidak
tergesa-gesa menghukum para pelaku perbuatan dosa. Malah Dia tetap memberikan
kepada mereka rezeki, melindungi mereka dari bahaya, dan membiarkan mereka
hidup dengan sehat dan sejahtera. Allah Swt memberi waktu dan kesempatan
kepada mereka, dan Dia menentukan waktu yang tepat untuk mengingatkan atau
menegurnya. Kalau sampai saatnya tidak juga mau bertaubat, maka Allah Swt juga
telah menetapkan waktu memberikan balasan atas kezalimannya itu.
Kesabaran-Nya terhadap para pelaku perbuatan dosa bertujuan untuk mem-
beri mereka waktu untuk menjadi insaf, menyadari kesalahan mereka dan ber-
taubat. Allah adalah Maha Penyayang, kasih sayang-Nya diwujudkan dalam bentuk
memberi kesempatan untuk bertaubat dan menerima taubat.
Kesabaran adalah watak Allah; oleh karena itu, orang yang sabar mencer-
minkan watak yang mulia ini. Orang yang sabar menolak hal-hal yang diinginkan
oleh hawa nafsunya khususnya yang tidak dapat diterima oleh akal dan oleh agama.
Dia gunakan dirinya sendiri terhadap hal-hal yang dapat diterima oleh akal dan
agama, meskipun hal itu kelihatannya tidak mengenakkan.
Kesabaran adalah derajat sangat tinggi bagi orang yang beriman, karena
segala urusan di dunia dan di akhirat dituntaskan dengannya. Tidak ada keber-
hasilan dan tidak ada kesempurnaan yang dapat dicapai dengan mudah dan tanpa
kesabaran.
Firman Allah Swt :

َّ ‫َ َٔاﳞُّ َﺎ ا َّ ِ َﻦ ا ٓ َﻣ ُﻮا ا ْﺳ َﺘ ِﻌﯿ ُﻨﻮا ِﺎﺑ َّﻟﺼ ْ ِﱪ َو‬


َّ ‫اﻟﺼ َﻼ ِة ا َّن ا َّ َ َﻣ َﻊ‬
‫اﻟﺼﺎ ِ ِﺮ َﻦ‬
ِٕ
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar
dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar (QS.
Al-Baqarah (2): 153)
Kita dapat meneladani Al-Shabûr dengan menjadi orang yang sabar. Orang
yang sabar tidak teledor/telat dan tidak pula tergesa-gesa, tetapi bertindak pada
waktunya. Dia bersikap sabar dalam perang melawan hawa nafsu yang tak kunjung
padam. Ia terusmenerus menjaga ketentuan Allah dan beribadah kepada-Nya.

----------------------

- 13 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 14 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 15 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 16 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 17 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 18 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

- 19 -
RUKUN IMAN BAGIAN I – IMAN KEPADA ALLAH - (NANDANG HMZ)

---ooOoo---

- 20 -

Anda mungkin juga menyukai