Oleh :
YUWANTO SIGIT
NIM : 2002031816
PRODI S1 KEPERAWATAN
Oleh :
YUWANTO SIGIT
NIM : 2002031816
PRODI S1 KEPERAWATAN
___________ , _______________ 20
Mahasiswa,
(YUWANTO SIGIT)
B. Etiologi
Virus dengue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes
aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vector yangkurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibody seumur hidupterhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype lain (Smeltzer & Bare, 2011).
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3.Penelitian di Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi,
2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (Wijaya,
2013).
C. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan kriteria menurut WHO yaitu :
1. Derajat I ( ringan )
Demam mendadak 2 -7 hari di sertai dengan adanya gejala yang tidak khasdan
ujitourniquet positif.
2. Derajat II ( sedang )
Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada kulit misal
ditemukan adanya petekie, ekimosis, pendarahan,
3. Derajat III ( berat )
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat dan lemah, kulit dingin, gelisah tensi
menurun, manifestasi pendarahan lebih berat( epistaksis, melena)
4. Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
(Smeltzer & Bare, 2011)
D. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
aedesdan akan bereaksi dengan antibody dan membentuk komplek virus antibody dalam
sirkulasi yang akan mengaktivasi sistem komplemen, akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
anafilatoksin C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk meleaskan histamine dan merupakan
indicator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitasdinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut,suatu keadaan yang sangat berperan
terjadinya renjatan (Padila, 2012).
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, neri otot, pegal-pegal sluruh tubuh,
mual, atau bintik merah pada kulit (ptekie), hyperemia tenggorokan dan kelainan yang muncul
pada system reticuloendotelial seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit, pembesaran hati dan
limpa.Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah mengakibatkan berkurangnya volume
plasma yang mengakibatkan terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (meningkat >20%) menunjukkan adanya kebocoran plasma sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena, jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup penderita bisa mengalami kekurangan cairan yang mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis
yang drastic setelah pemberian plasma/plasma ekspander yang efektif. Jika renjatan berlangsung
lama akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilatoksin, histamine dan serotonin serta aktivasi system kalikrenin yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.Perdarahan umumnya disebabkan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Hal ini merupakan factor penyebab
perdarahan hebat terutama perdarahan saluran gastrointestinal.
Pathway
Virus dengue masuk tubuh Reaksi anti bodi Terbentuk kompleks virus antibodi Viremia
B1 B2 B3 B4 B5 B6
F. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengakap
Leukopenia pada hari ke 2-3
Trombositopenia ,penurunan trombosit <150.000/mm3
Hemokonsentrasi,peningkatan hematocrit >20% atau meningkat progresif pada
pemeriksaan periodik
b. Uji serologi adanya antibody spesifik terhadap antibody total, IgM maupun IgG
(Warsidi, 2009)
c. Kimia darah
SGOT/SGPT mungkin meningkat
Waktu pedarahan memanjang
Pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan asidosis metabolic
d. Foto thorax, bisa menunjukkan adanya efusi pleura
G. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak, bila nafsu makan belum membaik beri minum susu atau minum
manis .
c. Medikamentosa yang bersifat simptomatis seperti hipertermi diberikan antipiretik
d. Pemberian cairan melalui infus.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl
0,9%, ringer lactat atau ringer asetat yang dipertahankan selama 12-24 jam setelah renjatan
teratasi. Bila tidak tampak perbaikan dapat diberikan plasma 15-29 ml/kg BB. Setelah
tenjatan teratasi bila terjadi penurunan kadar Hb maka dapat diberikan transfuse darah.
e. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan tiap jam, serta Hb dan
Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam
(meilany, 2010)
H. Pencegahan
Menurut Warsidi (2009) tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan dengan prinsip 3M (menguras tempat penyimpanan air minimal seminggu
sekali, menutup tempat penyimpanan air dan mengubur barang bekas yang dapat
menampung air
b. Melipat pakaian atau kain agar tidak digunakan tempat nyamuk hinggap
c. Menaburkan bubuk abate di tempat penampungan air yang sulit dikuras yang diulang 2-3
bulan sekali
d. Memberantas nyamuk aedes aegepty dengan cara penyemprotan dengan bahan
kimia,pengasapan (fogging) dengan insektisida
I. Komplikasi
Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
Perdarahan sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hinggamenyebabkan
haematemesis.Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perutyang hebat.
b. Shock atau renjatan.
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda- tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari
kakiserta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
c. Effusi pleura
d. Penurunan kesadaran disertai atau tanpa kejang
(Resti, 2014)
2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus (D.0130)
b. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (D.0023)
c. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (D.0077)
d. Nausea berhubungan dengan (D.0076)
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi (D.0005)
f. Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia , mualdan muntah (D.0032)
g. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik (D.0039)
h. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia) (D.0012)
i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)
3. Intervensi keperawatan
Diagnosis Tujuan Intervensi
Hipertermi b.d Termoregulasi membaik Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses infeksi (L. 14134) dengan Observasi :
virus kriteria: Monitor suhu tubuh
- Menggigil menurun Monitor kadar elektrolit
- Takikardi menurun Monitor haluaran urine
- Suhu tubuh membaik Terapeutik :
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan cairan oral
Berikan kompres hangat
Edukasi :
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Regulasi Temperatur (I.14578)
Observasi :
Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika
perlu
Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
Monitor warna dan suhu kulit
Terapeutik :
Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Hipovolemi b.d Status cairan membaik A. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan (L.03028) dengan kriteria : Observasi :
volume cairan - kekuatan nadi meningkat Periksa tanda dan gejala hipovolemia
- turgor kulit meningkat
aktif (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
- output urine meningkat
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
- tekanan darah membaik
menyempit,turgor kulit menurun, membrane
- frekuensi nadi membaik
mukosa kering, volume urine menurun,
- kadar Ht membaik
hematokrit meningkat, haus dan lemah)
Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
Hitung kebutuhan cairan
Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
Kolaborasi pemberian produk darah
Edukasi :
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA
Padila. 2012. Buku ajar : Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Smeltzer & Bare. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
TIM Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.