Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGUE HIGH FEVER (DHF)


Di Ruang Sakinah Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

Oleh :

YUWANTO SIGIT

NIM : 2002031816

Praktik Profesi NERS

PRODI S1 KEPERAWATAN

Universitas Muhammadiyah Lamongan


ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN By. “B” DENGAN DENGUE HIGH FEVER (DHF)
Di Ruang Sakinah Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Lamongan

Oleh :

YUWANTO SIGIT

NIM : 2002031816

Praktik Profesi NERS

PRODI S1 KEPERAWATAN

Universitas Muhammadiyah Lamongan


LEMBAR KONSULTASI DAN PENGESAHAN LP

KASUS: DENGUE HIGH FEVER

DEPARTEMEN:ANAK RUANG: SAKINAH RS MUHAMADIYAH LAMONGAN

Tangga Saran Pembimbing Tanda tangan


l

___________ , _______________ 20

Mahasiswa,

(YUWANTO SIGIT)

Telah direvisi dan disetujui,

Pembimbing klinik, Pembimbing akademik,

(AZIZATUNNISA, S.Kep.,Ns) (DADANG KUSBIANTORO,S.Kep.,Ns., M.Si.)


LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DHF ( DENGUE HAEMORHAGIC FEVER )


A. Definisi
Dengue haemorhagic fever (DHF) atau demam berdarah dengue penyakit menular yang
disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegepty. Penyakit
ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian terutama pada anak
(Nursalam, 2005)
Demam dengue adalah contoh dari penyakit yang disebabkan oleh vector, penyakit ini
disebabkan oleh virus yang disebarkan melalui populasi manusia yaitu oleh nyamuk aedes
aegepty dimana nyamuk ini hidup di daerah tropisdan berkembang biak pada sumber air yang
pendek (Smeltzer & Bare, 2011).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk
lainyang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara epidemik.
(Padila, 2012).Menurut Meilany (2010) DHF adalah penyakit yang terdapat pada anak dan
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi yang biasanya memburuk setelah 2
hari pertama.

B. Etiologi
Virus dengue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector nyamuk aedes
aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain
merupakan vector yangkurang berperan. Infeksi dengan salah satu serotype akan
menimbulkan antibody seumur hidupterhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotype lain (Smeltzer & Bare, 2011).
Keempat virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia dan yang
terbanyak adalah tipe 2 dan tipe 3.Penelitian di Indoneisa menunjukkan Dengue tipe 3
merupakan serotipe virus yang dominan menyebabkan kasus DHF yang berat (Masriadi,
2017). Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibody terhadap serotipe yang
bersangkutan, sedangkan antibody yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain (Wijaya,
2013).

C. Klasifikasi
Klasifikasi DHF berdasarkan kriteria menurut WHO yaitu :
1. Derajat I ( ringan )
Demam mendadak 2 -7 hari di sertai dengan adanya gejala yang tidak khasdan
ujitourniquet positif.
2. Derajat II ( sedang )
 Lebih berat dari derajat I oleh karena di temukan pendarahan spontan pada kulit misal
ditemukan adanya petekie, ekimosis, pendarahan,
3. Derajat III ( berat )
Adanya gagal sirkulasi di tandai dengan laju cepat dan lemah, kulit dingin, gelisah tensi
menurun, manifestasi pendarahan lebih berat( epistaksis, melena)
4. Derajat IV ( DIC )
Gagal sirkulasi yang berat pasien mengalami syok berat tensi nadi tak teraba.
 (Smeltzer & Bare, 2011)

D. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia melalui gigitan nyamuk
aedesdan akan bereaksi dengan antibody dan membentuk komplek virus antibody dalam
sirkulasi yang akan mengaktivasi sistem komplemen, akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas
anafilatoksin C3a dan C5a, dua peptide yang berdaya untuk meleaskan histamine dan merupakan
indicator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitasdinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut,suatu keadaan yang sangat berperan
terjadinya renjatan (Padila, 2012).
Hal pertama yang terjadi setelah virus masuk kedalam tubuh adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, neri otot, pegal-pegal sluruh tubuh,
mual, atau bintik merah pada kulit (ptekie), hyperemia tenggorokan dan kelainan yang muncul
pada system reticuloendotelial seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam
pada DHF disebabkan oleh kongesti pembuluh darah di bawah kulit, pembesaran hati dan
limpa.Peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah mengakibatkan berkurangnya volume
plasma yang mengakibatkan terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta
efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (meningkat >20%) menunjukkan adanya kebocoran plasma sehingga nilai
hematocrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena, jika tidak mendapatkan
cairan yang cukup penderita bisa mengalami kekurangan cairan yang mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis
yang drastic setelah pemberian plasma/plasma ekspander yang efektif. Jika renjatan berlangsung
lama akan terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolic dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik.
Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu perubahan vaskuler,
trombositopenia dan gangguan koagulasi.Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit dan membedakan DF dan DHF adalah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilatoksin, histamine dan serotonin serta aktivasi system kalikrenin yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler.Perdarahan umumnya disebabkan trombositopenia,
gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi trombosit.Hal ini merupakan factor penyebab
perdarahan hebat terutama perdarahan saluran gastrointestinal.
Pathway
Virus dengue masuk tubuh Reaksi anti bodi Terbentuk kompleks virus antibodi Viremia

Pelepasan Ca3Ca5 Mengaktifkan Komplemen Hipertermia


Ansietas (D.0080) (D.0130)

Peningkatan permeabilitas pembuluh darah


Krisis situasional
hospitalisasi MRS

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Kebocoran Hematokrit Trombositopeni Kebocoran Hipovolemia Hepatomegali Merangsang saraf


plasma ke meningkat plasma simpatis
intravaskuler
hemokonsentrasi Resiko Penurunan
perdarahan Syok sirkulasi ke Mendesak lambung,
spontan ginjal Diteruskan ke ujung
Penumpukan syaraf
cairan di Hipovolemi
pluera DSS
Oliguria
HCl meningkat
Risiko perfusi Nyeri otot, sendi,
Risiko perifer tidak
syok Asidosis pusing
efektif (D.0015)
Efusi pleura (D.0039) Nausea Muntah,
(D.0076) anoreksia
Kejang, Nyeri akut
penurunan (D.0077)
Pola nafas tidak kesadaran
Penurunan kapasitas adaptif
efektif (D.0005)
intrakranial (D.0066)
Defisit nutrisi (D.0019)
E. Manifestasi klinis
 Demam tinggi 2 sampai 7 hari (38-40̊ C)
 Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji tourniquet positif, petekie (bintik merah pada
kulit), purpura (perdarahan kecil di dalam kulit), ekimosis, perdarahan konjungtiva (perda
rahan padamata), epitaksis (perdarahan hidung), perdarahan gusi, hematemesis (muntah
darah), melena(BAB darah) dan hematuri (adanya darah dalam urin).
 Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah
 Pembesaran hati (hepatomegali)
 Renjatan (syok), tekanan nadi menurun menjadi 20mmHg atau kurang, tekanan sistolik
sampai80mmHg atau lebih rendah
 Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya nafsu makan),
lemah,mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
(Resti, 2014)

F. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengakap
 Leukopenia pada hari ke 2-3
 Trombositopenia ,penurunan trombosit <150.000/mm3
 Hemokonsentrasi,peningkatan hematocrit >20% atau meningkat progresif pada
pemeriksaan periodik
b. Uji serologi adanya antibody spesifik terhadap antibody total, IgM maupun IgG
(Warsidi, 2009)
c. Kimia darah
 SGOT/SGPT mungkin meningkat
 Waktu pedarahan memanjang
 Pemeriksaan analisa gas darah menunjukkan asidosis metabolic
d. Foto thorax, bisa menunjukkan adanya efusi pleura
 
G. Penatalaksanaan
a. Tirah baring
b. Pemberian makanan lunak, bila nafsu makan belum membaik beri minum susu atau minum
manis .
c. Medikamentosa yang bersifat simptomatis seperti hipertermi diberikan antipiretik
d. Pemberian cairan melalui infus.
Pada pasien DSS diberikan cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl
0,9%, ringer lactat atau ringer asetat yang dipertahankan selama 12-24 jam setelah renjatan
teratasi. Bila tidak tampak perbaikan dapat diberikan plasma 15-29 ml/kg BB. Setelah
tenjatan teratasi bila terjadi penurunan kadar Hb maka dapat diberikan transfuse darah.
e. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan tiap jam, serta Hb dan
Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam
(meilany, 2010)
 
H. Pencegahan
Menurut Warsidi (2009) tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain :
a. Pencegahan dengan prinsip 3M (menguras tempat penyimpanan air minimal seminggu
sekali, menutup tempat penyimpanan air dan mengubur barang bekas yang dapat
menampung air
b. Melipat pakaian atau kain agar tidak digunakan tempat nyamuk hinggap
c. Menaburkan bubuk abate di tempat penampungan air yang sulit dikuras yang diulang 2-3
bulan sekali
d. Memberantas nyamuk aedes aegepty dengan cara penyemprotan dengan bahan
kimia,pengasapan (fogging) dengan insektisida

I. Komplikasi
 Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya :
a. Perdarahan luas.
Perdarahan sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hinggamenyebabkan
haematemesis.Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perutyang hebat.
b. Shock atau renjatan.
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda- tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari
kakiserta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.
c. Effusi pleura
d. Penurunan kesadaran disertai atau tanpa kejang
 (Resti, 2014)

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
 Identitas : Umur, jenis kelamin, tempat tinggal bisa menjadi indicator terjadinya DHF
 Keluhan utama : Panas
 Riwayat penyakitsekarang :Panas tinggi, nyeri otot, dan pegal, ruam, malaise, muntah,
mual, sakit kepala, sakit pada saat menelan, lemah, nyeri pada epigastrik, penurunan nafsu
makan,perdarahan spontan.
 Riwayat penyakit dahulu : Pernah menderita yang sama atau tidak 
 Riwayat penyakit keluarga: kaji apakah ada anggota keluarga yang pernah menderita
penyakit yang sama
 Riwayat alergi : kaji apakah ada riwayat alergi makanan atau obat-obat tertentu
 Riwayat imunisasi : kaji riwayat imunisasi pasien, imunisasi dasar dan tambahan
 Riwayat tumbuh kembang
- Prenatal : kaji apakah saat hamil ibu rutin periksa kehamilan, apakah saat hamil ibu
merokok, minum alcohol, minum jamu, rutin minum suplemen dari bidan atau dokter,
apakah saat hamil ibu minum obat bebas tanpa resep dokter
- Natal : kaji bagaimana riwayat kelahiran pasien, normal atau melalui operasi, apakah
ada penyulit saat melahirkan, BB dan TB saat lahir, apakah pasien langsung menangis
keras
- Post natal : kaji riwayat setelah kelahiran
- Pertumbuhan : kaji BB, TB
Pada bayi usia 4 bulan berat badan bayi normal antara 5,6 kg - 8,6kg
Panjang bayi usia 4 bulan antara 60,5 cm – 67,8 cm
- Perkembangan : kaji kemampuan motoric pasien sesuai usianya
Pada bayi berusia 4 bulan mulai mengenali kaki sebagai bagian dari tubuhnya, bayi
mulai senang memainkan kaki dan memainkan jari kaki dan tangannya. Bayi juga
mulai menunjukkan perkembangan kemampuan bicara, suka memasukkan benda-
benda ke mulutnya dan indra penglihatan juga berkembang tetapi masih dalam jarak
dekat. Di usia ini bayi juga mulai mencoba berguling sendiri, beberapa bayi sudah
mampu berguling sendiri.
 Riwayat psikososial :pada usia 4 bulan bayi akan lebih banyak tersenyum pada orang
yang dikenalinya dan kebanyakan menangis pada orang yang tidak dikenalinya
 Riwayat psikoseksual : pada bayi usia 4 bulan anak mengalami fase oral yaitu fase
perkembangan psikologi manusia yang memperoleh kepuasan pada aktivitas mulut yaitu
pada makanan, ASI dan kelekatan hubungan emosional antara anak dan ibu. Bayi
dipuaskan melalui kesenangan dari rangsangan oral yaitu melalui kegiatan mencicipi dan
mengisap
 Pemeriksaan fisik (head to toe)
1. Keadaan umum meliputi kesadaran ( bisa composmentis, somnolen atau koma
tergantung derajat DHF), Tanda vital pasien bisa menunjukkan peningkatan suhu
tubuh atau hipotermi tergantung derajat penyakit, peningkatan nadi, penurunan
tekanan darah
2. Kepala : wajah kemerahan, pada hidung bisa terjadi epistaxis, pada mulut terdapat
perdarahan gusi, bibir kering, tenggorokan kemerahan
3. Kulit : dapat ditemukan adanya ptekie, purpura atau hematom
4. Leher : tidak terdapat kelainan
5. Dada : pada inspeksi dapat terlihat nafas dangkal, terlihat pergerakan dinding dada
Paru : pada perkusi dapat ditemukan bunyi redup karena adanya efusi pleura, pada
auskultasi kadang ditemukan ronchi
Jantung : suara jantung normal, heart rate bisa meningkat karena kondisi hipovolemik
6. Abdomen :
inspeksi :dapat terlihat distensi abdomen
palpasi : dapat ditemukan pembesaran hepar, nyeri tekan abdomen
perkusi :dapat ditemukan suara pekak karena ada cairan bebas di rongga abdomen
auskultasi :bising usus mungkin normal atau menurun
7. Ekstremitas : akral dapat teraba hangat pada kondisi awal saat terjadi peningkatan
suhu tubuh atau dingin basah dan terlihat pucat pada kondisi syok, CRT >2’

2. Diagnosis Keperawatan
a. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus (D.0130)
b. Hipovolemi berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif (D.0023)
c. Nyeri akut berhubungan denganagen pencedera fisiologis (D.0077)
d. Nausea berhubungan dengan (D.0076)
e. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi (D.0005)
f. Risiko deficit nutrisi berhubungan dengan anoreksia , mualdan muntah (D.0032)
g. Risiko syok berhubungan dengan hipovolemik (D.0039)
h. Risiko perdarahan berhubungan dengan gangguan koagulasi (trombositopenia) (D.0012)
i. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (D.0080)

3. Intervensi keperawatan
Diagnosis Tujuan Intervensi
Hipertermi b.d Termoregulasi membaik Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses infeksi (L. 14134) dengan Observasi :
virus kriteria:  Monitor suhu tubuh
- Menggigil menurun  Monitor kadar elektrolit
- Takikardi menurun  Monitor haluaran urine
- Suhu tubuh membaik Terapeutik :
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Berikan kompres hangat
Edukasi :
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi :
 Kolaborasi cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Regulasi Temperatur (I.14578)
Observasi :
 Monitor suhu tubuh anak tiap 2 jam, jika
perlu
 Monitor tekanan darah, frekuensi
pernapasan dan nadi
 Monitor warna dan suhu kulit
Terapeutik :
 Tingkatkan asupan cairan dan nutrisi
yang adekuat
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien
Hipovolemi b.d Status cairan membaik A. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
kehilangan (L.03028) dengan kriteria : Observasi :
volume cairan - kekuatan nadi meningkat  Periksa tanda dan gejala hipovolemia
- turgor kulit meningkat
aktif (mis. frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
- output urine meningkat
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
- tekanan darah membaik
menyempit,turgor kulit menurun, membrane
- frekuensi nadi membaik
mukosa kering, volume urine menurun,
- kadar Ht membaik
hematokrit meningkat, haus dan lemah)
 Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
 Anjurkan memperbanyak asupan cairan
oral
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian cairan IV issotonis
(mis. cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian produk darah

B. Pemantauan Cairan (I.03121)


Observasi :
 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi,
frekuensi nafas dan tekanan darah
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
Osmolaritas serum, hematocrit, natrium,
kalium, BUN)
 Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi
menyempit, turgor kulit menurun, membrane
mukosa kering, volume urine menurun,
hematocrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
Terapeutik :
 Atur interval waktu pemantauan sesuai
dengan kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika
perlu
Nausea b.d Tingkat mual menurun Manajemen mual (I.03117)
Peningkatan HCl (L.08065) Observasi :
 Identifikasi factor penyebab mual
 Identifikasi isyarat non verbal
ketidaknyamanan (missal pada bayi dan
anak-anak)
 Monitor durasi,frekuensi dan tingkat
keparahan mual
 monitor asupan nutrisi dan kalori
Terapeutik :
 Berikan makan dalam jumlah kecil
 Kendalikan factor lingkungan penyebab
mual, misal bau tidak sedap
Edukasi :
 Anjurkan istirahat yang cukup
 anjurkan sering membersihkan mulut kecuali
jika merangsang mual
Kolaborasi :
 kolaborasi pemberian injeksi antiemetic jika
perlu
Pola nafas tidak pola nafas membaik Manajemen Jalan Nafas (I.01011)
efektif b.d (l.01004) dengan kriteria Observasi :
hipoventilasi hasil :  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
 Dispnea menurun upaya napas
 Penggunaan otot bantu  Monitor pola napas
napas membaik  Auskultasi bunyi nafas
 Frekuensi napas  Monitor saturasi oksigen
membaik  Monitor sputum
 Kedalaman napas Terapeutik :
membaik  Atur interval waktu pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Posisikan semi fowler
 Lakukan fisioterapi dada
 Berikan oksigen

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Meilany. 2010. Penyakit Menular Di Sekitar kita.Klaten : PT Insan Sejati.

Padila. 2012. Buku ajar : Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Smeltzer & Bare. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.

TIM Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.

Warsidi. 2009. Bahaya dan Pencegahan DBD.Bekasi : Mitra Utama

Wijaya, A.S., & Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medical Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai