Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan dan Metode


2.1 Rancangan
Jenis penelitian ini adalah eksperimental penelitian (True Experiment
Research) dengan Post Metode Uji Hanya Kelompok Kontrol.
2.2 Sampel
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan (Rattus
norvegicus wistar regangan). Penentuan ukuran sampel menggunakan Formula
1 dengan teknik acak sederhana. Contoh, dimana jumlah sampel 30 laki-laki
tikus putih (Rattus norvegicus strain wistar) itu diperoleh.
2.3 Kelompok
Penelitian ini menggunakan 30 ekor tikus putih jantan dibagi menjadi enam
kelompok perlakuan. Pertama kelompok (K-) adalah kelompok pemberi BR-1
dan pengambilan ad libitium (tidak dibatasi), kelompok kedua (K+) adalah
kelompok yang memberikan aloksan dengan dosis tunggal dari 150 mg /
kgBB., Kelompok ketiga (P1) adalah kelompok pemberian aloksan dosis
tunggal 150 mg / kgBB diikuti dengan administrasi acarbose 12mg / kgBW,
kelompok keempat (P2) adalah kelompok dengan pemberian aloksan dosis
tunggal 150 mg / kgBB diikuti 200 mg / 200 grBW ekstrak kulit batang matoa
kelompok V (P3) adalah grup dengan administrasi tunggal dosis aloksan 150
mg / kgBB dilanjutkan dengan Ekstrak kulit kayu 300 mg / 200grBW, keenam
kelompok (P4) dulu itu kelompok dengan itu pemberian alloxan 150 dosis
tunggal mg / kgBW diikuti 400 mg / 200grBW ekstrak kulit pohon matoa.
2.4 Prosedur
Adaptasi hewan coba selama 7 hari dengan tujuan agar tikus menyesuaikan
diri, nanti pada hari ke 8 hewan itu menginduksi dosis tunggal aloksan
150mg / kgBW IP setelah berpuasa selama 18 jam sebelumnya. Glukosa darah
dilakukan pada hari ke 10. Pengukuran gula darah tikus dilakukan
menggunakan glukometer digital dengan Nesco® strip uji merek dan merek
Nesco®.  Ekstrak kulit kayu Matoa diberikan selama 14 hari setiap hari sonde
oral sesuai dengan dosis kelompok. Di akhir percobaan, tikus dibius
menggunakan khloroform. Setelah itu, hewan ditempatkan pada meja lilin
dengan menggunakan dayung. Menggunakan bedah gunting, pembedahan
dilakukan dari perut ke tingkat leher. Kemudian organ pankreas diambil dan
diperbaiki dengan 10% formalin. Penentuan kadar glukosa darah serum tadi
dilakukan oleh enzim Glucooxidase (GOD-PAP). Serum diambil perlahan
reagen GOD-PAP ditambahkan. Prinsip kerjanya adalah glukosa dioksidasi
oleh enzim oksidase glukosa untuk menghasilkan asam glukonat dan H2O2.
Kemudian H2O2 adalah bereaksi dengan aminofenason dan fenol dengan
bantuan enzim peroksidase untuk menghasilkan quinoneimine. Itu
menghasilkan warna dulu kemudian dihitung untuk absorbansi pada panjang
gelombang 500 nm menggunakan Spektrofotometer UV-Vis, kemudian
konsentrasi glukosa dihitung menggunakan rumus: Kadar glukosa darah (mg /
dL) = (Sampel A) / (Standar A) x Standar C. Penentuan kadar HbA1c
dilakukan setelahnya hewan percobaan dirawat pada 38 hari. Pengukuran
HbA1c tikus dilakukan menggunakan metode HPLC. Pengambilan sampel
darah tikus dilakukan dari ventrikel jantung tikus. Darah diambil kemudian
dimasukkan ke dalam tabung berisi EDTA. Penentuan kadar MDA serum
dilakukan keluar dengan metode asam thiobarbituric zat reaktif
(TBARS). Darah yang dimilikinya diambil dikumpulkan di vacutainer dengan
penggerak gumpalan dan disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit. Serum darah diambil dan konsentrasi MDA dianalisis. 200 ml serum
ditambahkan dengan 1 ml 20% TCA dan 1 ml 1% TBA. Solusinya diaduk
sampai homogen dengan dipanaskan selama 10 menit. Setelah dingin, lalu
disentrifugasi pada 3000 rpm selama 10 menit. Filtrat merah muda diukur
untuk absorpsi dan membaca absorbansi pada panjang gelombang 532 nm
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Tingkat MDA dihitung
menggunakan standar MDA kurva (Sunarmi et al., 2007).
2.2 Diskusi
Kadar gula darah, HbA1c, MDA dan jumlah rata-rata sel endokrin pankreas
Pulau Langerhans dapat dilihat pada Tabel 1, 2, 3, 4 dan masing-masing Gambar 1.
Hasilnya menunjukkan perbedaan yang signifikan di semua parameter antara semua
kelompok perlakuan. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Elya et al. yang
menunjukkan bahwa Ekstrak kulit pohon matoa memiliki aktivitas penghambatan
Enzim α-glukosidase in vitro dengan IC 50 nilai 17,12 ppm sedangkan kelengkeng
memiliki IC 50 dari 247,21 ppm (Elya et al., 2015; Hilma et al., 2016). Jadi bisa
dikatakan matoa lebih baik aktivitas penghambatan karena memiliki IC50 yang lebih
rendah nilai dari lengkeng. Lebih kecil nilai IC 50 berarti aktivitas ekstrak sebagai
Penghambat α glukosidase lebih tinggi (Sebaugh, 2017). Pemberian ekstrak kulit pohon
matoa perbedaan yang signifikan dalam kadar MDA serum pada dosis pengobatan
300mg / 200grBB dan 400mg / grBB. Sarangarajan dkk menulis di penelitian mereka
bahwa asupan eksogen antioksidan berbanding lurus dengan proses stres oksidatif yang
terjadi di dalam tubuh hewan percobaan (Sarangarajan et al., 2017). Ekstrak kulit kayu
Matoa memiliki banyak jenis fitokimia seperti polifenol, alkaloid dan flavonoid yang
dikenal memiliki bermacam-macam efek antidiabetik dan merupakan kelas yang kuat
antioksidan (Elya et al., 2015; Aba & Asuzu, 2018).
Selain sebagai antioksidan, kandungan polifenol dalam kulit batang matoa
juga bisa mencegah hiperglikemia (Abbas et al., 2017).  Kulit batang buah matoa
memiliki polifenol tertinggi dibandingkan kandungan buah dan daun (Kawamura et
al., 2010). Polifenol bisa mengurangi stres oksidatif dengan menghambat rantai reaksi
superoksida berubah menjadi hidrogen superoksida dengan mendonasikan atom
hidrogen untuk mengikat terhadap radikal bebas (Prameswari dan Widjanarko, 2014). 
Peran polifenol sebagai antioksidan dianggap melindungi sel β pankreas dari
efek racun dari radikal bebas yang diproduksi di bawah kondisi hiperglikemia kronis
(Avila et al., 2017). Polifenol juga memiliki potensi antidiabetes untuk meningkatkan
sekresi GLP-1 (seperti Glukagon peptida-1) yang secara tidak langsung merangsang
pulau langerhans pankreas untuk meregenerasi β baru sel (Vinayagam et al., 2015;
Avila et al., 2017). Flavonoid bisa juga meningkat itu kapasitas antioksidan sel beta
melalui keduanya jalur enzimatik dan non-enzimatik.
Ekstrak kulit kayu Matoa (Pometia pinnata) juga menunjukkan penghambatan
enzim DPP-IV yang lemah selama uji in vitro (Elya et al., 2015). Penghambatan
enzim DPP-IV dapat dicegah metabolisme incretin, hormon insulinotropik yang dapat
meningkatkan insulin postprandial aktivitas dan respons, memungkinkan kontrol
kadar gula darah ideal (Krentz, 2018).
Pada penelitian ini pemberian ekstrak kulit pohon matoa menunjukkan
perbaikan secara parameter non klinis seperti jumlah Langerhans dan MDA sebagai
penanda stres oksidatif dengan pola kurva efek-dosis linier. Sedangkan parameter
klinis seperti HbA1c dan gula darah menunjukkan pola dosis efek; semakin tinggi
dosisnya, semakin kecil efek (Polisak dan Milisav, 2012).
Peneliti mengadakan hipotesa bahwa durasi dari pengobatan memainkan peran
penting dalam hasil yang diperoleh. Alloxan, yang ampuh sebagai induktor diabetes
mellitus dapat menyebabkan diabetes pada hewan coba dalam waktu 2x24 jam
(Rohilia dan Shahjad, 2012). Namun, pemberian ekstrak herbal yang terutama bekerja
sebagai antioksidan membutuhkan waktu yang bervariasi untuk efek di parameter
klinis
Studi dilakukan oleh pertunjukan Golbidi, Alireza & Laher bahwa
administrasi dari eksogen antioksidan mulai berpengaruh pada 4 minggu
pengobatan; pengobatan kurang dari 4 minggu tidak memiliki efek klinis yang
signifikan (Golbidi et al., 2011). Efek perbaikan sel beta sebagai serta penurunan
tingkat stres oksidatif di hewan percobaan mungkin sudah mulai bekerja dalam waktu
yang lebih singkat tetapi perbaikan klinis mungkin mengambil lebih lama.

Anda mungkin juga menyukai