Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH MATA KULIAH EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR

KUSTA

DOSEN PENGAMPU:
YEFFI MASNARIVAN, SKM, M.Kes

KELOMPOK 6:
ADHELYA ASTI PRAMESTI 1911212025
DHEA LULU FICHRIYAH 1911213038
MEZI FRANSISKA 1911213008
NAUFAL JAGA SAKTIOKTA 2011216008
RIDHA PUTRI GUNAWAN SIREGAR 1911213027
YULIA PUTRI 1811216018

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS
2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular
ini. Shalawat dan salam tidak lupa kita sampaikan kepada junjungan alam, Nabi besar
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan hingga ke alam yang
terang benderang seperti yang kita rasakan saat ini. Makalah tentang Kusta ini kami tulis
untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular.

Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah mendukung serta membantu
penyelesaian makalah Epidemiologi Penyakit Menular ini. Besar harapan kami agar makalah
ini bisa menjadi rujukan peneliti selanjutnya. Kami juga berharap agar isi makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Dengan kerendahan hati, kami memohon maaf atas segala kesalahan dalam penulisan
atau kelengkapan informasi di dalam makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga tugas
makalah tentang Kusta ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Padang, 18 November 2020

Kelompok 6

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................iii
BAB 1....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
2.1. DefinisiKusta.............................................................................................................................3
2.2. Penyebab Penyakit....................................................................................................................3
2.3. Alur Penularan.........................................................................................................................9
2.4. Etiologi.....................................................................................................................................10
2.5. Tanda Dan Gejala Kusta........................................................................................................11
2.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kusta..............................................................................12
BAB III...............................................................................................................................................14
PENUTUP..........................................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................................14
3.2 Saran.........................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................15

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kusta merupakan salah satu penyakit menular yang mana sudah diketahui oleh manusia
sejak 2000 tahun sebelum masehi, yang mana termasuk kedalam jenis penyakit tertua yang
ada didunia ini. Hal ini diketahui dengan adanya peninggalan sejarah dari Mesir, Tiongkok,
dan Mesopotamia mengenai catatan tulisan, namun mengenai gambaran yang diberikan
mengenai kusta sebenarnya dicatat di India pada tahun 600 sebelum masehi [ CITATION Siw19 \l
1033 ].

Menurut WHO Weekly Epidemical Record (2016) penyakit kusta tersebar diseluruh
dunia dengan endemistas yang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan terdapat kasus yang
ditemukan hingga 14.059 kasus baru yang terdaftar pada tahun 2015 [ CITATION Siw19 \l 1033 ] .
Sedangkan di Indonesia masih terdapat 14 propinsi diantaranya Jawa Timur, Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan melaporkan lebih dari 1000 kasus pertahun. Berdasarkan
data Kemnkes RI (2011) Indonesia masih merupakan negara ketiga di dunia dengan kasus
kusta tertinggi pada tahun 2010 didunia[ CITATION Siw19 \l 1033 ].

Berdasarkan hal tersebut tingginya angka kusta di Indonesia tidak terlepas dari peran
tenaga kesehatan dalam melakukan upaya-upaya preventif dan promotive agar masyarakat
Indonesia dapat mendapatkan edukasi serta antisipasi terhadap persebaran penyakit kusta
tersebut.

Upaya-upaya pencegahan perlu dilakukan agar dampak dan persebaran penyakit di


Indonesia ini dapat diminimalisir, salah satu upaya tenaga kesehatan yang dilakukan, yaitu
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Dengan dilakukannya PHBS diharapkan
masyarakat dapat memahami pentingnya menjaga kebersihan agar penyakit kusta dapat
segera diputus mata rantai persebarannya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan penyakit kusta?
2. Faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya penyakit kusta?
3. Apa saja gejala yang ditumbulkan dari penyakit kusta?
4. Bagaimana alur penularan dari penyakit kusta?

1
5. Bagaimana etiologi penyakit kusta?
6. Apa saja pencegahan serta penanggulangan yang dilakukan terhadap penyakit kusta?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari penyakit kusta
2. Mengetahui faktor apa saja yang menjadi penyebab terjadinya penyakit kusta
3. Mengetahui gejala yang ditumbulkan dari penyakit kusta?
4. Mengetahui alur penularan dari penyakit kusta?
5. Mengetahui etiologi penyakit kusta?
6. Mengetahui pencegahan serta penanggulangan yang dilakukan terhadap penyakit
kusta?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DefinisiKusta
Penyakit kusta atau lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. Penyakit kusta juga disebut Morbus Hansen atau
Satyriasis.Kusta dapat menyerang semua umur dan bukan penyakit keturunan.
Kusta menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit.
Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada saraf tepi dan mukosa
dari saluran pernafasan atas lesi pada kulit adalah tanda yang bisa diamati dari luar.
Saraf yang terserang menjadi mati rasa, destruksi jari dan deformitas terjadi

kemudian. Bila tidak ditangani dengan benar, kusta dapat sangat progresif
menyebabkan kerusakan pada kulit, saraf-saraf, anggota gerak dan mata.
Penyakit kusta merupakan salah satu manifestasi kemiskinan karena
kenyataannya sebagian besar penderita kusta berasal dari golongan ekonomi lemah.
Penyakit kusta dapat menyebabkan cacat.Keadaan ini yang menjadi penghalang
bagi penderita kusta dalam menjalani kehidupan bermasyarakat untuk memenuhi
kebutuhan sosial ekonominya.Penyakit kusta lebih banyak terjadi di daerah tropis
dan sub tropis yang udaranya panas dan lembab pada lingkungan hidup yang tidak
sehat.Penyakit ini dipandang penyakit yang menakutkan oleh beberapa masyarakat,
bahkan dianggap penyakitkutukan.

2.2. Penyebab Penyakit


Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kusta antara lain yaitu sumber
penularan, daya tahan tubuh, dan iklim.Selain itu ada beberapa faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian kusta, diantaranya yaitu perilaku, lingkungan dan
pelayanan kesehatan:
a. Perilaku
Perilaku merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status
kesehatan masyarakat. Perilaku dipengaruhi oleh faktor predisposing, faktor
enabling, dan faktor reinforcing.Faktor yang mempengaruhi kejadian kusta
diantaranya yaitu pendidikan,pengetahuan, tingkat sosial ekonomi dan personal

3
hygiene. Faktor lain meliputi ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan.Dukungan petugas kesehatan dan dukungan keluarga juga
mempengaruhi perilaku kesehatan, seperti dalam melakukan pengobatan atau
kontrol masalah penyakit ke pelayanankesehatan.
b. Lingkungan meliputi kondisi fisik rumah seperti ventilasi dan pencahayaan
rumah.

c. Pelayanan kesehatan meliputi jarak, waktu tempuh dan ketersediaan alat


transportasi.
Mekanisme perjalanan terjadinya infeksi pada penderita kusta belum terungkap
sepenuhnya . Secara teorit perjalanan klinik penyakit kusta merupakan suatu proses
yang lambat dan berja1an bertahun-tahun, sehingga acapkali si penderita tidak
menyadari adanya proses penyakit di dalam tubuhnya. Sebagian besar penduduk di
daerah endemik kusta pemah terinfeksi kuman Mycobacterium leprae. Namun, karena
adanya kekebalan alamiah, hanya sekitar 15% dari mereka yang mungkin akan terjadi
sakit. Pada mereka yang kekebalan alamiahnya tidak berhasil membunuh kuman di
dalam sel Schwann di perineurium. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya
penularan penyakit kusta antara lain:
a. Faktor Imunitas
Faktor imunitas adalah faktor yang menunjukkan ketahanan seseorang
terhadap infeksi M. leprae, sebagian besar manusia mempunyai kekebalan
alamiah terhadap kusta. Respon imun pada penyakit kusta sangat kompleks
yaitu melibatkan imunitas seluler dan humoral. Sebagian besar gejala dan
komplikasi penyakit ini disebabkan oleh reaksi imunologi terhadap antigen
yang ditimbulkan oleh Mycobaclerium leprae. Jika respon imun yang
terjadi setelah infeksi cukup baik, maka multiplikasi bakteri dapat dihambat
pada stadium awal sehingga dapat mencegah perkembangan tanda dan gejala
klinis selanjutnya. Mycobacterium feprae merupakan parasit obligat
intraseluler, maka faktor respon imun seluler pemegang peranan penting
dalam ketahanan tubuh terhadap infeksi. Respon imun seluler merupakan
hasil dari aktivasi makrofag dengan meningkatnya kemampuan dalam
menekan multiplikasi atau menghancurkan bakteri. Riwayat
vaksinasi BCG merupakan vaksin yang terbukti mempunyai cfek proteksi
terhadap M. leprae. Di samping itu BCG dapat memberikan sensitisasi awal
4
sehingga dapat meningkatkan respon imunitas seluler seseorang terhadap M
leprae dikemudian hari.

b. Faktor Genetik
Faktor genetik telah lama dipertimbangkan karena memiliki peranan besar
untuk terjadinya penyakit kusta pada suatu kelompok tertentu, faktor genetik
juga menjadi penentu imunitas seseorang terhadap infeksi kuman patogen
termasuk M. leprae. Diantara faktor-faktor genetik, faktor HLA terutama HLA
kelas II ternyata memainkan peranan yang lebih besar terhadap kerentanan
penyakit. Peranan HLA dalam menentukan kerentanan seseorang terhadap If
leprae. Oleh karena ada banyak molekul HLA setiap individu akan berbeda
tipe HLA-nya yang juga akan menyebabkan perbedaan respon lmunitas
seseorang terhadap antigen M. leprae.

c. Status Gizi dan Status Ekonomi

Penyakit kusta bisa menyerang siapa saja. Namun demikian secara statistik
penyakit kusta banyak menyerang masyarakat dengan sosial ekonomi rendah,
hal ini dikaitkan dengan rendahnya daya tahan tubuh, gizi yang kurang baik
dan lingkungan serta higiene yang tidak baik. Kondisi sosial ekonomi yang
rendah, rumah yang buruk dan terlalu padat berpengaruh juga terhadap
penularan penyakit kusta. Rendahnya angka kasus baru di Eropa dihubungkan
dengan perbaikan keadaan sosial ekonomi. Hasi1 penelitian Muttaqin di
Sumenep mendapatkan bahwa ada hubungan secara bersama-sama antara
tingkat pencahayaan ruinah pada daerah dengan status ekonomi rendah antara
narakontak senimah dengan terjadinya kusta subk1inis.

d. Umur

Peranan faktor umur terhadap kerentanan penyakit kusta telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Pada umumnya dilaporkan bahwa prevalensi ini meningkat
sampai usia 20 tahun, kemudian mendatar antara 20 sampai 50 tahun, dan setelah
itu menurun. Perbedaan kerentanan karena faktor umur ini diduga disebabkan
karena lamanya paparan dengan kuman M.Lepra. Hasil penelitian Wahyudi dkk
dari jumlah narakontak kusta berumumpada rentang 5-70 tahun, dengan rata-rata
39,2 - 17,24 tahun. Kelompok umur terbanyak adalah pada kelompok umur

5
dewasa (15-49 tahun) sebesar 55,2% sedangkan yang terkecil pada kelompok
umur anak (5-14 tahun) sebanyak 7 orang (12,1%). Distribusi kelompok umur
untuk penyakit kusta, prevalensi kusta mencapai puncaknya pada kelompok
umur 10 20 tahun, kemudian kelompok umur 30-60 tahun dan sisan$a tersebar
pada semua kelompok umur. Penyakit kusta dapat mengenai semua usia, tetapi
terbanyak diderita oleh usia dewasa muda. Hasil penelitian menunjukkan tidak
ada hubungan antara kelompok umur dengan kejadian kusta stadium subklinis.
Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor lain seperti sistim kekebalan tubuh atau
imunitas berbeda, lingkungan sekitar, gizi dan lain-lain. Lebih lanjut Agusni
mengatakan penyakit kusta menyerang segala umur, namiin jarang sekali pada
anak-anak usia 3 tahun. Hal ini diduga berkaitan dengan masa inkubasi penyakit
ini yang cukup lama. Meskipun sebagian besar penduduk di daerah endemik
kusta pemah terinfeksi Mycobacterium leprae, tidak semua akan terkena penyakit
ini karena adanya kekebalan alamiah terhadap kuman ini.

e. Lama Kontak

Lama kontak merupakan faktor yang penting dalam penularan penyakit kusta.
Semakin lama atau semakin sering kontak dengan penderita akan semakin besar
resiko untuk tertular kusta. Hal ini berhubungan dengan dosis paparan serta
terkait juga dengan masa inkubasi yang lama yaitu 2-5 tahun.' Penelitian
Iswahudi di Sumenep mendapatkan lama kontak dengan penderita = 2 tahun
sebanyak 35 orang (60,3%), sedangkan 2 tahun sebanyak 23 orang (39,7%).
Lama kontak = 2 tahun lebih banyak dibandingkan dengan < 2 tahun. Sebagian
besar ahli mengatakan bahwa masa inkubasi kusta adalah 2-5 tahun, akan tetapi
telah rnelaporkan bahwa penderita kusta dalam kurun waktu tingkat purr telah
dapat menularkan dibandingkan nonkontak. Risiko ini lebih besar pada kontak
serumah dengan penderita MB dibandingkan kontak dengan penderita PB.
Kontak serumah lebih dari satu penderita lebih tinggi dibandingkan dengan jika
hanya satu penderita. Distribusi narakontak serumah pada kusta subklinik
terbanyak memiliki lama kontak dengan penderita selama >2 tahun sebanyak 21
(36,2%) sedangkan yang terkecil 1-2 tahun sebanyak 17 (29,3%). Lama kontak
terpendek 6 bulan, sedangkan lama kontak terpanjang 4 tahun. Rerata lama
kontak 24 bulan atau 2 tahun. Lebih lanjut Muttaqin mengatakan bahwa derajat
dan lama kontak merupakan hal penting sebagai faktor risiko penularan oleh

6
karena ha1 itu berhubungan paparan dosis. Paparan yang terlalu besar oleh karena
terlalu sering dan lama kontak dengan penderita akan menyebabkan infeksilebih
berat. Hal ini terbukti dengan tingginya angka insidensi kusta pada orang-orang
kontak dengan penderita. Ada hubungan antara lama kontak dengan te;jadinya
kusta subklinis dengan lama kontak dengan penderita. Kenyataan ini mendukung
pendapat bahwa penularan kusta yang paling berperan dengan cara kontak yang
lama, intim, terus menerus, serta semakin lama terpapar maka semakin besar
berisiko tertular atau terkena infeksi subklinis dan juga tergantung pada faktor
lainnya seperti imunitas, status gizi, serta faktor dari lingkungan sekitamya serta
masa inkubasi penyakit kusta yang lama (2-5 tahun).

f. Faktor Kontak

Faktor kontak merupakan salah satu faktor risiko tertular kusta. Tingginya risiko
kontak serumah dengan penderita kusta selama 5-6 tahun pada 23.000 narakontak
serumah sebesar hampir 10 kali dibandingkan nonkontak. Risiko ini lebih besar
pada kontak serumah dengan penderita MB dibandingkan kontak dengan
penderita PB. Kontak serumah lebih dari satu penderita lebih tinggi dibandingkan
dengan jika hanya satu penderita. Distribusi narakontak serumah pada kusta
subklinik terbanyak memiliki lama kontak dengan penderita selama >2 tahun
sebanyak 21 (36,2%) sedangkan yang terkecil 1-2 tahun sebanyak 17 (29,3%).
Lama kontak terpendek 6 bulan, sedangkan lama kontak terpanjang 4 tahun.
Rerata lama kontak 24 bulan atau 2 tahun. Hal ini terbukti bahwa bila paparan
yang terlalu besar oleh karena terlalu sering dan lama kontak dengan penderita
akan menyebabkan infeksilebih
berat.

g. Jenis Kelamin
Distribusi jenis kelamin pada penderita kusta menunjukkan lebih banyak pada
pria dibandingkan pada wanita, kecuali di beberapa negara di Afrika .Perbedaan
ini lebih jelas terjadi pada anak-anak terutama pada penderita kusta tipe kusta
lepramatosa daripada tipe tuberkuloid. Suatu penelitian longitudinal di India
Selatan menunjukkan bahwa angka insidensi pada wanita sebesar 6,3 per 1000
dibandingkan pada pria sebesar 7,1 per 100016. Perbedaan tersebut diduga
adanya perbedaan hormonal atau karena pria lebih mobil, sehingga kemungkinan
tertular lebih besar atau adanya tradisi setempat yang menyebabkan wanita lebih
7
sukar diteliti daripada pria, maka keinungkinan adanya penderita pada kelompok
wanita tidak diketahui dan dilaporkan. Hasil penelitian pada penderita kusta
subklinis menunjukkan tidak jauh berbeda perbandingan antara laki-laki dan
perempuan. Tingginya narakontak perempuan ini mungkin dikarenakan wanita
lebih bebas diikut sertakan dalam penelitian ini sedangkan pria banyak
bekerja. Kesimpulan yang didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis
kelamin dengan te adinya kusta stadium subklinis.

h. Tipe Kusta
Telah diketahui bahwa sumber penularan basil kusta adalah penderita kusta tipe
MB yang belum diobati Secara teoritis kusta tipe MB akan menyebabkan kuman
lebih banyak ke lingkungan sekitamya dibandingkan kusta tipe PB. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa infeks subklinisakan lebih banyak
didapatkan pada nara kontak kusta tipe. Hasil penelitian Iswahyudi dkk pada
kusta subklinis penderita kusta tipe MB sebanyak 37 orang (63,8%) lebih besar
dibandingkan dengan tipe PB be;jum1ah 18 (36,2%) orang narakontak serumah.
Dari hasil analisis diketahui bahwa terjadinya kusta subklinis penderita kusta tipe
MB sebanyak 37 orang (63,8%) lebih besar dibandingkan dengan tipe PB
be;jum1ah 18 (36,2%) orang narakontak serumah. Dari hasil analisis diketahui
bahwa terjadinya kusta subklinis pada narakontak serumah lebih banyak terjadi
pada orang yang kontak dengan penderita kusta tipe MB dibandingkan dengan
tipe PB. Hasil analisis statistik menunjukkan ada hubungan antara orang yang
kontak dengan tipe kusta dengan tipe kusta dengan terjadinya kusta subk1inis.
Kenyataan ini mendukung pendapat bahwa penderita kusta tipe MB akan
menyebabkan kuman lebih banyak ke lingkungan sekitamya dibandingkan
dengan kusta tipe PB sehingga dapat diramalkan bahwa seropositif narakontak
dengan tipe MB akan lebih banyak dari pada tipe PB. Dengan metode serologi
MLPA Amlruddin juga mendapatkan perbedaan yang bermakna antara tipe MB
dengan tipe PB. Berdasarkan kepustakaan sampai saat ini manusia masih diyakini
sebagai sumber penularan yang utama, terutama penderita kusta tipe
lepromatosa tuberkuloid nonkontak dengan pembandingan 8 : 2 : 1, walaupun
masih diperdebatkan, kepustakaan juga menyebutkan pada episode subklinis
dapat menjadi sumber penular yang penting bila dibandingkan penularan kasus
aktif, ha1 ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan PCR positif dari mukosa hidung

8
pada periode subklinis. Akhir- akhir ini berkembang penelitian bahwa ada sumber
penular di luar manusia (dari lingkungan dan hewan), karena banyak kasus yang
ditemukan tanpa ada riwayat kontak dengan penderita kusta.

2.3. Alur Penularan


Cara penularan yang pasti belum diketahui, tetapi menurut sebagian besar
ahli melalui saluran pernapasan dan kulit (kontak langsung yang lama dan erat).
kuman mencapai permukaan kulit melalui folikel rambut, kelenjar keringat, dan
diduga juga melalui air susu ibu.Penyakit kusta dapat ditularkan melalui kuman utuh
dari penderita kusta Multibasiler (MB) pada orang lain dengan cara penularan
langsung. Tidak semua kuman dapat menularkan penyakit, hal ini terkait dengan
resistensi tubuh penderita, keteraturan pengobatan dan jenis obat yangdipakai.

Cara masuknya bakteri Mycobacterium leprae ke dalam tubuh manusia, ada


beberapa cara yaitu:
a. Penularan melaluikontak
Kontak intim yang lama merupakan penyebab utama terjadinya
penularan.Kuman kusta dapat masuk melalui kulit, terutama bila ada
luka.Penderita kusta yang berada pada stadium reaktif dapat menularkan
penyakit melalui kontak erat dalam waktu lama. Penularan di dalam lingkungan
keluarga, misalnya antara ibu penderita lepra dengan anak atau suaminya. Anak-
anak lebih sering terinfeksi kuman lepra dibanding orangdewasa.

b. Penularan melalui inhalasi


Transmisi lepra paling sering muncul jika anak kecil terpajan dengan
basil yang banyak untuk waktu yang lama. Sekresi nasal adalah bahan paling
infeksius untuk kontak keluarga.Penularan dapat terjadi melalui udara atau
pernapasan. Oleh karena itu ventilasi rumah yang kurang, berjejalan dan tempat-
tampat umum merupakan faktor yang sangat penting dalam epidemiologi
penyakit.
c. Penularan melalui ingesti atau saluranpencernaan
Kuman M. leprae masuk ke dalam tubuh dapat melalui kulit yang tidak
utuh, saluran napas, atau saluran pencernaan.Air susu ibu yang menderita kusta
lepromatosa mengandung banyak bakteri yang hidup, namun insiden kusta pada
bayi yang minum susu dari ibu yang menderita kusta hanya setengah dibanding

9
dengan bayi yang minum susu botol.
d. Penularan melalui gigitan serangga
Adanya kemungkinan transmisi kusta melalui gigitan serangga, ada tiga
tanda yang perlu diperhatikan yaitu adanya jumlah bakteri hidup dengan jumlah
yang cukup banyak, adanya makanan yang cukup untuk bakteri sampai
ditularkan kepada host, dan bakteri harus dapat bermultiplikasi pada serangga
sebagai vektor.

2.4. Etiologi
Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang
ditemukan oleh G.H. Armauer Hansen tahun 1873 di Norwegia. Basil ini bersifat
tahan asam, bentuk pleomorf lurus, batang ramping dan sisanya berbentuk paralel
dengan kedua ujung-ujungnya bulat dengan ukuran panjang 1-8 um dan diameter
0,25-0,3 um. Basil ini menyerupai kuman berbentuk batang yang gram positif, tidak
bergerak dan tidak berspora. Dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen basil yang hidup
dapat berbentuk batang yang utuh, berwarna merah terang, dengan ujung bulat
(solid), sedang basil yang mati bentuknya terpecah-pecah (fragmented) atau
granular. Basil ini hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu rendah dan tidak
dapat dikultur dalam media buatan (in vitro). Mycobacterium ini adalah kuman
aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang, dikelilingi oleh membran sel lilin
yang merupakan ciri dari spesies Mycobacterium.Kuman berukuran panjang 1-8
micro, lebar 0,2 – 0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu,
hidup dalam sel dan bersifat tahan asam (BTA) atau gram positf.
Bakteri kusta banyak terdapat pada kulit tangan, daun telinga, dan daun
mukosa. Bakteri ini mengalami proses pembelahan cukup lama antara 12-21
hari.Kuman M.leprae masuk ke dalam tubuh, setelah itu menuju sel pada saraf tepi.
Di dalam sel, kuman berkembang biak, sel tersebut pecah dan kemudian
menginfeksi sel yang lain atau ke kulit.Daya tahan hidup kuman kusta mencapai 9
hari diluar tubuh manusia. Kusta memiliki masa inkubasi 2-5 tahun bahkan juga
dapat memakan waktu lebih dari 5tahun.

2.5. Tanda Dan Gejala Kusta


Timbulnya penyakit kusta pada seseorang tidak mudah, hal ini bergantung
pada beberapa faktor. Mycobacterium leprae memiliki masa inkubasi penyakit yang
10
sangat lambat yaitu sekitar 5 tahun dan gejala yang ditimbulkan baru mulai muncul
setelah 20 tahun. Gejala kusta yaitu ditemukan adanya lesi tunggal atau ganda,
biasanya kurang berpigmen dari kulit sekitarnya.

Tanda awal berupa bercak keputihan dengan batas yang kadang kurang jelas
dan mulai atau sudah mati rasa pada area bercak. Tanda tersebut masih belum dapat
dipastikan tipenya.Gejala-gejala yang terdapat pada penderita penyakit kusta yaitu :
panas dari derajat rendah sampai menggigil, anoreksia, nausea, cephalgia, kadang-
kadang disertai iritasi, neuritis.Selain itu ada tanda-tanda dugaan yang belum dapat
digunakan sebagai dasar sesorang dinyatakan menderita kusta. Tanda-tanda tersebut
diantaranya adalah bercak kulit yang merah atau putih, bercak tidak gatal, kulit
mengkilap atau kering bersisik, ditemukan kelainan kulit seperti tidak berkeringat
atau tidak berambut, adanya luka yang sulit sembuh, nyeri tekan pada saraf,
kelemahan anggota gerak atau wajah dan rasa kesemutan, seperti tertusuk-tusuk dan
nyeri pada anggotagerak.
Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda- tanda utama
(cardinal sign) yaitu:
 Kelainan kulit yang matirasa
Kelainan kulit atau lesi dapat berbentuk hipopigmentasi (bercak putih)
atau anestesi (mati rasa) pada kulit.

 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. Gangguan
fungsi saraf ini disebabkan peradangan saraf tepi yang kronis. Gangguan saraf
ini bisa berupa:
 Gangguan fungsi sensoris merupakan gangguan yang ditandai dengan
matirasa.
 Gangguan fungsi motoris merupakan gangguan yang ditandai dengan
kelemahan atau kelumpuhanotot.
 Gangguan fungsi otonom merupakan gangguan yang ditandai dengan kulit
kering danretak-retak.

2.6. Pencegahan dan Penanggulangan Kusta

 Pencegahan kusta
Pencegahan kusta dibagi menjadi 3 yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder,
dan pencegahan tersier.

11
 Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat. Pencegahan primer mencakup memelihara
persona hygiene, memberikan pendidikan kesehatan berupa penyuluhan tentang
kusta, menjaga kebersihan lingkungan.
 Pencegahan Sekunder
Tingkat pencegahan sekunder berupaya mengobati seseorang yang sakit
agar sembuh dan mencegah menjadi lebih parah/komplikasi. Kegiatan pencegahan
sekunder seperti memberikan pengobatan secara tepat dan cepat, perawatan diri.
 Pencegahan Tersier
Pencegahan ini bermaksud untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitas. Pencegahan tersier mencakup penggunaan protesa bagi
yang mengalami cacat, psikoterapi untuk meningkatkan rasa percaya diri,
dukungan keluarga. Dukungan dari keluarga sangat penting dalam
mengembalikan kepercayaan diri penderita.

 PengobatanKusta
Penyakit kusta dapat disembuhkan dengan beberapa obat. Pengobatan
kusta dilakukan berdasarkan tipe kusta.World Health Organization
merekomendasikan pengobatan kusta dengan Multi Drug Therapy (MDT) untuk
tipe PB maupun MB. Multi Drug Therapy (MDT) adalah kombinasi dua atau
lebih obat anti kusta, program MDT dengan kombinasi rifampisin, klofazimin,
dan DDS dimulai tahun 1981. Tujuan pengobatan MDT adalah:

 Memutuskan mata rantaipenularan Mencegah resistensiobat

 Memperpendek masapengobatan

 Meningkatkan keteraturanberobat

 Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah


ada sebelumpengobatan.

Faktor pengobatan pada penderita penyakit kusta sangatlah penting.


Kuman kusta dapat menjadi resisten/kebal, jika penderita tidak minum obat

12
secara teratur, gejala penyakit menetap bahkan memburuk.
Obat yang dikonsumsi pada penderita kusta tipe Pausi Basiler adalah 2
jenis obat. Konsumsi obat dilakukan dalam waktu harian dan bulanan. Satu
blister untuk 1 bulan, dibutuhkan 6 blister yang diminum 6-9 bulan.

Pasien PB yang telah mendapat pengobatan MDT sesuai dengan dosis


dan waktu yang ditentukan, dinyatakan RFT (Released From Treatment) tanpa
diharuskan menjalani pemeriksaan laboratorium, meskipun secara klinis lesinya
masih aktif.Jika penderita tidak mengambil/minum obatnya lebih dari 3 bulan
secara kumulatif tidak mungkin bagi penderita untuk menyelesaikan pengobatan
sesuai waktu yang ditetapkan, maka dinyatakan default.

13
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit kusta atau lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium leprae. Penyakit kusta juga disebut Morbus Hansen atau Satyriasis.
Kusta dapat menyerang semua umur dan bukan penyakit keturunan. Kusta
menyerang berbagai bagian tubuh diantaranya saraf dan kulit.

Penyakit kusta merupakan penyakit menular. Tetapi cara penularannya tidak


mudah dan masa penularannya lama. Penyakit kusta menular dengan adanya kontak
langsung dengan penderita dalam jangka waktu yang lama. Penyakit ini bisa
menimbulkan kecacatan pada penderita karena bakteri menyerang saraf penderita
kusta. Penyakit kusta ini bisa disembuhkan apabila ditemukan tanda-tanda kusta dan
diobati sejak dini.

Kusta banyak terdapat pada negara berkembang atau negara miskin. Dengan
kondisi lingkungan yang tidak bersih, fasilitas kebersihan yang tidak memadai dan
asupan gizi yang buruk sehingga menyebabkan daya tahan tubuh rendah. Rentan
terhadap penyakit infeksi seperti kusta.

3.2 Saran
Terapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), hindari kontak langsung dengan
penderita kusta, memeriksakan diri apabila muncul tanda – tanda kusta. Bila ditemukan sejak
dini, kusta dapat disembuhkan dan tidak sampai menimbulkan kecacatan pada tubuh.

Makalah ini untuk melengkapi tugas dari kelompok 6 dalam mata kuliah
Epidemiologi Penyakit Menular. Untuk informasi lebih mendalam tentang penyakit kusta
bisa membaca literatur lain seperti buku sumber yang terdapat di internet.

14
DAFTAR PUSTAKA

Mudatsir. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Kusta. 2010; Vol. 10.

Suardi. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Penyakit Kusta Di Kabupaten


Biak Numfor. 2012;(12):12–55.

http://perpus.fikumj.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=10423&bid=4479. Diakses pada


tanggal 18 November 2020 , pada pukul 14:45 WIB

15

Anda mungkin juga menyukai