Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH EPM

PENYAKIT ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)

DISUSUN OLEH

1. Anastasia Irene (1807010193)


2. Cristin Dhea Permatasari Pinto ( 1907010056)
3. Paulus Hangga Luju (1907010202)
4. Priscilia H Butarbutar (1907010286)
5. Theresia F.P.D. Niron (1907010110)
6. Yuliana Dewi Sartika Iwa (1907010205)

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat dan penyertaan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Epidemiologi Penyakit
Menular tentang “PENYAKIT ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut)” dengan baik.
Selesainya penulisan makalah ini adalah berkat dukungan dari semua pihak, untuk itu
penulis menyampaikan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang
terlibat dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberi manfaat dan informasi bagi kita semua khususnya
dapat memberikan informasi mengenai penyakit ISPA, pencegahan beserta
pemberantasannya.
Dengan sepenuh hati penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Kupang, September 2020


DAFTAR ISI

Halaman Judul..................................................................................................1
Kata Pengantar..................................................................................................2
Daftar Isi...........................................................................................................3

BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................4
B. Tujuan......................................................................................................5
C. Manfaat....................................................................................................5
BAB II: PEMBAHASAN
A. Pengertian ISPA......................................................................................
B. Etiologi PenyakitISPA............................................................................
C. Masa Inkubasi…………………………………………………………
D. PenularanISPA.......................................................................................
E. Gejala dan Tanda Penyakit .....................................................................
F. Patofisiologi PenyakitISPA.....................................................................
G. Cara Pencegahan ISPA
H. PengobatanISPA......................................................................................
I. Faktor Resiko ISPA.................................................................................
J. Epidemiologi Penyakit ISPA ISPA.........................................................

BAB III: PENUTUP


Kesimpulan.......................................................................................................
Saran.................................................................................................................

Daftar Pustaka...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran pernafasan yang
dapat berlangsung sampai 14 hari. Secara klinis ISPA ditandai dengan gejala akut akibat
infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan dengan berlangsung tidak lebih
dari 14 hari. Infeksi saluran pernafasan akut merupakan kelompok penyakit yang
komplek dan heterogen, yang disebabkan oleh 300 lebih jenis virus, bakteri, serta jamur.
Virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus yang meliputi virus influensa,
virus pra-influensa dan virus campak.
Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari
seluruh kematian. Bukti bahwa ISPA merupakan penyebab utama kematian adalah
banyaknya penderita ISPA yang terus meningkat. Menurut WHO, ISPA merupakan
peringkat keempat dari 15 juta penyebab pada setiap tahunnya. Jumlah tiap tahun
kejadian ISPA di Indonesia 150.000 kasus atau dapat dikatakan seorang meninggal tiap 5
menitnya. Berdasarkan DEPKES (2006) juga menemukan bahwa 20-30% kematian
disebabkan oleh ISPA.
Faktor penting yang mempengaruhi ISPA adalah pencemaran udara. Adanya
pencemaran udara di lingkungan rumah akan merusak mekanisme pertahanan paru-paru
sehingga mempermudah timbulnya gangguan pernapasan. Tingginya tingkat pencemaran
udara menyebabkan ISPA memiliki angka yang paling banyak dideritaoleh masyarakat
dibandingkan penyakit lainnya.Selain faktor tersebut, peningkatanpenyebaran penyakit
ISPA juga dikarenakan oleh perubahaniklim serta rendahnya kesadaran perilaku hidup
bersih dan sehatdalam masyarakat. Dalam rangka memahami lebih jauh tentang ISPA
maka di dalam makalah ini akan dijabarkan secara lengkap semua hal yang berkaitan
dengan ISPA.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui etiologi ISPA
2. Untuk mengetahui inkubasi dan penularan ISPA
3. Untuk mengetahui gejala dan tanda penyakit serta diagnosis ISPA
4. Untuk mengetahui transmisi ISPA
5. Untuk mengetahui riwayat alamiah ISPA
6. Untuk mengetahui pengobatan ISPA
7. Untuk mengetahui faktor resiko ISPA
8. Untuk mengetahui cara pencegahan ISPA

C. Manfaat
1. Sebagai wawasan dan informasi tentang ISPA bagi pembaca agar dapat terhindar dari
penyakit ISPA sehingga membantu menurunkan prevalensi ISPA.
2. Sebagai wadah aplikasi ilmu penulis dalam rangka studi tentang pemberantasan
penyakit khususnya ISPA.
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian ISPA
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah infeksi akut saluran pernapasan
bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah beserta adenaksanya (Depkes RI,
1993).
ISPA adalah penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut yang berlangsung sampai
14 hari lamanya. Saluran pernafasan adalah organ yang bermula dari hidung hingga
alveoli beserta segenap adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Sedangkan yang dimaksud dengan infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisma
ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga menimbulkan penyakit (Depkes, 2000).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernafasan akut
yang meliputi saluran pernafasan bagian atas seperti rhinitis, fharingitis, dan otitis serta
saluran pernafasan bagian bawah seperti laryngitis, bronchitis, bronchiolitis dan
pneumonia, yang dapat berlangsung selama 14 hari. Batas waktu 14 hari diambil untuk
menentukan batas akut dari penyakit tersebut. Saluran pernafasan adalah organ mulai
dari hidung sampai alveoli beserta organ seperti sinus, ruang telinga tengah dan pleura
(Depkes RI, 2008).
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernafasan dimulai dengan keluhan-
keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit mungkin gejala-gejala
menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat jatuh dalam keadaan kegagalan
pernafasan dan mungkin meninggal. Bila sudah dalam kegagalan pernafasan maka
dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih
tinggi, maka perlu diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan pernafasan
(Depkes RI, 2008).
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang terbanyak di
diderita oleh anak-anak, baik di negara berkembang maupun di negara maju dan sudah
mampu dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit karena penyakitnya cukup
gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan pada masa bayi dan anak-anak dapat pula
memberi kecacatan sampai pada masa dewasa. (Suprajitno, 2004)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses inflamasi yang disebabkan
oleh virus, bakteri, atipikal (mikroplasma), atau aspirasi substansi asing yang melibatkan
suatu atau semua bagian saluran pernapasan (Wong, 2003).
Infeksi saluran pernapasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur
saluran pernapasan diatas laring, tetapi kebanyakan, penyakit ini mengenai bagian
saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan. Gambaran patofisioliginya
meliputi infiltrat peradangan dan edema mukosa, kongesti vaskuler, bertambahnya
sekresi mukus, dan perubahan dan struktur fungsi siliare (Behrman, 1999).
B. Penyebab Penyakit ISPA
Mayoritas penyebab dari ISPA adalah oleh virus, dengan frekuensi lebih dari
90% untuk ISPA bagian atas, sedangkan untuk ISPA bagian bawah frekuensinya lebih
kecil. Penyakit ISPA bagian atas mulai dari hidung, nasofaring, sinus paranasalis sampai
dengan laring hampir 90% disebabkan oleh viral, sedangkan ISPA bagian bawah hampir
50% diakibatkan oleh bakteri. Saat ini telah diketahui bahwa penyakit ISPA melibatkan
lebih dari 300 tipe antigen dari bakteri maupun virus tersebut (WHO, 1986).WHO
(1986), juga mengemukakan bahwa kebanyakan penyebab ISPA disebabkan oleh virus
dan mikoplasma, dengan pengecualian epiglotitis akut dan pneumonia dengan distribusi
lobular. Adapun virus-virus (agen non bakterial) yang banyak ditemukan pada ISPA
bagian bawah pada bayi dan anak-anak adalah Respiratory Syncytial Virus(RSV),
adenovirus, parainfluenza, dan virus influenza A & B.
C. Penularan
Pada umumnya ISPA termasuk kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui
udara. Sumber penularan adalah penderita ISPA yang menyebarkan kuman ke udara pada
saat batuk atau bersin dalam bentuk droplet. Inhalasi merupakan cara terpenting
masuknya kuman penyebab ISPA kedalam saluran pernapasan yaitu bersama udara yang
dihirup, disamping itu terdapat juga cara penularan langsung yaitu melalui percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin dan berbicara kepada orang di
sekitar penderita, trasmisi langsung dapat juga melalui ciuman, memegang/menggunakan
benda yang telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Azwar, 1985).
D. Masa inkubasi
ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari,
dimana secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap
bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan
yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan
berlangsungnya proses akut.
E. Gejala dan Tanda Penyakit ISPA
Penyakit ISPA meliputi hidung, telinga, tenggorokan (pharinx), trachea,
bronchioli dan paru. Tanda dan gejala penyakit ISPA pada anak bermacam-macam
seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga
(Depkes RI, 1993).
Sebagian besar dari gejala saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti
batuk dan pilek tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Namun sebagian
anak akan menderita radang paru (pneumonia) bila infeksi paru ini tidak diobati
dengan anti biotik akan menyebabkan kematian (Depkes RI, 1993).
a. Tanda dan gejala ISPA dibagi menjadi dua yaitu golongan umur 2 bulan
sampai 5 tahun dan golongan umur kurang dari 2 bulan (Depkes RI, 1993)
1) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun
a) Pneumonia berat, bila disertai napas sesak yaitu ada tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis/meronta).
b) Pneumonia, bila disertai napas cepat, batas napas cepat adalah untuk umur 2
bulan sampai < 12 bulan sama dengan 50 kali permenit atau lebih, untuk
umur 1-5 tahun sama dengan 40 kali permenit atau lebih.
c) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat.
2) Tanda dan gejala ISPA untuk golongan umur kurang dari 2 bulan
a) Pneumonia berat, bila disertai tanda tarikan kuat dinding dada bagian
bawah atau napas cepat. Atas napas cepat untuk golongan umur kurang dari
2 bulan yaitu 60 kali permenit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa), bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagia bawah atau napas cepat.
b. Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahan (WHO, 2002):
1) Gejala dari ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya
pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37⁰C.
2) Gejala dari ISPA Sedang
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala
dari ISPA ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut :
a) Pernafasan cepat (fast breating) sesuai umur yaitu : untuk kelompok umur
kurang dari 2 bulan frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih dan
kelompok umur 2 bulan - <5 tahun : frekuensi nafas 50 kali atau lebih untuk
umur 2 – <12 bulan dan 40 kali per menit atau lebih pada umur 12 bulan –
<5 tahun.
b) Suhu lebih dari 39⁰C (diukur dengan termometer).
c) Tenggorokan berwarna merah.
d) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
3) Gejala dari ISPA Berat
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai gejal-
gejala ISPA ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala
sebagai berikut:
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Anak tidak sadar atau kesadaran menurun.
c) Pernafasan berbunyi seperti mengorok dan anak tampak gelisah.
d) Sela iga tertarik kedalam pada waktu bernafas.
e) Nadi cepat lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
f) Tenggorokan berwarna merah.
F. Patofisiologi Penyakit ISPA
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan
tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang
terdapat pada permukaan saluran pernafasan bergerak ke atas mendorong virus ke arah
faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut
gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan
(Colman, 1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering.
Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas
kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran pernafasan, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal. Rangsangan cairan yang berlebihan
tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling
menonjol adalah batuk. (Colman, 1992).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.
Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan
mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga
memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang
mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus
bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran pernafasan sehingga timbul sesak nafas
dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan
adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian
menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran pernafasan
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak. Virus yang menyerang
saluran pernafasan atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh,
sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga menyebar ke saluran pernafasan
bawah. Dampak infeksi sekunder bakteri pun menyerang saluran pernafasan bawah,
sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas,
sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan
pneumonia bakteri (Colman, 1992).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek
imunologis saluran pernafasan terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
pernafasan yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran pernafasan yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas sistem imun mukosa. Ciri khas
berikutnya adalah bahwa imunoglobulin A (IgA) memegang peranan pada saluran
pernafasan atas sedangkan imunoglobulin G (IgG) pada saluran pernafasan bawah.
Diketahui pula bahwa sekretori IgA sangat berperan dalam mempertahankan integritas
mukosa saluran pernafasan (Colman, 1992).
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat
tahap, yaitu:
1) Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.
2) Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
memang sudah rendah.
3) Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala
demam dan batuk.
4) Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat
pneumonia.

G. Cara Pencegahan ISPA


Cara pencegahan berdasarkan level of prevention:
Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health
promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu.
Termasuk disini adalah :
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat
mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat
meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa
penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi,
penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan,
penyuluhan bahaya rokok.
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan ISPA.
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah
polusi di dalam maupun di luar rumah.
Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan
diagnosis sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita
keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai
dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka
dianjurkan untuk segera diberi pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan
pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan perawatan di rumah.
Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang
menderita ISPA adalah :
a. Mengatasi panas (demam).
b. Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
c. Pemberian makanan dan minuman
Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering,
memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air buah) lebih
banyak dari biasanya.

Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar
tidak menjadi lebih parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia
berat) dan berakhir dengan kematian.
Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan pneumonia pada
bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas
menjadi sesak, anak tidak mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar
tidak bertambah parah bawalah anak kembali pada petugas kesehatan dan pemberian
perawatan yang spesifik di rumah dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih sering
memberikan ASI.

Cara Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara lain:
Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akanmencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lainpenyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehatlima sempurna, banyak minum air putih, olah
raga dengan teratur, sertaistirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga badan
kita tetapsehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kitaakan
semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteripenyakit yang akan
masuk ke tubuh kita.

Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anakmaupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjagakekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macampenyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baikakan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalamrumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebutyang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baikdapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap
segardan sehat bagi manusia.
Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan olehvirus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkitpenyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh.Bibit penyakit ini biasanya berupa virus / bakteri
di udara yangumumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang di
udara).Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi
saluranpernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang diudara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).

H. Pengobatan ISPA
ISPA mempunyai variasi klinis yang bermacam-macam, maka timbul persoalan
pada diagnostik dan pengobatannya. Sampai saat ini belum ada obat yang khusus
antivirus. Idealnya pengobatan bagi ISPA bakterial adalah pengobatan secara rasional
dengan mendapatkan antimikroba yang tepat sesuai dengan kuman penyebab. Untuk itu,
kuman penyebab ISPA dideteksi terlebih dahulu dengan mengambil material
pemeriksaan yang tepat, kemudian dilakukan pemeriksaan mikrobiologik, baru setelah
itu diberikan antimikroba yang sesuai (Halim, 2000).
Kesulitan menentukan pengobatan secara rasional karena kesulitan memperoleh
material pemeriksaan yang tepat, sering kali mikroorganisme itu baru diketahui dalam
waktu yang lama, kuman yang ditemukan adalah kuman komensal, tidak ditemukan
kuman penyebab. Maka sebaiknya pendekatan yang digunakan adalah pengobatan secara
empirik lebih dahulu, setelah diketahui kuman penyebab beserta anti mikroba yang
sesuai, terapi selanjutnya disesuaikan.
Di dalam referensi yang lain berikut ini disebutkan macm-macam pengobatan
untuk para penderita Pneumonia.
1. Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
2. Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
3. Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah,
untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein, dekstrometorfan dan antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala
batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah
(eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang
tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama
10 hari. Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus diberikan
perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya.

I. Faktor resiko ISPA:


 Faktor Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Berat badan lahir rendah ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang
dari2500 gram. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) akan
meningkatkanresiko kesakitan dan kematian bayi karena bayi rentan terhadap
kondisi-kondisiinfeksi saluran pernapasan bagian bawah (Ngastiyah, 1997).
Menurut Sulistyowati dalam Djaja (2000) bayi dengan berat badan lahirrendah
mempunyai angka kematian lebih tinggi dari pada bayi berat badan lebih dari2500
gram saat lahir selama satu tahun pertama kehidupannya. Pneumonia
adalahpenyebab terbesar kematian akibat infeksi pada bayi yang baru lahir dengan
beratbadan rendah, bila dibandingkan dengan bayi yang beratnya diatas 2500 gram.
 Faktor umur
Faktor resiko ISPA juga sering disebutkan dalam literature adalah faktor umur.
Adanya hubungan antara umur anak dengan ISPA mudah dipahami, karena semakin
muda umur balita, semakin rendah daya tahan tubuhnya. Menurut Tupasi et al.
(1998), resiko terjadi ISPA lebih besar pada bayi berumur kurang dari satu tahun,
sedangkan menurut Sukar et al. (1996), anak berumur kurang dari dua tahun
memiliki resiko lebih tinggi untuk terserang ISPA. Depkes (2000), menyebutkan
resiko terjadinya ISPA yaitu pneumonia terjadi pada umur lebih muda lagi yaitu
kurang dari dua bulan.
 Faktor Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil SDKI tahun 1997 menunjukkan adanya perbedaanprevalensi
2 minggu pada balita dengan batuk dan napas cepat (yang merupakan cirikhas
pneumonia) antara anak laki-laki dengan perempuan, dimana prevalensi untukanak
laki-laki adalah 9,4% sedangkan untuk anak perempuan 8,5% (Depkes RI,1997).
Ada kecendrungan anak laki-laki lebih sering terserang infeksi dari pada
anakperempuan, tetapi belum diketahui faktor yang mempengaruhinya
(Soetjiningsih, 1995).
 Faktor Vitamin
Diketahui adanya hubungan antara pemberian vitamin A dengan resiko terjadi
ISPA. Anak dengan xerophthalmia ringan memiliki resiko 2 kali untuk menderita
ISPA. Depkes (2000), menyebutkan bahwa keadaan defisiensi vitamin A merupakan
salah satu faktor resiko ISPA. Defisiensi vitamin A dapat menghambat pertumbuhan
balita dan mengakibatkan pengeringan jaringan epitel saluran pernafasan. Gangguan
pada epitel ini juga menjadi penyebab mudahnya terjadi ISPA.
 Faktor Gangguan Gizi (Malnutrisi)
Malnutrisi dianggap bertanggungjawab terhadap ISPA pada balita terutama
pada Negara berkembang termasuk Indonesia. Hal ini mudah dipahami karena
keadaan malnutrisi menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh anak. Hal tersebut
memudahkan kemasukan agen penyakit ke dalam tubuh. Malnutrisi menyebabkan
resistensi terhadap infeksi menurun oleh efek nutrisi yang buruk. Menurut WHO
(2000), telah dibuktikan bahawa adanya hubungan antara malnutrisi dengan episode
ISPA.
 Status Imunisasi
Telah diketahui secara teoritis, bahwa imunisasi adalah cara untuk
menimbulkan kekebalan terhadap berbagai penyakit (Kresno, 2000). Dari penelitian
yang dilakukan oleh Dewi dan Sebodo (1996), didapatkan proporsi kasus balita
penderita ISPA terbanyak terdapat anak yang imunisasinya tidak lengkap (10,25%).
 Status Sosio ekonomi
Diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah
mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Sebuah penelitian di
Filipina telah membuktikan bahwa sosiaoekonomi orang tua yang rendah akan
meningkatkan resiko ISPA pada anak usia kurang dari 1 tahun (Tupasi et al., 1988).
 Faktor Pemberian Air Susu Ibu (ASI)
Penelitian-penelitian yang dilakukan pada sepuluh tahun terakhir ini
menunjukkan bahwa ASI kaya akan faktor antibodi cairan tubuh untuk melawan
infeksi bakteri dan virus. Penelitian di Negara-negara sedang berkembang
menunjukkan menunjukkan bahwa ASI melindungi bayi terhadap infeksi saluran
pernapasan berat (Djaja, 2000).
Jika produksi ASI cukup, pertumbuhan bayi umur 4-5 bulan pertama akan
memuaskan, pada umur 5-6 bulan berat badan bayi menjadi 2 kali lipat dari pada
berat badan lahir, maka sampai umur 4-5 bulan tidak perlu memberi makanan
tambahan pada bayi tersebut (Pudjiadi, 2000).
Lemahnya koordinasi menelan pada bayi umur dibawah 4 bulan dapat
menimbulkan aspirasi kedalam saluran pernapasan menjadi pemicu untuk terjadinya
infeksi saluran pernapasan (Ngastiyah, 1997).
 Faktor Pencemaran Udara Dalam Lingkungan
Pencemaran udara di dalam rumah selain berasal dari luar ruangan dapat
pulaberasal dari sumber polutan di dalam rumah terutama aktivitas penghuninya
antaralain, penggunaan biomassa untuk memasak maupun pemanas ruangan, asap
darisumber penerangan yang menggunakan bahan bakar, asap rokok, penggunaan
obatanti nyamuk, pelarut organik yang mudah menguap (formaldehid) yang
banyakdipakai pada peralatan perabot rumah tangga dan sebagainya (Mukono,
1997).
Menurut soesanto (2000) yang dikutip dari Samsuddin (2000), rumah
denganbahan bakar minyak tanah baik untuk memasak maupun sumber
peneranganmemberikan resiko terkena ISPA pada balita 3,8 kali lebih besar
dibandingkandengan bahan bakar gas.
Asap rokok dalam rumah juga merupakan penyebab utama
terjadinyapencemaran udara dalam ruangan. Hasil penelitian yang dilakukan Charles
(1996),menyebutkan bahwa asap rokok dari orang yang merokok dalam rumah
sertapemakaian obat nyamuk bakar juga merupakan resiko yang bermakna
terhadapterjadinya penyakit ISPA.
Penggunaan obat anti nyamuk bakar sebagai alat untuk menghindari
gigitannyamuk dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan karena hasilnya
asap danbau yang tidak sedap. Adanya pencemaran udara di lingkungan rumah akan
merusakmekanisme pertahanan paru-paru sehingga mempermudah timbulnya
gangguanpernapasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indra Chahaya
pemakaian obatnyamuk bakar mempunyai exp (B) 19,97 yang berarti faktor
pemakaian obat nyamukbakar mempunyai 19 kali beresiko terhadap terjadiya ISPA.
Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernapasan
dapatmenyebabkan terjadinya:
a. Iritasi pada saluran pernapasan, hal ini dapat menyebabkan pergerakan
siliamenjadi lambat, bahkan berhenti, sehingga mekanisme pembersihan
saluranpernapasan menjadi terganggu.
b. Peningkatan produksi lendir akibat iritasi bahan pencemar.
c. Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernapasan.
d. Rusaknya sel pembunuh bakteri saluran pernapasan.
e. Pembengkakan saluran pernapasan dan merangsang pertumbuhan sel
sehinggasaluran pernapasan menjadi menyempit.
f. Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir
Akibat hal tersebut di atas maka menyebabkan terjadinya kesulitan
bernapas,sehingga benda asing termasuk Mikroorganisme tidak dapat dikeluarkan
dari saluranpernapasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran
pernapasan(Soewasti, 2000).
 Ventilasi
Ventilasi adalah suatu usaha untuk menyediakan udara segar,
mencegahakumulasi gas beracun dan mikroorganisme, memelihara temperatur dan
kelembabanoptimum terhadap udara di dalam ruangan. Ventilasi yang baik akan
memberikanrasa nyaman dan menjaga kesehatan penghuninya (Mukono, 1997).
Penelitian yang dilakukan oleh Soewasti (2000) membuktikan bahwa
ventilasiberhubungan dengan kejadian ISPA. Penderita ISPA banyak di temukan
padamasyarakat yang mempunyai Ventilasi rumah dengan perhawaan paling
kecil(0-0,99 m).
 Kepadatan Hunian
Kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara di dalam rumah,dimana
semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat udara di dalamrumah
akan mengalami pencemaran. Hal ini sesuai dengan penelitian Achmadi(1990) yang
dikutip oleh Chahaya (2005), bahwa rumah yang padat sering kalimenimbulkan
gangguan pernapasan terutama pada anak-anak dan pengaruh lain padaanak-anak
adalah mereka menekan tumbuh kembang mentalnya. Menurut hasilpenelitian
Hidayati (2003) yang di kutip oleh Agustama (2005) menunjukkan bahwadengan
kepadatan rumah yang tidak memenuhi syarat terhadap terjadinya ISPA padabalita
sebesar 68% dimana jika terjadi kepadatan dalam hunian kamar akanmenyebabkan
efek negatif terhadap kesehatan fisik, mental maupun moril. Rumahdengan penghuni
kamar yang padat akan memudahkan terjadinya penularan penyakitsaluran
pernapasan.
J. Epidemiologi Penyakit
Penyakit ISPA adalah penyakit yang dapat menyerang semua kelompok usia dari
bayi, anak-anak dan sampai orang tua. ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan
yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih
tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,
terutama pada bayi dan balita. Di Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari
semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di
Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25% sedangkan di Inggris dan
Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk angka
kematian akibat ISPA dan pneumonia pada tahun 1999 untuk negara Jepang yaitu
10%, Singapura sebesar 10,6%, Thailand sebesar 4,1%, Brunei sebesar 3,2% dan
Philipins tahun 1995 sebesar 11,1% (SEAMIC Health Statistics, 2000)
ISPA menyebabkan 40% dari kematian anak usia 1 bulan sampai 4 tahun. Hal ini
berarti dari seluruh jumlah anak umur 1 bulan sampai 4 tahun yang meninggal, lebih
dari sepertiganya meninggal karena ISPA atau diantara 10 kematian 4 diantaranya
meninggal disebabkan oleh ISPA (DepKes, 1985). Sebagian besar hasil penelitian di
negara berkembang menunjukkan bahwa 20-35%kematian bayi dan anak balita
disebabkan oleh ISPA. Diperkirakan bahwa 2-5 juta bayi dan balita di berbagai
negara setiap tahun mati karena ISPA (WHO, 1986).
Gambaran epidemiologi ISPA di Indonesia berdasarkan distribusi frekuensi penyakit
ISPA dibedakan atas 3 macam yaitu menurut ciri-ciri orang (person), tempat (place) dan
menurut waktu (time).
 Menurut Orang ( person)
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab
kematian tersering pada anak di negara sedang berkembang. Daya tahan tubuh anak
sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya belum kuat.
Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena pilek, anak-anak akan
lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang masih lemah, proses
penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat.
Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada
kelompok bayi dan balita. Selain itu ISPA juga berada pada daftar 10 penyakit
terbanyak pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit tahun 2006, dengan persentase
9,32%.
Berdasarkan hasil penelitian Djaja, dkk dengan menganalisa data Survei Sosial
Ekonomi Nasional (SUSENAS) 1998, didapatkan bahwa prevalensi penyakit ISPA
berdasarkan umur balita adalah untuk usia <6 bulan (4,5%), 6-11 bulan (11,5%), 12-
23 bulan (11,8%), 24-35 bulan (9,9%), 36-47 bulan (9,2%), 48-59 bulan (8,0%).
ISPaA merupakan penyakit yang morbiditasnya sangat tinggi pada kelompok

anak-anak. Episode penyakit batuk pilek pada balita diperkirakan 3-6 kali per tahun

(rata-rata 4 kali per tahun), sehingga penyakit saluran pernafasan akut merupakan

masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia.

 Menurut Tempat (place)


Dari pengamatan epidemiologi dapat diketahui bahwa angka kesakitan ISPA di
kota cenderung lebih besar daripada di desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat
kepadatan tempat tinggal dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi
daripada di desa.
Menurut penelitian Djaja, dkk (2001) didapatkan prevalensi ISPA di perkotaan

(11,2%) lebih tinggi daripada di pedesaan (8,4%). Prevalensi di Jawa-Bali (10,7%)

lebih tinggi daripada di luar Jawa-Bali (7,8%).

 Menurut Waktu (time)


Berdasarkan data SKRT 1986-2001, diketahui proporsi kematian ISPA di
Indonesia yaitu pada bayi (umur 0-<1 tahun) di tahun 1986 sebesar 18,85%, tahun
1992 sebesar 36,40%, tahun 1995 sebesar 32,10% dan tahun 2001 sebesar 27,60%
dan pada balita (umur 1-4 tahun) di tahun 1986 sebesar 22,80%, tahun 1992 sebesar
18,20%, tahun 1995 sebesar 38,80% dan tahun 2001 sebesar 22,80%.
Hasil survei program P2ISPA di 12 propinsi di Indonesia (Sumatera Utara,
Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa
Tenggara Timur, dan Nusa Tenggara Barat) selama kurun waktu 2000-2002 kasus
ISPA terlihat berfluktuasi, tahun 2000 dengan proporsi 30,1% (479.283 kasus), tahun
2001 proporsi 22,6% (620.147 kasus) dan tahun 2002 proporsi menjadi 22,1%
(532.742 kasus).
Beberapa data yang kami kumpulkan dari berbagai kasus ISPA yang dilihat dari
waktu tiga tahun terakhir, dari berbagai provinsi.
 Angka insidens
Adalah angka kasus baru dari suatu penyakit dari populasi yang beresiko
selama periode waktu tertentu.
 Angka kematian
Pada Gambar diatas, pada tahun 2017 terdapat dua provinsi yang
cakupan penemuan pneumonia balita sudah mencapai target yaitu DKI
Jakarta 98,54% dan Kalimantan Utara 81,39%, sedang provinsi yang lain
masih di bawah target 80%, capaian terendah di provinsi Papua 0,60%.
Sejak tahun 2015 indikator Renstra yang digunakan adalah persentase
kabupaten/kota yang 50% puskesmasnya melakukan pemeriksaan dan
tatalaksana standar pneumonia baik melalui pendekatan MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit), maupun program P2 ISPA . Pada tahun
2015 tercapai 14,62% sedangkan target sebesar 20%, tahun 2016 tercapai
28,07% dari target 30%, tahun 2017 tercapai 42,6% dari target 40%.
Tercapainya target pada tahun 2017 selain karena penerapan tatalaksana
standar pneumonia di puskesmas sudah dilaksanakan, juga meningkatnya
partisipasi puskesmas dalam melaksanakan pelaporan sesuai format yang
sudah ditetapkan. Angka kematian akibat pneumonia pada balita tahun
2016 sebesar 0,22% pada tahun 2017 menjadi 0,34%. Pada tahun 2017,
Angka kematian akibat Pneumonia pada kelompok bayi lebih tinggi yaitu
sebesar 0,56% dibandingkan pada kelompok anak umur 1 – 4 tahun sebesar
0,23%.
 Prevalens
Adalah proporsi orang yang berpenyakit dari suatu populasi pada satu
titik waktu atau periode tertentu.

 Case Fatality Rate (CFR) ISPA


BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
ISPA adalah salah satu penyakit menular yang merupakan infeksi akut saluran
pernapasan bagian atas dan saluran dan saluran pernapasan bagian bawah beserta
adenaksanya. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit yang
terbanyak diderita oleh anak-anak, baik dinegara berkembang maupun negara maju.
Mayoritas penyebab ISPA disebabkan oleh virus. Pada umumnya ISPA termasuk
kedalam penyakit menular yang ditularkan melalui udara. Tanda dan gejala penyakit
ISPA pada anak bermacam-macam seperti batuk, kesulitan bernapas, sakit
tenggorokan, pilek, demam dan sakit telinga. Transmisi penyakit ISPA dapat melalui
udara dan melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari jasad
renik (hand to hand transmission).
Saran
ISPA merupakan penyakit infeksi yang dapat menyerang siapa saja. Oleh karena itu
dalam rangka menghindari ISPA, upaya inti seperti perbaikan kualitas lingkungan
sangat perlu dilakukan.Selain itu, hal-hal lain yang terkait upaya pencegahan ISPA
juga perlu dilakukan agar proteksi terhadap penularan ISPA semakin baik.
DAFTAR PUSTAKA

Azwar, A. 2002. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Mutiara


Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ISPA.pdf (Diakses: 13
April 2013)
DepKes RI. 1991. Bimbingan Ketrampilan Dalam Penatalaksanaan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Anak. Jakarta
DepKes RI. 1992. Direktorat Jendral PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ispa). Jakarta
DepKes RI. 2000. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
DepKes RI. 2001. Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA. Jakarta
DepKes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Infeksi Saluran Pernapasan Akut
untuk Penanggulangan Pneumonia pada Balita. Jakarta
 IGN Ranuh, (1997). Masalah ISPA dan Kelangsungan Hidup Anak. . Surabaya :
Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak
Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan. 2011. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan
Akut. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia Pada Anak Balita,
Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta : Pustaka Obor Populer
Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan
Pernapasan. Jakarta
Rasmaliah. 2004. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan
Penanggulangannya. Fakultas Kesehatan Masyrakat Universitas Sumatera Utara.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-rasmaliah9.pdf (Diakses: 13 April 2013)

Anda mungkin juga menyukai