2.1 Kelor
1. Definisi Tanaman Kelor
Tanaman kelor (moringga oleifera,Lam) merupakan tanaman asli kaki
gunung himalaya bagian barat laut india, tanaman kelor merupakan tanaman
perdu yang memiliki ketinggian 7-11 m, tumbuh subur mulai dari dataran
rendah sampai ketinggian 700 mdpl, kelor dapat tumbuh pada daerah tropis
dan subtropis pada semua jenis tanah dan juga tahan terhadap musim kering
(Wulandari, 2021).
2. Klasifikasi Tanaman Kelor
Tanaman kelor (M. oleifera L.) adalah tanaman endemik negara India,
tepatnya dari kawasan Kaki Bukit Himalaya Asia Selatan dimana sering
ditemukan pada ketinggian 1.400 m. Tanaman biennial ini dapat tumbuh
didaerah tropis, sehingga tak heran jika tanaman ini banyak dibudidayakan
baik oleh hampir seluruh masyarakat di Indonesia. Cara perawatan tanaman
ini pun sangat mudah karena tidak perlu disirami air setiap hari (Arifin,
2021).
Gambar 2.1 a) Daun dan Tangkai Daun; b) Batang Pohon; c) Bunga; d) Buah
Tanaman Kelor (Moringa oleiferaL)
Keterangan : + kurang jelas; ++ agak jelas; +++ jelas; ++++ sangat jelas
Berdasarkan data hasil uji Fitokimia pada tabel 1, maka terbukti ekstrak
daun kelor mengandung senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid,
saponin, tanin, dan polifenol yang memiliki fungsi sebagai antimikroba,
antioksidan. Mekanisme senyawa metabolit sekunder sebagai antimikroba
yaitu dengan memperbesar permeabilitas dinding sel bakteri dan fungi yang
menyebabkan sel bakteri dan fungi lisis kemudian rusak (Arifin, 2021).
Ekstrak etanol daun kelor mengandung senyawa alkaloid, tanin, flavonoid,
steroid dan triterpenoid, kandungan total tanin pada daun kelor diketahui
lebih besar dibandingkan kandungan senyawa lainnya yaitu sebanyak 9,36%,
sedangkan kandungan terpenoid 4,84%, alkaloid 3,07%, steroid 3,21%,
flavonoid 3,56% (Laras, 2018). Ekstrak daun kelor dengan variasi pelarut n-
heksana, etanol serta etil asetat dapat mengandung kadar tanin 8,22%, fenol
0,19%, dan saponin sebanyak 1,75%. Ekstrak maserasi daun kelor dengan
pelarut air kadar total tanin sebesar 2% (Veronika, 2017).
Senyawa flavonoid yang memiliki kemampuan antimikroba (bakteri,
virus dan jamur) lebih baik daripada senyawa metabolit sekunder lainnya
memiliki mekanisme kerja dengan cara mendenaturasi sel protein mikroba
dan merusak membran sitoplasma mikroba tersebut. Kemampuan senyawa
tanin pada ekstrak daun kelor dalam menghambat pertumbuhan mikroba
dengan cara mengendapkan protein, menginaktivasi enzim, mengganggu
permeabilitas sel dengan mengerutkan dinding sel dan merusak fungsi materi
genetik. Saponin merupakan senyawa polar yang dapat merusak membran sel
mikroba sehingga substansi penting dalam sel keluar dan mencegah
masuknya bahan-bahan penting kedalam sel (Arifin, 2021). Mekanisme
senyawa polifenol pada ekstrak daun kelor menghambat pertumbuhan
mikroba ialah dengan menembus dan merusak dinding sel, sebagai toksin
protoplasma sehingga sel mengalami kebocoran karena protein sel
mengendap dalam konsentrasi tinggi jika konsentrasi rendah dapat
menghambat sintesis enzim (Veronika, 2017). Daun kelor juga mengandung
antioksidan yang dapat melindungi kulit dari radikal bebas serta
melembabkan permukaan kulit.
Daun kelor merupakan salah satu bagian dari tanaman kelor yang telah
banyak diteliti kandungan gizi dan kegunaannya. Daun kelor sangat kaya
akan nutrisi, diantaranya kalsium, besi, protein, vitamin A, vitamin B dan
vitamin C. Daun kelor mengandung zat besi lebih tinggi daripada sayuran
lainnya yaitu sebesar 17,2 mg/100 g. Perbandingan kandungan nilai gizi daun
kelor segar dan daun kelor kering dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Kandungan Gizi Daun Kelor Segar dan Daun Kelor Kering per 100 gram
Bahan
1. β-Choline 423,00 mg -
a. Daun (folium)
Daun (folium) merupakan tumbuhan yang penting dan umumnya tiap
tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Pepaya merupakan daun
tunggal, berukuran besar, menjari, bergerigi dan juga mempunyai bagian-
bagian tangkai daun dan helaian daun (lamina). Daun pepayamempunyai
bangun bulat atau bundar, ujung daun yang lancip, tangkai daun panjang
dan berongga. Permukaan daun licin sedikit mengkilat. Dilihat dari
susunan tulang daunnya, daun pepaya termasuk daun-daun yang
bertulang menjari.
b. Batang (caulis)
Batang (caulis) merupakan bagian yang penting untuk tempat tumbuh
tangkai daun dan tangkai buah. Bentuk batang pada tanaman pepaya yaitu
berbentuk bulat, dengan permukaan batang yang memperlihatkan berkas-
berkas tangkai daun. Arah tumbuh batang yaitu tegak lurus yaitu arahnya
lurus ke atas. Permukaan batang tanaman pepaya yaitu licin. Batangnya
berongga, umumnya tidak bercabang atau bercabang sedikit, dan
tingginya dapat mencapai 5-10 m.
c. Akar (radix)
Akar (radix) Akar pepaya merupakan akar dengan sistem akar
tunggang (radix primaria), karena akar lembaga tumbuh terus menjadi
akar pokok yang bercabang-cabang menjadi akar-akar yang lebih kecil.
Bentuk akar bulat dan berwarna putih kekuningan.
d. Bunga (flos)
Bunga (Flos) pepaya termasuk golongan tumbuhan poligam, karena
pada tumbuhan tersebut terdapat bunga jantan, bunga betina dan bunga
sempurna. Biasanya poligam dimaksud untuk menunjukkan sifat
tumbuhan berlainan dengan sifat bunga tadi yang memperlihatkan suatu
kombinasi bukan berumah satu dan juga bukan berumah dua. Bunga
pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai.
Tanaman pepaya memiliki 3 jenis bunga (Seprizal, 2021) yaitu :
1) Bunga jantan (masculus), adalah bunga yang hanya
memilikibenang sari saja (uniseksual). Bunga jantan biasanya
terdapat pada pohon jantan. Pohon jantan mudah dikenal karena
memiliki malai, bunga bercabang banyak yang mengantung dengan
bungabunga yang lebat. Jenis pohon ini tidak akan menghasilkan
buah karena bunganya tidak mempunyai bakal buah.
2) Bunga betina (pistilate) adalah bunga yang hanya memiliki putik
saja. Bunga betina biasanya terdapat pada pohon betina. Pohon
betina memiliki inflorensia dengan 3-5 bunga betina yang
bertangkai pendek. Bahkan sering hanya dengan sebuah bunga
betina yang duduk di ketiak daun. Ukuran bunganya cukup besar.
Tanpa adanya pohon jantan atau pohon sempurna, pohon betina ini
tidak dapat menghasilkan buah.
3) Bunga sempurna (hermaprodit), adalah bunga yang memiliki putik
dan benang sari (biseksual). Memiliki bunga yang sempurna
susunannya, dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat
ditanam sendirian. Terdapat 3 jenis pepaya sempurna yaitu,
berbenang sari 5 dengan bakal buah bulat, berbenang sari 10
dengan bakal buah lonjong, dan berbenang sari 2–10 dengan bakal
buah mengkerut.
3. Kandungan Daun Papaya
Daun papaya merupakan daun tumbuhan berwarna hijau tua pada bagian
atas dengan tekstur halus dan berwarna muda pada bagian bawahnya, bentuk
daun papaya menjari dan bertulang (Palminervus). Daun papaya secara
tradisional digunakan sebagai obat karena dipercaya mengandung senyawa
antibakteri, vitamin C, dan vitamin E, senyawa-senyawa tersebut ada karena
hasil metabolit sekunder oleh tanamannya sendiri (Restuwati, 2020).
4. Khasiat Dan Kegunaan Daun Pepaya
Daun papaya memiliki senyawa aktif seperti antibakteri, antifungal,
antiinflamasi dan juga diketahui sebagai antiseptic. Senyawa aktif antibakteri
yang diketahui terdapat dalam daun papaya adalah flaconoid, alkaloid, tanin,
terpenoid dan saponin (tabel 3). Secara tradisional daun papaya telah sering
dijadikan sebagai obat, baik sebagai obat diare, obat untuk berbagai penyakit
kulit, dan beberapa penyakit lainnya. Terponin merupakan kandungan pada
daun papaya yang memiliki banyak fungsi seperti antibakteri, antijamur dan
beberapa fungsi lainnya. Terponin merupakan obat yang telah digunakan dari
dahulu, biasanya terdapat pada beberapa tumbuhan yang aromatic dan
berwarna kuning, peranannya terhadap bakteri salah satunya mengganggu
pembentukan membrane bakteri, karena pembentukannya tidak sempurna
sehingga mengganggu kehudupan bakteri (Restuwati, 2020).
Tabel 3. Analisis Fitokimia Daun Pepaya
Senyawa kimia yang terkandung dalam daun pepaya (Carica papaya L.)
sebagai antibakteri yaitu tocophenol, alkaloid karpain, dan flavonoid
(Cahyani, 2020).
Tocophenol merupakan senyawa fenol yang ada di tanaman pepaya,
sedangkan alkaloid karpain termasuk golongan senyawa alkaloid. Mekanisme
kerja aktif sebagai antibakteri dengan cara meracuni protoplasma, merusak
dan menembus dinding sel bakteri, selain itu dapat mengendapkan protein sel
bakteri. Senyawa fenol mampu menginaktifkan enzim essensial di dalam sel
bakteri, walaupun dengan konsentrasi rendah. Senyawa fenol mampu
memutuskan ikatan peptidoglikan pada dinding sel, yaitu dengan cara
merusak ikatan hidrofobik komponen membran sel (seperti protein dan
fosfolipida) serta larutnya komponen-komponen yang berikatan secara
hidrofobik yang berakibat meningkatnya permeabilitas membran, hal ini
menyebabkan kebocoran sehingga keluarnya isi sel (Cahyani, 2020)
Alkaloid karpain memiliki gugus basa yang dapat bereaksi dengan DNA
bakteri. Reaksi ini akan merusak DNA bakteri sehingga menyebabkan
rusaknya inti sel bakteri. Kerusakan sel membuat bakteri tidak mampu
melakukan metabolisme sehingga mengalami lisis, dengan demikian bakteri
menjadi inaktif dan hancur (Cahyani, 2020).
Flavonoid bekerja sebagai inhibitor yang akan menghambat replikasi dan
transkripsi DNA bakteri. Flavonoid dapat berikatan dengan protein bakteri
ekstraseluler dan dapat melarutkan dinding sel (Cahyani, 2020).
2.3 Jahe
1. Definisi Tanaman Jahe
Jahe adalah salah satu jenis tanaman rempah yang sedang banyak
dikembangkan oleh petani. Jahe dapat diolah menjadi pemberi aroma, bumbu
masakan dan rasa pada makanan juga minuman, berbagai minuman dan
banyak bentuk olahan lainnya. Selain sebagai bahan minuman dan makanan,
jahe mempunyai banyak khasiat diantaranya adalah untuk menurunkan asam
urat, menurunkan kolestrol dan banyak khasiat yang bisa diperoleh dari
tanaman tersebut (Sebayang et al., 2020).
Jahe merah merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang
semu, termasuk keluarga Zingiberaceae. Jahe merah banyak dimanfaatkan
untuk mengobati berbagai macam penyakit seperti masuk angin, gangguan
pencernaan, antipiretik, antiinflamasi, dan juga analgesik (Herawati &
Saptarini, 2020).
2. Morfologi Tanaman Jahe
Jahe merupakan tumbuhan tahunan, berbatang semu atau lunak dengan
tinggi antara 30 cm-75 cm. berdaun sempit memanjang menyerupai pita,
dengan panjang 15 cm-23 cm, lebar lebih kurang 2,5 cm, tersusun teratur dua
baris berseling, berwarna hijau bunganya kuning kehijauan dengan bibir
bunga ungu gelap berbintik-bintik putih kekuningan dan kepala sarinya
berwarna ungu. Akarnya yang bercabang-cabang dan berbau harum,
berwarna kuning atau jingga dan berserat. Tanaman jahe hidup merumpun,
beranak-pinak, menghasilkan rimpang dan berbunga (Nirmala, 2018).
Klasifikasi jahe (Zingiber officinale) menurut (Plantamot (2016) dalam
(Nirmala, 2018)):
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Subkelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Spesies : Zingiber officinale Rosc.
3. Kandungan Jahe
Dalam menu sehari-hari, jahe dan rempah-rempah lainnya merupakan
bahan penyedap rasa alami dengan kandungan zat gizi yang dapat
melengkapi nilai gizi menu utama. Jenis zat gizi dan nilai gizi rimpang jahe
mentah dapat dilihat pada Tabel 4 (Redi Aryanta, 2019).
Tabel 4. Jenis Zat Gizi dan Nilai Gizi Rimpang Jahe Mentah
Jenis zat gizi lainnya dalam rimpang jahe dengan kuantitas rendah, adalah
magnesium, fosfor, zeng, folat, vitamin B6, vitamin A, riboflavin, dan niacin
(Redi Aryanta, 2019).
Rimpang jahe mengandung 2 komponen, yaitu volatile oil (minyak
menguap) dan nono-volatile oil (minyak tidak menguap). Volatile oil biasa
disebut minyak atsiri merupakan komponen pemberi aroma yang khas pada
jahe, umumnya larut dalam pelarut organic dan tidak larut dalam air. Minyak
atsiri merupakan salah satu dari dua komponen utama minyak jahe. Jahe
kering mengandung minyak atsiri 1-3%, sedangkan jahe segar yang tidak
dikuliti kandungan minyak atsiri lebih banyak dari jahe kering. Bagian tepi
dari umbi atau di bawah kulit pada jaringan epidermis jahe mengandung lebih
banyak minyak atsiri dari bagian tengah demikian pula dengan baunya.
Kandungan minyak atsiri juga ditentukan umur panen dan jenis jahe. Pada
umur panen muda, kangungan minyak atsiri tinggi. Sedangkan pada umur
tua, kangungannya pun makin menyusut walau baunya semakin menyengat
(Nirmala, 2018).
Non-volatile oil biasa disebut oleoresin salah satu ssenyawa kandungan
jahe yang sering diambil, dan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Sifat
pedas tergantung dari umur panen, semakin tua umurnya semakin terasa
pedas dan pahit. Oleoresin merupakan minyak berwarna coklat tua dan
mengandung minyak atsiri 15-35% yang diekstraksi dari bubuk jahe.
Kandungan oleoresin dapat menentukan jenis jahe. Jahe rasa pedasnya tinggi,
seperti jahe emprit, mengandung oleoresin yang tinggi dan jenis jahe badak
rasa pedas kurang karena kandungan oleoresin sedikit. Jenis pelarut yang
digunakan, pengulitan serta proses pengeringan dengan sinar matahari atau
dengan mesin mempengaruhu terhadap banyaknya oleoresin yang dihasilkan
(Nirmala, 2018).
Kandungan senyawa metabolik sekunder yang terdapat pada tanaman
jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida dan minyak atsiri.
Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang
berpengaruh dalam sifat pedas jahe, sedangkan senyawa terpenoida adalah
komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari
bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan
biosintesa senyawa terpenoida, diseut juga senyawa “essence” dan memiliki
bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai
antiseptic, ekstraktoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma
makanan dan parfum. Senyawa-senyawa metabolic sekunder golongan
fenolik, flavonoid, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak
jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Nirmala, 2018).
Kandungan gingerol dipengaruhi oleh umur tanaman dan agloklimat
tempat tumbuh tanaman jahe. Gingerol juga bersifat sebagai antioksidan
sehingga jahe bermafaat sebagai komponen bioaktif anti penuaan. Komponen
bioaktif jahe dapat berfungsi melindungi lemak atau membrane dari oksidasi,
menghambat oksidasi kolesterol dan meningkatkan kekebalan tubuh
(Nirmala, 2018).
4. Khasiat Dan Kegunaan
Jahe dimanfaatkan sebagai bahan obat herbal karena mengandung minyak
atsiri dengan senyawa kimia aktif, seperti: zingiberin, kamfer, lemonin,
borneol, shogaol, sineol, fellandren, zingiberol, gingerol, dan zingeron yang
berkhasiat dalam mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Senyawa
kimia aktif yang juga terkandung dalam jahe yang bersifat anti-inflamasi dan
antioksidan, adalah gingerol, beta-caroten, capsaicin, asam cafeic, curcumin
dan salicilat. Jahe dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakit vertigo,
mual-mual, mabuk perjalanan, demam, batuk, gangguan saat menstruasi,
kanker, dan penyakit jantung (Redi Aryanta, 2019).
Jahe berkhasiat untuk mengatasi gangguan pencernaan yang berisiko
terhadap kanker usus besar dan sembelit, menyembuhkan penyakit flu,
meredakan mual-mual pada wanita yang sedang hamil, mengurangi rasa sakit
saat siklus menstruasi, mengurangi risiko serangan kanker colorectal, dan
membantu meningkatkan kesehatan jantung (Redi Aryanta, 2019).
Dari berbagai hasil penelitian, (Leach (2017) dalam Redi Aryanta, 2019)
menyimpulkan bahwa jahe sangat efektif untuk mencegah atau
menyembuhkan berbagai penyakit karena mengandung gingerol yang bersifat
antiinflamasi dan antioksidan yang sangat kuat. Lebih lanjut dinyatakan
bahwa jahe berkhasiat untuk mengatasi berbagai penyakit, seperti mual-mual
pada saat wanita sedang hamil, mengurangi rasa sakit dan nyeri otot,
membantu menyembuhkan penyakit osteoarthritis, menurunkan kadar gula
darah pada pasien yang menderita diabetes tipe 2 yang sekaligus menurunkan
risiko penyakit jantung, membantu mengatasi gangguan pencernaan kronis,
mengurangi rasa sakit saat wanita sedang menstruasi, menurunkan kadar
kolesterol jahat (LDL) dan trigliserida dalam darah, membantu mencegah
penyakit kanker (karena aktivitas 6-gingerol) terutama kanker pancreas,
payudara dan kanker ovarium, meningkatkan fungsi otak dan mengatasi
penyakit Alzheimer, dan membantu mengatasi risiko serangan berbagai
penyakit infeksi.
Sebagai bahan baku obat tradisional, jahe Sunti (jahe merah) banyak
dipilih karena kandungan minyak atsiri dengan zat gingerol dalam persentase
yang tinggi dan oleoresin yang memberikan rasa pahit dan pedas lebih tinggi
daripada jahe gajah dan jahe emprit. Jahe merah ini dimanfaatkan sebagai
pencahar, anthelmintik, dan peluruh masuk angin. Rimpang jahe merah
berkhasiat menghangatkan badan, penambah nafsu makan, peluruh keringat,
serta mencegah dan mengobati masuk angin. Di samping itu, jahe juga
berkhasiat mengatasi radang tenggorokan (bronchitis), rematik, sakit
pinggang, lemah syahwat, nyeri lambung, meningkatkan stamina tubuh,
meredakan asma, mengobati kepala pusing, nyeri otot, ejakulasi dini, dan
melancarkan air susu ibu (ASI) (Redi Aryanta, 2019).
Kandungan senyawa kimia aktif gingerol, zingeron, shogaol, gingerin dan
zingerberin dalam jahe merah menyebabkan jahe merah memiliki khasiat
yang besar untuk kesehatan, seperti: menurunkan berat badan, menjaga
kesehatan jantung, mengatasi mabuk kendaraan, mengatasi masalah
pencernaan, meredakan penyakit mual dan muntah pada wanita yang sedang
hamil, mencegah kanker usus, mengobati sakit kepala dan alergi,
memperbaiki sistem kekebalan tubuh, dan mengatasi penyakit terkait dengan
gangguan tenggorokan. Jahe merah merupakan bahan obat herbal yang
berkhasiat untuk meredakan batuk dan radang tenggorokan, menurunkan
kadar kolesterol jahat, meredakan sakit kepala, mengatasi rematik,
menurunkan berat badan, menjaga kesehatan jantung, mengatasi mual dan
masalah pencernaan, mencegah radang usus, meningkatkan sistem kekebalan
tubuh, dan menyembuhkan penyakit asma (Redi Aryanta, 2019).
2.4 ISPA
1. Definisi ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut yang sering dikenal ISPA di adaptasi dari
istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Disebabkan oleh
virus dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh dan berkembang biak sehingga
menimbulkan gejala penyakit. Infeksi akut berlangsung sampai 14 hari atau
lebih (Siburian, 2019).
Saluran napas yang terinfeksi meliputi pernapasan bagian atas sampai
parenkim paru. Infeksi primer atau infeksi saluran atas terjadi di atas laring,
sebaliknya infeksi pernapasan bawah terjadi di bawah laring. Infeksi saluran
atas terdiri dari Nasofaringitis akut (selesma), Faringitis akut (tonsillitis dan
faringositilitis) dan rhinitis. Sedangkan infeksi saluran pernapasan bawah
terdiri dari epilogngitis, croup (laringotrakeobronchitis), bronkitis,
bronkiolitis, dan pneumonia (Siburian, 2019).
2. Klasifikasi ISPA
ISPA atas meliputi sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis,
otitis. Infeksi saluran nafas bawah meliputi infeksi pada bronkus, alveoli
seperti bronkitis, bronkiolitis, pneumonia. Infeksi saluran nafas atas bila tidak
diatasi dengan baik dapat menyebabkan infeksi saluran nafas bawah (Bupu,
2020).
Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya
penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan
adalah otitis, sinusitis, dan faringitis. ISPA diklasifikasikan menjadi ISPAatas
dan bawah (Bupu, 2020).
a. ISPA Atas
1) Batuk Pilek
Batuk pilek (common cold) adalah infeksi primer nasofaring dan
hidung yang sering mengenai bayi dan anak. Penyakit ini cenderung
berlangsung lebih berat karena infeksi mencakup daerah sinus
paranasal, telinga tengah, dan nasofaring disertai demam yang tinggi.
Faktor predisposisinya antara lain kelelahan, gizi buruk, anemia dan
kedinginan. Pada umumnya penyakit terjadi pada waktu pergantian
musim.
2) Sinusitis
Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal.
Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya
didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi
sinusitis akut, yaitu infeksi pada sinus paranasal selama 30 hari baik
dengan gejala yang menetap maupun berat. Gejala menetap yang
dimaksud adalah gejala seperti keluarnya cairan dari hidung, batuk di
siang hari yang akan bertambah parah pada malam hari yang
bertahan selama 10-14 hari, yang dimaksud dengan gejala yangberat
adalah disamping adanya sekret yang purulen juga disertai demam
(bisa sampai 39ºC) selama 3-4 hari. Sinusitis berikutnya adalah
sinusitis subakut dengan gejala yang menetap selama 30-90 hari.
Sinusitis berulang adalah sinusitis yang terjadi minimal sebanyak 3
episode dalam kurun waktu 6 bulan atau 4 episode dalam 12 bulan.
Sinusitis kronik didiagnosis bila gejala sinusitis terus berlanjut hingga
lebih dari 6 minggu.
Sinusitis bakteri dapat pula terjadi sepanjang tahun oleh karena itu
selain virus, yaitu adanya obstruksi oleh polip, alergi, benda asing,
tumor dan infeksi gigi. Penyebab lain adalah immunodefisiensi,
abnormalitas sel darah putih dan bibir sumbing
3) Otitis Media
Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah dan
terbagi menjadi otitis media akut, otitis media efusi, dan otitis media
kronik. Infeksi ini banyak menjadi problem pada bayi dan anak-anak.
Otitis media mempunyai puncak insiden pada anak usia 6 bulan - 3
tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan
sebab sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak.
Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran
napas atas dan alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan
otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis
media yang terus menerus selama>3 bulan (Otitis media kronik).
4) Tonsilitis
Tonsilitis merupakan inflamasi atau pembengkakan akut pada
tonsil atau amandel. Organisme penyebab utamanya meliputi
Streptokokus atau Stafilokokus. Infeksi terjadi pada hidung menyebar
melalui sistem limpa ke tonsil. Hiperthropi yang disebabkan infeksi,
bisa menyebabkan tonsil membengkak sehingga bisa menghambat
keluar masuknya udara. Manifestasi klinis yang ditimbulkan meliputi
pembengkakan tonsil yang mengalami edema dan berwarna merah,
sakit tenggorokan, sakit ketika menelan, demam tinggi dan eksudat
berwarna putih keabuan pada tonsil, selain itu juga muncul abses
pada tonsil.
5) Faringitis
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering
meluas ke jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul
bersamasama dengan tonsilitis, rhinitis dan laringitis. Faringitis
banyak diderita anak-anak usia 5-15 tahun di daerah dengan iklim
panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa yang masih memiliki
anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak.
6) Laringitis
Laringitis adalah proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk laring. Penyebab laringitis umumnya adalah
Streptococcus hemolyticus, Streptococcus viridans, Pneumokokus,
Staphylococcus hemolyticus dan Haemophilus influenzae. Tanda dan
gejalanya antara lain demam, batuk, pilek, nyeri menelan dan pada
waktu bicara, suara serak, sesak napas, stridor. Bila penyakit berlanjut
terus akan terdapat tanda obstruksi pernapasan, berupa gelisah, napas
tersengal-sengal, sesak dan napas bertambah berat.
b. ISPA Bawah
1) Bronchitis
Bronkitis merupakan ISPA bagian bawah, terjadi peradangan di
daerah laring, trakhea dan bronkus. Disebabkan oleh virus, yaitu:
rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), virus influenzae, virus
para influenzae, dan Coxsackie virus. Dengan faktor predisposisi
berupa alergi, perubahan cuaca, dan polusi udara. Dengan tanda dan
gejala batuk kering, suhu badan rendah atau tidak ada demam, kejang,
kehilangan nafsu makan, stridor, napas berbunyi, dan sakit di tengah
depan dada.
2) Bronkiolitis
Bronkiolitis adalah infeksi saluran pernapasan akut bawah yang
disebabkan oleh virus. Bronkiolitis disebabkan oleh RSV, yang
didahului oleh infeksi saluran bagian atas disertai dengan batuk pilek
beberapa hari, tanpa disertai kenaikan suhu, sesak napas, pernapasan
dangkal dan cepat, batuk dan gelisah. Gejala bronkiolitis pada bayi
biasanya berupa obstruksi saluran pernapasan dan wheezing.
3) Pneumonia
Pneumonia adalah ISPA bagian bawah yang mengenai parenkim
paru. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri, yaitu Streptococcus
pneumonia dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil
ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang
berat dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi. Gejala pneumonia
bervariasi, tergantung umur penderita dan penyebab infeksinya.
Gejala-gejala yang sering didapatkan pada anak adalah napas cepat
dan sulit bernapas, mengi, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, dan
nafsu makan hilang.
3. Etiologi ISPA
Etiologi penularan ISPA menurut Zul Dahlan dalam buku Ilmu Penyakit
Dalam Edisi Kelima sebagai berikut: bakteri Streptococcus pneumonia
penyebarannya melalui droplet, Staphylococcus aureus menyebar melalui
selang infus, sedangkan Enterobactor dan Pneucoccus aeruginosa menyebar
melalui darah. Dewasa ini perubahan mikroorganisme penyebab ISPA
mengakibatkan perubahan pada sistem imun penderita, polusi lingkungan,
dan pemakaian antibiotik yang tidak sesuai, hingga mengakibatkan
perubahan ciri bakteri. Sehingga peningkatan patogenitas bakteri, khususnya
Diplococcus pneumoniae, Streptococcus pyogenes, Haemophilus influenza,
Branhamella catarrhalis, dan Enterobacteriaceae. Virus antara lain
influenza, adenovirus, sitomegalvirus (Siburian, 2019).
4. Tanda Dan Gejala ISPA
Tanda dan gejala ISPA berdasarkan tingkat keparahannya menurut WHO
(2007) dalam (Bupu, 2020), dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Tanda dan Gejala ISPA
Arifin, S. (2021). Formulasi, uji stabilitas fisik dan aktivitas antimikroba gel hand
sanitizer dari kombinasi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle) dan ekstrak daun
kelor (Moringa oleifera). http://digilib.uinsby.ac.id/45835/
Bupu, D. Y. (2020). Program studi sarjana farmasi universitas citra bangsa kupang
2020.
Cahyani, I. (2020). Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) dalam
Menghambat Pertumbuhan Bakteri Streptococcus mutans Rongga Mulut secara
In Vitro. Repository USU.
Herawati, I. E., & Saptarini, N. M. (2020). Studi Fitokimia pada Jahe Merah
(Zingiber officinale Roscoe Var. Sunti Val). Majalah Farmasetika., 4(Suppl 1),
22–27. https://doi.org/10.24198/mfarmasetika.v4i0.25850
Redi Aryanta, I. W. (2019). Manfaat Jahe Untuk Kesehatan. Widya Kesehatan, 1(2),
39–43. https://doi.org/10.32795/widyakesehatan.v1i2.463
Sebayang, H. T., Yurlisa, K., Widaryanto, E., Aini, N., & Azizah, N. (2020).
Penerapan Teknologi Budidaya Tanaman Jahe di Pekarangan Berbasis Pertanian
Sehat di Desa Bokor, Kabupaten Malang. Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat,
5(1), 45–50. https://doi.org/10.30653/002.202051.254