Anda di halaman 1dari 23

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Lahan


Pada Praktikum Teknologi Produksi Tanaman dilakukan di Lahan
Percobaan milik Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya di daerah desa
Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang. Kecamatan Lowokwaru
terletak di posisi barat daya kota Malang daerah lokasi dataran tinggi yang
memiliki ketinggian sekitar 460 m dpl. Daerah yang merupakan dataran tinggi
rata-rata mempunyai kemiringan lereng antara 15 – 40º. Kondisi iklim Kota
Malang selama tahun 2008 memiliki rata-rata suhu udara sekitar 22,7°C sampai
25,1°C. Daerah Lowokwaru memiliki suhu minimum 20°C dan maksimum 28°C
dengan curah hujan rata-rata maksimum 2.71 mm dan minimum sekitar 2,31 mm.
Rata kelembaban udara berkisar 79% – 86% dengan kelembaban maksimum 99%
dan minimum mencapai 40%. Kebutuhan air di Kecamatan Lowokwaru Kota
Malang disuplai dari Sumber air yang berasal dari sumber Polowijen I, Polowijen
II dan Polowijen III dengan debit maksimum 25 l/dt, dan debit minimum 10 l/dt,
sumber air debit maksimum 5 l/dt, dan minimum 3 l/dt (Pemerintah Kota Malang,
2019). Lahan di wilayah tersebut cocok untuk perkebunan, tegalan, dan sawah.
Penggunaan lahan dipengaruhi oleh kondisi medan dan jenis tanahnya.
Lahan Jatimulyo memiliki tekstur tanah liat berpasir yang terbentuk dari jenis
batuan alluvial. Menurut Sunarko (2014) Tanah aluvial memiliki struktur tanah
yang pejal, bertekstur liat atau liat berpasir dan memiliki kandungan pasir yang
sedikit. Jenis tanah tersebut dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan persawahan.
Tanah ini masih memiliki kekurangan yaitu permeabilitas rendah dan bahan
organik yang juga rendah. Lahan praktikum yang digunakan untuk menanam
kubis bunga sebelumnya dilakukan penanaman tanaman ubi-ubian yang ditanam
oleh para praktikan dan sistem pengairan yang sudah tersedia.
4.2 Parameter Tanaman
4.2.1 Panjang Tanaman
Pada tanaman kubis bunga dilakukan pengamatan terhadap panjang
tanaman. Pengamatan parameter panjang tanaman tersebut dilakukan terhadap 4
aspek berbeda pada masing masing perlakuan dari komoditas kubis bunga yaitu
jarak tanam 50x50+POC, 50x50 non-POC, 60x40+POC, 60x40 non-POC.
Pengamatan panjang tanaman pada komoditas kubis bunga dilakukan dengan cara
mengukur panjang tanaman yang diawali dari bagian pangkal batang utama
hingga ujung daun paling panjang. Berikut adalah tabel data hasil pengukuran
panjang tanaman kubis bunga pada 2 sampai dengan 6 minggu setelah tanam
(mst).
Tabel 1. Pengaruh jarak tanam dan pemberian pupuk organik cair pada panjang tanaman
kubis bunga
P Panjang Tanaman pada Umur
e Tanaman (mst)
r
l
a Kelas
Rata-
k 2 3 4 5 6
rata
u
a
n
5 C
0
x
5
19,02c
0 8,1cm 12,2cm 18,2cm 24,1cm 32,5cm
m
+
P
O
C
5 I
0
x
5
0

n 13,54cm 15,58cm 17,5cm 22,4cm 28,2cm 19,4cm


o
n
-
P
O
C
6
0
x
4
24,46c
0 B 12,6cm 17,84cm 24,14cm 30,4cm 37,4cm
m
+
P
O
C
6 Q 6,52cm 13cm 20cm 24cm 31cm 18,9cm
0
X
4
0

n
o
n
-
P
O
C

Berdasarkan pada data yang telah diperoleh pada tiap perlakuan kubis
bunga memiliki presentase kenaikan panjang tanaman yang berbeda-beda.
Perbedaan dari panjang tanaman pada masing masing perlakuan sudah terlihat
sejak 2 minggu setelah tanam, pada dua minggu setelah tanam panjang tanaman
dengan nilai paling besar ditunjukan oleh perlakuan jarak tanam 50x50 non-POC,
namun pada perlakuan 50x50 non-POC rata rata pertumbuhan panjang tanaman
dari tiap minggu setelah tanam hanya memiliki kenaikan angka yang relatif sedikit
dan dengan rata rata panjang tanaman keseluruhannya adalah 19,4cm. Pada
perlakuan 50x50+POC, nilai pertumbahan panjang tanaman mengalami kenaikan
dengan rata rata pertumbuhan panjang tanaman keseluruhan yaitu sebesar
19,02cm. Minggu ke-3 setelah penanaman kenaikan pesat ditunjukan oleh
tanaman dengan perlakuan 60x40+POC, hingga pada minggu ke-6 setelah tanam
kenaikan nilai panjang tanaman yang sangat pesat tetap ditunjukan oleh perlakuan
60x40+POC dengan rata rata pertumbuhan panjang tanaman 24,46cm. Pada
perlakuan 60x40 non-POC nilai dari rata rata panjang tanaman juga mengalami
peningkatan tetapi tidak pesat seperti perlakuan jarak tanam 60x40+POC, panjang
tanaman pada perlakuan 60x40 non-POC memiliki rata rata panjang tanaman
sebesar 18,9cm. Dari data rata-rata panjang tanaman bunga kol tersebut
didapatkan grafik sebagai berikut :
p erb an d in gan p an jan g tan aman
k u b is b u n ga
40
35
30 50x50+POC
50x50 non-
panjang tanaman

25 POC
20 60x40+POC
60x40 non-
15 POC
10
5
0
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
umur tanaman

Gambar 2. Grafik Rata-Rata Panjang Tanaman Kubis Bunga


Hasil data grafik perbandingan pengaruh cara pengendalian dan aplikasi POC
terhadap rata-rata panjang tanaman bunga kol pada gambar (Gambar 2), dapat diketahui
bahwa panjang tanaman sampel bunga kol setiap perlakuan berbeda-beda. Pada gambar
grafik diatas dapat terlihat bahwa laju kenaikan grafik dari perlakuan 60x40+POC naik
dengan stabil dan nilai yang dimilikinya lebih tinggi dari perlakuan lainnya yaitu
mencapai angka 37,4cm. Sedangkan pada perlakuan dengan laju grafik paling rendah
dapat terlihat pada tanaman kubis bunga dengan perlakuan 50x50 non-POC, pada laju
kenaikan grafik perlakuan 50x50 non-POC memiliki nilai awal lebih tinggi yaitu pada
saat 2 minggu setelah tanam dengan nilai 13,54cm namun setelahnya kenaikan grafiknya
cenderung lebih lambat dan nilai yang dimiliki lebih rendah dibanding dengan perlakuan
lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya pengaruh dari pengaplikasian pupuk
organik cair (POC), dimana pupuk organik cair memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap laju pertumbuhan tanaman, termasuk pada pemanjangan dari tanaman. Sesuai
dengan pendapat Rizki et.al (2017) yang menyatakan bahwa kandungan yang terdapat
pada pupuk organik cair seperti nitrogen berfungsi sebagai penyusun protein pada
tanaman, sedangkan fosfor dan kalsium yang juga terdapat dalam kandungan pupuk
organik cair berfungsi dalam memicu pembelahan jaringan meristem tanaman serta
merangsang pertumbuhan akar dan daun tanaman untuk kemudian meningkatkan
absorpsi unsur hara tanaman hingga ke batas optimumnya yang hasilnya digunakan oleh
tanaman dalam proses pemanjangan dan diferensiasi sel.
4.2.2 Jumlah Daun
Pada tanaman kubis bunga dilakukan pengamatan terhadap jumlah daun
pada tanaman. Pengamatan jumlah daun pada tanaman dilakukan terhadap 4 aspek
berbeda pada masing masing perlakuan komoditas kubis bunga yaitu jarak tanam
50x50+POC, 50x50 non-POC, 60x40+POC, 60x40 non-POC. Pengamatan jumlah
daun pada komoditas kubis bunga dlakukan dengan cara menghitung helaian
daun yang telah terbuka dan masih aktif berfotosintesis. Berikut merupakan tabel
data hasil pengukuran jumlah daun tanaman kubis bunga pada 2 sampai dengan 6
minggu setelah tanam (mst).

Tabel 2. Pengaruh jarak tanam dan pemberian pupuk organik cair pada jumlah daun
tanaman kubis bunga.
P Jumlah Daun pada Umur
e Tanaman (mst)
r
l
a Kelas
Rata-
k 2 3 4 5 6
rata
u
a
n
5 C
0
x
5
0 5 7 9,2 10,8 15,8 9,56
+
P
O
C
5 I
0
x
5
0

n 4,2 5,4 6,8 7,4 12,4 7,24


o
n
-
P
O
C
6 B 8 9,6 11,8 15,6 18 12,6
0
x
4
0
+
P
O
C
6 Q
0
X
4
0

n 6,52 11 16,48 18,8 26,46 15,8


o
n
-
P
O
C

Dari data hasil perhitungan jumlah daun pada tiap perlakuan terhadap
komoditas kubis bunga didapati hasil kenaikan jumlah daun yang berbeda beda.
Perbedaan pada masing masing perlakuan ditunjukan sejak 2 minggu setelah
tanam, perlakuan yang memiliki rata rata jumlah daun paling banyak yaitu
perlakuan 60x40+POC dengan jumlah rata rata sebesar 8 sedangkan pada
perlakuan 60x40 non-POC didapati rata rata sebesar 6,52. Pada perlakuan
50x50+POC didapat rata rata jumlah daun sebesar 5 ketika tanaman berusia 2
minggu setelah tanam dan pada perlakuan 50x50 non-POC nilai rata ratanya
sebesar 4,2. Kenaikan nilai rata rata jumlah daun dari masing masing perlakuan
terjadi hingga 6 minggu setelah tanam. Pada hasil keseluruhan dari rata rata,
ditemukan perlakuan denga keseluruhan rata rata tertinggi yaitu pada perlakuan
60x40 non-POC sedangkan nilai keseluruhan rata rata paling rendah terhadap
jumlah daun tanaman didapati pada perlakuan 50x50 non-POC. Dari data rata-rata
jumlah daun bunga kol tersebut didapatkan grafik sebagai berikut :

p erb an d in gan ju mlah d au n


k u b is b u n ga
35

30
50x50+POC
rata rata jumlah daun

25
50x50 non-
20 POC
60x40+POC
15 60x40 non-
POC
10

0
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
umur tanaman

Gambar 3. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Kubis Bunga


Hasil data grafik perbandingan pengaruh cara pengendalian dan aplikasi
POC terhadap rata-rata jumlah daun bunga kol pada gambar (Gambar 3), dapat
diketahui setiap perlakuan memiliki jumlah daun yang berbeda-beda. Pada
gambar grafik diatas dapat terlihat bahwa laju kenaikan grafik dari perlakuan
60x40 non-POC, pada grafik perlakuan jarak tanam 60x40 non-POC memiliki
laju kenaikan grafik yang sangat pesat dibandingkan dengan perlakuan lainnya,
diawali dari angka rata rata 6,52 pada dua minggu setelah tanam, perlakuan 60x40
non-POC mengalami laju pertumbuhan jumlah daun yang sangat tinggi hingga 6
minggu setelah tanam yaitu mencapai angka rata rata 31. Sedangkan perlakuan
dengan laju grafik paling rendah dapat terlihat pada perlakuan 50x50 non-POC,
pada grafik perlakuan jarak tanam 50x50 non-POC laju dari grafiknya cenderung
memiliki nilai kenaikan yang relatif kecil setiap minggunya, hingga pada 6
minggu setelah tanam nilai rata rata dari grafik perlakuan 50x50 non-POC
mencapai angka 12,4. Hal tersebut dapat mungkin terjadi dikarenakan adanya
sebab dari pengaruh jarak tanam, dimana pada jarak tanam yang memiliki
kerapatan lebih luas yaitu 60x40cm mempunyai rata rata jumlah daun yang lebih
besar dibandingkan tanaman dengan perlakuan jarak tanam dengan kerapatan
yang kecil yaitu 50x50cm yang nantinya memengaruhi intensitas penyerapan
unsur hara serta cahaya matahari pada tanaman. Sesuai dengan pendapat Hatta
(2012) bahwa, pengaturan jarak tanam yang sesuai bagi tanaman dapat
mengurangi kompetisi dari tanaman dalam menyerap faktor faktor pendukung
pertumbuhan seperti cahaya matahari, air dan unsur hara sehingga berpengaruh
pada pertumbuhan tanaman. Selain dari adanya pengaruh jarak tanam, hal tersebut
juga dapat dipengaruhi oleh adanya pemberian pupuk organik cair (POC) pada
tanaman yang dimana unsur unsur yang terkandung dala POC mampu
memberikan pengaruh pada pertumbuhan dari organ tanaman, sesuai dengan
pendapat Nunun dan Mia (2018) bahwa unsur hara yang terkandung dalam POC
yaitu nitrogen berperan penting pada fase vegetatif tanaman yakni dalam memicu
pembentukan organ daun yang berperan penting bagi tanaman seperti daun.

4.2.3 Presentase Pertumbuhan


Pada tanaman kubis bunga dilakukan pengamatan terhadap presentase
pertumbuhan pada tanaman. Pengamatan presentase pertumbuhan pada tanaman
dilakukan terhadap 4 aspek berbeda pada masing masing perlakuan komoditas
kubis bunga yaitu jarak tanam 50x50+POC, 50x50 non-POC, 60x40+POC, 60x40
non-POC. Pengamatan presentase pertumbuhan pada komoditas kubis bunga
dlakukan dengan cara menghitung tanaman yang masih aktif bertumbuh pada
lahan. Berikut merupakan data hasil pengukuran jumlah daun tanaman kubis
bunga pada 2 sampai dengan 6 minggu setelah tanam (mst).
4.3 Parameter Hasil
4.3.1 Bobot Bunga
Pada tanaman kubis bunga dilakukan pengamatan parameter hasil setelah
pemanenan kubis bunga yaitu dengan mengamati bobot bunga. Pengamatan
dilakukan oleh praktikan dengan 4 perlakuan yaitu jarak tanam 50x50+POC,
50x50 non-POC, 60x40+POC, 60x40 non-POC. Pengamatan ini dilakukan
dengan cara ditimbang bagian bunganya menggunakan timbangan lalu
didokumentasikan. Berikut merupakan data hasil dari penimbangan bobot bunga
tanaman kubis bunga yang dipanen pada 7 mst.
Tabel 3. Pengaruh jarak tanam dan pemberian pupuk organik cair pada bobot bunga
kubis bunga

Perlakuan Kelas Bobot (gr)


50x50+POC C 380
50x50 non-POC I 200
60x40+POC B 260
60x40 non-POC Q 65.3

Pada tabel diatas didapatkan data hasil pengamatan bobot bunga dari setiap
perlakuan dengan hasil yang berbeda – beda. Berdasarkan perlakuan bobot bunga
tertinggi dimiliki oleh jarak tanam 50x50+POC dari kelas C dengan bobot sebesar
380 gram. Sedangkan bobot bunga terendah dimiliki oleh perlakuan jarak tanam
60x40 non-POC dari kelas Q sebesar 65.3 gram. Dari data diatas didapatkan hasil
grafik sebagai berikut.

Perbandingan Bobot Bunga Tanaman Kubis Bunga


400

350

300

250
Series 1
200

150

100

50

Pada hasil data dari grafik perbandingan bobot bunga didapatkan hasil
yang berbeda – beda. Grafik menunjukkan tidak jauh berbeda dengan data pada
tabel bobot bunga.Perlakuan 50x5+POC memiliki hasil yang lebih besar daripada
yang dimiliki oleh perlakuan 60x40+non POC. Hal ini didasari oleh jarak tanam
dan pemberian pupuk yang menjadikan Perlakuan kelas C lebib baik ketimbang
kelas Q. Perbandingan pemberian POC dengan yang tidak diberikan akan
berdampak pada produksi bunga tersebut. Disimpulkan bahwa pemberian POC
dapat meningkatkan produksi bunga dengan bobot isi lebih tinggi.
4.3.2 Diameter Bunga
Pada tanaman kubis bunga dilakukan pengamatan parameter hasil setelah
pemanenan kubis bunga yaitu dengan mengamati diameter bunga. Pengamatan
dilakukan oleh praktikan dengan 4 perlakuan yaitu jarak tanam 50x50+POC,
50x50 non-POC, 60x40+POC, 60x40 non-POC. Pengamatan ini dilakukan
dengan cara mengukur keliling pada bagian bunga lalu diperoleh diameter
tersebut. Berikut merupakan data hasil dari pengukuran diameter bunga tanaman
kubis bunga yang dipanen pada 7 mst.

4.4 Keragaman Arthropoda pada Komoditas Kubis Bunga (Brassica oleracea


L. Var. Botrytis)

Nama Serangga Dokumentas


Peran
Nama Lokal Nama Ilmiah i

Plutella
Lalat kubis Hama
xylostela

Aphis Myzus persicae Hama

Dichromorpha
Belalang kayu Hama
viridis
Serangg
Bactrocera
Lalat buah a
dorsalis
lain

Musuh
Dolichoderus
Semut alam
thoracicus
i

Serangg
Leptocorisa
Walang sangit a
acuta
lain

Ulat (Crocidolomia
Krop/Jantu binotalis Zell Hama
ng Kubis .)

Berdasarkan pengamatan Arthropoda yang telah dilakukan terdapat berbagai


macam jenis arthropoda yang berhasil diamati baik secara langsung pada saat
pengamatan di lahan maupun secara tidak langsung yang berasal dari yellow
sticky trap. Peran arthropoda yang didapatkan adalah hama, predator, dan
serangga lain. Apabila peran serangga dalah suatu ekosistem lahan seimbang,
maka akan tercapai pertanian yang sehat. Namun apabila peran hama lebih besar
daripada peran pemangsanya maka dapat meyebabkan kerugian. Pada data
pengamatan arthropoda serangga banyak berperan sebagai hama sedangkan peran
predator hanya ditemukan satu jenis serangga. Bahkan dalam satu tanaman
langsung diserang banyak kutu daun dan ulat kubis sekaligus sehingga
menyebabkan beberapa tanaman mati.
Pengamatan secara langsung pada bunga kol 1 MST banyak ditemukan
tanda serangan hama berupa beberapa bagian daun yang transparan. Setelah
diamati lebih lanjut terdapat ulat kubis yang berada di bawah permukaan daun
maupun di atasnya dan mulai memakannya pada bagian tersebut dan menyisakan
bagian epidermis. Ulat yang ditemukan berwarna hijau muda dengan ukuran kecil
bergerombol 2-3 ekor. Ulat kubis atau Plutella xylostella menurut Herlinda et al.
(2004) memiliki klasifikasi sebagai Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda,
Kelas : Insecta, Ordo : Lepidoptera, Famili: Plutellidae. Sifatnya yang merusak
tanaman budidaya dan menyebabkan kerugian secara ekonomis maka ulat kubis
atau Plutella xylostela digolongkan sebagai hama. Ulat kubis masih menyerang
bunga kol hingga bunga kol di panen. Tidak hanya menyerang satu tanaman,
banyak tanaman lain dalam satu lahan yang juga diserang. Jumlah ulat kubis
dibagian daun dapat mencapai 8 ulat yang dapat dikategorikan sebagai serangan
sedang. Jumlah ulat yang sangat banyak disebabkan oleh waktu penanaman pada
bulan September hingga November yang masih termasuk dalam musim kemarau
sehingga memiliki suhu udara yang relatif panas, sebaliknya apabila ditanam pada
musim hujan maka pertumbuhan ulat kubis akan menurun. Hal ini sejalan dengan
pernyataan Susniahti, et al.(2017) bahwa suhu yang sesuai untuk pertumbuhan
ulat kubis sekitar 16-25oC namun dapat menyebabkan kerusakan hingga 100%
pada musim kemarau. Sifatnya oligofag yang hanya menyerang tanaman dengan
famili Cruciferae. Ulat memakan daun yang dimulai dari bagian tengah daun.
Serangan yang lebih berat daun akan dimakan hingga menyisakan tulang daunnya.
Aphids atau kutu daun yang mempunyai nama ilmiah Myzus persicae
merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman bunga kol. Kutu daun
memiliki ukuran yang kecil berwarna hijau muda. Kutu daun mulai menyerang
tanaman pada masa awal tanam. Kutu daun berada pada permukaan bawah daun
yang biasanya mengulungkan daun bagian tepi. Populasinya termasuk banyak dan
menyebar ke tanaman lain disekitar tanaman yang sudah dirserang. Jumlah pada
setiap daun hampir mencapai 32 ekor. Kutu daun menghisap cairan pada daun
tanaman yang awalnya mengakibatkan tanaman menjadi klorosis atau berwarna
kuning selanjutnya daun gugur bahkan dapat menyebabkan kematian tanaman.
Menurut Utama, et al. (2017) kutu daun dengan Kingdom : Animalia, Filum :
Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo : Homoptera, Famili : Aphididae merupakan
salah satu hama polifag yang menyerang lebih dari 100 tanaman dengan jenis
yang berbeda. Gejala serangan yang ditunjukkan adalah daun yang melengkung
kebawah dengan adanya belang kekuningan atau klorosis dan akhirnya daun akan
rontok. Kutu daun dapat mengundang semut bahkan jamur atau cendawan yang
menyebabkan jelaga. Waktu penanaman pada musim kemarau dapat
menimbulkan kerugian yang lebih besar hingga 40 %.
Semut hitam memiliki warna yang hitam pekat dengan ukuran yang besar.
Semut hitam ditemukan sesekali berjalan pada lahan. Dolichoderus thoracicus
memiliki peran sebagai musuh alami karena memangsa insecta berukuran lebih
kecil daripada tubuhnya. Menurut Wiryadiputra (2007) semut hitam merupakan
semut predator yang sering berada di lahan pertanian. semut hitam memiliki
klasifikasi sebagai Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas : Insecta,
Ordo : Hymenoptera, Famili : Formicidae. Semut hitam berperan sebagai agens
pengendali hama. Hama yang dimangsa semut hitam menurut Wijaya (2007)
adalah Helopeltis sp. yang menyerang tanaman perkebunan, cabai, hingga
berbagai jenis rumput-rumputan. Murnawati, et al. (2018) juga menmbahkan
bahwa semut hitam dapat memangsa serangga kecil, ulat, serta telur hama lainnya.
Belalang kayu sempat ditemukan beberapa kali di lahan. Tanda yang
ditinggalkan pada daun terlihat bahwa daun menjadi berlubang berbentuk bulat
secara tidak rata yang berada dibagian tengah. Jumlah yang sedikit serta hewan
yang berpindah-pindah menyebabkan kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu
besar. Sifatnya yang herbivor dengan memakan tanaman budidaya menyebabkan
belalang termasuk hama. Namun, tempat tinggal yang berpindah serta jumlah
yang sedikit menyebabkan kerugian yang ditimbulkan tidak terlalu besar. Menurut
Herlinda, et al.(2004) belalang kayu atau Dichromorpha viridis merupakan salah
satu hama tanaman karena herbivora yang memakan banyak jenis tanaman.
Belalang kayu aktif pada siang hari dan sering berpindah untuk memakan tanaman
lainnya. Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo :
Orthoptera, Famili : Acrididae. Abi, et al. (2014) menambahkan bahwa belalang
kayu memiliki jenis mulut penggigit dan penguyah. Gejala serangan yang
ditunjukkan adalah adanya bekas gigitan yan gmenyebabkan daun berlubang
dengan bentuk yang agak bulat di bagian tengah daun. Namun tidak jarang
terdapat juga bekas gigitan dari tepian daun.
Walang sangit atau Leptocorisa accuta merupakan salah satu hama penting
pada tanaman padi namun tidak menyerang tanaman kubis bunga. Walang sangit
ikut terperangkap pada yellow sticky trap karena letak lahan padi dekat dengan
lahan kubis bunga. Jumlah yang ditemukan pun hanya berjumlah satu ekor.
Menurut Purnomo (2013) memiliki klasifkasi sebagai Kingdom : Animalia,
Phylum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Sub Kelas : Pterigota, Ordo : Hemiptera,
Familia : Alydidae. Walang sangit menyerang tanaman padi, tebu, sorgum,
gandum, dan beberapa jenis rumput-rumputan.sehingga bagi tanaman kubis bunga
walang sangit tidak berpengaruh dalam produksinya.
Lalat buah ditemukan pada lahan kubis bunga pula. Lalat buah ikut
terperangkap di yellow sticky trap sejumlah 2 ekor. Lalat buah biasanyan
menyerang jenis buah-buahan dan beberapa sayuran buah. Lalat buah akan
meletakkan telurnya ke dalam buah sehingga dibutuhkan inang yang memiliki
kulit cenderung tipis dan daging buah sehingga sesuai dengan tempat
perkembangannya. Kubis bunga merupakan sayuran yang diambil bunganya dan
tidak memiliki kulit maupun daging buah sehingga lalat buah tidak berperan
sebagai hama melainkan sebagai serangga lain. Lalat buah dapat ditemukan ikut
terperangkap karena disekitar lahan kubis bunga terdapat tanaman timun, terong,
semangka, dan melon yang merupakan inang dari lalat buah. Menurut Suwarno,
et al. (2018), lalat buah merupakan ordo diptera dengan famili tephritidae yang
banyak menyerang tanaman buah-buahan bahkan hortikultura. Lalat buah
menyerang 20 jenis buah-buahan bahkan lebih seperti alpukat, pepaya, belimbing,
jeruk, nagka mangga, dan lainnya. Sedangakn tanaman hortikultura yang diserang
adalah tanaman yang diambil buahnya seperti cabai, paprika, mentimun, terong,
pare, dan tomat.
Ulat krop atau ulat gerombol banyak ditemukan pada diakhir fase vegetatif
tanaman. Pada awalnya ulat ditemukan bergerombol di daun dekat dengan
pertumbuhan curd bunga dengan jumlah mencapai 72 ekor. Ulat berwarna hijau
muda dengan kepala coklat kehitaman. Ulat dewasa dengan ciri-ciri yang
berwarna hijau tua bergaris hijau muda dengan beberapa titik hitam mulai
berpindah ke bagian krop dan menyerangnya. Populasi yang bergerombol
menyebabkan serangan yang dilakukan semakin berdampak besar. Ulat ini
mampu memakan hampir seluruh bagian daun dan krop sehingga menyebabkan
kerugian yang besar. Ulat memakan bagian daun dan hanya menyisakan lapisan
epidermis kemuduan daun menjadi bolong. Pada serangan curd ulat siang hari
berada di sela-sela dalam curd namun terlihat bahwa ulat meninggalkan tanda
serangan yaitu adanya bekas gigitan yang berwarna coklat dengan kotoran yang
berwarna coklat muda. Menurut Julaily, et al. (2013) ulat krop atau Crocidolomia
binotalis merupakan serangga hama dari ordo Lepidoptera, famili Pyralidae. Ulat
krop menyerang pada instar I hingga IV. Ulat yang baru menetas akan berwarna
kelabu, berkembang menjadi hijau muda dengan kepala hitam, dan berkembang
hingga dewasa berwana hijau tua dengan garis hijau muda. Ulat krop menyerang
dengan memakan daun sehingga daun menjadi berlubang-lubang dan
meninggalkan bekas kotoran. Serangan ulat kubis yang parah dapat menyisakan
hanya tulang daun saja. Ulat krop yang bergerak menyerang bagian titik tumbuh
dapat menyebabkan curd habis. Bila menyerang sebelum krop tumbuh maka curd
tidak akan tumbuh.

4.5 Intensitas Penyakit


Budidaya tanaman kubis yang diamati dari umur 2 MST hingga 6 MST.
Dengan perlakuakn jarak tanam 60 x 40 cm + POC, jarak tanam 50 x 50 cm +
POC, jarak tanam 60 x 40 cm + non POC, dan jaraj tanam 50 x 50 cm + non POC
Pengamatan tidak menunjukkan adanya penyakit pada semua sampel yang
diamati. Data pengamatan pengaruh jarak tanam dan pemebrian pupuk organik
cair disajiakan dalam tabel berikut
Tabel 4. Intensitas Penyakit
Kel Intensitas Penyakit (%) pada Umur Tana
Perlakuan a
2 3 4 5
s
Jarak Tanam
60 x 40 + B 0 0 0 0
POC
Jarak Tanam
50 x 50 + C 0 0 0 0
POC
Jarak Tanam O 0 0 0 0
60 x 40 +
Non POC
Jarak Tanam
50 x 50 + I 0 0 0 0
Non POC
1
0.9
0.8
0.7
0.6 Jarak Tanam 60 x 40 + POC
Jarak Tanam 50 x 50 + POC
0.5 Jarak Tanam 60 x 40 + Non
POC
0.4
Jarak Tanam 50 x 50 + Non
0.3 POC

0.2
0.1
0
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5
Grafik peningkatan jumlah intensitas penyakit dari ke empat perlakuan tida
menunjukkan perubahan. Hal ini karena dari awal pengamatan hingga akhir tidak
ditemukan adanya penyakit pada semua tanaman sampel. Grafik peningkatan
intensitas penyakit disajikan sebagai berikut.

Gambar 4. Grafik Intensitas Penyakit


Berdasarkan hasil dapat dilihat bahwa serangan penyakit pada semua
sampel dengan semua perlakuan seperti jarak tanam 60 x 40 + POC, jarak tanam
50 x 50 + POC, jarak tanam 60 x 40 + non POC, dan jarak tanam 60 x 40 + non
POC tidak menunjukkan adanya serangan penyakit. Hal ini disesbabkan oleh
waktu penanaman pada musim akhir kemarau yaitu bulan September – November
yang memiliki suhu yang cenderung panas. Suhu yang panas dengan kelembapan
yang rendah dapat mencegah timbulnya penyakit yang sering menyerang tanaman
kubis bunga. Pada umumnya penyakit penting seperti busuk hitam akan lebih
cepat berkembang pada curah hujan yang tinggi dengan kelembapan yang tinggi
pula. Prinsip segitiga penyakit dimana patogen, lingkungan, dan tanamaan saling
berhubungan timbal balik. Penyakit akan berkembang apabila semua aspek
terpenuhi untuk mendukung perkembangan patogen. Patogen dalam bentuk
bakteri, jamur dan virus tidak ditemukan menyerang tanaman sampel. Selain itu,
pada tanaman kubis yang ditanam lingkungan yang panas tidak mendukung
pertumbuhan penyakit. Konsep segitiga penyakit dijelakan oleh Sopialena (2017),
yang menjelaskan bahwa penyakit akan tumbuh apabila tanamn rentan, patogen
virulen, dan lingkungan yang sesuai untuk perkembangan patogen.
Jarak tanam yang diatur sedemikian rupa baik 50 x 50 cm maupun 60 x 40
cm memberikan ruang yang cukup untuk perumbuhan tanaman kubis bunga. Jarak
yang lebar memberikan kesempatan cahaya matahari dan panas masuk ke sekitar
tanaman. Hal tersebut memberikan dampak positif terhadap penurunan
kelembapan udara yang dapat memacu pertumbuhan penyakit. Menurut Erwin, et
al. (2015), jarak tanam yang teratur dengan ruang tumbuh yang cukup
memberikan kemudahan dalam melakukan perawatan seperti penyiangan. Selain
itu penyinaran matahari juga dapat diterima dengan rata oleh tanaman. Jarak
tanam yang rapat memberikan pengaruh yang kurang baik seperti kelembapan
yang meningkat disekitar tanaman. Keadaan udara yang lembap dapat memacu
organisme pengganggu seperti hama dan patogen tumbuh dan berkembang.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abi, O., Wulandari, H., & Suci, R. (2017). Identifikasi Morfologi Serangga
Berpotensi sebagai Hama dan Tingkat Kerusakan pada Bibit Meranti
Merah (Shorea Leprosula). Jurnal Hutan Lestari, Vol. 5(3): 644-652.
Barunawati, N., & M, M. S. (2018). Pengaruh Jarak Tanam dan Jenis Bahan
Organik Terhadap Produksi Kubis Bunga ( Brassica oleraceae var.
Botrytis L.). Jurnal Produksi Tanaman, 6 (9) :2191-2200.
Erwin, Sujarwadi, Ramli, & Adrianto. (2015). Pengaruh Berbagai Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kubis (brassica oleracea L.) di
Dataran Menengah Desa Bobo Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi. E-
Jurnal Agrotekbis, Vol. 3 (4): 491-497.
Hasyimuddin, Syahribulan, & Aziz, A. (2017). Peran Ekologis Serangga Tanah
di Perkebunan Patallassang Kecamatan Patallassang Kabupaten Gowa
Sulawesi Selatan. Makassar, Gowa: Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, UIN Alauddin .
Hatta, M. (2012). Uji Jarak Tanam Sistem Legowo Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Beberapa Varietas Padi pada Metode SRI. Jurnal Agista, 16(2):
87:93.
Herlinda, S., Thalib, R., & Saleh, R. M. (2004). Perkembangan dan Preferensi
Plutella xylostella L. (Lepidoptera : Plutellidae) pada Lima Jenis
Tumbuhan Inang. Hayati, Vol 11 (4):130-134.
Julaily, Noorbetha, Mukarlina, & Setyawati, T. R. (2013). Pengendalian Hama
pada Tanaman sawi (Brassica juncea L.) Menggunakan Ekstrak Daun
Pepaya (Carica papaya L.). . Jurnal Protobion, Vol. 2 (3): 171-175.
Murnawati, Anawati, & Umroh. (2018). Monitoring Ketahanan Hidup Semut
Hitam pada Sarang Burung Buatan di Tanaman Kakao. Jurnal Biocelebes,
12 (2) : 62-68.
Rizki, E. F., B, M., & Y B, S. (2017). Peningkatan Produktivitas Tanaman Kubis
Bunga ( Brassica oleraceae var. Botrytis L.) Melalui Penambahan dan
Waktu Ppemberian Urine Sapi Fermentasi. Jurnal Produksi Tanaman ,
5(8) : 1375-1380.
Sigit, P. (2013). Populasi Walang Sangit (Leptocorisa oratorius Fabricus) di
Kecamatan Sabak Auh Kabupaten Siak Provinsi Riau pada Tanaman Padi
Masa Tanam Musim Penghujan . Riau, Pekan Baru: Skripsi. Progarm
Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian dan Peternakan. Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim.
Sopialena. (2017). Segitiga Penyakit Tanaman. Samarinda: Mulawarman
University Press.
Susuniahti, N., Suganda, S., Sudarjat, Dono, D., & Nadhirah, A. (2017).
Reproduksi, Fekunditas dan Lama Hidup Tiap Fase Perkembangan
xylostella (Lepidoptera : Ypnomeutidae) pada Beberapa Jenis Tumbuhan
Cruciferae. Agrikultural, 28(1): 27-31.
Suwarno, S., Arianti, L., Rasnovi, S., Yasmin, Y., & Nasir, M. (2018).
Inventarisasi Lalat Buah (Diptera: Tephiridae) pada Buah-Buahan di Kota
Jantho, Aceh Besar. Jurnal Bioleuser, Vol. 2 (1): 5-11.
Utama, I., Sunari, I., & Supartha, W. (2017). Kelimpahan Populasi dan Tingkat
Serangan Kutu Daun (Myzus persicae Sulzer) (Homoptera : Aphididae)
pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.). E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika, Vol 6 (4) : 397-404.
Wiryadiputra, S. (2007). Pemapanan Semut Hitam (Dolichoderus thoracicus)
Pada Perkebunan Kakao dan Pengaruhnya Terhadap Serangan Hama
Helopeltis spp. Jurnal Penelitian Perkebunan, 23 (1) : 57-71.
LAMPIRAN
Lampiran 5. Logbook Kegiatan
Tanggal Kegiatan Deskripsi Dokumentasi

Pemecahan gumpalan
tanah menjadi
bagian yang lebih
kecil

26 Agustus 2019Pengolahan lahan

Pemberian pupuk
kandang dang
pencampuran
dengan tanah

Pembuatan bedengan
Penentuan dengan cara
populasi membagi lahan
menjadi dua bagian

Pengukuran jarak tanam


dan pemberian
2 September 2019
tanda menggunakan
rafia

Penugalan dan
pemberian SP36
Penanaman bunga kol
16 September 2019 Penanaman
dari bibit

Pengaplikasian PGPR
dengan cara
23 September 2019Aplikasi PGPR
menyiram disekitar
perakaran tanaman

Penugalan atau
Pemupukan pelubangan tanah
disamping tanaman

Pengapplikasian pupuk
30 September 2019
KCl

Pengaplikasian pupuk
Urea

Penentuan tanaman
7 Oktober 2019 Pengamatan sampel dan
pelabelan
Pengukuran panjang
28 Oktober 2019 Pengukuran tanaman dengan
meteran

Pemanenan tanaman
kubis bunga dengan
Pemanenan cara mencabut
langsung dengan
akrnya

Diameter kubis bunga


diukur kelilingnya
18 November 2019 Pengukuran menggunakan
meteran jahit

Kubis bunga yang telah


dibersihkan dari
bagian lain
Penimbangan
ditimbang
menggunakan
timbangan

Lampiran 7. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil

Anda mungkin juga menyukai