Anda di halaman 1dari 17

MODEL PEMBELAJARAN PRAKTIK INOVATIF BERBASIS KEHIDUPAN

Oleh: Made Wena

PENDAHULUAN
Penguatan pendidikan vokasi tetap menjadi salah satu prioritas dalam kebijakan pendidikan.
Penguatan pendidikan vokasi tidak bisa dipisahkan dari penguatan kompeteni dan profesi guru.
Bagaimanapun baiknya kurikulum pendidikan vokasi, tetapi kalau kualitas gurunya rendah,
maka implementasi kurikulum di lapangan tidak akan mencapai tujuan secara maksimal. Guru
adalah ujung tombak pelaksana kurulikulum maupun semua kebijakan-kebijakan pendidikan di
lapangan. Oleh karena itu kualitas guru merupakan salah satu faktor penting dalam peningkatan
kualitas pendidikan (Reynolds, G.A. 2010).
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (UUGD No. 14 Thn 2005).
Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber
penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.

Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani
dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (pasal 8,
UU No. 5 Thn 2005). Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional
yang diperoleh melalui pendidikan profesi (pasal 10, UU No. 5 thn 2005). Salah satu kompetensi
guru yang terkait dengan kemampuan guru dalam mengajar adalah kompetensi pedagogik.
Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta
didik yang sekurang-kurangnya meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan,
(b) pemahaman terhadap peserta didik, (c) pengembangan kurikulum atau silabus, (d)
perancangan pembelajaran, (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (f)
pemanfaatan teknologi pembelajaran, (g) evaluasi hasil belajar; dan (h) pengembangan peserta
didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. (PP No. 74 Thn.2008).
Kompetensi pedagogik adalah salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru
1
professional. Tanpa kompetensi pedagogik yang yang baik niscaya seorang guru akan mampu
mengjaar dikelas dengan baik.

PEMBELAJARAN BERBASIS KEHIDUPAN

Sistem pendidikan Vokasi di Indonesia berkembang cukup pesat secara kuantitatif, namun
dari segi mutu perlu bertumbuh lebih cepat dan lebih tinggi lagi untuk mengejar dan sejajar
dengan pendidikan vokasi di negara maju. Walaupun bertumbuh cukup pesat, terutama
belakangan ini, pendidikan vokasi Indonesia tetap ditandai oleh berbagai tantangan. Tantangan
tersebut harus dihadapi, namun jika tantangan itu tidak dihadapi dengan benar maka pendidikan
vokasi Indonesia akan lebih terpuruk. Bagi para pengambil kebijakan pendidikan Indonesia
tantangan tersebut harus bisa diubah menjadi peluang.

Dalam usaha menghadapi tantangan-tantangan tersebut maka perlu dilakukan penguatan-


penguatan dalam sistem pendidikan Indonesia. Menurut Depdiknas (2013) guna meningkatkan
kualitas pendidikan perlu dilakukan tiga penguatan yaitu (a) penguatan tata kelola kurikulum, (b)
penguatan pola pembelajaran, dan (3) penguatan materi pembelajaran. Penguatan tersebut perlu
dilakukan pada semua jenjang pendidikan, termasuk pendidikan Vokasi. Pendidikan Vokasi
adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu.
Mengingat jalur pendidikan Vokasi memiliki karakteristik yang berbeda dengan jalur
pendidikan akademik, maka penguatan pola pembelajarannya pun tentu berbeda.

Jalur pendidikan Vokasi lebih diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, maka
pembelajarannya lebih banyak ditekankan pada pembelajaran praktik. Pembelajaran praktik
adalah pembelajaran menuntut pengembangan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik secara
seimbang, berbeda dengan pembelajaran teori di kelas, yang lebih banyak mengembangkan
ranah kognitif (Kilbrink, 2011). Adanya perubahan paradigma pendidikan global, yang semula
pendidikan adalah menyiapkan peserta didik untuk memasuki profesi tertentu pada jenis
peran sosial yang sudah terstruktur di masyarakat akan segera usang, akan berbalik menjadi
lebih utama memenuhi kebutuhan pengembangan diri/kapabilitas peserta didik dalam
menciptakan profesinya (Staron, Jasinskia and Weatherley,2006 ). Perubahan peran

2
pendidikan juga disebabkan oleh munculnya realitas baru tentang berubahnya ekologi belajar,
mulusnya koneksi keluar-masuk dalam dunia sibernetik, dan makin meluasnya
teacherpreneurism. Keberhasilan pendidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya pada abad
ini akan ditentukan oleh inovasi dalam mengelola pembelajarannya.

Perubahan orientasi pendidikan dari fokus pengembangan kompetensi ke arah


pengembangan kapabilitas telah menjadi kesadaran umum di dunia pendidikan vokasi sejak
dasawarsa yang lalu (Staron, 2006; OECD, 2011). Salah satu model yang menantang konsep
pembelajaran tradisional berorientasi kompetensi adalah model pembelajaran berorientasi
kapabilitas. Orang yang kapabel adalah mereka yang tahu bagaimana belajar, kreatif, memiliki
tingkat self-efcacy yang tinggi, dapat menerapkan kompetensi dalam situasi baru (novel)
serta situasi yang familier, dan bekerja sama yang baik dengan orang lain. Dibandingkan dengan
kompetensi, yang melibatkan akuisisi pengetahuan dan keterampilan belaka, kapabilitas adalah
atribut holistik. Orang yang kapabel lebih mungkin dapat menangani persoalan secara efektif
dalam lingkungan yang berubah karena mereka memiliki kapasitas “serba bisa”. Hal ini sejalan
dengan tantangan global saat ini sudah tak lagi terlalu membedakan antara pengetahuan
dan keterampilan, bahkan sudah terjadi komplemen antara keduanya (Tempelman, & Pilot,
2010; Brodjonegoro, 2016).

Perluasan dari model kompetensi ke model pengembangan kapabilitas ini merupakan


perubahan mendasar orientasi dan fokus pendidikan Vokasi dalam dasawarsa kedua Abad
XXI ini, yakni apa yang kita kenal dengan pergeseran dari paradigma “pengajaran” ke
paradigma “belajar”, atau dari orientasi “job” diperluas ke orientasi “life/kehidupan”, yang
memberi peluang tumbuhnya kemandirian. Hal ini harus dipahami oleh para guru Vokasi.

Pendekatan pendidikan vokasi yang lekat dengan expert-centered learning dan work-
based learning, di Abad XXI bergerak atau memperluas orientasi belajarnya dari expert-
centered learning ke life-based learning (Staron, 2006; ADB, 2014). Model pendidikan
Vokasi mengalami perluasan dari model pelatihan (training model) dan model pengembangan
profesional (professional development model) ke model pengembangan kapabilitas
(capability development model). Pergeseran model pembelajaran dalam pendidikan Vokasi
tersebut, sampai saat ini kurang diantisipasi oleh para guru vokasi. Para guru vokasi masih
3
terbiasa dengan model pola pembelajaan yang berfokus pada expert-centered learning dan
work-based learning.

Pembelajaran praktik belum secara serius dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip


yang sahih, dan adanya kecenderungan guru dalam memilih dan menggunakan metode
pembelajaran praktik yang bersifat spekulatif, yang berakibat kegiatan pembelajaran praktik
kurang menarik, membosankan, tidak menantang (Mursid, 2013). Demikian pula berdasarkan
pengamatan tim peneliti terhadap pembelajaran praktik di SMK, dari tahun ke tahun masih tetap
menggunakan model pembelajaran konvensional yang berfokus pada expert-centered learning
dan work-based learning.

Adanya permasalahan dalam pembelajaran vokasi yang lekat dengan expert-centered


learning dan work-based learning berdampak pada rendahnya kapabilitas siswa, hal ini
berdampak ketidak mampuan lulusan vokasi memecahkan permasalahan pekerjaan dalam
kehidupan nyata di Industri (Priyono, Wena and Rahardjo, 2017). Akibat pembelajaran yang
demikian kondisi pendidikan vokasi saat ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) hanya
menyelenggarakan fungsi tunggal yaitu menyiapkan siswanya untuk bekerja pada bidang
tertentu sebagai karyawan; (2) lemah dalam menyiapkan siswanya untuk menjadi
wirausahawan; (3) lambat daya tanggapnya terhadap dinamika tuntutan pembangunan
ekonomi; (4) belum optimal keselarasannya dengan dunia kerja (Slamet, 2013). Untuk
memecahkan kondisi pembelajaran tersebut perlu dikembangkan perangkat pembelajaran praktik
kerja, yang tidak hanya berorientasi pada bidang akademik semata atau vokasional semata,
tetapi juga memberikan bekal learning how to learn sekaligus learning how to unlearn, tidak
hanya belajar teori tetapi juga mempraktikkannya untuk problem kehidupan sehari-hari di
masyarakat (Butler, 2008; Pavlova, 2009). Hal inilah yang perlu diperkenalkan pada guru-guru
vokasi, agar mereka memiliki kompetensi pedagogis yang sesuai dengan tuntukan dunia kerja
terkini.

PEMBELAJARAN PRAKTIK BERBASIS KEHIDUPAN

Salah satu model bahan ajar pembelajaran praktik berbasis kehidupan yang sesuai dengan
karakteristik pendidikan Vokasi adalah model pembelajaran praktik berbasis Job Program.

4
Penggunaan model pembelajaran praktik berbasis Job Program dalam pembelajaran praktik
untuk memecahkan masalah tersebut, karena metode ini secara teoritik dan empirik telah
terbukti mampu meningkatkan kapabilitas siswa dan proses pembelajaran dibandingkan dengan
metode praktik konvensional lainnya yang lebih menekankan training model dan profesional
development model. Untuk mengembangkan kapabilitas siswa model pembelajaran praktik
berbasis Job Program, menggunakan empat strategi yaitu yaitu (l) job instruction, (2) job
methods, (3) job relation, dan (4) job safety. Sesuai dengan prinsip pembelajaran Model
pembelajaran Experiential Learning Kolb (1984) yang mengatakan bahwa pembelajaran akan
bermakna jika siswa diberi kesempatan mengkonstruksi melalui transformasi pengalamannya,
yang mencakup keterkaitan antara berbuat (the doing) dan berpikir (the thinking), maka
pelaksanaan Job program harus melibatkan pihak indistri. Melalui kombinsi proses
pembelajaran di sekolah dan Industri siswa akan mendapat pijakan teori dan pengalaman
langsung dengan dunia kerja.

Demikian pula digunakannya metode praktik ini akan mendorong siswa untuk memiliki
pemahaman yang lebih komprehensif terhadap materi pembelajaran praktik yang dipelajari
(Wren, dkk, 2009; Cheng, et al. 2013; Clement,2014 ). Disamping itu model pembelajaran
praktik berbasis Job Program telah terbukti secara empirik mampu meningkatkan ketrampilan
dan pengetahuan tenaga kerja baru pada industri manufactur di Jepang, AS dan Eropa. (Walter
& Bevens, 2012; Huntzinger, 2009, Patric & Shibuya, 2011). Demikain pula penggunaan model
pembelajaran praktik berbasis Job Program akan dapat mengubah paradigma pembelajaran
konvensional menjadi pembelajaran yang (l) berpusat pada siswa/siswa aktif, (b) interaktif, (c)
pembelajaran jejaring, (d) pembelajaran berbasis kelompok/tim, dan (e) berbasis multimedia
serta mutli disiplin.

Metode pembelajaran praktik cukup banyak ragamnya. Charles Allen seorang instruktur
kejuruan pada industri persenjataan USA, mengembangkan pembelajaran praktik untuk melatih
para pekerja industri dalam menguasai ketrampilan kerja tertentu. Mengingat metode ini terbukti
efisein dan efektif dalam meningkatkan ketrampilan kerja maka metode tersebut kemudian
diadopsi oleh industri Jepang untuk melatih para pekerja industri khususnya industri
manufaktur. Semenjak itu kemudian metode tersebut mulai diterapkan pada sekolah-sekolah

5
kejuruan dalam pembelajaran praktik. Namun metode tersebut masih memiliki beberapa
kelemahan-kelemahan, khususnya yang terkait dengan kemampuan untuk mengembangkan life
skill. Berpijak pada pengalaman dan kajian-kajian teori, maka metode tersebut dikembangkan
lebih lanjut, sehingga menghasilkan model pembelajaran praktik berbasis job program”. Dengan
model yang baru tersebut maka menurut Allen (dalam Huntzinger, 2009; Grossman, 2008) guru
akan mampu mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tentang (l) dunia kerja, (2) tangung
jawab (3) ilmu pembelajaran, (4) metode mengajar, dan (5) kepemimpinan. Ketrampilan dan
pengetahuan tersebut harus diajarkan pada siswa, sehingga siswa akan mampu menjadi pekerja
profesional di dunia industry.

Berpijak pada 5 (lima) pengetahuan dan ketrampilan yang diharus dimiliki siswa tersebut
maka dikembangkan model pembelajaran praktik yang memiliki apa yang disebut: “the job
program” yang terdiri dari empat komponen yaitu (l) job instruction, (2) job methods, (3) job
relation, dan (4) job safety. Semua pelaksanaan komponen-komponen tersebut melibatkan
industry secara proporsional, yang tentu disesuaikan dengan kondisi satuan pendidikan (Patric &
Shibuya, 2004). Dengan demikian ada pembelajaran yang dilakukan di sekolah (bengkel kerja
atau kelas, menfatangkan praktisi ke sekolah ) dan ada pembelajaran yang dilakukan di dunia
industri (dapat berupa magang singkat, kunjungan indistri dan sejenisnya)

C D
JOB JOB METHODS A E
INSTRUCTION P V
A E
B L
I O
JOB L P
I M
PROGRAM T E
Y N
JOB T
JOB RELATION
SAFETY

DILAKUKAN DI SEKOLAH DAN DI INDUSTRI

Gambar 1. Model Pembelajaran Praktik Berbasis Job Program


6
Komponen Job Program

a. Job Instruction (Petunjuk Kerja)

JI adalah cara mengajarkan dan melatih siswa untuk mengerjakan suatu pekerjaan dengan
benar. Hal ini penting karena jika siswa mampu bekerja secara benar pada akhirnya akan
berimplikasi pada (l) dapat mengurangi sisa bahan, (2) menghindari kerja ulang, (3)
memperkecil kecelakaan kerja, (4) mengefektifkan penggunaan alat serta mengurangi kerusakan
alat kerja, (5) dapat mengurangi waktu pelatihan, (6) dapat meningkatkan kuantitas produksi dan
memperbaiki kualitas, (7) meningkatkan kepuasan kerja, (8) meningkatkan keuntungan, dan (9)
pekerjaan sesuai standar. Petunjuk kerja berisi petunjuk tentang cara-cara kerja yang benar.
Dalam petunjuk kerja ini guru mengajarkan bagaimana melihat suatu pekerjaan secara utuh,
kemudian memecahnya (break down job) menjadi pekerjaan yang lebih kecil.

Job Program Komponen


Job Instruction (Petunjuk 1. Persiapan siswa untuk belajar
Kerja) 2. Menyajikan peragaan secara tepat/sesuai,
3. Mengidentifikasi poin penting (key point) suatu pekerjaan
4. Pengamatan terhadap kerja siswa
5. Memfokuskan proses kerja secara berkelanjutan menuju
tujuan akhir.

Prosedur Job Instruction


Persiapan Mengajar 1. Jadwal Waktu Yang Jelas: berapa jenis ketrampilan kerja
yang diharapkan dikuasai siswa dalam rentang waktu yang
disediakan
2. Uraian Pekerjaan (break down the job), buat daftar langkah-
langkah kerja, temukan kunci utamanya (key point),
keselamatan kerja juga merupakan hal penting
3. Siapkan tempat kerja
4. Atur posisi siswa dengan benar

7
LANGKAH MENGAJAR

Langkah 1: Siapkan 1. Atur tempat peserta dengan baik,


Peserta 2. Jelaskan jenis pekerjaan dan tanyakan apa yang mereka
ketahui tentang pekerjaan tersebut,
3. Ciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tempatkan
siswa pada posisi yang benar
Langkah 2: Penyajian 1. Jelaskan langkah-langkah kerja,
Langkah Kerja 2. Tunjukkan kunci penting dalam pekerjaan tersebut,
3. Jelaskan materi secara baik dan benar, lengkap dan harus
sabar
Langkah 3: latihan Unjuk 1. Berikan tugas/kerja baru,
Kerja 2. Suruh siswa menjelaskan langkah-langkah kerja terpenting
3. Pastikan siswa paham apa yang dilakukan
4.Teruskan sampai guru yakin bahwa siswa telah paham
Langkah 4: Tindak lanjut: 1.Biar siswa bekerja sesuai dengan keinginannya
2. Amati pada siapa siswa akan bertanya bila ada kesulitan
3.Cek secara teratur dan ajukan pertanyaan yang mampu
memotivasi kerja siswa

b. Job Methods (Metode Kerja)

Metode kerja bertujuan untuk mengajar siswa tentang cara-cara mengerjakan suatu pekerjaan
dengan baik dan benar. Pekerja industri dituntut untuk menghasilkan produk yang memenuhi
syarat secara kuantitas dan kualitas dengan menggunakan waktu sedikit mungkin. Pekerja harus
mampu menggunakan sumber-sumber (orang, peralatan) secara optimal untuk mencapai tujuan.
Untuk itu metode kerja akan menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan, dengan jalan membuat urutan pekerjaan, menjelaskan detail
8
pekerjaan, sampai elemen-elemen pekerjaan yang sedetail mungkin. Dalam metode kerja ini
guru mengajarkan pada siswa bagaimana cara memecah langkah-langkah kerja kedalam urutan
pekerjaan yang logis.

Komponen Keuntungan
1. urai pekerjaan (break down the job) 1. dapat mengurangi biaya
2. cermati setiap detail-detail pekerjaan, 2. mengurangi sisa bahan
3. kembangkan metode baru untuk 3. mengurangi inventory
menyelesaikan pekerjaan tersebut,
4. terapkan metode yang telah 4. meningkatkan produksi
Langkah dikembangkan untuk menyelesaikan
Pengembangan pekerjaan tersebut
Metode Kerja 5. meningkatkan keuntungan
6. proses perbaikan
berkelanjutan.

Prosedur Pembelajaran Job Methods (JM)

JM merupakan rencana praktis untuk membantu menghasilkan produk dengan kuantitas dan
kualitas terbaik, dalam waktu yang singkat dengan menggunakan SDM, peralatan dan material
secukupnya.

Prosedur Pembelajaran Job Methods (JM)

Langkah 1: Urain Daftar semua detail pekerjaan yang utama dengan metode kerja
Tugas/Kerja (breakdown yang digunakan,
the job)t
Yakinkan bahwa detail pekerjaan sudah memuat: bahan,
peralatan mesin dan tangan

9
Langkah 2: Ajukan Gunakan tiga jenis pertanyaan: kenapa ini penting/perlu? Apa
pertanyan terhadap detail tujuannya? Dimana harus dikerjakan? Kapan harus dikerjakan?
kerja yang telah dibuat Siapa yang pantas mengerjakan? Bagaimana cara mengerjakan
dengan cara terbaik?,
Juga ajukan pertanyaan terkait dengan: bahan, mesin, peralatan,
prosedur kerja, disain, layout, tempat kerja, keselamatan kerja
Langkah 3: Kembangkan Kurangi detail-detail yang tidak perlu
Metode Kerja Kombinasi detail-detail jika memungkinkan
Atur agar urutannya lebih baik
Sederhanakan semua detail yang penting. Ciptakan situasi kerja
yang mudah dan aman. Penempatan alat, bahan dan peralatan
pada tempat yang telah ditetapkan. Gunakan peralatan sesuai
dengan fungsinya
Susun ide-ide yang mencul dengan teman lain
Tulislah metode kerja baru yang diajukan
Langkah 4: Terapkan Laporkan tentang metode kerja baru itu pada atasan
Metode baru yang telah Sampaikan metode kerja baru itu pada operator
dihasilkan Dapatkan persetujuan akhir atas keselamatan kerja, kuantitas,
kualitas dan biaya produk
Kerjakan sesuai dengan metode yang telah dibuat. Gunakan
terus metode tersebut, sampai ada metode yang baru lebih baik
Berikan penghargaan pada yang berhak, bila perlu.

c. Job Relation (Relasi Kerja)

Relasi kerja bertujuan untuk mengembangkan kinerja siswa agar mampu mencapai kinerja
puncak (peak performance). Terkait dengan hal tersebut, tugas guru adalah meningkatkan
motivasi siswa, meningkatkan perhatian pada pekerjaan, mengajarkan cara-cara mengatasi
konflik dalam pekerjaan. JR membantu guru belajar tentang ketrampilan-ketrampilan penting

10
(critical skills) agar siswa dapat menjadi pemimpin yang baik. Tema penting dalam JR adalah
poor relationship causes poor result in production and good relations lead to good result on the
job”. Secara umum peran JR dalam pembelajaran praktik adalah (l) Menciptakan umpan balik
yang bersifat membangun, (2) Memberi penghargaan secara tepat, (3) Menyampaikan pesan
awal tentang perubahan yang dapat mempengaruhi pekerja, (4) Mengembangkan dan
memanfaatkan bakat unik, ketrampilan dan minat pekerja, (5) Mengembangkan dan
memanfaatkan bakat unik, ketrampilan dan minat pekerja

Dasar Umum Menciptakan Hubungan Yang Baik

Menciptakan Hubungan 1. Pastikan setiap pekerja tahu bagaimana cara bergaul dengan
Yang Baik baik. Pikirkan apa yang diharapkan dari pekerja. Tunjukkan
cara untuk perbaikan,
2. Berikan perhargaan bila perlu. Lihat para pekerja yang
menunjukkan kinerja yang sangat baik dibandingkan yang
lain. Beri dia penghargaan
3. Beritahu sebelumnya para pekerja bila ada perubahan yang
mungkin akan mempengaruhi dirinya. Jelaskan mengapa ini
dilakukan. Pastikan dia menerima perubahan itu,
4. Manfaatkan kemampuan setiap personal dengan cara terbaik.
Lihat kemampuan setiap personil, jangan pada saat akan
dimanfaatkan. Jangan pernah sendirian dalam masalah.

Menangani Permasalahan Kerja

Dalam melaksanakan pekerjaaan sering terjadi beberapa permasalahan, oleh karena itu siswa
perlu diajarkan cara-cara menanganinya. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menangani
permasalahan kerja antara lain:

11
Tahapan Pengangan Setrategi Penanganan
1. Lihat dan Cari fakta 1. Review catatan-catatan
2. Pahami aturan-aturan
3. Bicaralah pada setiap individu
4. Kumpulkan pendapat dan perasaan para pekerja

2. Pertimbangkan dan 1. Cocokkan fakta-fakta


Putuskan 2. Keterkaitan antar fakta-fakta lain
3. Tindakan apa yang mungkin dilakukan
4. Cek kebijakan-kebijakan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada
5. Pertimbangkan tujuannya dan pengaruhnya pada individu,
kelompok dan produksi.

6. Lakukan Tindakan 1. Apakah kamu akan menangani sendiri


2. Apakah anda akan minta bantuan?
3. Dalam masalah ini apakah anda akan menghubingi atasan
4. Perhatikan waktu saat bertindak

7. Cek hasilnya 1. Apakah kamu akan menangani sendiri?


2. Seberapa sering akan melakukan pengecekan
3. Lihat perubahan yang terjadi, terhadap hasil, sikap, hubungan
relasi antar pekerja (relationship)

d. Job Safety (Keselamatan Kerja)

JS adalah suatu metode untuk mengajarkan siswa untuk mampu mencegah terjadinya
kecelakaan, meningkatkan kesadaran terhadap keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja.
Paham akan cara kerja yang benar saja tidaklah cukup, tetapi siswa juga harus sadar dan paham
bahwa keselamatan kerja sangat penting dalam pekarjaan. Melalui JF guru mengajarkan siswa
bagaimana cara mencegah kecelakaan secara terukur, sehingga mampu mengurangi kecelakaan
12
kerja dan akhirnya dapat memperbaiki kualitas kerja secara keseluruhan. Kecelakaan dapat
berimplikasi pada beberapa hal seperti luka fisik, kerusakan peralatan, sisa bahan yang
berlebihan, waktu kerja berlebihan, menurunnya semangat kerja. Dalam hal ini siswa harus
diajarkan cara-cara mengidentifikasi, menganalisis dan mengeliminasi bahaya-bahaya potensial
yang mungkin akan terjadi. Keuntungan dari JS antara lain (l) kecelakaan kerja rendah, (2)
meningkatkan moral kerja, (3) menghemat waktu kerja, (4) memperbaiki catatan keselamatan
kerja, dan (5) hasil inspeksi yang lebih baik.

KESIMPULAN

Sistem pendidikan Vokasi di Indonesia berkembang cukup pesat secara kuantitatif, namun
dari segi mutu perlu bertumbuh lebih cepat dan lebih tinggi lagi untuk mengejar dan sejajar
dengan pendidikan vokasi di negara maju. Guna meningkatkan kualitas pendidikan vokasi salah
satunya melalui penguatan pola pembelajaran. Salah satu bentuk penguatan pola pembelajaran
adalah penguatan kompetensi pedagogis guru Vokasi. Penguatan kompetensi pedagogis guru
vokasi dapat dilakukan melalui pengenalan berbagai model-model pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik pendidikan Vokasi, khususnya terkait dengan pembelajaran praktik.

Perubahan orientasi pendidikan Vokasi dari fokus pengembangan kompetensi ke arah


pengembangan kapabilitas telah menjadi kesadaran umum di dunia pendidikan vokasi sejak
dasawarsa yang lalu. Salah satu model yang menantang konsep pembelajaran tradisional
berorientasi kompetensi adalah model pembelajaran berorientasi kapabilitas. Hal ini sejalan
dengan tantangan global saat ini sudah tak lagi terlalu membedakan antara pengetahuan
dan keterampilan, bahkan sudah terjadi komplemen antara keduanya . Perluasan dari
model kompetensi ke model pengembangan kapabilitas ini merupakan perubahan mendasar
orientasi dan fokus Vokasi dalam dasawarsa kedua Abad XXI ini, yakni apa yang kita
kenal dengan pergeseran dari paradigma “pengajaran” ke paradigma “belajar”, atau dari
orientasi “job” diperluas ke orientasi “life/kehidupan”. Orientasi kehidupan akan memberi
peluang tumbuhnya kemandirian. Inilah memunculkan model pembelajaran berbasis kehidupan,
yang harus dipahami oleh para guru Vokasi.

13
Banyak ragam model pembelajaran berbasis kehidupan, dalam pembelajaran praktik model
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik pendidikan Vokasi adalah apa yang dikenal
dengan model pembelajaran praktik berbasis job program”. Hal inilah yang perlu diperkenalkan
pada guru-guru vokasi, agar mereka memiliki kompetensi pedagodis yang sesuai dengan tuntutan
dunia kerja terkini.

DAFTAR RUJUKAN

ADB. 2014. Sustainable Vocational Training Toward Industrial Upgrading and Economic
Transformation: A knowledge Sharing Experience

Brodjonegoro. S.S. 2016. Revitalisasi Pendidikan Kejuruan . Kompas, 10 Mei 2016

Butler, F.C.2008. Instructional System Development For Vocational And Technical


Training. New Fith Eds. Jersey: Educational Technology Publication.

Bunnning, F. 2007. Approaches to Action Learning in Technical and Vocational Education and
Training (TVET). Bonn: International Centre for Technical and Vocational and Training.

Cheng, D. et al. 2013. Discussion on Engineering Education and Curricula Reform. International
of Information and Education Technology. Vol 3, No.3, June 2013 pp: 330-339.

Clement, Ute. 2014. Improving the Image of Technical and Vocational Education and Training,
GIZ. Coordinating Ministry for Economic Afairs Republic of Indonesia. 2011.

Djatmiko, I.W. 2012. Pengembangan Keprofesionalan Guru Sekolah Menengah Kejuruan.


Yogyakarta: Desertasi Tidak Diterbitkan – Universitas Negeri Yogyakarta

Dickens, J & Alertt, C. 2014. Key Aspect of Teaching and Learning in Engineering. in A
Handbook for Teaching and Learning in Higher Education, edt by Edited by Heather Fry ,
Steve Ketteridge & Stephanie Marshall . New York: Routledge

14
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan . 2017. Konseptual Model Pengembangan
Kompetensi Guru Produktif SMK Berbasis Industri Copyright ©2017 . Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI

Grossman, S.M. 2008. Training Within Industry And Lean Healthcare. Liverpool, New York:
TWI Institute.

Huntzinger, J. 2009. The Roots Of Lean: Training Within Industry: The Origin Of Kaizen
Www.TWI.Institute. Org.

Izumi, L.T and Evers. W.M 2002. Teacher Quality . http://www-hoover.stanford.edu/


publications/books/teacher.html#toc

Kidwell, Frances L. And Thomas West. 2012. Lessons from Germany and the Future of
Vocational Education.

Kilbrink, N. 2011. Theory and Practice in Technical Vocational Education: Pupils’, Teachers’
and Supervisors’ Experiences. International Journal of Technology and Design Education,
DOI: 10.1007/s10798-010-9118-4, pp. 247-252

Kolb, D. A. 1984. Experiential learning: Experience as the source of learning and development
(Vol. 1). Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall.

Mursid, R. 2013. Pengembangan Model Pembelajaran Praktik Berbasis Kompetensi Berorientasi


Produksi. Cakrawala Pendidikan, Februari 2013, Th. XXXII, No. 1 pp. 27-40

OECD. 2011. OECD Reviews of Vocational Education and Training: Learning for Jobs. Pointers
for Policy Development.

15
Obidike, N.D. 2016. Factors Effecting Teacher Quality Practices in Primary Schools in Awka
Educational Zone, Anambra State. African Journal of Teacher Education. Vol 5, No 1
(2016) > Obidike

Patric & Shibuya, 2004. Job Methods Improvement. Japan Asa Publishing.

Pavlova, M. 2009. Technology and Vocational Education for Sustainable Development


Empowering Individuals for the Future. Queensland: Springer Science Business Media B.V.

Priyono , Wena, M., and Rahardjo, B. (2017). Using Activity-Based Learning Approach to
Enhance the Quality of instruction in the Departement of Civil Engineering in Universities
in Indonesia. Malang: Green Construction and Engineering Education Conference 2017
(GCEE 2017

Ralph, E., Walker, K & Wimmer, R. 2009. Praticum Education Experience: Post Intern` View.
International Journal of Engineering Education. Vol. 25, No.1 Januari 2009, pp.122-130.

Reynolds, G.A. 2010. Teacher Quality: A Vital Determinant of Student Echevement. New
Jersey State Advisory Committte to the United State Commision on Civil Right

Staron, M., Jasinski, M and Weatherley, R. 2006. Life-Based Learning: A Strength-Based


Approach For Capability Development In Vocational And Technical Education. Australian
Government Department for Education Science and Training and TAFE NSW Available on-
line at:http://learningtobeprofessional. pbworks.com/w/ page/32893040/Life-based- learning
Accessed 21/12/2014

Staron, M. 2011. Life-Based Learning Model – A Model For Strengt-Based Approaches To


Capability Development and Implications for Personal Development Planning. Australian
Government Department for Education Science andTraining and TAFE NSW Available on-

16
line at:http://learningtobeprofessional. pbworks.com /w/page/ 32893040/Life-based-learning
Accessed 21/12/2014

Slamet, PH. 2013. Pengembangan SMK Model Untuk Masa Depan. Cakrawala Pendidikan,
Februari 2013, Th. XXXII, No. 1, pp: 14-26.

Tempelman, E., & Pilot, A. (2010). Strengthening the link between theory and practice in
teaching design engineering: An empirical study on a new approach. International Journal
of Technology and Design Education, DOI: 10.1007/s10798-010-9118-4

Walter, D & Bevens B. 2006. Learn By Doing: The Story With Training Wthin Industry. .
Summit, Nj:Walter Dietz.

Wren, J., Renner, J & Gardhagen, R. 2009. Learning More With Demonstration Based
Education. International Journal of Engineering Education. Vol. 25. No.2, pp.374-389.

17

Anda mungkin juga menyukai