Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PERILAKU KEKERASAN
Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen pengampun:

Irvan, Skep.,Ners

Nama : Asep Nasrul Gunawan

NIM : 4180180064

Tingkat:3b

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA
BANDUNG
2021
1. Definisi Prilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang


bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis.
(Muhith,Abdul, 2015). Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk
yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau riwayat perilaku
kekerasan. (Dermawan, Deden,dkk, 2013).
Sedangkan menurut (Stuart dan Sudden, 1995) Perilaku kekerasan
dapat dibagi dua menjadi perilaku secara verbal dan fisik. Sedangkan
marah tidak harus memiliki tujuan khusus. Marah lebih menunjuk kepada
suatu perangkat perasaan marah.
Dalam setiap orang terdapat kapasitas untuk berperilaku pasif, asertif,
dan agresif/perilaku kekerasan.
a. Perilaku asertif merupakan perilaku individu yang mampu menyatakan
atau mengungkapkan rasa marah atau tidak setuju tanpa menyalahkan
atau menyakiti orang lain sehingga perilaku ini dapat menimbulkan
kelegaan pada individu.
b. Perilaku pasif merupakan perilaku individu yang tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan marah yang sedang dialami, dilakukan
dengan tujuan menghindari suatu ancaman nyata.
c. Agresif/perilaku kekerasan. Merupakan hasil dari kemarahan yang
sangat tinggi atau ketakutan (panik).

2. Etiologi
1. Faktor Presisposisi
Faktor-faktor yang mendukung terjadinya masalah perilaku kekerasan
adalah faktor biologis, psikologis dan sosiokultural.
a. Faktor biologis
 Instinctual Drive Theory (Teori Dorongan Naluri).
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebakan oleh
suatu dorongan kebutuhan dasar yang sangat kuat.
 Psychosomatic Theory (teori Psikosomatik)
Pengalaman marah adalah akibat dari respons psikologis
terhadap stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.
Dalam hal ini system limbic berperan sebagai pusat untuk
mengekspresikan maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
 Frustration Aggression Theory (teori agresif frustasi)
Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari
akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu gagal atau menghambat. Keadaan
tersebut dapat mendorong individu berperilaku agresif karena
perasaan frustasi akan berkurang melalui perilaku kekerasan.
 Behavior Theory (Teori Perilaku)
Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila
tersedia fasilitas/situasi yang mendukung
 Eksistensial Theory (Teory Eksistensi)
Bertingkah laku adalah kebutuhan dasar manusia, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat terpenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka individu akan memenuhinya melalui
berperilaku destruktif.
c. Faktor sosiokultural
 Social Environment Theory (Teori Lingkungan Sosial)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung
individu untuk merespon asertif dan agresif
 Social Learning Theory (Teori Belajar Sosial)
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun
melalui proses sosialitas.
2. Faktor Presipitasi
Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap
individu bersifat unik. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar
(serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain) maupun dalam
(putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa cinta,
takut terhadap penyakit fisik, dan lain-lain). Selain itu lingkungan
yang terlalu ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan,
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. (Dermawan,
Deden, 2013).

3. Tanda dan Gejala


Menurut (Kartikasari wijayaningsih,2015) Klien dengan perilaku
kekerasan sering menunjukkan adanya antara lain:
a. Data subjektif:
 Klien mengeluh perasaan terancam, marah dan dendam.
 Klien mengungkapkan perasaan tidak berguna
 Klien mengungkapkan perasaan jengkel
 Klien mengungkapkan adanya keluhan fisik seperti dada berdebar-
debar, rasa tercekik, dada terasa sekal dan bingung
 Klien mengatakan mendengar suara-suara yang menyuruh melukai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 Klien mengatakan semua orang ingin menyerangnya
b. Data objektif
 Muka merah
 Mata melotot
 Rahang dan bibir mengatup
 Tangan dan kaki tegang, tangan mengepal
 Tampak mondar-mandir
 Tampak bicara sendiri dan ketakutan
 Tampak berbicara dengan suara tinggi
 Tekanan darah meningkat
 Frekuensi denyut nadi meningkat
 Nafas pendek

4. Pohon Masalah
Resiko tinggi mencederai diri sendiri, dan orang lain

Perilaku Kekerasan Gangguan persepsi


sensori: halusinasi
pendengaran

Regiment terapeutik Harga diri rendah Isolasi sosial:


inefektif kronis menarik diri

Koping keluarga Berduka


tidak efektif disfungsional

(Fitria, Nita 2010)

5. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah langsung
dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi diri (Stuart
dan Sudden, 1998). Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang
timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk
melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti artinya saat mengalami
suatu dorongan, penyaluran ke arah lain.
Misalnya seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya
pada objek lain meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain, mengenal kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik.
Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya, berbalik
menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu dan
mencumbunya
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci kepada orang tuanya yang
tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang
diterimanya sejak kecil, membenci orang tua merupakan hal yang
tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bisa
diekspresikan dengan berlebih-lebihan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.
Misalnya seorang yang tertarik pada teman-teman suaminya, akan
memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement: melepaskan perasaan yang tertekan, melampiaskan
pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya
yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun yang marah karena ia baru saja
mendapat hukuman dari ibunya karena menggambar di dinding
kamarnya, mulai bermain perang-perangan dengan teman-temannya.
(Muhith, Abdul, 2015).
6. Penatalaksanaan Medis
Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien
dengan marah atau perilaku kekerasan adalah:
a. Antianxiety dan sedative hipnotics.
Obat-obatan ini dapat mengendalikan agitasi yang akut.
Benzodiazepine seperti Lorazepam dan Clonazepam, sering digunakan
dalam kedaruratan psikiatrik untuk 10 menenangkan perlawanan klien.
Tapi obat ini tidak direkomendasikan untuk penggunaan dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan ketergantungan,
juga bisa memperburuk simptom depresi.
b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.
c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan
perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.
Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang
berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.
d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.
e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

7 PENGKAJIAN
. Pengkajian Menurut Fitria ( 2009 ) data yang perlu dikaji
pada pasien dengan perilaku kekerasan yaitu pada data
subyektif klien mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor,
mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan
menuntut. Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan
tanda-tanda mata
Diagnosa Keperawatan Perilaku kekerasan

A. Fokus Intervensi

Menurut Keliat ( 2005 ) intervensi pada diagnosa klien dengan

perilaku kekerasan.

Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol perilaku

kekerasan Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.


Tindakan :
1.1. Beri salam/ panggil nama
1.2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan Jelaskan maksud
hubungan interaksi
1.3. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
1.4. Beri rasa aman dan sikap empati
1.5. Lakukan kontak singkat tetapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan :

2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.


2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan

bermusuhan

2.4. klien dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Tindakan :
3.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang

dialami saat jengkel/marah.

3.2. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

3.3. Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel /

kesal yang dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan (verbal, pada orang lain

dan pada diri sendiri).

4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan.

4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang

dilakukan masalahnya selesai.


DAFTAR PUSTAKA
https://smallpdf.com/id/result#r=705678f8b78dd8ae9873eea91044ed69&t=pdf-to
word

Anda mungkin juga menyukai