Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Angka pertumbuhan penduduk di Indonesia tahun 2000-2010 sebesar 1,49 persen


sama halnya dengan rata-rata pertumbuhan penduduk tahun 1990-2000. Hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 juga menunjukkan bahwa
angka fertilitas total di Indonesia mengalami stagnasi dalam kurun waktu 10 tahun
terakhir yaitu sebesar 2,6 anak per wanita.

Kajian terhadap masalah kependudukan tidak cukup hanya dengan


memperhatikan jumlah penduduk dan laju pertumbuhannya. Banyak aspek
kependudukan dan nonkependudukan yang harus diperhatikan termasuk diantaranya
tentang fertilitas yang dikaitkan dengan keberagaman kelompok suku atau etnis yang
ada di Indonesia.

Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai faktor yang


berhubungan dengan fertilitas menunjukkan bahwa budaya serta kebiasaan setempat
memiliki peran penting dan berpengaruh terhadap fertilitas pada suatu wilayah. Hasil
penelitian tentang fertilitas pada enam provinsi di Indonesia menunjukan bahwa
masyarakat pada kelompok suku Batak dan Minang memiliki kecenderungan untuk
memiliki anak dengan jenis kelamin tertentu. Nilai anak laki-laki lebih tinggi pada
kelompok suku Batak sebagai penerus marga, sedangkan anak perempuan sangat
tinggi nilainya dalam kelompok suku Minang sebagai penjaga dan pemelihara harta
warisan keluarga besarnya. Dalam hal ini, terlihat bahwa nilai jenis kelamin anak
pada suku dan etnis tertentu terkait erat dengan jumlah anak yang dimiliki (Arsyad,
Raharja & Nugraha, 2014.)

Dalam rangka menyusun implementasi kebijakan kependudukan yang efektif,


sangat relevan untuk mempelajari perbedaan fertilitas menurut etnis di Indonesia yang
memiliki norma dan tradisi yang berbeda. Hal ini karena faktor kesukuan seperti sikap
etnis, praktek adat dan budaya
1
memengaruhi perilaku reproduksi. Etnis merupakan
faktor yang signifikan bahkan lebih penting dibandingkan dengan pengaruh faktor
lain seperti tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan penghasilan rumah tangga (Wong
& Meng, 1985).
Masyarakat pada kelompok suku atau etnis tertentu kemungkinan memiliki
kebiasaan dan adat tersendiri yang berbeda tentang fertilitas, keputusan mengenai usia
perkawinan pertama, jumlah anak ideal atau ukuran keluarga yang diinginkan,
preferensi seksual dan metode untuk menghindari kehamilan. Semua faktor tersebut
secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi fertilitas. Hal ini merupakan
alasan mengapa penelitian tentang perbedaan fertilitas menurut etnis perlu untuk
dilakukan.

Tulisan ini bertujuan untuk (i) mengetahui variasi dan pola fertilitas menurut etnis
yang ada di Indonesia; dan (ii) mengetahui variasi dan pola fertilitas pada kelompok
suku atau etnis tertentu menurut beberapa karakteristik latar belakang.

Pengetahuan mengenai perbedaan dan pola fertilitas menurut etnis akan


memberikan acuan bagi para pembuat kebijakan program kependudukan dan keluarga
berencana di Indonesia dalam menyusun kebijakan untuk memfasilitasi penurunan
fertilitas dalam konteks perbedaan etnis dan menargetkan program pada kelompok
suku tertentu.

B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian fertilitas

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas.

3. Untuk mengetahui pengukuran fertilitas.

4. Untuk mengetahui studi kasus tentang fertilitas.

5. Untuk mengetahui peran tenaga kesehatan.

C. MANFAAT

Agar makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca dalam menambah
2
wawasannya tentang fertilitas dan penanan tenaga kesehatan.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FERTILITAS

Fertilitas merupakan istilah yang digunakan pada bidang demografi untuk


menggambarkan jumlah anak yang dilahirkan hidup. Model Easterlin (1983) yang
digunakan untuk menganalisa tingkah laku fertilitas di negara berkembang,
menggabungkan ukuran yang banyak digunakan oleh ekonom (melihat fertilitas dari
sisi jumlah anak yang diinginkan) dengan yang sering digunakan oleh demografer
(fertilitas dipahami sebagai fertilitas alamiah). Konsep fertilitas dapat dipahami
sebagai fertilitas alamiah dan pengendalian kelahiran secara sadar. Dalam
buku Dasar-dasar Demografi terbitan FE UI, dijelaskan konsep-konsep penting yang
harus dipegang dalam mengkaji fenomena fertilitas, diantaranya :

1. Lahir hidup (Life Birth), menurut WHO, adalah suatu kelahiran seorang bayi
tanpa memperhitungkan lamanya di dalam kandungan, dimana si bayi
menunjukkan tanda-tanda kehidupan, misal : bernafas, ada denyut jantungnya
atau tali pusat atau gerakan-gerakan otot.
2. Lahir mati (Still Birth) adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang
berumur paling sedikit 28 minggu, tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.
3. Abortus adalah kematian bayi dalam kandungan dengan umur kurang dari 28
minggu. Ada dua macam abortus : disengaja (induced) dan tidak disengaja
(spontaneus). Abortus yang disengaja mungkin lebih sering kita kenal dengan
istilah aborsi dan yang tidak disengaja lebih sering kita kenal dengan istilah
keguguran.
4. Masa reproduksi (Childbearing age) adalah masa dimana perempuan
melahirkan, yang disebut juga usia subur (15-49 tahun).

Keputusan pengendalian kelahiran secara sadar tergantung kepada fertilitas


alamiah, jumlah anak yang3 diinginkan, dan biaya melakukan pengendalian secara
sadar tersebut. Fertilitas alamiah adalah jumlah anak yang akan dilahirkan seorang
wanita selama masa reproduksinya bila wanita itu dan suaminya tidak pernah
melakukan pengendalian kelahiran secara sadar. Hipotesis fertilitas alamiah sering
dikaitkan secara positif dengan modernisasi, seperti pendidikan, pengaruh perkotaan
dan pendapatan.

Menurut Arsyad & Nurhayati (2013), fertilitas penduduk dipengaruhi beberapa


faktor, antara lain norma besar keluarga (misalnya jumlah anak yang diinginkan),
variabel antara (misalnya lama perkawinan, pemakaian alat kontrasepsi) dan variabel
nondemografi (misalnya status sosial dan ekonomi). Variabel antara ini memiliki
pengaruh langsung terhadap fertilitas, namun pengaruhnya akan berbeda-beda akibat
adanya perbedaan etnis, status sosial, ekonomi, agama, dan sebagainya.

B. FAKTOR-FAKTOR FERTILITAS

Menurut Ida Bagus Mantra (1985), terdapat sejumlah faktor yang dapat
mempengaruhi fertilitas yang dibedakan atas faktor-faktor demografi dan non
demografi. Faktor-faktor demografi antara lain meliputi :

1. Struktur atau komposisi umur, Salah satu faktor terpenting yang


mempengaruhi fertilitas adalah usia si perempuan (Gambar
1). Fertilitascukup stabil hingga seorang perempuan mencapai usia 35
tahun. Sesudah itu, terjadi penurunan fertilitas secara bertahap. Saat
menginjak usia 40 tahun, fertilitas menurun drastis.Oleh karena itu sangat penting bagi
perempuan yang mendekati usia 35 tahun dan belum pernah hamil, untuksegera
mencari perhatian medis. Hal tersebut menjadi mendesak bagi perempuan
yang kian mendekati usia 40 tahun

2. Status perkawinan, berstatus kawin apabila mereka terikat dalam


perkawinan saat4 pencacahan, baik yang tinggal bersama maupun terpisah,
yang menikah secara sah maupun yang hidup bersama yang oleh
masyarakat sekelilingnya dianggap sah sebagai suami istri. Dalam
demografi, status perkawinan dapat dibedakan menjadi status belum
pernah menikah, menikah, pisah, pisah atau cerai, janda atau duda.
3. Umur kawin pertama,
Umur kawin pertama dapat menjadi indikator dimulainya seorang
perempuan berpeluang untuk hamil dan melahirkan. Perempuan yang
kawin usia muda mempunyai rentang waktu untuk hamil dan melahirkan
lebih panjang dibandingkan dengan mereka yang kawin pada umur lebih
tua dan mempunyai lebih banyak anak . Berdasarkan SDKI (2007) rata-
rata usia kawin pertama adalah 18,1, sedangkan idealnya adalah 21 th
bagi wanita dan 25 th bagi pria (demografi 94). Dalam UU RI tahun 2006
dinyatakan bahwa usia perkawinan untuk perempuan 16 tahun dan pria
19 tahun).
4. keperidian atau fekunditas Fekunditas merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak. Fertilitas dan fekunditas berkaitan erat, dimana
fekunditas merupakan modal awal dari seorang perempuan untuk
mengalami fertilitas dalam hidupnya dan seorang yang telah mengalami
fertilitas pasti fekunditasnya baik.
5. proporsi penduduk yang kawin.

Informasi tentang struktur perkawinan penduduk pada waktu tertentu


berguna bagi para penentu kebijakan dan pelaksana program
kependudukan, terutama dalam hal pembangunan keluarga dan upaya-
upaya peningkatan kualitas keluarga. Perkawinan pada umur dini akan
menimbulkan dampak terhadap kualitas keluarga.

Sedangkan faktor-faktor non demografi diantaranya keadaan ekonomi


penduduk, tingkat pendidikan, perbaikan status wanita, urbanisasi dan
industrialisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh secara langsung ataupun
tidak langsung terhadap fertilitas.

Davis dan blake (1956 dalam Ida Bagus Mantra,1985) memperinci pengaruh
faktor social melalui 11 “variable antara” yang dikelompokkan sebagai berikut:
5
a. Variable-variabel yang mempengaruhi hubungan kelamin

1. Umur memulai hubungan kelamin (kawin)


Menentukan kejadian ( event ) memulai berhubungan kelamin,
umumnya digunakan pendekatan umur ketika pertama kali menikah. Pada
setiap kelompok  masyarakat proses bereproduksi atau memiliki  keturunan
dilegalkan melalui institusi perkawinan walaupun tidak dipungkiri bahwa
terdapat hubungan kelamin diluar pernikahan, baik yang menghasilkan
kelahiran maupun tidak. Coba perhatikan para nenek dan generasi
sebelumnya umumnya punya anak lebihbanyak kan. Karena mereka menikah 
pada usia yang sangat muda. Mungkin bahkan mereka menikah sebelum
umur 16 tahun (batas usia menikah di UUperkawinan). Bila para generasi
nenek kita dan sebelum sebelumnya menikahpada usia yang sangat muda,
hal ini adalah dampak dari tingkat kematian yang tinggi.

Umur kawin pertama memiliki nilai plus terhadap fertilitas. Artinya


seorang perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda, sangat
dimungkinkanmemiliki beberapa orang anak sebelum mereka menyelesaikan
masa suburnya . (Masa subur  adalah rentang waktu dimana seorang
perempuan berpeluangmelahirkan umumnya dipakai usia 15 hingga 44 atau
49 tahun). 

2. Selibat permanen, yaitu

Proporsi wanita yang tidak pernah adakan hubungan kelamin.Status


tidak kawin seperti ini, biasanya menghasilkan suatu tingkatfertilitas yang
rendah dan dipandang menjadi faktor yang lebih manjur dibandingkan
penundaan umur kawin pertama. Selibat  permanen ini biasanyasering
dijumpai pada kelompok masyarakat agamis seperti pastor, pendeta
budhadan sufi. Jadi, jumlah orang  yang selibat ini sangatlah sedikit.
Variabel inimemiliki nilai minus terhadap fertilitas karena mereka yang
melakukan selibat permanen berarti ‘menghilangkan’ kejadian kelahiran
yang dimiliki.

3. Lamanya masa reproduksi yang hilang karena perceraian, perpisahan


atau ditinggal pergi
6 oleh suami, dan suami meninggal.

Tingkat perceraian dan lamanya waktu yang hilang karena lamanya


prosesperceraian suami-istri memiliki nilai minus terhadap fertilitas. Jika
perkawinanberlangsung stabil atau jikalaupun tidak stabil namun tak ada
waktu yang hilangdiantaranya, maka fertilitas tidak berpengaruh. Seorang
perempuan yangmenjalani proses perceraian dapat menanti beberapa
masa/waktu sebelummemasuki perkawinan baru dan kesuburan diantara
masa tersebut menjadi hilang.Kesuburan akan kembali stabil jika terjadi
perkawinan baru.

4. Abstinensi sukarela.

Abstinen ini adalah pantang senggama sukarela dalam perkawinan atau


tidak ngumpul suami-istri. No seks. Lebih banyak masyarakat pra-industri
jaman dulu yang melakukan pantang senggama dalam perkawinan
dibandingkan masyarakatindustri. Pengaruhnya terhadap fertilitas tergantung
pada suasana tertentu karenasekurang-kurangnya ada 4 tipe restriksi yakni
sesudah melahirkan (post partum),pantang berkala (occasional ), masa
hamil dan masa haid. Tipe restriksi pertama (sesudah melahirkan) dan
kedua (pantang berkala) cenderung membatasikelahiran. Sedangkan dua
yang terakhir (masa hamil dan masa haid) mempunyai efek meningkatkan
kelahiran (karena kesuburan setelah selesai dari masa hamil dan
haid, tingkat kesuburan perempuan meningkat).

5. Abstinensi karena terpaksa (impotensi, sakit, berpisah sementara yang


tidak dapat dihindari.

Karena kesehatan atau penyakit mengakibatkan pantang senggama yang


lebihtinggi. Faktor yang sama dapat menyebabkan impotensi walaupun
kondisi inilebih ditentukan oleh faktor psikologis. Suatu penyebab lain ialah
terpisahnyasuami istri karena migrasi.

6. Frekuensi hubungan seks

Frekuensi senggama mungkin lebih banyak menaikkan fertilitas di


masyarakatsedang 7berkembang daripada masyarakat industri. Davis dan
Blake tidak dapatmenemukan bukti yang kuat bahwa frekuensi rata-rata
senggama dalam kelompok umur yang satu jelas berbeda dengan kelompok
umur lainnya seperti juga halnyaantara satu masyarakat dengan masyarakat
lainnya. Juga tidak ada bukti bahwa frekuensi  senggama merupakan factor
yang penting yang mempengaruhi variasifertilitas antara satu masyarakat
dengan yang lain.

b. Variabel-variabel yang mempengaruhi kemungkinan konsepsi

1. Keperidian dan kemandulan (fekunditas dan infekunditas).

Hanya ada sedikit bukti. Kondisi hidup yang sulit didalam


kelompok masyarakat dapat menimbulkan suatu tingkat fertilitas yang
rendah sekali ataukemandulan mutlak khususnya pada bagian akhir dari
masa reproduksi seorangperempuan. Penyakit kelamin juga dapat
mengakibatkan kemandulan padamasyarakat yang berperadaban tinggi. Pada
pihak lain ketegangan syaraf dan cara hidup pada sebagian masyarakat
perkotaan sedikit banyak dapat menurunkanfertilitas.

2. Menggunakan atau tidak menggunakan alat kontrasepsi.

Mengingat variabel senggama memiliki pengaruh negatif


terhadap fertilitashanya dengan ‘tidak kumpul’, baik variabel konsepsi
maupun variabel kehamilantidak membutuhkan suatu cara se-ekstrim
pantang senggama atau perlunya hal itu dilembagakan (seperti kehidupan
selibat) untuk mempengaruhi fertilitas. Efisiensiyang nyata dari kontrasepsi
khususnya diduga akan mampu meluaskanpenggunaannya sebagai alat
penekan fertilitas.

3. Kesuburan atau kemandulan yang disengaja (sterilitas).

Sama halnya dengan kontrasepsi yang menggunakan bahan kimia


danmekanik, kontrol terhadap kesuburan berada diluar kemampuan masyarak
at.Operasi pada bagian alat kelamin dapat dilaksanakan tapi dapat member-
kan efek yang berbahaya. Bila tehnik operasi  disempurnakan sehingga
dengan mudah di ubah-ubah untuk sekaligus mengatur jarak  kelahiran anak
atau membatasijumlah anak maka cara ini dapat menjadi alat utama untuk
mereduksi fertilitas8dimasyarakat terbelakang.
c. Variable-variabel yang mempengaruhi kehamilan dan kelahiran dengan
selamat.

1. Kematian janin oleh faktor-faktor yang tidak disengaja.

Berkenaan dengan variabel nomor ini telah dikemukakan bahwa nilai


fertilitas pada umumnya rendah pada masyarakat pra-industri. Karena data
yangtersedia memperlihatkan bahwa tingkat lahir-mati lebih besar dalam
masyarakatdemikian. Bagaimanapun juga kesimpulan tersebut masih perlu
diuji karena tidak ada informasi pembanding yang cukup untuk angka-angka
keguguran.

2. Kematian janin oleh faktor-faktor yang disengaja.

Masyarakat terbelakang sangat sedikit mengetahui tentang cara memper
kecilmortalitas janin, sebaliknya mereka benar-benar memiliki cara yang
mudah untuk mempertinggi kematian janin yakni melalui pengguguran
karena cara inidipandang sebagai cara utama membatasi fertilitas.

C. PENGUKURAN FERTILITAS

Pengukuran fertilitas memiliki dua macam pengukuran, yaitu  pengukuran


fertilitas tahunan dan pengukuran fertilitas kumulatif. Pengukuran fertilitas
tahunan (vital rates)adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu yang
dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan
pada tahun tersebut. Sedangkan pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur
jumlah rata-rata anak yang dilahirkan oleh seorang wanita hingga mengakhiri
batas usia subur.

a) Ukuran-ukuran Fertilitas Tahunan

1. Tingkat Fertilitas Kasar (Crude Birth Rate)

Tingkat fertilitas kasar adalah banyaknya kelahiran hidup pada


9
suatutahun tertentu tiap 1.000 penduduk pada pertengahan tahun. Dalam
ukuran CBR, jumlah kelahiran tidak dikaitkan secara langsung dengan
penduduk wanita, melainkan dengan penduduk secara keseluruhan.
CBR = B x 1000

Pm

dimana: CBR = Tingkat Kelahiran Kasar

Pm = Penduduk pertengahan tahun

K = Bilangan konstan yang biasanya 1.000

B = Jumlah kelahiran pada tahun tertentu

Kebaikan dari perhitungan CBR ini adalah perhitungan ini sederhana,


karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang dilahirkan
dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Adapun kelemahan dalam perhitungan CBR yakni tidak memisahkan


penduduk laki-laki dan penduduk perempuan yang masih kanak-kanak dan
yang berumur 50 tahun ke atas. Jadi angka yang dihasilkan sangat kasar.
Sedangkan kelebihan dalam penggunaan ukuran CBR adalah perhitungan ini
sederhana, karena hanya memerlukan keterangan tentang jumlah anak yang
dilahirkan dan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

2. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Tingkat fertilitas umum mengandung pengertian sebagai jumlah


kelahiran (lahir hidup) per 1.000 wanita usia produktif (15-49 tahun) atau
(15-44 tahun) pada tahun tertentu. Pada tingkat fertilitas kasar masih terlalu
kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Tetapi pada tingkat fertilitas umum ini pada penyebutnya
sudah tidak menggunakan jumlah penduduk pada pertengahan tahun lagi,
tetapi  jumlah penduduk wanita pertengahan tahun umur 15-49 tahun.

GFR = __B__ x k

Pf’15 – 44
10
Atau

GFR = __B__ x k
Pf’15 – 49

dimana: GFR = Tingkat Fertilitas Umum

B = Jumlah kelahiran

Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun


pada  pertengahan tahun

Pf (15-49) = Jumlah penduduk wanita umur 15-49 tahun


pada  pertengahan tahun

K = Bilangan konstanta yang bernilai 1.000

Kebaikan dari perhitungan GFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat
daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang berumur 15-49 tahun
atau sebagai penduduk yang exposed to risk.

Kelemahan dari penggunaan ukuran GFR adalah ukuran ini tidak


membedakan kelompok umur, sehingga wanita yang berumur 40 tahun
dianggap mempunyai resiko melahirkan yang sama besar dengan wanita
yang berumur 25 tahun. Namun kelebihan dari penggunaan ukuran ini ialah
ukuran ini cermat daripada CBR karena hanya memasukkan wanita yang
berumur 15-49 tahun atau sebagai penduduk yang “exposed to risk”.

3. Tingkat Fertilitas menurut Umur(Age Specific Fertility Rate)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok


penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula
dibedakan menurut: jenis kelamin, umur, status perkawinan, atau kelompok-
kelompok penduduk yang lain.

Diantara kelompok wanita reproduksi (15-49 tahun) terdapat variasi


kemampuan melahirkan, karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas wanita
pada tiap-tiap kelompok
11 umur. Dengan mengetahui angka-angka ini dapat
pula dilakukan perbandingan fertilitas antar penduduk dari daerah yang
berbeda.
ASFRi = __ Bi__ x k

Pfi

dimana: ASFRi  = Tingkat Fertilitas menurut Umur

Bi = Jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur i


Pf i = Jumlah wanita kelompok umur i pada
pertengahan tahun

K = Angka konstanta, yaitu 1.000  

Kebaikan dari perhitungan ASFR ini adalah perhitungan ini lebih cermat
dari GFR Karena sudah membagi penduduk yang exposed to risk ke dalam
berbagai kelompok umur. Dengan ASFR dimungkinkan pembuatan analisis
perbedaan fertilitas (current fertility) menurut berbagai karakteristik
wanita.Dengan ASFR dimungkinkan dilakukannya studi fertilitas menurut
Kohor.ASFR ini merupakan dasar untuk perhitungan ukuran fertilitas dan
reproduksi selanjutnya (TFR, GRR, dan NRR).

Namun dalam pengukuran ASFR masih terdapat beberapa kelemahan


diantaranya yaitu:

 Ukuran ini membutuhkan data yang terperinci yaitu banyaknya kelahiran


untuk tiap kelompok umur sedangkan data tersebut belum tentu ada di
tiap negara/daerah, terutama negara yang sedang berkembang. Jadi pada
kenyataannya sukar sekali mendapatkan ukuran ASFR.

 Tidak menunjukkan ukuran fertilitas untuk keseluruhan wanita umur 15-


49 tahun.

b) Ukuran-ukuran Fertilitas Kumulatif

1. Total Fertility Rate (TFR)


12
Tingkat Fertilitas Total didefenisikan sebagai jumlah kelahiran hidup
laki-laki dan perempuan tiap 1.000 penduduk yang hidup hingga akhir
masa reproduksinya dengan catatan:
1. Tidak ada seorang perempuan yang meninggal sebelum mengakhiri
masa reproduksinya
2. Tingkat fertilitas menurut umur tidak berubah pada periode waktu
tertentu.

Total Fertility Rate/ TFR adalah rata-rata jumlah anak yang dilahirkan
seorang wanita sampai akhir masa reproduksinya. Dalam praktek Tingkat
Fertilitas Total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat fertilitas perempuan
menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan, dengan
asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal sama dengan rata-rata
tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan. Rumus perhitungan TFR yaitu
sebagai berikut.

TFR 5 ∑ ASFR

Keterangan : TFR = Angka Fertilitas Total

ASFR = Angka Fertilitas Menurut kelompok umur 5


tahunan

2. Gross reproduction rates (GRR)

Jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000 perempuan sepanjang masa


reproduksinya, dengan catatan tidak ada seorang perempuan yang meninggal
sebelum mengakhiri masa reproduksinya Banyaknyaperempuan yang
dilahirkan oleh kohor perempuan

GRR = ∑5 ASFR

GRR = 5 x Jumlah ASFR

= 5 x 208,31

= 1041,55

= 1.041,55 kelahiran bayi perempuan tiap 1000 perempuan usia reproduksi.


13
3. Net Reproduction Rates (NRR)

NRR adalah jumlah kelahiran bayi (pr) oleh sebuah kohor hipotesis dari
1000 (pr) dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan para (pr) itu
sebelum mengakhiri mengakhiri masa reproduksinya.

NRR = ASFR x nLx 1o

D. STUDI KASUS TENTANG FERTILITAS

Jumlah kelahiran bayi perempuan oleh sebuah kohor hipotesis dari


1000perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalnya perempuan
tsb sebelum mengakhiri masa reproduksinya. Asumsi : bayi  perempuan mengikuti
pola fertilitas dan mortalitas ibunya  jumlah penduduk Indonesia menempati urutan
keempat terbesar di dunia.Tingkat pertumbuhan penduduknya juga tinggi. Sebenarnya
jumlahpendudukyang besar bukanlah suatu masalah,sebab apabila
semua penduduknya memiliki kualitas SDM yang baik maka justru akan memberikan
kontribusi kepada negara. Masalah kependudukan di Indonesia adalah sebagai
berikut:

1. Masalah Penduduk yang Bersifat Kuantitatif

a) Jumlah Penduduk Besar

Penduduk dalam suatu negara menjadi faktor terpenting dalam


pelaksanaan pembangunan karena menjadi subjek dan objek
pembangunan. Manfaat jumlah penduduk yang besar:

 Penyediaan tenaga kerja dalam masalah sumber daya alam.

 Mempertahankan keutuhan negara dari ancaman yang berasal dari


bangsa lain.
14
Selain manfaat yang diperoleh, ternyata negara Indonesia yang
berpenduduk besar, yaitu nomor 4 di dunia menghadapi masalah yang
cukup rumit yaitu:
 Pemerintah harus dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan
hidupnya. Dengan kemampuan pemerintah yang masih terbatas
masalah ini sulit diatasi sehingga berakibat seperti masih banyaknya
penduduk kekurangan gizi makanan, timbulnya pemukiman kumuh.

 Penyediaan lapangan kerja, sarana dan prasarana kesehatan dan


pendidikan serta fasilitas sosial lainnya. Dengan kemampuan dana
yang terbatas masalah ini cukup sulit diatasi, oleh karena itu
pemerintah menggalakkan peran serta sektor swasta untuk
mengatasi masalah ini.

b) Pertumbuhan Penduduk Cepat

Secara nasional pertumbuhan penduduk Indonesia masih relatif cepat,


walaupun ada kecenderungan menurun.Antara tahun 1961 – 1971
pertumbuhan penduduk sebesar 2,1 % pertahun, tahun 1971 – 1980 sebesar
2,32% pertahun, tahun 1980 – 1990 sebesar 1,98% pertahun, dan periode
1990 – 2000 sebesar 1,6% pertahun. Keluarga berencana merupakan suatu
usaha untuk membatasi jumlah anak dalam keluarga, demi
kesejahteraankeluarga. Dalam program ini setiap keluarga dianjurkan
mempunyai dua atau tiga anak saja atau merupakan keluarga kecil.Dengan
terbentuknya keluarga kecil diharapkan semua kebutuhan hidup anggota
keluarga dapat terpenuhi sehingga terbentuklah keluarga sejahtera. Dua
tujuan pokok Program Keluarga Berencana yaitu:

 Menurunkan angka kelahiran agar pertambahan penduduk tidak melebihi


kemampuan peningkatan produksi.

 Meningkatkan kesehatan ibu dan anak untuk mencapai keluarga


sejahtera

 Persebaran Penduduk Tidak Merata Persebaran penduduk di Indonesia


tidak merata baik persebaran antarpula.

15

E. PERAN TENAGA KESEHATAN


1. Pemberi asuhan keperawatan

 Membantu klien secara fisik maupun psikologik dengan tetap menjaga


martabat klien.

 Tindakan keperawtan dapat melibatkan asuhan keperawatan secara


penuh, sebagian atau suportif-edukatif.

 Bertujuan memandirikan pasien secara maksimal.

 Mencakup aspek fisik, psikologik, sosial-kultural, maupun spiritual.

2. Komunikator

 Komunikasi terintegrasi dalam semua peran keperawatan.

 Perawat berkomunikasi kepada klien, pendukung klien, tenaga kesehatan


lain, keluarga dan komunitas.

 Perawat mengidentifikasi masalah klien dan mengomunikasikan sevara


verbal atau tertulis kepada tim kesehatan lain.

 Perawat harus kompeten untuk mengomunikasikan secara jelas dan tepat


agar kebutuhan kesehatan klien terpenuhi.

3. Pendidik

 Membenatu klien belajar tentang kesehatan dan cara memulihkan atau


memelihara kesehatan mereka.

 Mengkaji kebutuha pembelajaran, dan keseiapan klien utuk belajar


menetapkan tujuan belajar yang spesifik, menerapkan strategi
pengukuran dan mengukurnya.

 Mendidik perawat dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah dan


berbagai perkaranya dengan sesama perawat dan tenaga kesehatan lain.
16

4. Pembela/advokad klien

 Bertindak melindungi klien


 Memberikan informasi yang diperlukan klien atau memfasilitasi klien
agar tenaga kesehatan lain memberikan informasi yang diperlukan klien.

5. Konselor

 Proses membantu klien untuk mengetahui dan mengatasi masalah


psikologik atau sosal, meningkatkan pertumbuhan personal.

 Memberikan dukungan emosional, intelektual, dan psikologik.

 Membantu klien untuk mengembangkan sikap, perasaan dan perilaku


dengan melihat alternatf perilaku yang lebih sehat dan meningkatkan
kemampuan pengendalian diri.

17
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Fertilitas yang bahasa inggrisnya “ fertility” berarti reproductive


performance(Webster’s, 1966). Fertilitas adalah suatu pengertian yang digunakan
oleh ahli demografi untuk menunjukan tingkat pertambahan jumlah anak
(Hutabarrat, 1973). Melihat dari pendapat para ahli dalam memberi definisi
mengenai fertilitas maka dapat disimpulkan bahwa fertilitas dapat diartikan
sebagai suatu ukuran dari hasil reproduksi dan dinyatakan dengan jumlah bayi
yang lahir hidup ataupun yang lahir mati. Pengukuran Fertilitas Tahunan adalah
pengukuran kelahiran bayi pada tahun tertentu dihubungkan dengan jumlah
penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun tersebut.

18 DAFTAR PUSTAKA

www.scribd.com
Jurnal keperawatan universitas sumatra utara

Jurnal kependudukan indonesia tahun 2017

19

Penguatan Materi
Moderator : Rio Chandra Pratama

Penyaji :Fadillah Fauzana

Penguatan Materi : Miftahul Jannah

Daftar Pertanyaan :

1. Apa yang mempengaruhi fertilitas suatu daerah ?


2. Apa yang dimaksud dengan peran perawat sebagai koselor dalam fertilitas?
3. Apa yang dimaksud dengan pemberian asuhan keperawatan secara fisik dan
psikologis ?
4. Apa dampak fertilitas terhadap pertumbuhan penduduk Indonesia ?
5. Jelaskan dampat tinggi rendahnya fertilisasi terhadap kualitas ?
6. Apa yang menyebabkan terjadinya fertilisasi ?
7. Apa yang dimaksud dengan variabel antara dalam fertilisasi ?

Penguatan jawaban :

1. Faktor penyebab fertilitas


 Usia wanita, fertilitas cukup stabil hingga seseorang wanita berusia 35 tahun.
Setelah itu akan terjadi penurunan secara bertahap
 Lama waktu mencoba mengandung
 Masalah medis
2. Dampak tinggi rendah fertilitas
Dampak tingginya yaitu terhadap pertumbuhan penduduk apabila angka
pertumbuhan penduduk tinggi maka yang menjadi tantangan disini yaitu
bagaimana kualitas hidup orang yang tinggal di wilayah tersebut. Apabila
SDA daerah tersebut memadai dan angka fertilitas tinggi tentu tidak akan
berdampak besar terhadap kualitas hidup.
Dampak rendahnya yaitu penghuni wilayah tersebut tentu berusia tua dimana
sudah tidak produktif lagi. Disini akan berakibat terhadap perkembangan
negara dimana tidak ada lagi penerus dari negara tersebut.
3. Dampak fertilitas terhadap
20 pertumbuhan penduduk indonesia
Apabila angka fertilitas tinggi tentu pertumbuhan penduduk semakin besar.
Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju
pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibanding laju pertumbuhan
penduduk. Apabila tidak ada pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk,
maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber
kemelaratan dan kemiskinan manusia.

21

Anda mungkin juga menyukai