REKAM MEDIS
A. Anamnesis
Autoanamnesis (EPM)
1. Identifikasi
Nama : Ny. R
Med.Rec/Reg : 836769/RI14022746
Umur : 33 tahun
Suku bangsa : Sumatera
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sinar Mulyo, Simpang, Kabupaten Ogan Komering Ulu
Selatan, Simpang Martapura
2. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, lama 17 tahun
3. Riwayat Reproduksi
Menarche 13 tahun, lama haid 5 hari, siklus haid 28 hari
4. Riwayat kehamilan/melahirkan
1. Perempuan, 15 tahun, sehat
2. Perempuan, 10 tahun, sehat
3. Kuretase ai. mola hidatidosa, April 2014, SpOG, RS Amana Baturaja
7. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Keluar darah dari kemaluan
Riwayat perjalanan penyakit :
Bulan April 2014 os mengalami perdarahan dari kemaluan, banyaknya 2x
ganti pembalut, saat itu os mengaku sedang hamil 2 bulan. Riwayat keluar
jaringan seperti ati ayam (-), keluar gelembung seperti mata ikan (-). Os
berobat dengan SpOG di RS Amana Baturaja dan didiagnosis hamil anggur.
Os kemudian menjalani kuretase, namun jaringan tidak dilakukan
pemeriksaan patologi anatomi.
Sejak bulan Juli 2014, os mengaku keluar darah dari kemaluan lagi,
banyaknya 3-4 kali ganti pembalut, sehingga badan os lemas. Os kontrol ke
SpOG di RSUD Baturaja tanggal 6 Agustus 2014 dan dirawat inap untuk
menerima transfusi darah 2 kantong. Os lalu dirujuk ke RSMH dengan suspek
koriokarsinoma (dari surat rujukan).
Di RSMH os dikatakan menderita keganasan karena hamil anggur dan
sudah menjalani kemoterapi Metotrexate-Rescuvolin seri I tanggal 12
Agustus-19 Agustus 2014, seri II tanggal 26 Agustus-3 September 2014. Saat
ini os masih mengeluh perdarahan dari kemaluan, banyaknya 2x ganti
pembalut/hari, serta untuk menjalani kemoterapi seri III.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Status Present
a. Keadaan umum
12 Agustus 2014 26 Agustus 2014 15 September 2014
Kesadaran Kompos mentis Kompos mentis Kompos mentis
Berat badan 46 kg 41 kg 40 kg
Tinggi badan 152 cm 152 cm 152 cm
Tekanan darah 110/80 mmHg 110/80 mmHg 100/70 mmHg
Nadi 88x/menit 92x/menit 82x/menit
Pernapasan 20x/menit 20x/menit 20x/menit
Suhu 36,5ºC 36,5ºC 36,5ºC
2
b. Keadaan khusus
Keadaan 12 Agustus 2014 26 Agustus 2014 15 September 2014
khusus
Kepala Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak Konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak anemis, sklera anemis, sklera tidak
ikterik tidak ikterik ikterik
Leher Tekanan vena Tekanan vena Tekanan vena
jugularis tidak jugularis tidak jugularis tidak
meningkat, massa meningkat, massa meningkat, massa
tidak ada tidak ada tidak ada
Toraks Jantung: murmur Jantung: murmur Jantung: murmur (-),
(-), gallop (-) (-), gallop (-) gallop (-)
Paru: sonor, Paru: sonor, Paru: sonor,
vesikuler normal, vesikuler normal, vesikuler normal,
ronkhi (-), ronkhi (-), ronkhi (-), wheezing
wheezing (-) wheezing (-) (-)
Abdomen Lihat status Lihat status Lihat status
ginekologi ginekologi ginekologi
Ekstremitas Edema pretibia Edema pretibia Edema pretibia
(-/-), varises (-/-), (-/-), varises (-/-), (-/-), varises (-/-),
refleks fisiologis refleks fisiologis refleks fisiologis (+/
(+/+), refleks (+/+), refleks +), refleks patologis
patologis (-/-) patologis (-/-) (-/-)
2. Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan 12 Agustus 2014 26 Agustus 2014 15 September 2014
ginekologi
Pemeriksaan luar Abdomen datar, Abdomen datar, Abdomen datar,
lemas, simetris, lemas, simetris, lemas, simetris,
fundus uteri ½ fundus uteri 1 fundus uteri 1 jari
pusat-simpisis, jari bawah bawah pusat, nyeri
nyeri tekan (-), pusat, nyeri tekan tekan (-), tanda
tanda cairan bebas (-), tanda cairan cairan bebas (-)
(-) bebas (-)
Inspekulo Portio livide, OUE Portio livide, Portio livide, OUE
tertutup, fluor (-), OUE tertutup, terbuka 1 cm,
fluksus (+) darah fluor (-), fluksus fluor (-), fluksus
tak aktif, erosi(-), (+) cairan (+) darah tak
laserasi (-), polip berwarna kuning, aktif, erosi(-),
(-), sondase uterus erosi(-), laserasi laserasi (-), polip
AF 6 cm (-), polip (-) (-)
Vaginal toucher Portio lunak, OUE Portio lunak, Portio lunak, OUE
tertutup, CUT ∞ 16 OUE tertutup, tertutup, CUT ∞ 20
minggu, AP kanan CUT ∞ 20 minggu, AP kanan
3
C. Pemeriksaan penunjang
USG konfirmasi (NS) : 8 Agustus 2014
Tampak uterus lebih besar dari ukuran normal
Tampak gambaran honey comb appereance di dalam kavum uteri ukuran
9,79 x 5,69 cm. Tampak gambaran arus darah yang ramai.
Kesan : Suspek PTG
D. Diagnosa kerja
Tumor trofoblast gestasional stadium I skor FIGO 6 kemoresisten MTX-
Rescuvolin
E. Prognosis
Ibu : dubia
F. Terapi
- Rencana histerektomi
II. PERMASALAHAN
A. Apakah faktor-faktor yang dapat menyebabkan resistensi kemoterapi pada
pasien TTG non-metastasis dan metastasis risiko rendah?
B. Bagaimana tatalaksana pasien TTG non-metastasis dan metastasis risiko
rendah yang resisten terhadap kemoterapi?
lokal dan metastasis jauh. Setelah evakuasi mola komplit, invasi lokal pada
uterus dapat terjadi pada 15% kasus dan metastasis pada 4% kasus. Mola komplit
dengan ukuran uterus yang lebih besar dan kadar β-hCG >100.000 mIU/ml
berisiko 40-50% menjadi TTG. Perdarahan pervaginam dapat menjadi salah satu
gejala TTG akibat tumor invasif yang mengikis ke pembuluh darah uterus atau
tumor invasif yang menembus miometrium sehingga menyebabkan perdarahan
intraperitoneal.2
Sekitar 50-70% pasien dengan TTG pascamola merupakan mola persisten
atau invasive dan 30-50% merupakan koriokarsinoma. Placental Site
Trophoblastic Tumor (PSTT) dan Epitheloid Trophoblastic Tumor (ETT)
merupakan bentuk TTG yang jarang. Mola invasif ditandai dengan adanya villi
korionik edematous dan proliferasi trofoblas yang menginvasi langsung ke
miometrium. Koriokarsinoma adalah murni keganasan epitel yang terdiri dari
elemen sinsitiotrofoblas neoplastik dan sitotrofoblas tanpa villi korionik. PSTT
ditandai dengan proliferasi sel-sel trofoblas tanpa adanya villi.1
Berdasarkan International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO),
diagnosis TTG dapat ditegakkan pascaevakuasi mola hidatidosa apabila
ditemukan : 1,2
1. Kadar β-hCG menetap pada ≥4 kali pemeriksaan selama 3 minggu (hari ke-1,
7, 14, dan 21 pascaevakuasi mola)
2. Peningkatan β-hCG ≥10% pada ≥3 kali pemeriksaan selama 2 minggu (hari
ke-1, 7, dan 14 pascaevakuasi mola)
3. Kadar β-hCG tetap positif 6 bulan pascaevakuasi mola
4. Hasil histologi koriokarsinoma, mola invasif, atau PSTT
5. Adanya metastasis dengan peningkatan hCG.
Menurut Hammond dalam May, dkk. diagnosis TTG dapat ditegakkan hanya
berdasarkan klinis (kriteria HBes menurut Acosta Sison: Having expelled a
product of conception, Bleeding, Enlargement and softness of the uterus) dan
peningkatan kadar β-hCG, tidak mutlak diperlukan bukti secara histopatologis
6
Berdasarkan skor prognosis FIGO, TTG digolongkan menjadi risiko rendah (skor
FIGO ≤6) dan risiko tinggi (skor FIGO ≥7).
Pasien TTG stadium I, II, dan III dengan risiko rendah menurut skor FIGO,
biasanya memiliki respon baik terhadap kemoterapi tunggal. Sebagian besar TTG
tanpa metastasis dapat mengalami remisi komplit dengan kemoterapi tunggal,
tanpa histerektomi. Regimen yang umum digunakan adalah methotrexate (MTX)
dan actinomycin-D (ACT-D).2
Dilatasi dan kuretase ulangan tidak diindikasikan karena dapat berisiko
perdarahan, infeksi, dan tidak mengurangi risiko diperlukannya kemoterapi
adjuvant pascakuretase. Dahulu, evakuasi uterus ulangan dapat dilakukan bila
kadar hCG <5000 IU/l dan hasil pemeriksaan USG menunjukkan tumor terbatas
pada kavum uteri. Savage dan Seckl dalam McGrath, dkk. menuliskan bahwa
pada pasien TTG dengan kadar hCG >5000 IU/l, sekitar 70% pasien akan
memerlukan kemoterapi tunggal, meskipun telah dilakukan evakuasi uterus
ulangan. Evakuasi ini dapat menyebabkan risiko perforasi uterus terutama bila
terdapat invasi ke endometrium. Bila hCG >100.000 IU/l dan ukuran uterus
semakin besar, maka tidak ada manfaat melakukan evakuasi dan berisiko terjadi
perdarahan serta perforasi uterus.2,4
Tabel 3. Regimen kemoterapi pada TTG non-metastasis dan TTG metastasis risiko
rendah
Regimen/ jadwal Dosis
Methotrexate (MTX)
Weekly 30 mg/m2 IM
5 hari/ setiap 2 minggu 0,4 mg/kgBB IM (maksimum 25 mg/hari)
MTX/Asam folat
Setiap 2 minggu MTX 1 mg/kgBB IM hari ke-1,3,5,7, dan asam folat 0,1
mg/kgBB IM hari ke-2,4,6,8
MTX infus/Asam folat
Setiap 2 minggu MTX 100 mg/m2 IV bolus dan asam folat 200 mg/m2 infus
dalam 12 jam, dilanjutkan asam folat 15 mg/6 jam peroral
sebanyak 4 dosis
Actinomycin-D (ACT-D)
5 hari/ setiap 2 minggu 9-13 mcg/kgBB/hari IV (maksimum 500 mcg/hari)
Bolus/ setiap 2 minggu 1,25 mg/m2 IV bolus
Etoposide
5 hari/ setiap 2 minggu 200 mg/m2/ hari peroral
1
Dikutip dari Soper dan Creasman
9
sudut datang gelombang suara, dan diameter sample gate. Arteri uterina
merupakan cabang dari a. iliaka interna yang memperdarahai uterus dan 1/3 atas
vagina. Pemeriksaan Doppler a. uterina dilakukan pada rami ascendens yang
memperdarahi uterus. Tempatkan transduser pada fossa iliaka, tekan tombol
color Doppler, kemudian cari a. iliaka interna (AII) yang memiliki gambaran
Doppler spesifik yaitu selalu ada gambaran aliasing karena velositas AII lebih
cepat dibandingkan kecepatan mesin USG. Arteri uterina akan menyilang AII
menuju ke uterus. Perhatikan arah a. uterina dan diameternya. Tempatkan sample
gate di a.uterina dengan diameter sekitar 60% dari diameter a.uterina. atur arah
sudut datang gelombang suara antara 30-60 derajat. Bila terdapat aliasing,
lakukan penyesuaian dengan mengatur posisi base-line peralatan USG.11
Penelitian Argawal, dkk. menyimpulkan bahwa skor FIGO 6 dan UAPI ≤1
merupakan indikasi memulai kemoterapi awal dengan kemoterapi kombinasi,
bukan dengan kemoterapi MTX tunggal. Kombinasi UAPI dan skor FIGO dalam
menentukan jenis kemoterapi pada pasien TTG dapat meningkatkan akurasi
prediksi sebesar 9%.9
McGrath, dkk. menyimpulkan dalam penelitiannya, pasien TTG risiko rendah
dengan kadar hCG >100.000 sampai <400.000 IU/l dapat diberikan kemoterapi
tunggal, dengan angka remisi 30%, relatif bersifat non-toksik dan hanya akan
memperpanjang waktu perawatan sekitar 2 minggu bila akhirnya diperlukan
penggantian regimen menjadi kemoterapi kombinasi. Langkah ini tidak akan
mempengaruhi angka ketahanan hidup pasien. Sedangkan pasien TTG risiko
rendah dengan kadar hCG >400.000 IU/l direkomendasikan menerima
kemoterapi kombinasi sejak awal. Rekomendasi ini dibuat mengingat regimen
kemoterapi kombinasi (misal EMACO) memiliki toksisitas yang lebih besar
dibandingkan kemoterapi tunggal, misal alopesia, supresi sumsum tulang,
menopause dini, dan keganasan sekunder.4
16
Pencitraan preoperatif seperti USG, MRI, arteriografi, dan PET scan dapat
membantu dalam mengidentifikasi lokasi residu tumor dan dapat membantu
persiapan operasi. Bila tumor ukuran besar diidentifikasi dalam uterus,
19
IV. SIMPULAN
1. Sekitar 20% kasus TTG non-metastasis dan TTG metastasis risiko rendah
akan berkembang menjadi resisten kemoterapi, namun >90% akan remisi
setelah penggantian regimen kemoterapi tunggal, dan 10% kasus
membutuhkan kemoterapi kombinasi dengan atau tanpa tindakan operatif
untuk mencapai remisi. Faktor-faktor yang berhubungan dengan risiko
resistensi terhadap kemoterapi awal meliputi usia pasien (>35 tahun), kadar
hCG (>100.000 mIU/ml), kehamilan sebelumnya non-mola, hasil
histopatologi koriokarsinoma, adanya metastasis, dan skor FIGO >4. Pada
pasien ini, faktor-faktor yang mempengaruhi resistensi kemoterapi adalah
kadar hCG sebelum terapi 121.000 mIU/ml, skor FIGO 6, dan protokol
kemoterapi MTX-Rescuvolin 8 hari.
2. TTG risiko rendah yang resisten terhadap kemoterapi dengan kadar hCG
<100 mIU/ml disarankan untuk mengganti regimen kemoterapi tunggal
menjadi ACT-D. Bila kadar hCG >100 mIU/ml, pasien diganti regimen
kemoterapi kombinasi MAC atau EMACO. Pada wanita TTG stadium I yang
tidak menginginkan fertilitas lagi, histerektomi dapat dipertimbangkan untuk
memperpendek durasi dan mengurangi jumlah paparan terhadap regimen
kemoterapi untuk mencapai remisi. Saat dilakukan histerektomi, pasien tetap
mendapatkan kemoterapi tunggal MTX satu siklus. Reseksi lokal uterus
dapat dilakukan pada TTG non-metastasis dengan lesi yang terlokalisasi.
21
Rujukan
1. Soper J, Creasman W. Gestational trophoblastic disease. In: DiSaia, Creasman eds.
Clinical gynecologic oncology. 7th ed. New York: Elsevier, 2007:201-33.
2. May T, Goldstein DP, Berkowitz RS. Current chemotherapeutic management of patients
with gestational trophoblastic neoplasia. Hindawi. 2011:1-12.
3. Kohorn E. The new FIGO 2000 staging and risk factor scoring system for gestational
trophoblastic disease: description and critical assessment. Int J Gynecol Cancer.
2000;11:73-4.
4. McGrath S, Short D, Harvey R, Schmid P, Savage PM, Seckl MJ. The management and
outcome of women with post-hydatidiform mole ‘low-risk’ gestational trophoblastic
neoplasia, but hCG levels in excess of 100.000 IU-1. Br J Cancer. 2010;102:810-4.
5. Lurain J. Gestational trophoblastic disease II: classification and management of
gestational trophoblastic neoplasia. Am J Obstet Gynecol. 2011;6:11-8.
6. Berkowitz RS. Goldstein DP. Current management of gestational trophoblastic disease.
Gynecol Oncol. 2009;112:654-52.
7. Lumsden A, Short D, Lindsay, Sebire N, Adjogate D, Seckl MJ, et al. Treatment
outcomes for 618 women with gestational trophoblastic tumours following a molar
pregnancy at the Charing Cross Hospital 2000-2009. Br J Cancer. 2012;107:1810-4.
8. Ngu S, Chan K. Management of chemoresistant and quiescent gestational trophoblastic
disease. Curr Obstet Gynecol Rep. 2014;3:84-90.
9. Agarwal R, Harding V, Short D, Sebire N, Harbey R, Patel D, et al. Uterine artery
pulsality index: a predictor of methotrexate resistance in gestational trophoblastic
neoplasia. Br J Cancer. 2012;106:1089-94.
10.Hanahan D, Weinberg RA. Hallmarks of cancer: the next generation. Cell. 2011;144:646-
74.
11.Kolegium obstetri dan ginekologi Indonesia. Modul pelatihan keterampilan ultrasonografi
dasar obstetri dan ginekologi. Jakarta, 2013.
12.Pedoman pelayanan medic kanker ginekologi. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia.
Jakarta, 2009:69-76.
13.Behtash N, Ansari S, Sarvi F. Successful pregnancy after localized resection of perforated
uterus in choriocarcinoma and a literarute review. Int J Gynecol Cancer. 2006;16:445-8.
14.Hanna RK, Soper JT. The role of surgery and radiation therapy in the management of
gestational trophoblastic disease. Gynecol Oncol. 2010;15:593-600.
15. Sudha CP, Sahana M. Chemoresistant gestational trophoblastic neoplasia: a case
report. J Clin Diagnostic Res. 2014;8(7):OD12-13.