Saat ini bahaya dan dampak narkoba atau narkotika dan obat-obatan pada kehidupan dan
kesehatan pecandu dan keluarganya semakin meresahkan.
Bagai dua sisi mata uang narkoba menjadi zat yang bisa memberikan manfaat dan juga
merusak kesehatan. Seperti yang sudah diketahui, ada beberapa jenis obat-obatan yang
termasuk ke dalam jenis narkoba yang digunakan untuk proses penyembuhan karena efeknya
yang bisa menenangkan. Namun jika dipakai dalam dosis yang berlebih, bisa menyebabkan
kecanduan. Penyalahgunaan ini mulanya karena si pemakai merasakan efek yang
menyenangkan.
Dari sinilah muncul keinginan untuk terus menggunakan agar bisa mendapatkan ketenangan
yang bersifat halusinasi. Meski dampak narkoba sudah diketahui oleh banyak orang, tetap
saja tidak mengurangi jumlah pemakainya.
Bahaya narkoba hingga menjadi kecanduan tersebut memang bisa disembuhkan, namun akan
lebih baik jika berhenti menggunakannya sesegera mungkin atau tidak memakai sama sekali.
Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA adalah suatu pola perilaku di mana seseorang
menggunakan obat-obatan golongan narkotika, psikotoprika, dan zat aditif yang tidak sesuai
fungsinya. Penyalahgunaan NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang
tinggi, yang kemudian menjadi kebiasaan. Selain itu, penyalahgunaan NAPZA pada diri
seseorang juga bisa dipicu oleh masalah dalam hidupnya atau berteman dengan pecandu
NAPZA.
Terdapat 4 kelas obat yang paling sering disalahgunakan, yakni:
Halusinogen, seperti lysergic acid diethylamide (LSD), phencyclidine dan ecstasy
(inex). Efek yang dapat timbul dari penyalahgunaan obat halusinogen beragam, di
antaranya adalah halusinasi, tremor, dan mudah berganti emosi.
Depresan, seperti diazepam, alprazolam, clonazepam, dan ganja. Efek yang
ditimbulkan dari penyalahgunaan obat depresan adalah sensasi rileks dan
mengalihkan stres akibat suatu pikiran.
Stimulan, seperti dextroamphetamin, kokain, methamphetamine (sabu),
dan amphetamin. Efek yang dicari atas penyalahgunaan obat stimulan adalah
bertambahnya energi, membuat penggunanya menjadi fokus.
Opioid, seperti morfin dan heroin yang sebenarnya adalah obat penahan rasa sakit,
namun digunakan untuk menciptakan rasa kesenangan.
Jika tidak dihentikan, penyalahgunaan NAPZA dapat menyebabkan kecanduan. Ketika
kecanduan yang dialami juga tidak mendapat penanganan, hal itu berpotensi menyebabkan
kematian akibat overdosis.
Penanganan penyalahgunaan NAPZA, terutama yang sudah mencapai fase kecanduan, akan
lebih baik dilakukan segera. Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak
sendiri, pasien yang telah mengalami kecanduan NAPZA tidak akan terjerat tindak pidana.
Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Penyalahgunaan narkoba atau NAPZA umumnya terjadi karena adanya rasa ingin tahu yang
tinggi. Di sisi lain, kondisi ini juga dapat dialami oleh penderita gangguan mental,
misalnya gangguan bipolar atau skizofrenia. Seseorang yang menderita gangguan mental
dapat lebih mudah menyalahgunakan NAPZA yang awalnya bertujuan untuk meredakan
gejala yang dirasa.
Selain rasa ingin tahu yang tinggi dan menderita gangguan mental, terdapat pula beberapa
faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang melakukan penyalahgunaan NAPZA,
antara lain:
Memiliki teman yang seorang pecandu NAPZA.
Mengalami masalah ekonomi.
Pernah mengalami kekerasan fisik, emosi, atau seksual.
Memiliki masalah hubungan dengan pasangan, kerabat, atau keluarga.
Fase dan Gejala Penyalahgunaan NAPZA
Ketika penyalahgunaan NAPZA tidak dihentikan dan terjadi terus-menerus, hal itu dapat
menyebabkan kecanduan. Pada fase ini, gejala yang dirasakan dapat berupa:
Keinginan untuk menggunakan obat terus-menerus, setiap hari atau bahkan beberapa
kali dalam sehari.
Muncul dorongan kuat untuk menggunakan NAPZA, yang bahkan mampu
mengaburkan pikiran lain.
Seiringnya berjalannya waktu, dosis yang digunakan akan dirasa kurang dan muncul
keinginan untuk meningkatkannya.
Muncul kebiasaan untuk selalu memastikan bahwa NAPZA masih tersedia.
Melakukan apa pun untuk mendapatkan atau membeli NAPZA, bahkan hingga
menjual barang pribadi.
Tanggung jawab dalam bekerja tidak terpenuhi, dan cenderung mengurangi aktivitas
sosial.
Tetap menggunakan NAPZA meski sadar bahwa penggunaan NAPZA tersebut
memberikan dampak buruk pada kehidupan sosial maupun psikologis.
Ketika sudah tidak memiliki uang atau barang yang dapat dijual, pecandu NAPZA
mulai berani melakukan sesuatu yang tidak biasa demi mendapatkan zat yang
diinginkan, misalnya mencuri.
Melakukan aktivitas berbahaya atau merugikan orang lain ketika di bawah pengaruh
NAPZA yang digunakan.
Banyak waktu tersita untuk membeli, menggunakan, hingga memulihkan diri dari
efek NAPZA.
Selalu gagal saat mencoba untuk berhenti menggunakan NAPZA.
Ketika penderita telah mencapai fase kecanduan dan mencoba untuk menghentikan
penggunaan, dia akan mengalami gejala putus obat atau sakau. Gejala putus obat itu sendiri
dapat berbeda-beda pada tiap orang, tergantung keparahaan dan jenis NAPZA atau narkoba
yang digunakan. Apabila NAPZA yang digunakan adalah heroin dan morfin (opioid), maka
gejalanya dapat berupa:
Hidung tersumbat.
Gelisah.
Keringat berlebih.
Sulit tidur.
Sering menguap.
Nyeri otot.
Setelah satu hari atau lebih, gejala putus obat dapat memburuk. Beberapa gejala yang dapat
dialami adalah:
Diare.
Kram perut.
Mual dan muntah.
Tekanan darah tinggi.
Sering merinding.
Jantung berdebar.
Penglihatan kabur/buram.
Sedangkan apabila NAPZA yang disalahgunakan adalah kokain, maka gejala putus obat yang
dirasakan dapat berbeda. Beberapa di antaranya adalah:
Depresi.
Gelisah.
Tubuh terasa lelah.
Terasa tidak enak badan.
Nafsu makan meningkat.
Mengalami mimpi buruk dan terasa sangat nyata.
Lambat dalam beraktivitas.
Fase kecanduan terhadap penyalahgunaan NAPZA yang terus dibiarkan, bahkan dosisnya
yang terus meningkat, berpotensi menyebabkan kematian akibat
overdosis. Overdosis ditandai dengan munculnya gejala berupa:
Mual dan muntah.
Kesulitan bernapas.
Mengantuk.
Kulit dapat terasa dingin, berkeringat, atau panas.
Nyeri dada.
Penurunan kesadaran.
Diagnosis Penyalahgunaan NAPZA
Diagnosis penyalahgunaan NAPZA atau narkoba, terutama jika sudah mencapai fase
kecanduan, akan melibatkan psikiater. Kriteria yang ada pada Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM-5) digunakan psikiater sebagai salah satu dasar diagnosis.
Diagnosis juga dapat menggunakan serangkaian tes, seperti tes urine atau darah. Selain untuk
mendeteksi zat yang terkandung di tubuh, tes-tes tersebut juga digunakan untuk memeriksa
kondisi kesehatan pasien secara menyeluruh.
Tata Laksana
Melepaskan diri dari kecanduan NAPZA atau narkoba bukanlah perkara mudah. Pasien harus
memantapkan niat dan memperkuat usaha dalam memperoleh hasil yang diinginkan. Terbuka
dengan keluarga dan kerabat sangat dianjurkan guna mempermudah proses penanganan yang
akan dilakukan.
Penanganan kecanduan akibat penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya dapat berbeda pada
tiap orang, tergantung kondisi dan NAPZA yang disalahgunakan. Perilaku ini harus segera
mendapatkan penanganan. Jika tidak, dapat membahayakan kesehatan bahkan berpotensi
menyebabkan kematian.
Rehabilitasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menangani kecanduan NAPZA. Pasien
dapat mengajukan rehabilitasi pada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang tersebar di
banyak daerah, terdiri dari rumah sakit, puskesmas, hingga lembaga khusus rehabilitasi.
Dengan mengajukan rehabilitasi atas kemauan dan kehendak sendiri, sesuai dengan pasal 55
ayat (2) UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, pasien tidak akan terjerat tindak pidana.
Di Indonesia, rehabilitasi memiliki tiga tahap, yakni:
Detoksifikasi. Detoksifikasi adalah tahap di mana dokter memberikan obat tertentu
yang bertujuan untuk mengurangi gejala putus obat (sakau) yang muncul. Sebelum
pasien diberikan obat pereda gejala, dokter terlebih dahulu akan memeriksa
kondisinya secara menyeluruh.
Terapi perilaku kognitif. Pada tahap ini, pasien akan dibantu psikolog atau pskiater
berpengalaman. Terapis terlebih dahulu akan melakukan pemeriksaan kondisi guna
menentukan tipe terapi yang sesuai. Beberapa tujuan dilakukannya terapi perilaku
kognitif, antara lain adalah untuk mencari cara mengatasi keinginan menggunakan
obat disaat kambuh, dan membuat strategi untuk menghindari dan mencegah
kambuhnya keinginan menggunakan obat.
Bina lanjut. Tahap ini memungkinkan pasien ikut serta dalam kegiatan yang sesuai
dengan minat. Pasien bahkan dapat kembali ke sekolah atau tempat kerja, namun tetap
dalam pengawasan terapis.
Dukungan dari keluarga dan kerabat sangatlah berpengaruh. Pasien dianjurkan untuk
bersikap terbuka kepada mereka, dan jangan ragu untuk menyampaikan apa yang ingin
dikeluhkan. Hal tersebut dapat membantu pasien dalam mempercepat proses pemulihan.