Anda di halaman 1dari 10

HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN STRES KERJA PERAWAT TERHADAP BURNOUT

SYNDROME PADA PERAWAT PELAKSANA DI IGD DAN ICU RSUD RATU ZALECHA
MARTAPURA

ABSTRAK

Hasil survei dari PPNI tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di 4 propinsi di
Indonesia mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja
terlalu tinggi dan menyita waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai. Hal ini, apabila tidak segera
diatasi oleh pihak rumah sakit, maka akan menguras stamina dan emosi perawat, serta
menimbulkan tekanan yang mengakibatkan perawat mengalami burnout atau kejenuhan kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik dan stress kerja perawat
terhadap burnout syndrome pada perawat pelaksana di IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif non-eksperimental, dengan populasi sebanyak 39
perawat dan menggunakan teknik total sampling. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner. Penelitian ini menggunakan uji Chi-Square. Hasil uji Chi-Square menunjukkan bahwa tidak
terdapat hubungan antara karakteristik dan stress kerja perawat terhadap burnout syndrome pada
perawat pelaksana di IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura dengan nilai p-value 1,000 untuk
usia, 0,490 untuk tingkat pendidikan dan 0,465 untuk lama kerja serta 0,682 untuk stres kerja.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka peneliti merekomendasikan agar perawat pelaksana
khususnya ruang IGD dan ICU diharapkan untuk mempertahankan komunikasi dan sikap yang
baik dengan atasan maupun rekan kerja sehingga mampu menciptakan suasana yang nyaman,
mengurangi stressor dan kebosanan dalam bekerja serta menjadikan stres sebagai motivasi dalam
bekerja.

Kata Kunci : Karakteristik; Perawat, Stres; Burnout.

ABSTRACT

The survey results from PPNI in 2006, approximately 50.9% of nurses whose working in 4 provinces in
Indonesia experienced work stress, often dizzy, exhausted, unable to rest because the workload is too high and
time-consuming, low salary without suffice incentives. This, if it is not immediately handled by the hospital,
will drain the stamina and emotions of nurses, and also contribute to sick that can cause pressure that makes
nurses experiencing burnout or work surfeited. This study is purposed to determine the correlation between the
characteristics and work stress of nurses on burnout syndrome on nurses in emergency room and intensive care
unit Ratu Zalecha Martapura. The method that used in this study is non-experimental quantitative, with
population of 39 nurses and using total sampling technique. The data were collected by using questionnaire.
This study used the Chi-Square test. The results to be showed that there was no correlation between the
characteristics and stress of nurse's work on burnout syndrome on the nurses in Emergency Room and
Intensive Care Unit Ratu Zalecha Martapura with p-value 1,000 for age, 0,490 for education level and 0,465
for working period and 0,682 for work stress. Based on the result of the study, the researcher recommend are
expected to maintain good communication and attitude with their bosses and colleagues so as to create a
comfortable atmosphere, reduce stressor and boredom in work and stress as motivation in work.

Keyword : Characteristics, Nurses, Stress, Burnout.


PENDAHULUAN

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 304/MENKES/PER/III/2010


bahwa rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan
gawat darurat.. Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit penting dalam operasional suatu
rumah sakit yaitu sebagai pintu masuk bagi setiap pelayanan yang beroperasi selama 24 jam.
Tuntutan beban kerja yang tingi dalam lingkungan kegawat daruratan menyebabkan perawat IGD
berisiko terhadap terjadinya stress yang nantinya akan menyebabkan burnout syndrome
(Kurnianingsih, 2013 dalam Latif Dharmahari 2016).
Beban kerja dan tingkat stress yang tinggi tidak hanya terjadi di IGD, tetapi juga terjadi di ICU.
Menurut Menteri Kesehatan Nomer: 1778/MenKes/SK/XII/2010 menyatakan bahwa ICU
merupakan suatu bagian dari rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus. Hal ini di
tunjukkan untuk mengobservasi dan memberikan terapi pasien yang menderita penyakit, cidera atau
yang mengancam nyawa, sehingga perawat ICU dituntut untuk memiliki kemampuan khusus
dibanding dengan perawat di unit lain.
Perawat merupakan salah satu profesi atau pekerjaan yang dapat memberikan banyak manfaat
bagi orang lain. Harley (Sudarman, 2008, Hlm 30) menjelaskan seorang perawat yaitu pada dasarnya
seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara, membantu dan melindungi seseorang
karena sakit, terluka dan proses penuaan. Sedangkan dilihat dari sisi intensitas interaksi dengan
pasien, perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling tinggi interaksinya dengan pasien
(Sudarman, 2008, Hlm 30).
Pada kenyataannya tidak semua perawat mampu menjalankan tugas dan fungsinya dengan
baik, sering kali mereka mengalami kelelahan mental dan emosional akibat tugasnya yang harus
selalu siap memberikan pelayanan yang maksimal bagi orang lain. Hal ini, apabila tidak segera
diatasi oleh pihak rumah sakit, maka akan menguras stamina dan emosi perawat, serta menimbulkan
tekanan yang mengakibatkan perawat mengalami burnout atau kejenuhan kerja.
Penelitian yang dilakukan oleh Moreira et al (2009) pada perawat yang bekerja pada rumah
sakit besar di Brasil Selatan menunjukkan bahwa prevalensi perawat yang mengalami burnout
sebanyak 35,7% dari 151 responden. Al-Turki et al (2010) juga melakukan penelitian terkait burnout
syndrome pada perawat yang berjudul “Burnout Syndrome among Multinational Nurses Working in
Saudi Arabia” menunjukkan hasil 89% staf perawat mengalami emotional exhaustion, 42% mengalami
depersonalization, dan 71,5% mengalami low personal accomplishment. Berdasarkan hasil survei dari
PPNI tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di 4 propinsi di Indonesia mengalami stres
kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban kerja terlalu tinggi dan menyita
waktu, gaji rendah tanpa insentif memadai (Rachmawati, 2008 dalam Dian Yunita Sari, 2016).
Penelitian yang dilakukan oleh Ana Damayanti 2017 tentang faktor yang berhubungan dengan
kejadian burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian terhadap
70 responden perawat IGD dan ICU menunjukkan mayoritas kejadian burnout responden yang
terbanyak adalah burnout rendah sebanyak 39 orang atau sebesar 55,7%. Studi Pendahuluan yang
dilakukan oleh peneliti pada tanggal 04 Desember 2017 di dua ruangan yaitu IGD dan ICU.
Didapatkan jumlah perawat pelaksana di IGD sebanyak 23 orang dan perawat di ICU sebanyak 16
orang. Dari hasil wawancara peneliti dengan kepala ruang IGD beliau mengatakan ada beberapa
perawat yang pernah mengeluh kepada beliau bahwa perawat tersebut ada keinginan untuk pindah
ruangan karena beberapa perawat mengatakan sudah terlalu lama bekerja di IGD. Kinerja perawat di
IGD menurut beliau sudah baik karena perawat menjalankan prosedur sesuai SOP.
Burnout Syndrome adalah suatu kondisi psikologis pada seseorang yang tidak berhasil
mengatasi stres kerja sehingga dapat menyebabkan stres berkepanjangan yang nantinya dapat
mengakibatkan beberapa gejala seperti kelelahan emosional, kelelahan fisik, kelelahan mental,
redahnya penghargaan terhadap dirinya sendiri (Nursalam 2016). Burnout syndrome memiliki tiga
dimensi, yaitu emotional and physical exhaustion (keterlibatan emosi yang menyebabkan energi dan
sumber- sumber dirinyaterkuras oleh satu pekerjaan), depersonalization (sikap dan perasaan negatif
terhadap pasien atau orang lain), dan perceive inadequacy of professional accomplishment (penilaian diri
negatif dan perasaan tidak puas dengan performa pekerjaan) (Maslach, 1993 dalam Nursalam 2016).

Menurut Maslach, 2001 dalam Nursalam 2015 menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
burnout syndrome dibagi menjadi 2 faktor yaitu faktor personal dan faktor lingkungan, Faktor personal
terdiri dari kepribadian, harapan, demografi atau karakteristik (usia, tingkat pendidikan, masa kerja),
control focus, tingkat efisiensi, sedangkan untuk faktor lingkungan yaitu terdiri dari beban kerja, stress
kerja, penghargaan, control kepemilikan, keadilan dan nilai. Apabila burnout syndrome pada perawat
ini tidak diatasi secara tepat maka akan berdampak pada kinerja perawat yang nantinya akan
menyebabkan kualitas pelayanan rumah sakit menurun.
Peneliti melakukan wawancara dengan 5 perawat yang bekerja di IGD, 3 dari 5 perawat tersebut
mengatakan sudah bosan karena terlalu lama bekerja di IGD, sedangkan 2 perawat lainnya
mengatakan beban kerja di IGD sangat tinggi. Peneliti juga mewawancarai kepala ruang ICU, beliau
mengatakan ada sekitar 3-4 orang yang pernah mengeluh ingin pindah ruangan karena jenuh dengan
rutinitas pekerjaan di ICU dan beben kerja yang sangat fluktuatif. Kinerja perawat di ICU baik,
namun tergantung individu masing-masing kadang ada perawat yang rajin dan ada juga yang tidak.
Beliau juga mengatakan ada sekitar 3 kali pelatihan ditahun 2017 dan diikuti oleh beberapa orang
perawat ICU.
Peneliti juga melakukan wawancara dengan 5 orang perawat ICU. 5 perawat mengatakan ada
persaan bosan dan lelah selama bekerja di ICU. 3 perawat beralasan karena beban kerja yang tinggi
dan sudah terlalu lama bekerja di ICU sehingga ada keinginan untuk pindah ruangan. 2 perawat
beralasan karena rutinitas dan suasana lingkungan yang monoton. 4 perawat ditahun 2017 telah
mengikuti 1-2 kali pelatihan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas
adalah “Apakah ada hubungan karakteristik dan stress kerja perawat terhadap burnout syndrome pada
perawat pelaksana di ruang IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura?

BAHAN DAN METODE


Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, dengan jenis penelitian correlational yaitu
penelitian yang bertujuan untuk menentukan ada atau tidak hubungan antara karakteristik (usia,
tingkat pendidikan, dan lama kerja) perawat dengan kejadian burnout dan stres kerja dengan kejadian
burnout perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura. Populasi dalam penelitian ini adalah
perawat IGD dan ICU di RSUD Ratu Zalecha Martapura Populasi dalam penelitian ini adalah semua
perawat yang bertugas di IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura yang berjumlah 39 perawat
terdiri dari 23 perawat IGD dan 16 perawat ICU, metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu
total sampling.
Pengumpulan data dilakukan secara primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui
kuesioner yang langsung diberikan kepada responden, yaitu perawat pelaksana IGD dan ICU di
RSUD Ratu Zalecha Martapura. Sedangkan data sekunder diperoleh dari kepala ruang IGD dan ICU
RSUD Ratu Zalecha Martapura. Instrument pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini
adalah kuesioner.
Peneliti menggunakan 2 kuesioner, kuesioner pertama yaitu maslach burnout inventory (MBI )
untuk meneliti tingkat burnout dan kuesioner kedua yaitu kuesioner stress kerja dari nursalam 2016.
Kedua kuesioner ini memiliki 22 butir pertanyaan burnou dan 35 butir pertanyaan stress kerja diambil
dari Nursalam 2016 yang telah teruji kevaliditasannya oleh beberapa peneliti sebelumnya dengan
melampirkan nilai r serta alpha cronbach untuk kuesioner burnout yang menghasilkan koefisien
reliabilitas 0,83 (frekuensi) dan 0,84 (intensitas) dan kuesioner stress kerja menghasilkan 0,95
(Excellent). Analisis data yaitu analisa univariat dan analisa Bivariat menggunakan uji Chi-Square,
karena tabel 2x2 dan tidak ada nilai E < 5 sehingga peneliti membaca p-value pada kolom Continuity
Correction[3], namun apabila tabel 2x2 terdapat nilai E > 5 sehingga peneliti membaca p-value pada
kolom Fisher’s Exact Test. penggunaan rumus ini adalah untuk mengetahui hubungan antara satu
variabel independen dan satu variabel dependen.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambaran Karakteristik Perawat
Karakteristik reponden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel 1

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia perawat, pendidikan dan
Lama Kerja IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun 2018

Variabel (f) (%)


Usia
Tua (≥30 tahun) 27 69,23
Muda (<30 tahun) 12 30,77
Pendidikan
SPK 2 5,12
Perguruan Tinggi 37 94,88
Lama Kerja
Lama (≥5 tahun) 29 74,35
Muda (<5 tahun) 10 25,65
Jumlah 39 100

Berdasarkan tabel 1 diatas menunjukkan mayoritas usia responden terbanyak yaitu


Tua (≥30 tahun) sebanyak 27 orang (69,23%). Variabel pendidikan menunjukkan mayoritas
tingkat pendidikan responden terbanyak yaitu tingkat pendidikan perguruan tinggi
sebanyak 37 orang (94,88%).Variabel lama kerja, menunjukkan mayoritas lama kerja
responden terbanyak yaitu lama kerja yang lama sebanyak 29 orang (74,35%).

Gambaran Stres Kerja


Tabel 2 Distribusi Frekuensi stres kerja perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun
2018
Stres Kerja (f) (%)
Sedang (51%-75%) 7 17,95%
Ringan (25%-50%) 32 82,05%
Jumlah 39 100

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan mayoritas stres kerja responden yang terbanyak adalah
sedang (51%-75%) yaitu sebanyak 32 orang (82,05%)

Gambaran Burnout Syndrome


Tabel 3 Distribusi Frekuensi Burnout Syndrome perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura
tahun 2018

Kejadian Burnout Syndrome (f) (%)


Tinggi (Z ≥0) 18 46,15%
Rendah (Z <0) 21 53,95%
Jumlah 39 100

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan mayoritas kejadian burnout syndrome responden yang
terbanyak adalah rendah (Z<0) yaitu sebanyak 21 orang (53,95%)

Hubungan Karakteristik Perawat berhubungan dengan Burnout pada perawat IGD dan ICU
RSUD Ratu Zalecha Martapura tahun 2018
1. Hubungan usia terhadap burnout syndrome perawat
Berdasarkan hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Continuity Correction adalah 1,000
dengan demikian p-value (1,000) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada
hubungan antara usia dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura
2. Hubungan tingkat pendidikan terhadap burnout syndrome perawat
Berdasarkan hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact adalah 0,490 dengan
demikian p-value (0,490) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura
3. Hubungan lama kerja terhadap burnout syndrome perawat
Berdasarkan hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact adalah 0,465 dengan
demikian p-value (0,465) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara
lama kerja dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura

Hubungan Stres Kerja Perawat berhubungan dengan Burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD
Ratu Zalecha Martapura tahun 2018
Berdasarkan hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact adalah 0,682 dengan
demikian p-value (0,682) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan antara
stress kerja dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura.

PEMBAHASAN
A. Identifikasi karakteristik perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura
1. Berdasarkan usia
Pada tabel 5.1 terlihat bahwa distribusi frekuensi usia perawat IGD dan ICU mayoritas
berada pada usia tua (≥30 tahun) sebanyak 27 orang (69,23%) dan usia muda (< 30 tahun)
sebanyak 12 (30,77%). Berdasarkan statistik ini dapat disimpulkan lebih dari separu populasi
perawat IGD dan ICU berusia lebih dari 30 tahun.

2. Berdasarkan tingkat pendidikan


Pada Tabel 5.2 terlihat bahwa distribusi frekuensi tingkat pendidikanperawat IGD dan
ICU mayoritas yaitu perguruan tinggi sebanyak 37 orang (94,88%), sedangkan SPK hanya
sebanyak 2 orang (5,12%). Dari statistik ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
perguruan tinggi mendominasi di IGD dan ICU Ratu Zalecha Martapura.

3. Berdasarkan lama kerja


Pada tabel 5.3 terlihat bahwa distribusi frekuensi lama kerja perawat IGD dan ICU
mayoritas lama kerja yang lama (≥ 5 tahun) sebanyak 29 orang (74,35%) dan lama kerja yang
baru (< 5 tahun) sebanyak 10 (25,65%). Berdasarkan statistik ini dapat disimpulkan lebih dari
separu pupulasi perawat IGD dan ICU memili lama kerja yang lama ≥5 tahun.

B. Identifikasi stres kerja perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura
Pada tabel 5.4 terlihat bahwa distribusi frekuensi stres kerja perawat IGD dan ICU
mayoritas mengalamistres kerja ringanyaitu sebanyak 32 orang (82,05%). Sedangkan sebanyak 7
orang (17,95%) responden mengalami stres kerja sedang. Berdasarkan statistik deskriptif dapat
disimpulkan bahwa yang lebih dari separuh populasi perawat IGD dan ICU yang diteliti
mengalami stres kerja yang ringan.
Menurut Sondang P.Siagian (2009), stres merupakan kondisi ketegangan yang
berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi
dengan baik biasanya akan berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara
positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun diluarnya.
Artinya karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negative yang pada
gilirannya berpengaruh pada prestasi kerja Perawat yang mengalami stres menjadi nervous
dan merasakan kekuatiran kronis sehingga mereka sering marah-marah, agresif, tidak dapat
relaks atau memperlihatkan sikap yang tidak kooperatif (Hasibuan, 2012). Stres yang berlanjut
dan tidak teratasi nantinya dapat mengakibatkan burnout syndrome.
Hasil penelitian menunjukan bahwa stress kerja perawat IGD dan ICU yang menjadi
responden, sebanyak 32 orang (82,05%) responden mengalami stres kerja yang ringan. Hal ini
didukung dari hasil rekapitulasi data jawaban sebagian besar responden pada kuesioner stres
kerja mendapat skor terendah (1 = tidak pernah) yaitu pada pertanyaan nomor 14 yaitu merasa
tertekan dengan pekerjaan, nomor 15 yaitu menyalahkan diri sendiri, nomor 16 yaitu merasa
tidak cocok dengan pekerjaan, nomor 30 yaitu keiniginan meninggalkan pekerjaan, nomor 34
yaitu mudah marah tanpa sebab yang berarti, dan nomor 35 yaitu merasa tidak suka dengan
pekerjaan. Hasil rekapitulasi data tersebut peneliti menyimpulkan bahwa lebih dari separuh
populasi perawat IGD dan ICU tidak pernah merasakan hal tersebut.

C. Identifikasi burnout syndrome perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura
Tabel 5.5 terlihat bahwa distribusi frekuensi kejadian burnout perawat IGD dan ICU
mayoritas burnout rendah yaitu sebanyak 21 orang (53,95%).Sedangkan sebanyak 18 orang
(46,15%) responden yang memilikiburnout tinggi. Berdasarkan statistik deskriptif dapat
disimpulkan bahwa yang lebih dari separuh populasi perawat IGD dan ICU yang diteliti
mengalami burnout rendah.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian burnout perawat IGD dan ICU yang menjadi
responden, sebanyak 21 orang (53,95%) mengalami kejadian burnout rendah. Hal ini didukung
oleh hasil rekapitulasi data jawaban sebagian besar responden pada kuesioner Burnout Syndrome
mendapatkan skor terendah (0 = tidak pernah) yaitu pada pertanyaan nomor 6 yaitu saya
merasa frustasi dengan pekerjaan saya selama menjalani praktik profesi, nomor 10 yaitu saya
merasa memperlakukan pasien sebagai objek yang tidak perlu dipahami secara personal (yang
penting saya bisa mendapatkan kompetensi), dan nomor 13 yaitu saya tidak perduli dengan apa
yang dialami pasien dan hanya menjalankan tugas saya seperlunya saja.Berdasarkan hasil
rekapitulasi data tersebut peneliti menyimpulkan bahwa lebih dari separuh populasi perawat
IGD dan ICU tidak pernah merasakan hal tersebut.
Hasil penelitian burnout pada perawat IGD dan ICU menunjukan burnout rendah
dikarenakan adanya dukungan dari rekan kerja dan dokter yang baik yaitu ketika jumlah pasien
menumpuk rekan kerja yang lain senantiasa sigap untuk membantu dan memberikan dukungan
dalam bentuk candaan untuk mencairkan suasana dan perhatian sesama rekan kerja. Sehingga
perasaan jenuh/bosan yang dialami oleh perawat tidak mudah tinggi yang akhirnya perawat
tersebut akan menikmati setiap pekerjaannya.

D. Hubungan Karakteristik dengan burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu
Zalecha Martapura
1. Hubungan usia dengan kejadian burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU RSUD
Ratu Zalecha Martapura
Hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Continuity Correction adalah 1,000 dengan
demikian p-value (1,000) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan
antara usia dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Larasati dan Paramita
(2013) yang berjudul “Tingkat Burnout Ditinjau dari Karakteristik Demografis (Usia, Jenis
Kelamin dan Masa Kerja) Guru SDN Inklusi di Surabaya” yang menunjukkan hasil bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara usia (pvalue = 0,760) terhadap burnout syndrome.
Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa usia tidak menunjukkan perbedaan
terhadap keinginan untukburnout perawat IGD dan ICU, karena usia tua maupun muda
sama-sama menunjukan kejadian burnout rendah walaupun usia muda mengalami burnout
rendah dan tinggi yang berimbang. Hal ini karena para pekerja pemberi pelayanan di usia
muda dipenuhi dengan harapan yang tidak realistik, jika dibandingkan dengan mereka yang
berusia lebih tua. Seiring dengan pertambahan usia pada umumnya individu menjadi lebih
matang, lebih stabil, lebih teguh sehingga memiliki pandangan yang lebih realistis (Sutjipto,
2001). Selain itu dikarenakan faktor lain, pada usia tua lebih dari 30 tahun mayoritas sudah
merasa nyaman terhadap pekerjaan mereka sehingga tidak ingin kembali beradaptasi
terhadap lingkungan baru, serta ingin menghabiskan masa kerjanya/ pensiun di satu
tempatsaja. jadi untuk perawat dengan usia tua tidak merasa jenuh dan tidak ada keinginan
untuk meninggalkan pekerjaan, sedangkan usia muda memiliki harapan yang tinggi namun
terkadang tidak sesuai dengan kenyataan .

2. Hubungan tingkat pendidikan dengan kejadian burnout syndrome pada perawat IGD dan
ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura
Hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact Test adalah 0,490 dengan
demikian p-value (0,490) >α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan
antara tingkat pendidikan dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu
Zalecha Martapura. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian (Fatmawati 2012 dalam
Dian YS 2016) yang menyebutkan bahwa seseorang dengan pendidikan perguruan tinggi
paling berisiko mengalami Burnout syndrome dibandingkan tingkat pendidikan lainnya.
Profesional yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis, sehingga
ketika dihadapkan pada kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan maka muncul
kegelisahan dan kekecewaan yang dapat menimbulkan Burnout syndrome.
Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan untuk terjadinya keinginanburnout padaperawat IGD dan ICU,
karena tingkat pendidikan perguruan tinggi dan SPK sama-sama mengalami burnout rendah.
Hal ini dikarenakan faktor lain yaitu faktor keadilan (Fairness) dimana perawat dengan
tingkat pendidikan perguruan tinggi saling menghargai dan menerima perbedaan terhadap
tingkat pendidikan SPK dengan tidak membeda-bedakan tingkat pendidikan dalam
berinteraksi di tempat kerja. Begitu pula sebaliknya tingkat pendidikan SPK juga
menghormati terhadap tingkat pendidikan perguruan tinggi. Hal inilah yang membuat
perawat merasa nyaman dalam berinteraksi sehingga perawat tidak akan jenuh berinteraksi
dengan teman sejawat maupun dokter dan tidak ada keinginan untuk meninggalkan
pekerjaan.
3. Hubungan lama kerja dengan kejadian burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU
RSUD Ratu Zalecha Martapura
Hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact Test adalah 0,465 dengan
demikian p-value (0,465) > α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan
lama kerja dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Larasati dan Paramita
(2013) yang berjudul “Tingkat Burnout Ditinjau dari Karakteristik Demografis (Usia, Jenis
Kelamin dan Masa Kerja) Guru SDN Inklusi di Surabaya” yang menunjukkan hasil bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja (pvalue = 0,674) terhadap burnout
syndrome. Penelitian lain yang dilakukan Ana Damayanti (2017) tentang “Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian Burnout Syndrome Pada Perawat IGD dan ICU RSUD Ulin
Banjarmasin” yang menunjukan hasil bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
masa kerja (pvalue = 0,225) terhadap burnout syndrome.
Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa lama kerja tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan untuk terjadinya keinginan untukburnout perawat IGD dan ICU,
karena dari hasil uji statistic tidak terdapat hubungan walaupun dari tabel tabulasi silang
dapat dilihat perbedaan antara lama kerja yang lama cenderung mengalami burnout rendah
dan lama kerja yang baru cenderung mengalami burnout tinggi. Hal ini dikarenakan adanya
faktor lain, misalnya faktor karakteristik individu itu sendiri dimana persepsi seseorang
terhadap lingkungannya berbeda-beda walaupun stimulusnya sama, sehingga masa kerja
yang baru ataupun lama tergantung karakteristik individunya bagaimana mengatasi
stimulus yang dijalaninya.
Selain itu faktor lainnya adalah penghargaan, dimana perawat dengan masa kerja yang
lama diberikan penghargaan berupa gajih yang lebih, sehingga perawat dengan masa kerja
lama akan merasa nyaman, tidak akan merasa jenuh dan tidak ada keinginan untuk
meninggalkan pekerjaan, Sedangkan lama kerja yang baru akan berusaha beradaptasi dengan
lingkungan baru, proses adaptasi inilah salah satu faktor lama kerja yang baru cenderung
mengalami burnout tinggi apabila individu itu sulit beradaptasi.
E. Hubungan stress kerja perawat dengan burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU RSUD
Ratu Zalecha Martapura
Hasil uji statistik ( x 2) diperoleh p-value pada Fisher’s Exact Test adalah 0,682 dengan
demikian p-value (0,682) > α (0,05) sehingga Ho diterima yang berarti tidak ada hubungan stres
kerja dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura. Hal
ini bertentangan dengan hasil penelitian dari widodo penelitian Widodo Hariyono (2010) bahwa
ada hubungan yang signifikan antara stress kerja dengan kelelahan kerja perawat di Rumah
Sakit Islam Yogyakarta PDHI dengan nilai taraf signifikansi 0,026 < 0,05. Penelitian lain yang
dilakukan Novita Dian (2012) bahwa ada hubungan yang signifikan antara stress kerja (0,000)
dengan kejadian burnout syndrome pada perawat IGD dan ICU RSUD Bekasi.
Oleh karena itu peneliti menyimpulkan bahwa stres kerja tidak menunjukkan perbedaan
yang signifikan untuk terjadinya keinginanburnout perawat IGD dan ICU, karena dari hasil uji
statistic tidak terdapat hubungan walaupun dari tabel tabulasi silang dapat dilihat perbedaan
antara stres kerja yang sedang cenderung mengalami burnout tinggi dan stres kerja yang ringan
cenderung mengalami burnout rendah. Hal ini dikarenakan stres kerja yang ringan mampu
membuat sesorang fokus dalam bekerja sehingga gejala burnout berkurang, sedangkan stres
kerja yang tinggi membuat seseorang gelisah dan tidak tenang dalam bekerja sehingga membuat
resiko burnout meningkat.
Faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap stres kerja, misalnya faktor dukungan sosial
dari lingkungan tempat kerja yang dapat memberikan kontribusi, terutama pada produktivitas
kinerjanya. Dukungan sosial yang diperoleh dari atasan, teman kerja, dan keluarga mempunyai
andil besar untuk meringankan beban seseorang yang mengalami burnout. Sehingga orang yang
mendapatkan dukungan sosial ini percaya bahwa mereka dicintai, dipedulikan, dihormati dan
dihargai, merasa menjadi bagian seperti keluarga, dan mendapatkan bantuan fisik maupun
jasaakan membantu meringankan tingkat stresnya sehingga keinginan untuk burnout juga
berkurang. Hal ini sesuai denganpenelitian Cassel dan Cob (dalam Almasitho, 2011)
mengemukakan dukungan yang dirasakan secara lebih konsisten mampu meningkatkan
kesehatan psikis dan melindungi psikis dalam kondisi stres.

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas usia responden yang terbanyak adalah usia tua (≥
30 tahun) yaitu sebanyak 27 orang atau sebesar 69,23%. Mayoritas tingkat pendidikan responden
yang terbanyak adalah perguruan tinggi yaitu sebanyak 37 orang atau sebesar 94,88%. Mayoritas
lama kerja responden yang terbanyak adalah lama kerja yang lama (≥5 tahun) yaitu sebanyak 29
orang atau sebesar 74,35%. Mayoritas stres kerja responden yang terbanyak adalah stres kerja
ringan yaitu sebanyak 32 orang atau sebesar 82,05%. Mayoritas kejadian burnout syndrome
responden yang terbanyak adalah burnout syndrome rendah yaitu sebanyak 21 orang atau sebesar
53,95%.
Hasil uji statistik untuk variabel usia dengan kejadian burnout syndrome bahwa tidak ada
hubungan antara usia dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha
Martapura. Hasil uji statistik untuk variabel tingkat pendidikan dengan kejadian burnout
syndrome bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian burnout pada
perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura. Hasil uji statistik untuk variabel lama
kerja dengan kejadian burnout syndrome bahwa tidak ada hubungan antara lama kerja dengan
kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura. Hasil uji statistik
untuk variabel stres kerja dengan kejadian burnout syndrome bahwa tidak ada hubungan antara
stres kerja dengan kejadian burnout pada perawat IGD dan ICU RSUD Ratu Zalecha Martapura.

Saran
a. Rumah sakit
Bagi pihak RSUD Ratu Zalecha Martapura, diharapkan untuk memperhatikan stres kerja
perawat terutama ruangan IGD dan ICU yang memiliki beban kerja yang tinggi dari ruangan
lain, untuk meminimalkan terjadinya burnout pada perawat pelaksana dengan cara yaitu
misalnya mengadakan kegiatan diluar rumah sakit seperti liburan 1 bulan sekali atau 2 bulan
sekali.
b. Perawat
Bagi perawat pelaksana khususnya ruang IGD dan ICU diharapkan untuk
mempertahankan komunikasi dan sikap yang baik dengan atasan maupun rekan kerja
sehingga mampu menciptakan suasana yang nyaman, mengurangi stressor dan kebosanan
dalam bekerja serta menjadikan stres sebagai motivasi dalam bekerja.
c. Peneliti selanjutnya
Diharapkan dapat melakukan penelitian terhadap variabel-variabel lain yang
kemungkinan memiliki hubungan dengan kejadian burnout, seperti faktor lain (dukungan
sosial, kepribadian, penghargaan, dan lain lain). Peneliti menyarankan dalam
pengembangan instrument burnout dan stres kerja dengan menggunakan instrument selain
kuesioner misalnya observasi agar dapat dilihat secara objektif.

KEPUSTAKAAN
[1] Al-Turki, H.A. et al. 2010. Burnout Syndrome Among Multinational Nurses Working in Saudi
Arabia. Saudi Med Journal, 31(3): 313-316.
[2] Almasitoh, U. H. 2011. Stres Kerja Ditinjau Dari Konflik Peran Ganda Dan Dukungan Sosial
Pada Perawat. Psiko islamika – Jurnal Psikologi Islam. No. 8 Vol.1, 63-82. Klaten
:UniversitasWidya Dharma.
[3] Azwar, S. 2011. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta; Pustaka Pelajar.
[4] Cavus. 2010. “The Impacts of structural and psychological Emprowerment on Burnout” A
Research on Staff Nurse in Turkish State Hospitals. Canadian, Social Science. Hlm. 63-72.
[5] Damayanti, Ana 2017. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Burnout Syndrome Pada
Perawat IGD dan ICU RSUD Ulin Banjarmasin.
[6] Dewi, Shinta Larasati & Pramesti P Paramita, 2013. Tingkat Burnout Ditinjau dari Karakteristik
Demografis (Usia, Jenis Kelamin, dan Masa Kerja) Guru SDN Inklusi di Surabaya. Jurnal Psikologi
Pendidikan dan Perkembangan.
[7] Dian Yunita Sari, Ni Luh Putu 2016. Hubungan Beban Kerja, Faktor Demografi, Locus of
Control, dan Harga diri Terhadap Burnout Syndrome Pada Perawat Pelaksana Ruang
Intermediet RSUP Sanglah. Di peroleh pada tanggal 9 November 2017 dari
http://binausadabali.ejurnal.info/index.php/kesehatan/article/view/23.
[8] Handoko, T. Hani 2007. Mengukur Kepuasan Kerja. Jakarta: Erlangga.
[9] Handoko, T Hani 2008. Manajemen Personalia. BPFE Yogyakarta,Yogyakarta.
[10] Hasibuan, Melayu. 2012. Managemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Bumi Aksara,
Jakarta.
[11] Hoetomo, 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar.
[12] Hungu, 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Penerbit Grasindo.
[13] Latif Dharmahari Wibowo, 2016 Gambaran Tingkat Stres Kerja Perawat di Instalasi Gawat
Darurat dan Intensive Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Watas Kulon Progo. Di peroleh
tanggal 13 November dari http://repository.stikesayaniyk.ac.id/id/eprint/583.
[14] Mangkunegara, Anwar Prabu, 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber daya manusia.
Bandung: Refika Aditama.
[15] Maslach, C, Jackson, S & Lieter, M. 2003. Maslach Burnout Inventory Manual.California: CPP.
[16] Maslach, C, 2001. “Job Burnout”. Annual Review of Psycology, diakses 8 Desember 2017,
indarticles.com.
[17] Maslach, C, 2004. Defferent Perspectives on job Burnout. Contemporary Psychology. APA
Review of Books, Hlm.168-170.
[18] Maslach, C., & Leiter, M. P. 2008. Early predictors of job burnout and engagement. Journal of
Applied Psychology, 93, 498-512. California: CPP
[19] Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang
pedoman penyelenggaraan pelayanan ICU di rumah sakit.
[20] Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 304/MENKES/PER/III/2010 tentang rumah
sakit.
[21] Moreira, et al. 2009. Prevalence of Burnout Syndrome in Nursing Staff In A Large Hospital
in South of Brazil. Medline Journal, 25(7):1559-68.
[22] Notoatmojo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
[23] Nurhendar, Siti 2007. Pengaruh Stres Kerja dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
Bagian Produksi CV. Aneka Ilmu Semarang.
[24] Nursalam, 2016. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperaatan: Pendekatan Praktis Edisi 4. Jakarta :
Salemba Medika.
[25] Pangistiti, N.K. 2011. Analisis Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Burnout Pada
Perawat Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa. Semarang Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
[26] Prestiana, Novita Dian Iva & Dewanti Purbandini. 2012. Hubungan Antara Efikasi Diri (Self
Efficacy) dan Stres Kerja dengan Kejenuhan Kerja (Burnout) pada Perawat IGD dan ICU RSUD Kota
Bekasi.Soul 5 diperoleh tanggal 6 Juli 2018 dari http://jurnal.unismabekasi.ac.id
[27] Robbins, et al. 2008.Perilaku Organisasi. Salemba Empat, Jakarta.
[28] Sondang P. Siagian, 2009. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
[29] Sudarman, M. 2008. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba.
[30] Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
[31] Sutjipto. 2001. Burnout studi mengungkap psikologi dunia kerja. Semarang; GI gema Insani off
set.

[32] Tri Haryadi, 2009. Pengalaman suami dan para istri pada perkawinan poligami (Studi
fenomenologis pada sebuah keluarga poligami). Fakultas Psikologi:Universitas Indonesia.
[33] Widodo. 2010. Perbedaan tingkat stress kerja antara perawat krtis dan perawat gawat darurat
di RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi

Anda mungkin juga menyukai