Anda di halaman 1dari 16

MANAJEMEN KASUS

“Fraktur Maxilla bilateral + Hematosinus + Fraktur Metacarpal II, III, IV +


Fraktur Radius Dextra pada penderita Skizofrenia”

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat dalam Mengikuti Stase Anestesi di


RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri

Oleh:
Muhammad Wathoni Ikhlas
15711125

Pembimbing :
dr. Erry Alamsyah, Sp. An

SMF ILMU ANESTESI DAN REANIMASI


RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO KAB. WONOGIRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2020
UNIVERSITAS ISLAM DEPARTEMEN ANESTESI

INDONESIA DAN REANIMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN STATUS PASIEN UNTUK


UJIAN
Untuk Dokter Muda
Nama Dokter Muda Muhammad Wathoni Ikhlas Tanda Tangan
NIM 15711125
Tanggal Ujian
Rumah Sakit RSUD dr. Soediran Mangun
Sumarso Kab. Wonogiri
Gelombang Periode 29 April 2019

A. IDENTITAS
Nama : Mr. X
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Diagnosis : Fraktur Maxila Bilateral + Hematosinus +
Fraktur Metacarpal II, III, IV + Fraktur Radius Dextra
pada Skizofrenia
No RM : 688020
B. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Mengamuk
 Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang laki-laki 35 tahun dibawa ke IGD oleh Dinas Sosial pada
5 Oktober 2020 dengan keluhan mengamuk. Pihak Dinas Sosial mengatakan
bahwa pasien baru saja habis diamuk masa dikarenakan menusuk seseorang
yang tak dikenal dengan pisau. Pasien mengatakan bahwa ia mendengar
bisikan bahwa orang yang ia tusuk akan membunuh dirinya. Pasien juga
mengatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang mampu melakukan apapun
semaunya. Pasien mengeluhkan nyeri pada wajah, kepala belakang, serta
tangan kanan. Keluhan dirasakan sejak kejadian diamuk masa tersebut dan
nyeri terasa terus menerus, semakin memberat saat anggota tubuh yang sakit
digerakkan. Keluhan lain seperti pusing, muntah, mual, nyeri perut, nyeri
dada, ataupun demam disangkal oleh pasien.

 Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat operasi atau rawat inap
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi
Pasien tidak memiliki riwayat DM
Pasien tidak memiliki alergi
Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan jangka panjang
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak didapatkan informasi
 Status Psikiatri
Mood : Eutimia
Afek : Appropriate
Halusinasi : Auditorik (+)
Waham : Paranoid (+), Kebesaran (+)
Pembicaraan : Lambat
Bentuk Pikir : Non-realistik
Rawat Diri : Kurang
Perhatian : Mudah ditarik
Insight : Derajat 1
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tidak memiliki rumah dan tinggal dipinggir jalan. Pasien
tidak bekerja, biasanya ia berada di pasar pada pagi hari untuk meminta
makanan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak kesakitan
 Kesadaran : Compos mentis
 VAS :7
 Vital Sign
- Tekanan Darah : 118/76 mmHg
- Nadi : 88 kali/menit
- Respirasi : 19 kali/menit
- Suhu : 36,4oC
 Status Generalis
1 Pemeriksaan Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-),
Kepala periorbital hematoma (+/+)
2 Pemeriksaan Leher Deformitas (-), pembesaran kelenjar limfa
(-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
3 Pemeriksaan Dada 1) Inspeksi : rektraksi (-), ketertinggalan
gerak (-), jejas (-)
2) Palpasi : fremitus taktil dalam batas
normal, nyeri di bagian kanan atas,
gerakan nafas simetris
3) Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
4) Auskultasi : vesikuler di seluruh lapang
paru, suara jantung S1 dan S2
4 Pemeriksaan 1) Inspeksi : tinggi dinding dada lebih
Abdomen rendah daripada dinding perut
2) Auskultasi : peristaltik 12x/menit
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), nyeri
ketok pinggang (-)
5 Pemeriksaan Nyeri (+) pada lengan kanan, akral hangat
Ekstremitas (+), edema (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan Keteranga
Rujukan n
Hemoglobin 9.6 14 – 18 g/dl
Eritrosit 3.39 4,6 – 6,2 juta/mikroL
Hematokrit 29.9 40 – 54 %
MCV 88.2 80 – 97 Fl
MCH 28.3 26 – 32 Fl
MCHC 32.1 31 – 36 Pg
Leukosit 13.4 4,1 – 10,9 ribu/mikroL
Trombosit 544 140-440 ribu/mikroL
Gol. Darah AB
BT 1”30 1’ – 3’
CT 11”00 9’ – 15 ‘
RDW-CT 14,0 11,5 – 14,5 %
MPV 7,5 0,1 – 14 fl
Limfosit 14.4 22 – 40 %
Neutrofil 79.3 38-69 %
HBsAg Non Non Reaktif
Reaktif
IgM ANTI Non Non Reaktif
SARS-CoV-2 Reaktif
2) KIMIA
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan Keterangan
Rujukan
GDS 146 75-140 mg/dL
Ureum 31 10-50 mg/dL
Kreatinin 0,92 0.6-1.1 mg/dL
SGOT 25 <37 mg/dL
SGPT 23 <42 mg/dL
3) X-Ray
a. Foto Manus dan Antebrachii AP/Lateral

Hasil :
 Manus : Frkatur komplete transversal os metatarsal
digiti II-IV pars media, aposisi dan alignment tidak baik
 Antebrachii : Fraktur komminuted os radius dextra pars
distalis, displaced dan malalignment
b. Foto Thoraks PA

Hasil : Besar cor dan pulmo dalam batas normal


4) CT-Scan

Hasil : Fraktur Maxila Bilateral


Perdarahan sinestra maxillaris billateral
E. DIAGNOSIS
Fraktur Maxilla Bilateral + Hematosinus + Fraktur Metacarpal II, III, IV +
Fraktur Radius Dextra pada Skizofrenia
F. PENTALAKSANAAN
Medikamentosa
- Infus RL 20 tpm
- Cefixime 200 mg/12 jam PO
- Metamizole 500 mg/8 jam PO
- Risperidon 2 mg (1-0-1-0) PO
- THP 2 mg (1-0-1-0)
- Olanzapin 10 mg (0-0-0-1)
Non Medikamentosa
- Pro miniplate maxilla
- CWL Bilateral
- Pro ORIF Radius Dextra
- Pro ORIF Metacarpal II, III, IV
G. Assesment Pra Anestesi
 Diagnosis pra operasi/tindakan :
-) Fraktur Maxila Bilateral
-) Hematosinus
-) Fraktur Metacarpal II, III, IV
-) Fraktur Radius Dextra
-) Skizofrenia
 Rencanakan operasi/tindakan :
-) Pro miniplate maxilla
-) CWL Bilateral
-) Pro ORIF Radius Dextra
-) Pro ORIF Metacarpal II, III, IV
 Riayat operasi :-
 Komplikasi :-
 Riwayat alergi :-
 Skor nyeri :7
Evaluasi Jalan Napas
Bebas Ya
Protrusi mandibular Tidak
Buka mulut Normal
Jarak mentohyoid Normal
Jarak hyothyroid Normal
Leher Tidak pendek
Gerak leher Bebas
Mallampathy I
Obesitas Tidak
Massa Tidak
Gigi palsu Tidak
Sulit ventilasi Tidak
 Vital sign :
Tekanan darah : 112/87 mmHg
Nadi : 82 kali/menit
Frekuensi napas : 19 kali/menit
Suhu : 36.5 C
 Pernafasan : Dalam batas normal
 Kardiovaskular : Dalam batas normal
 Neuro/musculoskeletal : Fraktur maxilla bilateral, hematosinus,
fraktur radius dextra, fraktur metacarpal II, III, IV dextra
 Renal/endokrin : Dalam batas normal
 Hepato/gastrointestinal : Dalam batas normal
 Rencana Anestesi Operasi
Jenis Pembiusan : General Anestesi
Rencana Anestesi
Obat Pre Medikasi :
1. Sulfas Atropin 0,25 mg
2. Midazolam 2 mg
3. Fentanyl 100 mcg
Teknik Anestesi : GA
Makan Terakhir : 24.00
Vital Sign :
- Tekanan Darah : 112/87 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- Respirasi : 19 x/menit
Diagnosis operatif : ASA I
Induksi : Propofol
Anestesi Inhalasi : Sevoflurane
Monitoring Anastesi :

a. Ventilasi : Spontan
b. Intubasi : ETT non-kinking nomor 6,5 mm
c. O2 : 4 lpm
d. N2O : 2 lpm
e. Maintanance : Sevoflurane

Monitoring Anestesi

Waktu Tekanan HR SpO2 Tindakan


darah

Pra-Induksi 112/87 82 99%

Induksi 102/85 76 100%

Menit ke-10 92/65 92 100% Injeksi Ephedrin

Menit ke-20 122/80 85 100%


Menit ke-30 115/85 105 100%

Menit ke-40 135/85 95 100%

Menit ke-60 128/75 78 100%

Menit ke-70 125/79 76 100%

Monitoring Pasca Anastesi :


H. Landasan Teori
 Fraktur
1. Pengertian
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali
terganggu (Black dan Hawks, 2014).
2. Etiologi
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan
suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan.
Kerusakan otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan
hematoma. Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010)
dapat dibedakan menjadi:
 Cedera traumatik
 Fraktur patologik
3. Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014)

Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain deformitas,


pembengkakan, memar, spasme otot, nyeri, kehilangan fungsi, gerakan
abnormal dan krepitasi, perubahan neurovaskular, syok.
4. Klasifikasi fraktur
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur
terbuka. Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara
lain:
 Fraktur transversal
 Fraktur kuminutif
 Fraktur oblik
 Fraktur segmental
 Fraktur impaksi
 Fraktur spiral
5. Komplikasi fraktur menurut Black dan Hawks (2014) antara lain :
 Cedera saraf
 Sindroma kompartemen
 Nekrosis avaskular
 Malunion dan Non-union
6. Menurut Istianah (2017) Pemeriksan Diagnostik antara lain:
 Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur.
 Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi mungkin meningkat atau menurun
pada perdarahan selain itu peningkatan leukosit mungkin terjadi sebagai
respon terhadap peradangan.
7. Penatalaksaan fraktur
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke
posisi semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah
tulang. Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
 Recognition
Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
 Reduksi
Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran garis
tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk
menarik fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan
kesejajaran garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang
memuaskan, maka bisa dilakukan reduksi terbuka melalui pembedahan
ORIF (Open Reduction Internal Fixation).

 Retensi

Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan


mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.
 Rehabilitasi
Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin.
 Skizofrenia
1. Definisi
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang
mempengaruhi pikiran individu termasuk berfikir dan komunikasi,
menerima dan menginterprestasikan realitas, merasakan dan
memajukan emosi serta perilaku dengan sikap yang tidak bisa
diterima secara sosial (Isaacs, 2005).
2. Etiologi Skizofrenia

Penyebab skizofrenia sampai kini belum diketahui secara pasti


dan merupakan tantangan riset bagi pengobatan kontemporer.
Beberapa factor predispposisi maupun pencetus yang diketahui yaitu,
a. Faktor genetika
b. Faktor biologis dan biokimia
c. Faktor psikososial
d. Lingkungan
e. Penyalahgunaan Zat
3. Gejala dan Kriteria Diagnostik Skizofrenia

Kriteria diagnostik di Indonesia menurut PPDG-III :


a. Thought echo.
b. Waham atau Delusinasi
c. Halusinasi Auditorik
d. Perilaku katatonik
e. Gejala-gejala negative seperti apatis, bicara jarang serta respon
emosional yang menumpul atau tidak wajar.
4. Klasifikasi Penyakit
a. Skizofrenia paranoid
b. Skizofrenia Hebefrenik
c. Skizofrenia katatonik
d. Skizofrenia tak terinci
e. Depresi pasca skizofrenia
f. Skizofrenia residual
g. Skizofrenia simpleks
5. Tatalaksana
1) Psikofarma
Obat anti psikotik yang sering disebut dengan neuroleptik
ditujukan untuk menghilangkan gejala skizofrenia. Golongan
psikofarma yang sering digunakan di Indonesia (2001) terbagi
dua golongan typical dan golongan atypical. kelebihan obat
atypical antara lain : Dapat menghilangkan gejala positif dan
negatif, memulihkan fungsi koqnitif, efek samping Extra
pyramidal symptoms.
2) Electro Convulsive Terapy
3) Psiko religius
4) Psikososial
Daftar Pustaka
Arif, I.S. (2006). Skizofrenia Memahami Dinamika Keluarga Pasien. Bandung:
Refika Aditama.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Greene, W. 2006. Netter’s Orthopaedics. China: Elsevier
Kaplan dan Sadock. (1997). Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
klinis. Edisi VII. Jilid II. Jakarta: Bina Aksara.

Anda mungkin juga menyukai