Anda di halaman 1dari 3

SISTEM SYARAF PUSAT DAN OTONOM

(Laporan Praktikum Fisiologi Hewan)


RENI MUNAZIR, 1613024010/02
Tujuan :
Untuk mempelajari fungsi dari bagian-bagian susunan syaraf pusat.
Metode :
 Alat dan bahan
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bak bedah, alat bedah, baskom, dan kapas.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah kodok, dan larutan aquades.
 Cara Kerja:
Kodok Spinal
Kodok Normal Kodok Decebrasi
 Dilakukan double pithing, dengan
 Diberi 4 perlakuan, yaitu :  Dipotong rahang atas sampai melewati menusukkan jarum sonde kedalam
mata Foramen Occipetale dan ditusukkan
- Dijatuhkan dari atas dan diamati
 Kemudian diberikan 4 perlakuan, yaitu kearah belakang kedalam Canalis
sikap badannya, bisa berdiri atau
: Vertebralis dan diputar-putar
tidak beberapa saat
- Dijatuhkan dari atas dan diamati
- Dikagetkan dengan cara telapak  Kemudian diberikan 4 perlakuan,
sikap badannya, bisa berdiri atau
tangan dihentakan dibelakang yaitu :
tidak
kodok, dan diamati gerakan- - Dijatuhkan dari atas dan diamati
- Dikagetkan dengan cara telapak
gerakan spontannya sikap badannya, bisa berdiri atau
tangan dihentakan dibelakang
- Tubuh kodok dibalik, kemudian tidak
kodok, dan diamati gerakan-
diamati reflek bangkit pada kodok - Dikagetkan dengan cara telapak
gerakan spontannya
- Kodok dimasukan kedalam baskom tangan dihentakan dibelakang
- Tubuh kodok dibalik, kemudian
berisi air, dan diamati kemampuan kodok, dan diamati gerakan-
diamati reflek bangkit pada kodok
renangnya gerakan spontannya
- Kodok dimasukan kedalam
- Diamati gerakan –gerakan bagian - Tubuh kodok dibalik, kemudian
baskom berisi air, dan diamati
dasar mulut dan dihitung frekuensi diamati reflek bangkit pada kodok
kemampuan renangnya
nafasnya selama 1 menit - Kodok dimasukan kedalam
- Diamati gerakan –gerakan bagian
- Dirasakan detak jantung dan baskom berisi air, dan diamati
dasar mulut dan dihitung frekuensi
dihitung detak jantung nya selama kemampuan renangnya
nafasnya selama 1 menit
1 menit - Diamati gerakan –gerakan bagian
- Dirasakan detak jantung dan
- Dicatat dalam tabel pengamatan dasar mulut dan dihitung
dihitung detak jantung nya selama
frekuensi nafasnya selama 1 menit
1 menit
Hasil pengamatan - Dirasakan detak jantung dan
- Dicatat dalam tabel pengamatan
dihitung detak jantung nya selama
1 menit
Hasil pengamatan
- Dicaat dalam tabel pengamatan

Hasil pengamatan
Hasil pengamatan :
Tabel 1.1 Hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap respon pada kodok
Perlakuan Sikap Gerakan Keseimbangan Kemampuan Frekuensi nafas Frekuensi
kodok badan spontan (bangkit) berenang jantung
Normal ++ ++ ++ ++ 105/menit 80/menit
Decebrasi - - + - - 50/menit
Spinal - - - - 22/menit 35/menit
Keterangan : ++ = Kuat
+ = Lemah
- = Tidak ada respon

Pembahasan :
Berdasarkan hasil Praktikum Syaraf pusat dan otonom kodok diberi 3 perlakuan yaitu, pertama menggunakan kodok
normal , kodok spinal (double pithing) dan kodok decebrasi. Dari ketiga perlakuan tersebut, diamati respon terhadap
sikap badan, gerakan-gerakan spontan, keseimbangan bangkit, kemampuan berenang, frekuensi nafas dan frekuensi
Keterangan :
jantung.
M_H = Merah biji bulat
M_hh = Merah biji kisut
mmH_ = Putih biji bulat
mmhh = Putih biji kisut
Perlakuan pertama yaitu pada kodok normal didapat hasil sikap badan yang masih tegak, gerakan spontan berupa
lompatan-lompatan yang masih kuat atau lincah, keseimbangan bangkit yang masih kuat, saat dimasukan dalam air
terlihat bahwa kemampuan berenangnya baik, frekuensi nafasnya sebesar 105/menit serta frekuensi jantungnya
sebesar 80/menit. Pada saat kodok dalam keadaan normal/sehat tidak ada yang rusak pada sistem syarafnya
sehingga aktivitas kodok masih kuat dan memberikan respon positif pada rangsang yang diberikan. Suatu teori
menyatakan bahwa jaringan saraf atau sistem saraf menjamin kepekaan hewan terhadap energi lingkungan, sehingga
mampu sadar akan diri dan lingkungan. Mampu membangkitkan serta mengotrol gerakan otot serta sekresi
keleknjar, juga berperan dalam tingkah laku naluri dan hal-al yang dipelajari. Seluruh sistem saraf merupakan
perpaduan sistem morfologis serta fungsional (Dellman, 1988:102). Berdasarkan dengan teori tersebut disebutkan
bahwa sistem saraf mengatur keseluruhan sistem morfologis serta fungsional tubuh termasuk dalam kepekaan
menanggapi rangsang luar yang diberikan. Oleh karena itu kodok yang masih normal sistem syarafnya mampu
menunjukkan aktivitas yang normal dan mampu merespon menunjukkan aktivitas yang normal dan mampu
merespon rangsang yang diberikan dengan baik. Selain itu fungsional dari tubuh seperti denyut jantung dan
frekuensi napas juga diatur oleh sistem syaraf, sehingga pada kodok yang masih normal belum mengalami kerusakan
frekuensi denyut jantung dan frekuensi napasnya masih stabil, tidak terlalu rendah maupun tinggi (Dellman, 1988:
100).
Perlakuan kedua dilakukan dengan menggunakan kodok decebrasi, yang dilakukuan dengan cara pertama
membuka mulut kodok dan memotongnya dari rahang kanan menuju ke membran timpani sampai ke rahang kiri.
Dari pengamatan kodok decebrasi didapatkan hasil berupa sikap badan yang tidak menunjukan respon apapun,
keseimbangan bangkitnya tidak ada respon, saat dimasukan dalam air kemampuan berenang nya tidak menunjukan
respon, sedangkan untuk frekuensi nafasnya tidak terasa dan frekuensi jantungnya sebesar 50/menit. Hasil yang
diperoleh tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sistem saraf menerima sensasi atau stimulus melalui
reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun internal (reseptor viseral). Aktivitas
integratif yaitu reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak
dan medula spinalis yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi stimulus, sehingga respons terhadap
informasi bisa terjadi. Output motorik, yaitu impuls dari otak dan medula spinalis memperoleh respons yang sesuai
dari otot dan kelenjar tubuh yang disebut sebagai efektor  (Fried, 2006: 99). Berdasarkan teori tersebut diketahui
bahwa apabila bagian otak dari kodok dirusak maka sistem syaraf kodok terganggu sehingga proses dari aktivitas
integratif pada kodok ikut terganggu akibatnya kodok menjadi lemah dalam menanggapi rangsang, karena otak
merupakan dalam sistem saraf pusat yang mengontrol koordinasi dan mengatur seluruh kerja tubuhnya dari
rangsangan impuls saraf yang diberikan. Frekuensi nafas dan frekuensi jantung menurun kodok juga menurun hal
tersebut disebabkan kodok tidak dapat mengontrol koordinasi dan mengatur seluruh kerja tubuhnya dari rangsangan
impuls saraf yang diberikan karena sistem saraf pusat otak rusak (Fried, 2006: 100).
Perlakuan ketiga dilakukan menggunakan kodok spinal (double pithing) dengan cara merusak bagian cerebellum,
medula oblongata, dan medulla spinalis. Dari perlakuan tersebut didapatkan hasil berupa sikap badan yang sudah
tidak ada respon apapun, keseimbangan bangkitnya tidak ada respon, dan saat dimasukan dalam air kemampuan
berenang nya pun sudah tidak ada respon, sedangkan untuk frekuensi nafasnya sebesar 22/menit dan frekuensi
jantungnya sebesar 35/menit. Hasil yang diperoleh tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa sistem saraf
menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatik) maupun
internal (reseptor viseral). Aktivitas integratif yaitu reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar
di sepanjang saraf sampai ke otak dan medula spinalis yang kemudian akan menginterpretasi dan mengintegrasi
stimulus, sehingga respons terhadap informasi bisa terjadi. Output motorik, yaitu impuls dari otak dan medula
spinalis memperoleh respons yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh yang disebut sebagai efektor  (Fried, 2006:
103). Berdasarkan teori tersebut diketahui bahwa apabila bagian otak dari kodok dirusak maka sistem syaraf kodok
terganggu sehingga proses dari aktivitas integratif pada kodok ikut terganggu akibatnya kodok menjadi lemah dalam
menanggapi rangsang, karena otak merupakan dalam sistem saraf pusat yang mengontrol koordinasi dan mengatur
seluruh kerja tubuhnya dari rangsangan impuls saraf yang diberikan. Frekuensi nafas dan frekuensi jantung menurun
kodok juga menurun hal tersebut disebabkan kodok tidak dapat mengontrol koordinasi dan mengatur seluruh kerja
tubuhnya dari rangsangan impuls saraf yang diberikan karena sistem saraf pusat otak rusak (Fried, 2006: 103)

Berdasarkan percobaan, respon terhadap sikap badan pada kodok normal menunjukan respon paling kuat
dibandingkan dengan kodok spinalis dan kodok decebrasi. Karena pada kodok normal masih memiliki sistem syaraf
pusat yang normal sehingga penyampaian impuls tidak terganggu jadi ketika kodok dijatuhkan dari atas maka kodok
dapat merespon dengan cepat dan sikap badan nya bisa tegak kembali (Fried, 1999: 132). Sedangkan pada respon
kodok saat diberi gerakan spontan yaitu menunjukan respon paling kuat pada kodok normal dibandingkan dengan
kodok spinalis dan kodok decebrasi. Hal ini sesuai teori karena pada kodok yang diberi perlakuan double pithing
syaraf pusat dan syaraf otonomnya sudah dirusak sehingga tidak ada respon berupa gerakan spontan. Begitu juga
pada kodok yang diberi perlakuan decebrasi, tidak menunjukan adanya respon berupa gerakan spontan karena
syaraf pusatnya sudah dihilangkan dan hal ini sesuai dengan literatur karena pusat gerakan spontan berada di
cerebrum karena perlu adanya memori terhadap suatu aktivitas untuk melakukan gerakan spontan (Guyton, 1995 :
94).

Kemudian, respon keseimbangan (bangkit) yang menunjukan respon paling kuat yaitu pada kodok normal
dibandingkan dengan kodok spinal dan kodok decebrasi. Hal ini sesuai dengan teori dikarenakan pada kodok
decebrasi dan kodok spinal saraf saraf pada tubuh kodok sudah tidak berfungsi lagi dan melemah sehingga kodok
tidak dapat mempertahankan keseimbangan tubuhnya dengan baik (Singgih, 2003 : 94). Selanjutnya, mengamati
respon pada kodok normal, kodok decebrasi dan kodok spinal terhadap kemampuan renang. Yang memiliki respon
renang paling kuat yaitu pada kodok normal. Karena berdasarkan referensi, pada kodok decebrasi dan kodok spinal
syaraf pusat dan syaraf otonomnya sudah rusak sehingga koordinasi aksi otot telah hilang dan kodok tidak mampu
mengadakan respon berupa kemampuan untuk berenang (Djamhur, 1985 : 76).

Percobaan selanjutnya yaitu mengamati frekuensi nafas pada kodok normal, kodok decebrasi dan kodok spinal.
Frekuensi nafas kodok dari yang tinggi kelemah yaitu terdapat pada kodok normal – kodok spinal – kodok decebrasi.
`Hal ini tidak sesuai dengan teori karena frekuensi nafas diatur oleh medulla spinalis. Saat perlakuan kodok spinal,
medulla spinalis juga dirusak. Seharusnya frekuensi nafas dari kodok spinal lebih rendah dibandingkan dengan
kodok decebrasi. Kesalahan tersebut dapat terjadi dikarenakan kesalahan praktikan dalam melakukan perhitungan
frekuensi jantung kodok, dan mungkin karena orang yang menghitung frekuensi nafas pada kodok spinal dan kodok
decebrasi yang berbeda orang sehingga penafsiran antara satu kali nafas permenit pun berbeda (Guyton, 1995 : 95).

Percobaan yang terakhir yaitu mengamati frekuensi jantung pada kodok normal, kodok decebrasi dan kodok spinal.
Frekuensi jantung kodok dari yang tinggi kelemah yaitu terdapat pada kodok normal – kodok decebrasi – kodok
spinal. Hal ini sesuai dengan teori karena, pada kodok setelah diberi perlakuaan decerebrasi memberi respon yang
kurang dikarenakan otak kodok yang dirusak dan bagian membrane tymphani rusak yang merupakan pusat
integrasi sensorik, dan juga sebagai pusat merelay berbagai impuls ke daerah sensorik pada korteks serta sebagai
pusat merelay berbagai bagian otak dan serebrum. Hal yang mempengaruhi respon kodok yang telah dilakukan
double pithing yaitu karena otak dan sumsum tulang belakangnya yang dirusak merupakan bagian spinal dari otak
yaitu medulla oblongata. Dimana pada bagian ini merupakan pusat pengaturan alat-alat visceral seperyi respirasi
,sirkulasi jantung,dan lain – lain. Pada bagian ini, saraf cranial ke V, XII, dan VII berfungsi sebagai pusat pengaturan
posisis atau kedudukan serta keseimbangan tubuh. Sehingga apabila pada bagian inbi dirusak, maka semua
koordinasi system saraf akan terhenti dan menyebabakan kematian (Hilman, 2003 : 94).

Daftar Pustaka :
Dellmann, H.D.1988. Buku TeksHistologi Veteriner.Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Djamhur, W. 1985. Fisiologi Hewan. Universitas Terbuka. Jakarta.
Fried, G.H. 1999. Biology. Erlangga. Jakarta.
Guyton, F.William. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Erlangga. Jakarta.
Hilma, Ahmad. 2003. Berbagai reaksi pada sediaan otot saraf. Jurnal Biologi. 2 (1) : 94.
Singgih, S.A. 2003. Sistem Syaraf. UI Press. Jakarta.
Wulangi, Kartolo.1993. Prinsip - prinsip Fisiologi Hewan. Depdikbud. Jakarta .

Bandar Lampung, 24 Mei 2018


Mengetahui,
Praktikan Asisten

Reni Munazir Delis Amala


1613024010 1513024062

Anda mungkin juga menyukai