Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH KONSENTRASI ZAT WARNA TERHADAP KETUAAN

WARNA DAN KERATAAN WARNA HASIL PENCELUPAN KAIN


POLIAMIDA DENGAN ZAT WARNA ASAM MILLING METODE EXHAUST

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Teknologi Pencelupan 2


yang diampu oleh:

Dosen: Ikhwanul Muslim, S.ST.,MT.


Asisten Dosen: Anna S., Fauzi J.

Disusun oleh Kelompok 2:


Dinda Lusita (18020027)
Dwiky Bintang Priyambodo (18020028)
Elok Septiana Atnes Revalda (18020032)
Hardynah Dihar Cyntiarty (18020039)
Ilham Akbar Hadi Prasetyo (18020042)

Group:
3K2

PROGRAM STUDI KIMIA TEKSTIL


POLITEKNIK STTT BANDUNG
2020
I. MAKSUD DAN TUJUAN
1.1. Maksud
Melakukan proses pencelupan kain poliamida meggunakan zat warna asam milling
dengan memvariasikan konsentrasi zat warna.

1.2. Tujuan
Mendapatkan nilai optimum hasil pencelupan kain poliamida menggunakan zat warna
asam milling dengan berdasarkan evaluasi ketuaan warna dan kerataan warna
dengan menggunakan metode exhaust.

II. TEORI DASAR


2.1. Serat Poliamida
Nilon yang dibuat dari asam adipat COOH(CH2)4COOH dengan heksametilena
diamina H2N(CH2)6NH2 disebut nilon 66, sebab asam dan diaminanya masing-masing
mempunyai 6 atom karbon. Nilon sejenis dapat dibuat pula, misalnya heksametilena
diamina dengan asam sebasat HOOC(CH2)8COOH yang dikenal dengan nilon 610.

Poliamida (nilon) lain yang dikenal sebagai nilon 6 dibuat dari kaprolaktan

CH2-CH2-CH2-CH2-CH2

OC NH

Sejenis dengan nilon 6 dikenal dengan nilon 7 dan nilon 11. selain poliamida alifatik,
akhir-akhir ini diproduksi pula poliamida aromatic yang terutama mempunyai sifat
lebih tahan panas dibanding poliamida biasa.

1. Pembuatan nilon 66
a. Garam nilon
Asam adipat dan heksametilena diamina sebagai bahan dasar nilon dapat
dibuat dengan berbagai cara. Cara yang pertama-tama dipergunakan ialah
mulai dari fenol. Fenol dibuat dengan sulfonasi benzena yang dibuat dari
destilasi batu bara atau minyak tanah.

Uap fenol bersama-sama hydrogen dilewatkan melalui katalisator hingga


terbentuk sikloheksanol dioksidasi menjadi asam adipat .
OH OH

fenol sikloheksanol

OH

+ 2 O2 HOOC(CH2)4COOH + H2O

asam adipat

Heksametilena diamana dapat dibuat dari asam adipat dengan cara sebagai
berikut :
Asam adipat direaksikan dengan ammonia membentuk amida :
HCOOC(CH2)4COOH + 2 NH3 → H2NOC(CH2)4COHN2 + 2 H2O
Adipamida
Oleh suatu katalisator amida didehidarasi menjadi nitril :
H2NOC(CH2)4CONH2 → NC(CH2)CN + 2 H2O
Adiponitril
Adiponitril direduksi dengan hydrogen dan katalisator kobalt atau nikel dalam
otokraf membentuk heksametilena diamina :
HC(CH2)4CN + 4 H2 → H2NCH2(CH2)4CH2NH
Heksametilena diamina
Asam adipat dan heksametilena diamina dilarutkan dalam methanol secara
terpisah dan setelah dicampur akan terbentuk endapan heksametilena
diamonium adipat yang disebut “garam nilon”
[H2N(CH2)6NH2HOOC(CH2)4COOH].

Saat ini pembuatan asam adipat dengan melalui benzene → sikloheksan →


sikloheksanol. Udara dilewatkan pada sikloheksana pada suhu 120 – 150 0C
dan tekanan 4 atmosfir dengan katalisator kobalt naftenat sehingga terbentuk
campuran sikloheksanol dan sikloheksanon.
Campuran ini dioksidasi dengan asam nitrat dan katalisator tembaga-vanadium
menjadi asam adipat. Asam adipat dapat dirubah menjadi adiponitril dengan
memasukan lalahan asam adipat dan ammonia yang dipanaskan dulu ke dalam
katalisator boron fosfat pada suhu 360 0C. pembuatan garam nilon dapat dibuat
dengan cara lain yaitu dari biji-bijian atau dari butadiene.
b. Polimerisasi
Garam nilon dilelehkan dalam atmosfir nitrogen dengan penambahan asam
asetat sedikit untuk mengatur berat molekul polimer. Dalam pemanasan ini tidak
boleh menggunakan udara, untuk itu dipakai atmosfir nitrogen, hydrogen dalam
keadaan hampa.

Jika dikehendaki nilon yang suram, ditambahkan suspensi titanium dioksida


kira-kira 0,3 persen pigmen dari berat polimer. Lelehan polimer tetap dijaga
pada suhu 285-289 0C, dan disemprotkan melalui celah membentuk suatu pita
dengan lebar beberapa sentimeter, dan segera didinginkan dengan air dingin
untuk mengurangi ukuran kristal.

2. Sifat Nilon 66
Serat nilon dibuat dengan tujuan yang berbeda. Nilon untuk keperluan industri
mempunyai kekuatan yang sangat tinggi dengan mulur yang kecil, sedang yang
ditujukan pakaian mempunyai kekuatan yang lebih rendah sedang mulur yang
lebih tinggi.

a. Kekuatan dan mulur


Bergantung pada jenisnya nilon mempunyai kekuatan dan mulur berkisar dari
8,8 gram per denier dan 18 % sampai 4,3 gram per denier dan 45 %. Kekuatan
basahnya 80-90 % kekuatan kering.
b. Tahan gosokan dan tekukan
Nilon mempunyai tahan tekukan dan gosokan yang tinggi. Tahan gosokan nilon
± 4–5 kali tahan gosokan wol.
c. Elastisitas
Nilon selain mempunyai mulur tinggi (22 %), juga mempunyai elastisitas yang
tinggi.. pada penarikan 8 % nilon elastisitas 100 %, dan pada penarikan sampai
16 %, nilon masih mempunyai elastisitas 91 %.
d. Berat jenis
Berat jenis nilon 1,14.
e. Titik leleh
Nilon meleleh pada suhu 263 0C dalam atmosfir nitrogen, dan diudara meleleh
pada suhu 250 0C.

Oleh karena itu titik lelehnya tidak begitu tinggi apabila suhu seterika terlalu
tinggi, seratnya akan menempel. Apabila suhu seterika lebih dari 180 0C serat
nilon mulai lengket dan apabila lebih dari 230 0C serat nilon akan rusak.

Nilon dalam pemanasan di udara pada suhu 150 0C selama 5 jam akan
merubah kekuning-kuningan, tapi masih agak lebih baik dibandingkan dengan
wol dan sutera. Apabila dibakar nilon akan meleleh dan tidak membantu
pembakaran.
f. Sifat Kimia
Nilon tahan tehadap pelarut-pelarut dalam pencucian kering. Nilon tahan
terhadap asam-asam encer, tapi dengan asam klorida peat mendidih selama
bebarapa jam, aka terurai menjadi asam adipat dan heksametilena diamonium
hidroksida.

Nilon sangat tahan tehadap basa. Pengerjaan dengan laritan NaOH 10 % pada
suhu 85 0C selama 10 jam hanya mengurangi kekuatan nilon sebanyak 5 %.
Pelarut-pelarut yang biasa untuk melarutkan nilon adalah asam formiat,kresol
dan fenol.
g. Sifat biologi
Nilon tahan terhadap serangan jamur, bakteri dan serangga.
h Moisture Regain
Pada kondisi standard (HH 65 % dan suhu 21 0C) moisture regain nilon 4,2 %.
i. Morfologi
Bentuk memanjangnya seperti silinder yang rata dan penampang lintangnya
hampir bulat seperti terlihat dalam gambar dibawah.

Gambar 2.1 Penampang Memanjang dan Melintang Serat Poliamida


(Sumber: Teknologi Tekstil, Noerati et al., 2013, p.19)
j. Kilau
Sebelum penarikan nilon suram, tapi setelah penarikan seratnya berkilau dan
cerah. Apabila diinginkan serat yuang agak suram kedalam campuran
polimerisasinya ditambahkan titanium dioksida.
k. Pengaruh sinar
Nilon seperti serat tekstil lainnya akan terdegradasi oleh pengaruh sinar tapi
ketahanannya masih jauh baik dibanding sutera. Dalam penyinaran selama
lebih dari 16 minggu, suteraberkurang kekuatannya 85 %, nilon biasa 23 %,
nilon agak suram 50 % dan kapas hanya 18 %.
l. Sifat listrik
Nilon merupakan isolator yang baik, sehingga dapat menimbulkan listrik static.
3. Pencelupan
Nilon dapat dicelup dengan zat warna yang dapat mencelup wol dan sutera seperti
zat warna asam dan kompleks logam. Zat warna basa juga dapat dipergunakan
untuk mencelup nilon tapi tahan luntur warnanya terhadap sinar dan pencuciannya
jelek. Sedangkan zat warna direk, belerang dan bejana afinitasnya terhadap nilon
kecil. Selain itu nilon dapat dicelup dengan baik mempergunakan zat warna
disperse maupun disperse reaktif.

2.2. Zat Warna Asam


Zat warna asam adalah zat warna yang pada proses pencelupannya
mempergunakan asam untuk membantu penyerapan zat warna, atau zat warna yang
merupakan garam natrium asam-asam organik dimana anionnya merupakan
komponen yang berwarna.

Zat warna asam mempunyai afinitas terhadap serat protein dan poliamida misalnya
wol dan nylon. Beberapa zat warna asam akan mencelup juga serat-serat selulosa
karena bentuk dan dasar molekulnya hampir serupa.

Struktur kimia zat warna asam


Struktur kimia zat warna asam menyerupai zat warna direk, merupakan senyawa
yang mengandung gugusan-gugusan sulfonat atau karboksilat, sebagai gugus pelarut.
Menurut kimiawinya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Golongan 1
Yakni zat warna asam derivat trifenilmetan misalnya Xylene Blue VS (C.I. Acid
Blue).
N(C2H5)2
NaO3S C +

SO3Na N(C2H5)2

2. Golongan 2
Yakni zat warna asam derivat Xanten misalnya Lissamine Rhodamine B (C.I. Acid
Red 52).

(C2H5)2 N O +N (C2H5)2

SO3Na

SO3Na
3. Golongan 3
Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa nitroaromatik, misalnya
Naphtol Yellow 1 (C.I. Acid Yellow 1).

ONa

NO2
NaO3S

NO2
4. Golongan 4
Yakni zat warna asam yang merupakan senyawa-senyawa Azo misalnya Azo-
Garanine 2G (C.I. Acid Red 1).
CH NH.CO.CH3

N=N

SO3Na SO3Na

5. Golongan 5
Yakni zat warna asam yang mempunyai inti pirazplon, misalnya Tartrazine
HO. C N=N SO3Na

NaO3S N=N C N
C

COOH
6. Golongan 6
Yakni zat warna asam derivat antrakwinon, misalnya Solvay Blue B (C.I. Acid Blue
45).
O NH2
NaO3S

SO3Na
NH2 O OH

Menurut cara pemakaiannya zat warna asam dapat digolongkan sebagai berikut :
1. Golongan 1 (Levelling)
Yakni zat warna asam yang memerlukan asam kuat dalam pencelupannya
misalnya dengan asam formiat atau asam sulfat agar pH larutan celup dapat
mencapai 3,5 - 4,5 sehingga penyerapan zat warna lebih besar. Zat warna
golongan ini sering disebut zat warna asam terdispersi molekuler atau zat warna
asam celupan rata, yang pada umumnya mempunyai ketahanan sinar yang baik
tetapi ketahanan cucinya kurang.
2. Golongan 2 (Super milling)
Yakni zat warna asam yang memerlukan asam lemah dalam pencelupannya,
misalnya asam asetat, untuk memperoleh pH antara 5,2 – 6,2. Penambahan
elektrolit kedalam larutan celup akan memperbesar penyerapan hingga sukar
memperoleh celupan rata. Zat warna ini mempunyai sifat lebih mudah membentuk
larutan koloidal.
3. Golongan 3 (Milling)
Yakni zat warna asam yang tidak memerlukan penambahan asam dalam
pencelupannya. Pada temperatur rendah zat warna ini terdispersi koloidal,
meskipun pada temperatur mendidih akan terdispersi molekuler.

Zat warna ini sering disebut zat warna asam milling, zat warna asam celupan netral
atau zat warna asam berketahanan baik.
III. PRAKTIKUM
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
1. Gunting
2. Gelas ukur
3. Beaker glass
4. Pipet volume
5. Pengaduk
6. Timbangan digital
7. Mesin HT-Dyeing
8. Mesin stenter

3.1.2. Bahan
1. Kain poliamida (nylon)
2. Zat warna asam milling
3. CH3COOH 35%
4. NaCl
5. Sabun

3.2. Diagram Alir Proses


3.2.1. Diagram Alir Proses Pencelupan

Pembuatan larutan celup dan persiapan bahan

Pencelupan exhaust (100°C, 45 menit)

Pencucian (80°C,10 menit)

Drying

Evaluasi

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pencelupan


3.2.2. Diagram Alir Evaluasi Hasil Proses
Evaluasi

Tingkat ketuaan Tingkat kerataan


warna warna

Gambar 3.2 Diagram Alir Evaluasi Hasil Proses

3.3. Skema Proses


Zat warna asam milling
Cuci dengan
CH3COOH 100°C sabun

80°C
Suhu proses (°C)

NaCl

40°C

0 10 40 85 95 95 105 Menit

Waktu proses (menit)

Gambar 3.3 Skema Proses Pencelupan


3.4. Resep
3.4.1. Resep Pencelupan
Tabel 3.1 Resep Pencelupan
1 2 3 4
Zat warna
1 2 3 4
milling (% owf)
Asam Asetat
2
35% (ml/L)
NaCl (gram/L) 5
Vlot 1 : 20
Temperatur
100
(°C)
Waktu (menit) 45
3.4.2. Resep Pencucian
Tabel 3.2 Resep Pencucian
1 2 3 4
Sabun (gram/L) 1
Vlot 1 : 20
Temperatur
70
(°C)
Waktu (menit) 10

3.5. Fungsi Zat


1. Zat warna asam milling berfungsi untuk mewarnai kain poliamida.
2. Asam asetat 35% berfungsi untuk mendapatkan suasana asam.
3. NaCl berfungsi untuk mendorong penyerapan zat warna dan sebagai retarder
(perata).
4. Sabun berfungsi untuk proses pencucian setelah proses pencelupan guna
menghilangkan zat warna asam yang masih menempel dipermukaan serat.

3.6. Langkah Kerja


3.6.1. Persiapan Larutan Induk Zat Warna
1. Zat warna asam milling ditimbang 1 gram.
2. Zat warna asam milling dipastakan dengan 10 mL air.
3. Ditambahkan air hingga 100 mL .
4. Larutan diaduk hingga tercampur secara homogen.
3.6.2. Proses Pencelupan
1. Semua bahan untuk proses celup dihitung sesuai perhitungan resep.
2. Semua bahan untuk proses celup dipersiapkan.
3. Zat warna asam milling dan CH3COOH 35% dimasukkan dalam tabung HT-Dyeing.
4. Semua bahan diaduk hingga tercampur secara homogen.
5. Kain dimasukkan dalam larutan celup.
6. Kain direndam dalam larutan celup pada temperatur 40°C selama 10 menit.
7. Ditambahkan NaCl dan diaduk hingga tercampur secara homogen.
8. Kain diproses celup pada mesin HT-Dyeing.
9. Temperatur celup dinaikan hingga 100°C selama 30 menit.
10. Proses celup dilanjutkan pada temperatur 100°C selama 45 menit.
11. Temperatur celup diturunkan hingga 70°C selama 10 menit.
12. Kain hasil pencelupan selanjutnya diproses cuci.
3.6.3. Proses Pencucian
1. Semua bahan untuk proses cuci dihitung sesuai perhitungan resep.
2. Semua bahan untuk proses cuci dipersiapkan.
3. Kain diproses cuci pada temperatur 70°C selama 10 menit.
3.6.4. Evaluasi Hasil Proses
3.6.4.1. Evaluasi Tingkat Ketuaan Warna dengan Cara Visual
1. Semua sampel uji kain hasil akhir dari keseluruhan proses diletakkan secara
berdampingan dengan arah yang sama (arah lusi/pakan) dibawah penerangan
sinar matahari.
2. Ketuaan warna pada semua sampel uji kain dibandingkan dan diurutkan dari 1
hingga 4 dengan kriteria tingkat ketuaan warna: (5) sangat tua, (4) tua, (3) cukup
tua, (2) muda dan (1) sangat muda.
3.6.4.2. Evaluasi Tingkat Kerataan Warna dengan Cara Visual
1. Semua sampel uji kain kapas hasil akhir dari keseluruhan proses diletakkan
secara berdampingan dengan arah yang sama (arah lusi/pakan) dibwah
penerangan sinar matahari.
2. Kerataan warna pada semua sampel uji kain dibandingkan dan diurutkan dari 1
hingga 4 dengan kriteria tingkat kerataan warna(5) sangat rata, (4) rata, (3) cukup
rata, (2) kurang rata dan (1) tidak rata.
IV. DATA PRAKTIKUM
4.1. Perhitungan Resep
4.1.1. Pencelupan
 Kain 1
- Berat kain = 10 gram
ii
- Zat warna milling = ii
i i

- Asam asetat 35% = iii


ii iൌ

- NaCl = iii
ii th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL
- Kebutuhan air = 200 – (10 + 0,4 + 1) = 188,96 mL

 Kain 2
- Berat kain = 10 gram
ii
- Zat warna milling = ii
i i

- Asam asetat 35% = iii


ii iൌ

- NaCl = iii
ii th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL
- Kebutuhan air = 200 – (20 + 0,4 + 1) = 178,96 mL

 Kain 3
- Berat kain = 10 gram
ii
- Zat warna milling = ii
i i

- Asam asetat 35% = iii


ii iൌ

- NaCl = iii
ii th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL
- Kebutuhan air = 200 – (30 + 0,4 + 1) = 168,96 mL
 Kain 4
- Berat kain = 10 gram
ii
- Zat warna milling = ii
i i

- Asam asetat 35% = iii


ii iൌ

- NaCl = iii
ii th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL
- Kebutuhan air = 200 – (40 + 0,4 + 1) = 158,96 mL

4.1.2. Pencucian
 Kain 1
- Berat kain = 10 gram
- Sabun = iii
ii iൌ th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL

 Kain 2
- Berat kain = 10 gram
- Sabun = iii
ii iൌ th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL

 Kain 3
- Berat kain = 10 gram
- Sabun = iii
ii iൌ th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL

 Kain 4
- Berat kain = 10 gram
- Sabun = iii
ii iൌ th

- Vlot = 10 x 20 = 200 mL
4.2. Hasil Evaluasi Proses Pencelupan
Tabel 4.1 Hasil Evaluasi Ketuaan Warna
Pengamat Jumlah
1 2 3 4 5
Sampel skor
1 2 2 2 2 2 10

2 3 3 3 3 3 15
3 4 4 4 4 4 20
4 5 5 5 5 5 25

Keterangan:
Indeks ketuaan warna 1 - 5
1 : sangat muda
5 : sangat tua

Tabel 4.2Hasil Evaluasi Kerataan Warna


Pengamat Jumlah
1 2 3 4 5
sampel Skor
1 3 3 3 3 3 15

2 2 2 2 2 2 10
3 4 4 4 4 4 20
4 5 5 5 5 5 25

Keterangan:
Indeks kerataan warna 1 - 5
1 : tidak rata
5 : sangat rata
4.3. Hipotesis

Zat warna asam yang memiliki ukuran molekul yang lebih besar dengan berat
molekul yang lebih besar dibandingkan zat warna asam, dan ketahanan luntur cuci
yang sangat bagus. Ketahanan luntur terhadap sinar yang bervariasi. Kekurangan zat
warna asam milling adalah sulit mendapatkan hasil pencelupan yang rata sulit untuk
dicelup rata tidak seperti pencelupan zat warna asam leveling sehingga perlu
dikendalikan untuk mendapatkan hasil celupan yang yang rata. Dari variasi Zat Warna
Asam Milling% OWF yang memiliki fungsi mewarnai serat pada proses pencelupan
pada variasi 4 % OWF lah yang menemui hasil optimum.

Sumber :

- Sunarto. 2008. Teknologi Pencelupan dan Pencapan jilid 2 . Jakarta, Direktorat


Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
V. DISKUSI
Pada praktikum ini dilakukan pencelupan poliamida dengan zat warna asam
tipe Milling sistem exhaust. Bahan yang digunakan pada pencelupan ini yaitu kain
poliamida, zat warna asam,NaCl dan asam asetat. Penggunaan zat warna asam
berfungsi untuk memberikan warna pada kain poliamida yang mempunyai ikatan
ionik. NaCl pada pH 5 berfungsi sebagai retarder (perata) sehingga zat warna akan
merata secara menyeluruh pada kain sehingga mendapatkan kerataan yang baik
sedangkan pada pH 6 berfungsi sebagai mendorong penyerapan zat warna. Asam
asetat berfungsi sebagai pemberi suasana asam pada larutan sehingga
mendapatkan pH 5 dan 6. Pada pencelupan poliamida dengan zat warna asam tipe
Milling menggunakan temperatur 100oC. Penggunaan temperatur 100oC dilakukan
karena zat warna asam tidak tahan terhadap panas sehingga temperatur fiksasi
yang dilakukan yaitu 100oC. Dalam pencelupan zat warna suhu sangat berpengaruh
terhadap kerataan ataupun ketuaan warna pada kain. Variasi yang dilakukan pada
praktikum kali ini yaitu variasi konsentrasi zat warna asam 1% owf, 2% owf, 3% owf
dan 4% owf. Berdasarkan literatur semakin tinggi konsentrasi zat warna yg
digunakan maka hasil pencelupan akan semakin optimum.
Berdasarkan data hasil evaluasi praktikum, diperoleh evaluasi ketuaan
warna kain hasil pencelupan yang sesuai dengan literatur yaitu semakin tinggi
konsentrasi zat warna yang digunakan maka ketuaan warna semakin optimum,
dimana kain hasil pencelupan yang memiliki warna paling tua adalah kain poliamida
yang dicelup dengan variasi konsentrasi zat warna 4% owf dan yang memiliki warna
paling muda adalah kain poliamida yang dicelup dengan variasi konsentrasi zat
warna 1% owf.
Untuk evaluasi kerataan warna kain hasil pencelupan, diperoleh hasil
evaluasi kerataan warna paling baik yaitu pada kain poliamida yang dicelup dengan
variasi konsentrasi zat warna 4% owf, hal ini terjadi karena semakin tinggi
konsentrasi zat warna maka semakin banyak zat warna yang terserap kedalam
serat, sehingga kerataan warna pada kain hasil pencelupan semakin baik.
Oleh karena itu apabila ingin mendapatkan kain hasil pencelupan dengan
ketuaan warna dan kerataan warna yang baik maka dapat dilakukan pencelupan
dengan konsentrasi zat warna 4% owf.
VI. KESIMPULAN
Dari data hasil evaluasi praktikum pencelupan kain poliamida dengan zat
warna asam milling metode exhaust yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Variasi konsentrasi zat warna 4% owf menghasilkan ketuaan warna yang baik.
2. Variasi konsentrasi zat warna 4% owf menghasilkan kerataan warna yang baik.

VII. DAFTAR PUSTAKA


1. Djufri, Rasjid., Kasoenarno., Salihima, Astini., dan Lubis, Arifin. 1976. Teknologi
Pengelantangan, Pencelupan dan Pencapan. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
2. Noerati, Gunawan dkk. 2013. Teknologi Tekstil. Bandung: Sekolah Tinggi
Teknologi Tekstil Bandung.
3. Moncrieft. 1975. Man Made Fibers. London: Newness Butterworth.
4. Edward, J.L. And Press, J.J. 1961. Advance in Textile Processing Vol I. New York:
Textile Book Publisher inch.
5. Ichwan, Muhammad et al. 201. Bahan Ajar Praktikum Pencelupan 2 (Pencelupan
Sintetik). Bandung: Sekolah Tinggi Teknologi Bandung.
LAMPIRAN

Adapun kain hasil proses pencelupan kain poliamida dengan zat warna asam jenis milling
adalah sebagai berikut:

Anda mungkin juga menyukai